BAB I
PENDAHULUAN
dengan negara maju, yaitu Indonesia memiliki masalah gizi ganda yang artinya
status gizi yang menunjukkan keadaan di satu sisi daerah terdapat gizi kurang
dan di sisi lain terdapat gizi lebih. Gizi kurang atau malnutrisi adalah kondisi
Stun
ting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang
defisit 2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan populasi yang menjadi
referensi internasional. Keadaan ini terjadi akibat dari faktor lingkungan dan
faktor manusia yang didukung oleh kekurangan asupan zat-zat gizi (Rudert C,
2014)
22,2% atau sekitar 150,8 juta balita. Di benua Asia prevalensi balita stunting
2
sebesar 55% sedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika. Dari 83,6
juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%)
dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%) (Kemeskes RI, 2018).
Prevalensi balita stunting mengalami peningkatan dari tahun 2016 yaitu 27,5%
menjadi 29,6% pada tahun 2017. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
tahun 2010, terjadi sedikit penurunan menjadi 35,6%. Namun pada tahun 2013
prevalensi balita pendek kembali meningkat menjadi 37,2% (Kemeskes RI, 2018).
(balita pendek 19,7% dan sangat pendek 15,7%) lalu pada tahun 2010
menunjukkan perubahan menjadi 33,7% (balita pendek 17,1% dan sangat pendek
16.6%) (Depkes, 2008; Kemenkes, 2016). Pada tahun 2017 tingkat prevalensi
medium to high. Saat ini tingkat prevalensi stunting di Jawa Barat berada di angka
kabupaten Subang adalah sebesar 40.4% di tahun 2017 (Kemeskes RI, 2018).
Coordination, 2000 ). Selain itu, stunting pada awal masa kanak-kanak dapat
dengan status gizi stunting memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah dibandingkan
dengan anak yang normal. Selain itu, anak yang mengalami retardasi
ukuran tubuh, performa kerja, reproduksi, dan risiko penyakit kronis (Trihono et
al., 2015).
Pada dasarnya status gizi anak dapat dipengaruhi oleh faktor langsung
dan tidak langsung, dan akar masalah (Kemenkes, 2018). Faktor langsung yang
berhubungan dengan stunting yaitu berupa asupan makanan dan status kesehatan.
di Kenya dan Nigeria dengan asupan protein yang tidak adekuat berhubungan
lingkungan rumah tangga sebagai faktor tidak langsung, serta akar masalah yang
bayi dimana ASI mendukung pertumbuhan bayi terutama tinggi badan karena
kalsium ASI lebih efisien diserap dibadingkan susu pengganti ASI (Oktavia,
pendidikan ibu dan ayah faktor utama kejadian stunting pada balita di Indonesia
dan Bangladesh. Selain pendidikan, pekerjaan orang tua juga memiliki hubungan
yang bermakna pada kejadian stunting, hal ini dibuktikan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Ramli et al. (2009) kejadian stunting banyak terjadi di anak yang
tangga juga memiliki efek yang signifikan terhadap kejadian malnutrisi kronis
pada anak di Ethiopia (Yimer, 2000). Berdasarkan latar belakang masalah diatas,
orang tua, berat lahir balita, pemberian ASI eksklusif, asupan gizi, penyakit
infeksi, status imunisasi, usia balita, jenis kelamin balita, pekerjaan orang tua
dan status ekonomi keluarga berhubungan dengan kejadian stunting pada balita
pada balita di Puskesmas Pamanukan Kabupaten Subang Jawa Barat Tahun 2019.
berat lahir balita, pendidikan orang tua, pemberian asi ekslusif, asupan
gizi, penyakit infeksi, status imunisasi, pekerjaan orang tua dan status
2019.
Tahun 2019.
Tahun 2019.
2019.
2019.
Tahun 2019.
1. Bagi Masyarakat
1.5.1 Judul