Anda di halaman 1dari 8

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia adalah negara berkembang yang memiliki permasalahan yang

kompleks terutama dalam masalah gizi. Permasalahan gizi di Indonesia berbeda

dengan negara maju, yaitu Indonesia memiliki masalah gizi ganda yang artinya

status gizi yang menunjukkan keadaan di satu sisi daerah terdapat gizi kurang

dan di sisi lain terdapat gizi lebih. Gizi kurang atau malnutrisi adalah kondisi

kekurangan gizi akibat jumlah kandungan mikronutrien dan makronutrien tidak

memadai. Kondisi ini dapat disebabkan oleh malabsorbsi yaitu ketidakmampuan

mengonsumsi nutrient. (Kemenkes, 2018).

Stun
ting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi

yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang

tidak sesuai dengan kebutuhan gizi. WHO (World Health Organization)

mengartikan stunting adalah keadaan tubuh yang pendek hingga melampaui

defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi

referensi internasional. Keadaan ini terjadi akibat dari faktor lingkungan dan

faktor manusia yang didukung oleh kekurangan asupan zat-zat gizi (Rudert C,

2014)

Prevalensi balita stunting pada tahun 2017 di seluruh dunia adalah

22,2% atau sekitar 150,8 juta balita. Di benua Asia prevalensi balita stunting
2

sebesar 55% sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6

juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%)

dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%) (Kemeskes RI, 2018).

Menurut WHO, Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan

prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR).

Rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%.

Prevalensi balita stunting mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5%

menjadi 29,6% pada tahun 2017. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun

2007 menunjukkan prevalensi balita pendek di Indonesia sebesar 36,8%. Pada

tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun pada tahun 2013

prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 37,2% (Kemeskes RI, 2018).

Prevalensi stunting di Jawa Barat tahun 2007 adalah sebesar 35,4%

(balita pendek 19,7% dan sangat pendek 15,7%) lalu pada tahun 2010

menunjukkan perubahan menjadi 33,7% (balita pendek 17,1% dan sangat pendek

16.6%) (Depkes, 2008; Kemenkes, 2016). Pada tahun 2017 tingkat prevalensi

stunting (gangguan pertumbuhan linear) di Jawa Barat berada pada tingkatan

medium to high. Saat ini tingkat prevalensi stunting di Jawa Barat berada di angka

29,2%. Angka tersebut berada pada deretan menengah. Prevalensi stunting di

kabupaten Subang adalah sebesar 40.4% di tahun 2017 (Kemeskes RI, 2018).

Stunting atau gangguan pertumbuhan linier dapat mengakibatkan anak

tidak mampu mencapai potensi genetik (Administrative Committee on

Coordination, 2000 ). Selain itu, stunting pada awal masa kanak-kanak dapat

menyebabkan gangguan (IQ) Intelligence Quotient (Trihono et al., 2015). Anak


3

dengan status gizi stunting memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah dibandingkan

dengan anak yang normal. Selain itu, anak yang mengalami retardasi

pertumbuhan pada masa dewasa memiliki konsekuensi penting dalam hal

ukuran tubuh, performa kerja, reproduksi, dan risiko penyakit kronis (Trihono et

al., 2015).

Pada dasarnya status gizi anak dapat dipengaruhi oleh faktor langsung

dan tidak langsung, dan akar masalah (Kemenkes, 2018). Faktor langsung yang

berhubungan dengan stunting yaitu berupa asupan makanan dan status kesehatan.

penelitian Stephenson et al. (2010) menyebutkan pada anak usai 2 – 5 tahun

di Kenya dan Nigeria dengan asupan protein yang tidak adekuat berhubungan

dengan kejadian stunting. Selanjutnya, status kesehatan berupa penyakit infeksi

memiliki hubungan positif terhadap indeks status gizi TB/U berdasarkan

penelitian Masithah et al. (2005). Pola pengasuhan, pelayanan kesehatan, dan

lingkungan rumah tangga sebagai faktor tidak langsung, serta akar masalah yang

meliputi wilayah tempat tinggal dan status ekonomi memberikan hubungan

dengan buruknya status gizi anak (Semba and Bloem, 2010).

Pemberian ASI eksklusif memberikan berbagai manfaat untuk ibu dan

bayi dimana ASI mendukung pertumbuhan bayi terutama tinggi badan karena

kalsium ASI lebih efisien diserap dibadingkan susu pengganti ASI (Oktavia,

2011). Tingginya angka BBLR diperkirakan menjadi penyebab tingginya kejadian

stunting di Indonesia. BBLR menjadi faktor yang paling dominan berisiko

terhadap stunting pada anak (Nadiyah et al., 2014).

Karakteristik keluarga yaitu pendidikan orang tua dan pendapatan


4

keluarga berhubungan dengan kejadian stunting pada anak usia 6 – 12 bulan

(Astuti Lamid, 2017). Berdasarkan penelitian Semba et al. (2008), tingkat

pendidikan ibu dan ayah faktor utama kejadian stunting pada balita di Indonesia

dan Bangladesh. Selain pendidikan, pekerjaan orang tua juga memiliki hubungan

yang bermakna pada kejadian stunting, hal ini dibuktikan oleh penelitian yang

dilakukan oleh Ramli et al. (2009) kejadian stunting banyak terjadi di anak yang

ayahnya tidak memiliki pekerjaan. Pendidikan dan pekerjaan orang tua

selanjutnya akan mempengaruhi status ekonomi keluarga. Status ekonomi rumah

tangga juga memiliki efek yang signifikan terhadap kejadian malnutrisi kronis

pada anak di Ethiopia (Yimer, 2000). Berdasarkan latar belakang masalah diatas,

peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul : Faktor-faktor yang

berhubungan dengan kejadian stunting pada balita di Puskesmas

Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat Tahun 2019.

1.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penilitian ini adalah apakah tingkat pendidikan

orang tua, berat lahir balita, pemberian ASI eksklusif, asupan gizi, penyakit

infeksi, status imunisasi, usia balita, jenis kelamin balita, pekerjaan orang tua

dan status ekonomi keluarga berhubungan dengan kejadian stunting pada balita

di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat Tahun 2019.


5

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting

pada balita di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat Tahun 2019.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui distribusi faktor-faktor risiko (usia balita, jenis kelamin,

berat lahir balita, pendidikan orang tua, pemberian asi ekslusif, asupan

gizi, penyakit infeksi, status imunisasi, pekerjaan orang tua dan status

ekonomi keluarga) yang berhubungan dengan kejadian stunting pada

balita di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat Tahun

2019.

2. Mengetahui hubungan usia balita dengan kejadian stunting pada balita di

Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat Tahun 2019.

3. Mengetahui hubungan jenis kelamin dengan kejadian stunting pada balita

di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat Tahun 2019.

4. Mengetahui hubungan berat badan lahir balita dengan kejadian stunting

pada balita di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat

Tahun 2019.

5. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan orang tua dengan kejadian

stunting pada balita di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa

Barat Tahun 2019.


6

6. Mengetahui hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian stunting

pada balita di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat

Tahun 2019.

7. Mengetahui hubungan asupan gizi dengan kejadian stunting pada balita

di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat Tahun 2019.

8. Mengetahui hubungan penyakit infeksi dengan kejadian stunting pada

balita di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat Tahun

2019.

9. Mengetahui hubungan status imunisasi dengan kejadian stunting pada

balita di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat Tahun

2019.

10. Mengetahui hubungan pekerjaan orang tua dengan kejadian stunting

pada balita di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat

Tahun 2019.

11. Mengetahui hubungan status ekonomi keluarga dengan kejadian

stunting pada balita di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa

Barat Tahun 2019.


7

1.4 Manfaat Penetitian

1.4.1 Manfaat teoritis

1. Bagi Dinas Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi tenaga

kesehatan di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat

mengenai kejadian stunting pada balita dalam menentukan kebijakan-

kebijakan dan sebagai penggerak pembangunan berwawasan kesehatan

agar dapat memberikan pelayanan kesehatan yang efektif dan efesien,

memberikan informasi yang akurat pada masyarakat serta dapat

meningkatkan wawasan petugas kesehatan dalam meningkatkan

penanganan khususnya masalah stunting pada anak.

1.4.2 Manfaat aplikatif

1. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan masukan dan menambah wawasan bagi masyarakat

untuk lebih mengetahui tentang faktor– faktor yang berhubungan dengan

kejadian stunting sehingga diharapkan dapat meningkatkan pencegahan

terjadinya stunting pada balita.

2. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan

pengembangan penelitian berikutnya untuk melanjutkan penelitian dalam

konteks yang lebih luas agar dapat mengembangkan ilmu pengetahuan

untuk kesejahteraan masyarakat.


8

1.5 Ruang Lingkup

1.5.1 Judul

Judul pada penelitian ini adalah Faktor-faktor yang berhubungan dengan

kejadian stunting pada balita di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa

Barat tahun 2019.

1.5.2 Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah balita stunting.

1.5.3 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei tahun 2019 di Puskesmas Pamanukan

Kabupaten Subang Jawa Barat.

Anda mungkin juga menyukai