Anda di halaman 1dari 2

Hakikat Ahlusunnah Wal Jama’ah

Perlu diketahui sesungguhnya kaum muslimin dijaman Rasulullah SAW adalah umat yang satu. Sehingga
mereka belum pernah mengalami perbedaan baik dalam aqidah maupun dalam pengamalan, perbedaan yang
mengantarkan pada perpecahan, tergolong-golong dan terkotak-kotak sebagaimana Allah sanjung di beberapa ayat
pada kitab sucinya yang mulia.
Kemudian di kala Rasullullah wafat, jadilah Sayyidina Abu Bakar RA sebagai kholifah (pemimpin
pengganti).. Selanjutnya setelah Beliau dengan penunjukan langsung (istikhlaf) dari beliau tampillah Sayidina Umar
bin Khotthob RA. Pada saat ini belum muncul dikalangan mereka perbedaan kecuali sedikit dari pihak yang tidak
diperhitungkan perbedaannya. Kemudian setelah Kekhalifahan sampai pada Sayidina Utsman RA perbedaan mulai
tampak jelas, sejelas-jelasnya. Dan begitu kekhalifahan Sampai ke tanganSayyidina Ali Karromallohu wajhah 
perbedaan muncul memuncak, jelas sekali.
Nah disaat itu masyarakat berpecah belah, berbeda-beda pandangan dan keinginan. Maka muncullah suatu
kelompok yang memberontak pada pemerintahan Sayyidina Ali RA. Mereka mengibarkan bendera perlawanan dan
memukul genderang peperangan terhadapnya. Itulah mereka yang kemudian dinamakan Kaum Khowarij. Dan
nama inilah terus berlaku bagi orang yang menempuh perjalanan dan berpandangan sama dengan kelompok
tersebut. Sementara itu muncul kelompok lain yang berlebihan dalam mencintai Beliau dan begitu kuat
fanitismenya. Dan mereka melampaui batas dalam sikapnya itu. Itulah meraka yang kemudian dinamakan  Kaum
Syi'ah. Dan namanya terus disematkan pada orang bermadzhab kelompok ini sampai masa sekarang. Dan akhirnya
kedua kelompok itupun terbagi-bagi lagi kedalam beberapa golongan yang lain.
Dan Masing-masing dari firqoh-firqoh itu menyerukan kepada orang-orang untuk mengikuti pandangan dan
madzhabnya. Kemudian tak henti-hentinya setiap firqoh baru muncul, firqoh demi firoh sampai akhirnya masyarakat
terpecah menjadi banyak firqoh. Serta Masing-masing dari firqoh-firqoh itu menyangka berada pada ajaran yang
hak dan benar. Kemudian sampai di penghujung masa berakhirnya masa Tabi'in tampak muncul fiqoh lain yang
menamakan dirinya Ahlul Adli Wat Tauhid. Dan mereka adalah Kaum Mu'tazilah.
Karena keadaan masa seperti itulah baru muncul yang namanya Ahlussunnah Waljama'ah bagi mereka
yang senantiasa berpegang teguh pada Sunnah Nabi Besar SAW dan Jalan Para Sahabat dalam keyakinan
keberagamaan, amal peribadahan lahiriyah dan akhlak bathiniyah. Maka ada sebagian orang di antara mereka yang
menekuni pada penegakan hujjah-hujjah dan dalil-dalil masalah aqidah baik dalil  aqli (argumen rasional)
maupun naqli (nash-nash al-Qur'an, Hadits dan ijmak), dinamakanlah dengan nama Mutakallimin atau Ulama Ahli
Kalam. Ada sebagian yang menekuni pada ilmu-ilmu peribadahan, mu'amalah, munakahat, berfatwa tentang
hukum-hukum, peradilan, dan lain-lain, maka dinamakanlah dengan nama Fuqoha atau Ulama Ahli Fiqih. Dan ada
sebagian lagi yang menekuni pada menghimpun hadits-hadits Nabi, mengidentifikasi hadits shoheh dari yang
lainnya dan sebangsanya, maka dinamakanlah dengan nama Muhadditsin atau Ulama Ahli Hadits. Dan ada
sebagian lagi yang menekuni pada memperbanyak amal-amal lahir dan membersihkan hati dan jiwa dari akhlak-
akhlak yang jelek, kemudian menghiasinya dengan akhlak-akhlak mulia, maka dinamakanlah dengan
nama Shufiyyah atau Ahli Tasawwuf.
Menurut Syekh Syamsudin Muhammad Romly (1004 H) dalam kitab Syarah Minhaj, " Ahli bid'ah adalah
orang yang dalam aqidahnya menyalahi apa yang menjadi dasar pegangan oleh Ahlussunnah, yaitu apa yang
menjadi dasar pegangan oleh Nabi Besar Shollallohu 'alaihi wasallama, para sahabatnya dan generasi setelahnya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Ahlussunnah di masa-masa terakhir ini adalah kedua Imamnya –yaitu Imam
Abul Hasan 'Asy'ari (324 H) dan Imam Abu Manshur Maturidi (333 H)- dan para pengikut kedua Imam tersebut. "
Juga berpendapat Al'alamah Sayyid Murtadlo Zabidi (1205 H) pada fasal ke dua dari muqodimah syarah
kitab Qowa'idil 'Aqo'id dari kitab Ihya, " Dimana-mana dilontarkan kata Ahlussunnah wal jama'ah maka yang
dimaksud adalah 'Asy'iroh dan Maturidiyyah". Berkata Syekh Khoyali di dalam hasyiahnya pada syarah 'Aqo'id
Annasafiyyah(buah karya Imam Najmuddin Umar bin Muhammad an-Nasafi, w. 537 H), " 'Asya'iroh adalah
Ahlussunnah wal Jama'ah. Inilah merupakan yang masyhur di daerah-daerah Khurasan, Iraq, Syam (Siria) dan
mayoritas penjuru negri-negri Islam. Sedangkan di daerah-daerah Sebrang Sungai kata itu suka dilontarkan untuk
Maturidiyah, yaitu para sahabat Imam Abi Manshur"
Lafadz Ahlusunnah wal jama'ah adalah lafadz 'urfi yang dibuat oleh keempat kelompok tadi,
yakni :
1. Muhadditsin
2. Shufiyyah
3. 'Asya'iroh
4. Maturidiyyah
sebagai penamaan bagi mereka sendiri karena aqidah yang mereka yakini, yaitu bahwa mereka menganut
Sunnah, yaitu perjalanan Rosulullah SAW dan perjalanan para sahabatnya, para tabi'in, dan tabi'ittabi'in.
Dan nama ini tetap eksis sampai hari ini. Hal ini berlaku juga bagi dia yang menganut madzhab keempat
kelompok tersebut. Dan jadilah nama Ahlussunnah wal jama'ah menurut vonis 'urf merupakan nama
(proper noun) bagi keempat kelompok tadi. Artinya, jika nama itu diungkapkan maka maksudnya tidak
mengarah kecuali pada keempat kelompok tadi, sebagaimana yang telah dahulu dikutip dari pensyarhil
Ihya' (Sayyid Murtadlo Zabidi) yaitu ucapannya : " Dimana-mana dilontarkan kata Ahlussunnah wal
jama'ah…(dan seterusnya)" . Dan beliau berkata pula dalam permulaan Syarhil Risalah Qudsiyyah dari
kitab Ihya, " Sedangkan yang dimaksud dengan Ahlussunnah ialah yaitu Golongan Yang Empat itu :
Muhadditsin, Shufiyyah, 'Asya'iroh, dan Maturidiyyah " karenanya jika sudah tahu begitu maka dapat
diketahui bahwa tidak boleh kita mengungkapkan kata Ahlussunnah wal jama'ah untuk selain Keempat
Golongan Tadi.
Jika sudah tahu begitu maka ketahuilah bahwa lafadz sunnah diungkapkan untuk beberapa
makna dari segi bahasanya. Menurut Imam Muhammad Syairozi (729-817 H) dalam kitabnya Qamus
Muhith wa Qobus Wasith, "Sunnah dengan mendlommahkan (huruf sin) bermakna macam-macam,
yaitu :
1. Wajah, bagian wajah sebelah atasnya, daerah sekitar wajah, bentuk, dahi, atau dahi serta kedua alisnya.
2. Perjalanan (sejarah)
3. Tabi'at
4. Salah satu jenis kurma di Madinah
5. Dan kalau dari Allah, maknanya bisa : hukumnya, perintahnya, dan larangannya."
Berkata Sayyid Murtadlo Zabidi (1205 H) dalam syarah kitab Ihya " Dan Sunnah adalah "jalan yang
ditempuh"." Kemudian dalam segi syara, kata sunnah diungkapkan untuk beberapa makna juga,
diantaranya :
1. perjalanan dan jalan yang ditempuh Nabi Besar SAW.
2. Suatu pekerjaan yang diberi pahala orang yang mengerjakannya, dan tidak akan disiksa orang yang
meninggalkannya.
Dan juga ketahuilah bahwa lafadz jama'ah diungkapkan secara bahasa untuk makna setiap sesuatu
perkumpulan tiga dan atau lebih. Suka dikatakan jama'atun Naas (perkumpulan orang-orang), jama'atut
thoer (perkumpulan burung), jama'atud dhiba' (perkumpulan rusa), dan lain sebagainya. Dan suka
diungkapkan secara syara untuk beberapa makna, diantaranya :
1. ikatan seseorang untuk sholatnya pada sholatnya orang lain dengan memakai syarat-syarat tertentu.
2. Kumpulan kaum muslimin melalui seorang pemimpin yang dilantik oleh Ahlulhal wal 'Aqdi (semacam
dewan perwakilan masyarakat, terdiri dari unsur Ulama dan Tokoh Masyarakat) dengan syarat-syarat
yang diakuai, seperti lafadz jama'ah dalam suatu hadits :
ِ ‫ات فَ ِميتته ِميتةٌ ج‬
‫ رواه مسلم‬. ٌ‫اهلِيَّة‬ ِ َ ‫من فَار َق الْجم‬ 
َ َْ ُ َُْ َ ‫اعةَ ش ْب ًرا فَ َم‬ ََ َ ْ َ
Artinya : "Barangsiapa yang berpisah dengan jama'ahnya sejengkal saja lalu dia itu mati maka
kematiannya adalah kematian bangsa jahiliyyah." Hadits Riwayat Imam Muslim.

Jika telah diketahui hal demikian itu maka suatu suku kata itu ada yang hakekat dan ada pula
yang majaz. Lalu masing-masing dari keduanya itu ada yang Lughowi, ada yang Syar'I, dan ada juga
yang Urfi (bersifat tradisi, Adat Masyarakat) . Tradisi itu sendiri terdapat dua macam, ada yang khusus
dan ada yang umum. Hakekat adalah suku kata yang digunakan dalam makna peruntukannya sejak
pertamakalinya. Sementara Majaz adalah suku kata yang digunakan dalam makna peruntukannya pada
kedua kalinya karena alasan yang mengharuskannya. Lughowi ialah suku kata yang dipakai oleh Ahli
Lughot (Bahasa) karena sudah jadi istilah (kesepakatan) atau karena bimbingan langsung (dari Allah
SWT).

Anda mungkin juga menyukai