Anda di halaman 1dari 27

PPH 25 : PPH 25 pada Masa Pandemi diatur dengan PMK 23/PMK.

03/2020,
PMK 44/PMK.03/2020, PMK 86/PMK.03/2020, dan SE DJP No SE-
29/Pj/2020, PMK 9/PMK.03/2021

Makalah ini disusun sebagai Tugas Mata Kuliah Isu Perpajakan

Dosen Pengampu :

Drs. Untung Wahyudi, M.Si, Ak, CA, CPA

Disusun Oleh :

Umi Hanik Wahdati 181622019151370

Oktavia Silvi 181622019151393

Guido Vandy Chrisdian 181622019151792

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS WIDYAGAMA MALANG

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………...…………………………………………………ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………...…1


1.2 Rumusan Masalah…………………..……………………………………3
1.3 Tujuan Penulisan Makalah……………………………………………….3

BAB II PEMBAHASAN.……………………………..………………….….4

2.1 Pengertian PPh Pasal 25………………………………………………….5


2.2 Menghitung Angsuran Bulanan PPh 25………………………………….5
2.3 Menghitung Angsuran PPh Sebelum Batas Waktu Penyampaian SPT….8
2.4 Menghitung Angsuran PPh 25 dalam tahun berjalan diterbitkan Surat
Ketetapan Pajak Tahun Lalu……………………………………………9
2.5 PPh 25 dalam Hal-Hal Tertentu……………………………………….10
2.6 PPh PAsal 25 untuk Bank, BUMN, BUMD, dan WP Lainnya………13
2.7 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25………………………………15
2.8 Insentid PPh Pasal 25 Masa Pandemi…………………………………15
2.9 Fasilitas Angsuran PPh Pasal 25 Masa Pandemi………………….……19
2.10 Tata Cara Pengurangan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25……....21

DAFTAR PUSTAKA…………………..…………………………………..25

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dimulai sejak akhir 2019, terjadi fenomena yang disebabkan oleh sebuah
virus yang menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Sehingga
mengakibatkan tatanan kehidupan masyarakat di Indonesia telah berubah
yang disebabkan karena adanya Coronavirus Disease 2019. Berbagai
dampak yang terjadi akibat Covid-19 memberikan efek domino pada aspek
social, ekonomi, dan keuangan. Hal tersebut mengharuskan pemerintah harus
mengeluarkan strategi kebijakan baru di bidang ekonomi/moneter/fiscal
(Aulawi, 2020). Salah satunya dibidang perpajakan yang ditujukan oleh
menurunnya penerimaan pajak, dukungan insentif pajak, dan penurunan tarif
Pajak Penghasilan (PPh) serta Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga
mengalami penurunan dampak jatuhnya harga komoditas. Pandemic Covid-
19 telah mengancam sistem keuangan yang ditujukan dengan penurunan
berbagai aktivitas ekonomi domestic. Dari sisi pengeluaran, dampak yang
diakibatkan Covid-19 ini sangat besar. Mengatasi permasalahan yang timbul
akibat Covid-19 ini diharapkan tidak terlalu menekan defisit APBN (Aulawi
2020).
Dikutip dari Kompas.com, Kementerian Keuangan mencatatkan
penerimaan Negara sebesar Rp 1.082,02 triliun hingga agustus 2020. Angka
tersebut merosot 13.5% jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun
lalu yakni sebesar Rp 1.189,28 triliun. Dimana realisasi penerimaan Negara
tersebut terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp 795,94 triliun dan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar RP 232,07 triliun.
Berdasarkan realisasi tersebut, yang paling banyak penerimaan pendapatan
Negara adalah perpajakan. Pajak merupakan pemasukan Negara terbesaar
dibandingkan sector lainnya (Saputra, 2018). Namun ditengah situasi yang
sulit ini masyarakat tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya dalam

1
perpajakan karena mengalami penurunan pendapatan yang sangat tajam
diberbagai sector akibat pandemic Covid-18 ini.
Pemerintah memahami dengan baik kesulitan masyarakat, dimana
pemerintah tetap mencoba membantu warga negaranya untuk memenuhi
kewajibannya kepada warga Negara dengan memberikan relaksasi
perpajakan. Pemerintah telah mengeluarkan salah satu kebijakan Pajak
Penghasilan Relaksasi sebagai akibatnya dari Pandemi Covid-19. Pemerintah
telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor
110/PMK.03/2020 mengenai Insentif atau Relaksasi Pajak untuk Wajib Pajak
Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019. Beberapa insentif atau
relaksasi yang diberikan antara lain : Insentif PPH Pasal 21 Ditanggung
Pemerintah (DTP), PPH Final UMKM Ditanggung Pemerintah, PPH Final
DTP pada Sektor Padat Karya Tertentu, Pembebasan PPH Pasal 22 Impor,
Pengurangan Angsuran PPH Pasal 25, dan Pengembalian Pendahuluan PPN.
Melalui kebijakan relaksasi perpajakan, diharapkan pemerintah dapat
mempengaruhi tingkat pendapatan nasional, kesempatan kerja, investasi
nasional, dan distribusi penghasilan nasional (Aulawi,2020). Oleh karena itu
semua pelaksana kebijakan, yaitu pemerintah pusat dan pemerintah daerah
harus bekerjasama dengan semua media dalam memberikan informasi yang
actual dan jelas, sehingga tidak terjadi kesimpangsiuran informasi. Berbagai
upaya meminimalisir resiko harus dilakukan sehingga dapat menekan dan
mengurangi penyebaran Pendemi COVID-19 (Rulandari, Rahmawati, dan
Nurbaiti, 2020). Sehubungan dengan penyebaran informasi, pemerintah telah
melakukan sosialisasi mengenai insentif atau relaksasi pajak melalui
Instagram, Twitter, Facebook, dan media lainnya dengan tujuan untuk
mendorong pertumbuhan sector ekonomi. Sosialisasi merupakan salah satu
factor yang mempengaruhi wajib pajak baik orang pribadi maupun badan
dalam membayar pajak penghasilannya. Karena semakin luas pengetahuan
dan semakin tinggi tingkat pemahaman yang dilakukan melaui sosialisasi
maka akan meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak
(Julianti, 2014 dalam Ananda, Pasca Dwi Rizki dkk, 2015).

2
Pajak merupakan sumber penerimaan Negara yang digunakan utnuk
membiayai kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan
probadi individu seperti kepentingan rakyat, pendidikan, kesejahteraan
rakyat, kemakmuran rakyat, dan sebagainya. Pajak Penghasilan Pasal 25
adalah angsuran Pajak Penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib
Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan. Angsuran Pajak
Penghasilan Pajak 25 tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak terhadap
pajak yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun
pajak yang dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak
Penghasilan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari Pajak Penghasilan Pasal 25?
2. Bagaimana cara menghitung angsuran bulanan PPH Pasal 25?
3. Bagaimana cara menghitung angsuran PPH untuk bulan-bulan sebelum
batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPH?
4. Bagaimana cara mengitung angsuran PPH 25 apabila dalam tahun
berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak yang lalu?
5. Apa saja yang termasuk PPH 25 dalam hal-hal tertentu dan bagaimana
cara menghitungnya?
6. Apa yang dimaksud PPH Pasal 25 bagi wajib pajak baru : bank, BUMN,
BUMD, Wajib pajak masuk bursa, dan wajib pajak lainnya yang
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat
laporan keuangan berkala dan wajib pajak orang pribadi pengusaha
tertentu dan bagaimana cara menghitungnya?
7. Bagaimana cara penyetoran dan pelaporan PPh pasal 25?
8. Insentif PPh Pasal 25 Masa Pandemi Covid-19

1.3 Tujuan Pembuatan Makalah


1. Mengetahui maksud dan tujuan adanya PPh Pasal 25
2. Mengetahui cara menghitung angsuran PPh 25

3
3. Mengetahui berapa jumlah angsuran yang harus dibayar sebelum
melaporkan SPT Tahunan
4. Mengetahui peruntukan PPh 25 untuk beberapa Wajib Pajak
5. Mengetahui cara menyetor dan melaporkan PPh 25
6. Mengetahui adanya insentif PPh 25 di masa pandemi

4
BAB II

PEMBAHASAN

Pajak Penghasilan Pasal 25

2.1 Pengertian PPh Pasal 25


Pajak penghasilan pasal 25 merupakan angsuran PPh yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan dalam tahun pajak berjalan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 UU No. 7 tahun 1983 sebagaimana
telah diubah terakhir dengan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan. Pembayaran angsuran setiap bulan itu sendiri dimaksud untuk
meringankan beban Wajib Pajak dalam membayar Pajak Terutang. Angsuran
PPh pasal 25 tersebut dapat dijadikan kredit pajak terhadap pajak yang
terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak pada akhir tahun pajak yang
dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT
Tahunan PPh)

2.2 Menghitung Angsuran Bulanan


Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan (PPh Pasal 25) adalah sebesar
Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan :
 Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
dan pasal 23, serta,
 Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22,
dan
 Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar begeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.
Kemudian dibagi 12 atau banyaknya dalam bagian tahun pajak.
Perhitungan tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu bagi Wajib Pajak
Orang Pribadi dan Wajib Pajak Badan.

5
Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
PPh menurut SPT Tahunan PPh tahun lalu Rp xxx
Pengurangan/Kredit Pajak Tahun Lalu :
PPh Pasal 21 Rp xxx
PPh Pasal 22 Rp xxx
PPh Pasal 23 Rp xxx
PPh Pasal 24 Rp xxx
Total Kredit Pajak (Rp xxx)
Dasar Perhitungan Angsuran Tahun Lalu Rp xxx
Angsuran PPh Pasal 25 tahun ini = Dasar perhitungan angsuran : 12 atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak tahun lalu.
Contoh :
Pajak Penghasilan yang terutang untuk Tuan Yahya berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan 2018 sebesar Rp 50.000.000,-.
Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta yang terutang
atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2018 sebagai berikut :
 Pemotongan PPh Pasal 21 melalui pemberi kerja sebesar Rp 15.000.000,-
 Pemungutan PPh Pasal 22 oleh pihak lain sebesar Rp 10.000.000,-
 Pemotongan PPh Pasal 23 oleh penyelenggara kegiatan sebesar Rp
2.500.000,-
 Pembayaran pajak di luar negeri sebesar Rp 7.500.000,- seluruhnya dapat
dikreditkan (sebagai PPh Pasal 24)
Angsuran bulanan PPh pasal 25 untuk tahun 2019 sebagai berikut :
PPh menurut SPT Tahunan PPh Tahun 2018 Rp 50.000.000
Pengurangan/Kredit Pajak Tahun 2018
PPh Pasal 21 Rp 15.000.000
PPh Pasal 22 Rp 10.000.000
PPh Pasal 23 Rp 2.500.000
PPh Pasal 24 Rp 7.500.000
Total kredit pajak (Rp 35.000.000)
Dasar perhitungan angsuran RP 15.000.000

6
Jadi, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
setiap bulan (PPh Pasal 25) pada tahun 2019 adalah Rp 15.000.000 : 12 = Rp
1.250.000

Perhitungan Angsuran PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Badan


PPh menurut SPT Tahunan PPh Tahun Lalu Rp xxx
Pengurangan/Kredit Pajak Tahun Lalu
PPh Pasal 22 Rp xxx
PPh Pasal 23 Rp xxx
PPh Pasal 24 Rp xxx
Total Kredit Pajak (Rp xxx)
Dasar Perhitungan Angsuran Tahun Lalu Rp xxx
Angsuran PPh Pasal 25 Tahun ini = Dasar perhitungan angsuran : 12 atau
banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak lalu.
Contoh :
Pajak penghasilan yang terutang untuk PT Yavi Toys berdasarkan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun 2018 sebesar Rp
125.000.000. Pajak yang telah dipotong atau dipungut oleh pihak ketiga serta
yang terutang atau dibayar diluar negeri tahun 2018 sebagai berikut :
 Pajak penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22) sebesar
Rp 30.000.000
 Pajak penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) sebesar
Rp 15.000.000
 Pajak penghasilan yang dibayar di luar negeri sebesar Rp 42.500.000,
tetapi berdasarkan ketentuan yang dapat di kreditkan (PPh Pasal 24)
sebesar Rp 20.000.000
Pajak penghasilan yang telah dipotong/dipungut oleh pihak lain yang
dibayarkan atau terutang di luar negeri tersebut untuk bagian tahun pajak
yang meliputi masa 12 bulan dalam tahun 2018.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk tahun 2019 adalah :
PPh menurut SPT Tahunan PPh Tahun 2019 Rp 125.000.000

7
Pengurangan/Kredit Pajak Tahun 2019 :
PPh Pasal 22 Rp 30.000.000
PPh Pasal 23 Rp 15.000.000
PPh Pasal 24 Rp 20.000.000
Total Kredit Pajak (Rp 65.000.000)
Dasar Perhitungan Angsuran Rp 60.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak setiap
bulan (PPh Pasal 25) dalam tahun 2019 adalah Rp 60.000.000 : 12 = Rp
5.000.000
Penyetoran dan Pelaporan
Anguran pajak bulanan (PPh Pasal 25) tersebut dibayar atau disetor sendiri
oleh Wajib Pajak paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Pelaporan
(penyampaian SPT) masa atas angsuran pajak tersebut dilakukan paling
lambat 20 hari setelah masa pajak berakhir.

2.3 Menghitung Angsuran PPh untuk Bulan-Bulan Sebelum Batas Waktu


Penyampaian SPT Tahunan PPh
Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan bagi Wajib Pajak Orang Pribadi adalah akhir bulan ketiga tahun
pajak berikutnya dan bagi Wajib Pajak Badan adalah akhir tahun keempat
tahun pajak berikutnya, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri
oleh Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan
Pajak Penghasilan disampaikan belum dapat dihitung sesuai dengan ketentua
di atas (PPh Pasal 25). Besarnya angsuran yang harus dibayar sendiri oleh
Wajib Pajak untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran
pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Contoh :
Apabila Surat Pemberitahuan Pahak Penghasilan pada contoh di atas
(Wajib Pajak Orang Pribadi) disampaikan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi

8
pada bulan Maret 2019, besarnya angsuran pajak yang harus dibayar wajib
pajak tersebut untuk Bulan Januari dan Februari 2019 adalah sama besarnya
dengan angsuran pajak Bulan Desember 2018.

2.4 Menghitung Angsuran PPh Pasal 25 Apabila dalam tahun Berjalan


Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Tahun Pajak Yang Lalu
Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk
tahun pajak lalu, besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat
ketetapan pajak tersebut. Perubahan besarnya angsuran pajak tersebut berlaku
mulai bulan selanjutnya setelah bulan diterbitkannya surat ketetapan pajak.
Contoh :
Wajib pajak PT Yavi Toys pada tahun 2018 melaporkan SPT Tahunan
PPh dengan jumlah PPh terutang sebesar Rp 125.000.000. Pajak-pajak yang
telah dibayarkan melalui pemotongan oleh pihak ketiga serta yang terutang
atau dibayar di luar negeri dalam tahun 2018 sebagai berikut :
 PPh Pasal 22 atas impor barang sebesar Rp 50.000.000
 PPh Pasal 23 atas sewa, deviden, dan lain-lain Rp 10.000.000
 Pajak yang dibayar di luar negeri sebesar Rp 25.750.000 dari jumlah
tersebut yang boleh dikreditkan sebesar Rp 20.000.000
Surat Pemberitahuan Tahunan PPh disampaikan pada tanggal 30 April 2019.
Angsuran pajak bulan desember 2018 sebesar Rp 3.000.000. Pada bulan
Agustus 2019, diterima surat ketetapan pajak yang menyebutkan bahwa
angsuran PPh tahun 2019 adalah Rp 4.000.000
Besarnya angsuran pajak dalam tahun 2019 dihitung sebagai berikut :
 Angsuran PPh Bulan Januari s.d Maret 2019 adalah sama dnegan
angsuran bulan desember 2018 yaitu Rp 3.000.000
 Angsuran PPh bulan April s.d Agustus 2019 dihitung sebagai berikut :
PPh terutang berdasarkkan SPT Tahunan 2018 Rp 125.000.000
Kredit Pajak Tahun 2018 :
PPh Pasal 22 Rp 50.000.000
PPh Pasal 23 Rp 10.000.000

9
PPh Pasal 24 Rp 20.000.000
Total kredit pajak (Rp 80.000.000)
Dasar Perhitungan Angsuran Rp 45.000.000
Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP setiap
bulan mulai April s.d Agustus 2019 adalah Rp 45.000.000:12 = Rp
3.750.000
 Angsuran PPh bulan September s.d Desember 2019 adalah sama dengan
jumlah yang ada pada Surat Ketetapan Pajak sebesar Rp 4.000.000

2.5 PPh Pasal 25 dalam Hal-Hal Tertentu


Pada dasarnya, besarnya pembayaran angsuran pajak oleh Wajib
Pajak sendiri dalam tahun berjalan sedapat mungkin diupayakan mendekati
jumlah pajak yang akan terutang pada akhir tahun. Oleh karena itu, dalam
hal-hal tertentu Direktur Jenderal Pajak diberikan wewenang untuk
menyesuaikan perhitungan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan.
Hal-hal tertentu yang dimaksud adalah :
1. Wajib pajak berhak atas kompensasi kerugian
Jika Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian, besarnya
angsuran PPh pasal 25 sama dengan PPh yang dihitung atas dasar
perhitungan PPh dikurangi dengan PPh yang dipotong atau terutang diluar
negeri yang boleh dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal
23, dan Pasal 24 UU PPh kemudian dibagi 12 banyaknya bulan sama
dalam bagian tahun pajak.
2. Wajib pajak memperoleh penghasilan tidak teratur
Penghasilan teratur adalah penghasilan yang lazimnya diterima
atau diperoleh secara berkala sekurang-kurangnya sekali dalam setiap
tahun pajak. Penghasilan ini dapat bersumber dari kegiatan usaha,
pekerjaan bebas, maupun pengalihan modal, kecuali penghasilan yang
telah dikenakan PPh yang bersifat final. Jika Wajib Pajak memperoleh
penghasilan tidak teratur maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 adalah

10
sama dengan PPh yang dihitung dengan dasar penghitungan PPh dikurangi
dengan PPh yang dipotong atau dibayar di luar negeri yang boleh
dikreditkan sesuai ketentuan Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU
PPh, kemudian dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.
Dasar perhitungan PPh yang dimaksud adalah jumlah penghasilan neto
menurut SPT Tahunan PPh Tahun Pajak yang lalu setelah dikurangi
dengan penghasilan tidak teratur yang dilaporkan dalam SPT Tahunan
PPh.
3. Surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan tahun yang lalu
disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan
Apabila SPT tahunan PPh Tahun lalu yang telah disampaikan
setelah lewat batas waktu yang ditentukan, yaitu selambat-lambatnya tiga
bulan setelag akhir tahun pajak untuk WP orang pribadi dan empat bulan
setelah akhir tahun pajak untuk WP Badan, besarnya PPh Pasal 25
dihitung sebagai berikut :
 Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT sampai
dengan bulan sebelum disampaikannya SPT tersebut, besarnya
angsuran PPh pasal 25 sama dengan besarnya angsuran PPh pasal 25
bulan terakhir tahun pajak yang lalu dan bersifat sementara
 Untuk bulan-bulan setelah WP menyampaikan SPT Tahunan PPh,
besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung kembali berdasarkan
ketentuan yang telah dibahas sebelumnya dan berdasarkan surat
ketentuannya tersebut
4. Wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Jika wajib pajak diberikan perpanjangan jangka waktu
penyampaian SPT Tahunan PPh besarnya PPh Pasal 25 dihitung :
 Untuk bulan-bulan mulai batas waktu penyampaian SPT tahunan
sampai dengan bulan sebelumnya disampaikannya SPT Tahunan
tersebut, besarnya angsuran PPh Pasal 25 sama dengan besarnya PPh
Pasal 25 yang dihitung berdasarkan SPT Tahunan sementara yang

11
disampaikan WP pada saat mengajukan permohonan izin
perpanjangan
 Untuk bulan-bulan setelah WP menyampaikan SPT tahunan PPh,
besarnya angsuran PPh pasal 25 dihitung kembali berdasarkan SPT
Tahunan tersebut dan berlaku surut mulai bulan batas waktu
penyampaian SPT Tahunan
5. Wajib pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari
angsuran sebelum pembetulan
Apabila dalam tahun berjalan WP membetulkan sendiri SPT
tahunan PPh tahun pajak yang lalu, besarnya PPh pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan SPT tahunan PPh pembetulan tersebut dan berlaku surut mulai
bulan batas waktu penyampaian SPT tersebut. Penghitungan kembali
besarnya angsuran PPh pasal 25 berdasarkan SPt pembetulan tetap
memperhatikan ketentuan kompensasi kerugian dan ketentuan penghasilan
tidak teratur. Apabila besarnya PPh pasal 25 setelah pembetulan SPT
tahunan lebih besar daripada PPh pasal 25 sebelum dilakukan pembetulan,
atas kekurangan setoran PPh pasal 25 terutang bunga 2% untuk jangka
waktu yang dihitung sejak jatuh tempo penyetoran PPh pasal 25 dari
masing-masing bulan s.d tanggal penyetoran. Apabila besarnya PPh pasal
25 setelah pembetulan SPT tahunan lebih kecil daripada PPh pasal 25
sebelum dilakukan pembetulan, atas kelebihan setoran PPh pasal 25 dapat
dipindah bukukan ke PPh pasal 25 bulan-bulan berikutnya setelah
penyampaian SPT tahunan pembetulan.

6. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak


Perubahan usaha atau kegiatan WP dapat terjadi karena penurunan
usaha maupun peningkatan usaha. Penurunan atau peningkatan usaha
tersebut berpengaruh pada besarnya penghasilan dan selanjutnya
mempengaruhi PPh. Apabila sudah 3bulan atau lebih berjalannya suatu
tahun pajak, WP mengalami penurunan usaha, dan dapat menunjukkan

12
bahwa PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari 75%
dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan besarnya PPh
pasal 25 maka WP dapat mengajukan permohonan pengurangan besarnya
PPh pasal 25 dengan cara:
 Permohonan diajukan secara tertulis kepada Kepala Kantor Pelayanan
Pajak tempat WP terdaftar
 Pengajuan permohonan pengurangan besarnya PPh pasal 25 harus
disertai dengan penghitungan besarnya PPh yang akan terutang
berdasarkan perkiraan penghasilan yang akan diterima tau diperoleh dan
besarnya PPh pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak
yang bersangkutan
 Apabila dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya surat
permohonan WP tentang pengurangan PPh pasal 25, KKPP tidak
memberikan keputusan maka permohonan WP tersebut dianggap
diterima dan WP dapat melakukan pembayaran PPh pasal 25 sesuai
dengan penghitungannya.
Apabila dalam tahun pajak berjalan WP mengalami peningkatan usaha dan
diperkirakan PPh yang akan terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari
150% dari PPh yang terutang yang menjadi dasar penghitungan, besarnya
PPh pasal 25 untuk bulan-bulan yang tersisa dari tahun pajak yang
bersangkutan harus dihitung kembali berdasarkan perkiraan kenaikan PPh
yang terutang tersebut oleh WP sendiri atau KKPP tempat WP terdaftar.

2.6 PPh Pasal 25 Bagi Wajib Pajak Baru : Bank, BUMN, BUMD, Wajib
Pajak Masuk Bursa, dan Wajib Pajak Lainnya
 PPh 25 Wajib Pajak Baru
Wajib pajak baru adalah wajib pajak orang pribadi dan badan yang
baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan
bebas dalam tahun pajak berjalan. Besarnya angsuran pajak penghasilan
pasal 25 untuk wajib pajak baru adalah sebesar pajak penghasilan yang

13
dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan
yang disetahunkan dibagi 12
 Wajib Pajak Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi
Besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 untuk wajib pajak
BUMN dan BUMD dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali
Wajib Pajak Bank dan Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi adalah
sebesar pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif
umum atas laba rugi fiscal menurut Rencana Kerja dan Anggaran
Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan
Rapat dan Anggaran Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan
pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan pasal 22 dan pasal 23
serta pajak penghasilan pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri
tahun pajak yang lalu dibagi 12.
Jika rencana kerja dan anggaran pendapatan belum disahkan
besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 untuk pelan-pelan
sebelumnya bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran pajak
penghasilan pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya. Apabila
Wajib Pajak BUMN atau BUMD tersebut adalah Wajib Pajak Baru maka
besarnya angsuran PPh pasal 25 tidak dihitung sebagaimana halnya
penghitungan untuk wajib pajak baru tetapi dihitung berdasarkan RKAP.
Jika wajib pajak BUMN atau BUMD tersebutadalah wajib pajak bank
atau wajib pajak sewa guna usaha dengan hak opsi besarnya angsuran
PPh 25 dihitung berdasarkan laporan triwulan sebagaimana berlaku
untuk wajib pajak bank atau wajib pajak sewa guna usaha dengan hak
opsi.
 Wajib Pajak Masuk Bursa dan Wajib Pajak Lainnya
Besarnya angsuran pajak penghasilan pasal 25 untuk wajib pajak
masuk bursa dan wajib pajak lainnya berdasarkan ketentuan diharuskan
membuat laporan keuangan berkala adalah sebesar pajak penghasilan
yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiscal
menurut laporan keuangan berkala terakhir yang di setahunkann

14
dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan pajak penghasilan pasal
22, pasal 23, dan pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri
untuk tahun pajak lalu dibagi 12.
 PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu
Wajib pajak orang pribadi pengusaha tertentu adalah wajib pajak
orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan
yang mempunyai tempat usaha lebih dari satu atau mempunyai tempat
usaha yang berbeda alamat dengan domisili. Besarnya angsuran pajak
penghasilan pasal 25 untuk wajib pajak orang pribadi pengusaha
tertentu di tetapkan sebesar 0,75% dari jumlah peredaran bruto setiap
bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.
2.7 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 25
 PPh pasal 25 harus dibayar atau disetorkan selambat-lambatnya padal
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir
 Wajib pajak diwajibkan untuk menyampaikan SPT masa selambat-
lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir
 Bagi wajib pajak pengusaha tertentu berlaku juga ketentuan sebagai
berikut :
1. Jika wajib pajak memiliki beberapa tempat usaha dalam satu wilayah
kerja kantor pelayanan pajak harus mendaftarkan masing-masing
tempat usahanya di kantor pelayanan pajak yang bersangkutan
2. Wajib pajak yang memiliki beberapa tempat usaha di lebih dari satu
wilayah kerja kantor pelayanan pajak harus mendaftarkan setiap
tempat usahanya di Kantor Pelayanan Pajak masing-masing tempat
usaha wajib pajak berkedudukan
3. SPT Tahunan PPh harus di sampaikan di Kantor Pelayanan Pajak
tempat domisili wajib pakak terdaftar dengan batas waktu seperti pada
ketentuan butir 2.

2.8 Insentif PPh Pasal 25 Pandemi Covid-19

15
Berdasarkan pasal 25 UU Pajak Penghasilan, diatur bahwa PPh
harus diangsur setiap bulan dalam tahun berjalan. Secara umum, besarnya
angsuran yang dibayarkan tiap bulan dihitung berdasarkan data historis,
yaitu nilai pajak yang harus dibayar sendiri dari tahun pajak sebelumnya
dibagi 12. Pembayaran angsuran pajak oleh wajib pajak sendiri dalam
tahun berjalan sedapat mungkin mendekati jumlah pajak yang akan
terutang diakhir tahun, sehingga terdapat mekanisme penyesuaian besaran
PPh Pasal 25 pada tahun berjalan sesuai perubahan kesadaan usaha atau
kegiatan wajib pajak baik karena penurunan keadaan usaha atau kegiatan
wajib pajak baik karema penurunan atau peningkatan usaha. Pada saat
terjadi penurunan usaha, wajib pajak dapat mengajukan pengurangan
angsuran PPh Pasal 25 ke Kantor Pajak. Sebaliknya, apabila terjadi
peningkatan usaha Kantor Pajak dapat meminta kenaikan angsuran PPh
Pasal 25 kepada Wajib Pajak.
Kondisi ekonomi pada masa pandemic Covid-19 mengalami
tekanan, dimana terjadi kontraksi ekonomi sehingga menyebabkan
keadaan usaha wajib pajak mengalami perubahan, yang mayoritas berupa
penurunan usaha. Pemerintah selanjutnya bertindak dengan memberikan
insentif perpajakan yang di atur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 beserta aturan turunannya yang
diantaranya adalah pengurangan angsuran PPh Pasal 25. Dikarenakan
perubahan kondisi ekonomi yang cepat, serta adanya masukan dari
masyaraka, pemerintah melalui Menteri Keuangan beberapa kali mencabut
atau merubah peraturan terkait insentif pajak dalam hitungan minggu dan
bulan. Perubahan ketentuan yang mengatur tentang insentif PPh Pasal 25
antara lain :
 Pasal 7, 8, 9, dan 10 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
23/PMK.03/2020 yang diundangkan pada 23 Maret 2020, dan dicabut
pada tanggal 27 April 2020 Melalui Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 44/PMK.03/2020.

16
 Pasal 10, 11 dan 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
44/PMK.03/2020 yang diundangkan pada 27 April 2020, dan dicabut
paa tanggal 16 Juli 2020 Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor
86/PMK.03/2020.
 Pasal 9,10,11 dan 12 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
86/PMK.03/2020 yang diundangkan pada tanggal 16 Juli 2020, dan
diubah pada tanggal 14 Agustus 2020 dengan Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 110/PMK.03/2020.

Peraturan yang sering berubah menyebabkan Wajib Pajak kadang


bingung dengan ketentuan yang berlaku saat ini. Jika menilik pasal-pasal di
peraturan keuangan tersebut, perubahan lebih bersifat memperluas insentif
PPh Pasal 25, yang antara lain:
 Sektor penerima insentif diperluas dari semula 102 Klasifikasi Lapangan
Usaha (KLU) diperluasa menjadi 1.013 KLU.
 Diluar KLU tersebut diatas, tadinya hanya Perusahaan KITE (Kemudahan
Impor Tujuan Ekspor) yang memperoleh fasilitas, kemudian diperluas
menjadi wajib pajak KITE dan Wajib Pajak dengan Izin Kawasan Berikat
(Penyelenggara Kawasan Berikat, Pengusaha Kawasan Berikat dan PDKB)
 Periode diperpanjang dari semula sampai dengan September 2020, menjadi
sampai dengan Desember 2020.
 Pengurangan angsuran semula 30% diperbesar menjadi 50% dari angsuran
PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang.

Dalam perubahan terakhir, di Peraturan Menteri Keuangan Nomor


110/PMK.03/2020, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi agar dapat
memperoleh Insentif penguragan angsuran PPh Pasal 25, yang antara lain:
 Merupakan Wajib Pajak yang memiliki KLU tertentu sebagaimana dimaksud
dalam Lampiran M Peraturan Menteri Keuangan, atau Wajib Pajak yang telah
ditetapkan sebagai perusahaan KITE, atau Wajib Pajak yang telah
mendapatkan Izin Terkait Kawasan Berikat.

17
 Menyampaikan pemberitahuan pengurangan sebesar 50% dari angsuran PPh
Pasal 25 yang seharusnya terutang melalui saluran pada laman
www.pajak.go.id
 Menyampaikan Laporan Realisasi Pengurangan angsuran PPh Pasal 25 yang
seharusnya terutang melalui saluran pada laman www.pajak.go.id, dengan
ketentuan:
 Masa Pajak April 2020 s.d. Juni 2020; Setiap 3 bulan paling lambat 20 Juli
2020
 Masa Pajak Juli 2020 s.d. Desember 2020; Setiap bulan paling lambat 20
Bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Perlu dipahami bersama, bahwa insentif pengurangan angsuran PPh


Pasal 25 bukan merupakan pengurangan pajak yang terhutang di akhir tahun.
Pajak yang terutang diakhir tahun tidak berubah, kecuali Wajib Pajak Badan,
dimana Tarif PPh Tahun 2020 dan 2021 menjadi 22% sebagaimana diatur
dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2020 yang telah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2020. Wajib pajak tetap harus melunasi pajak kurang bayar di SPT Tahunan
PPh dengan tarif normal.
Insentif dimaksudkan untuk memberikan kelonggaran arus kas bagi
wajib pajak guna meningkatkan ketahanan menghadapi tekanan kondisi
perekonomian sebagai dampak pandemi Covid-19. Disamping itu, insentif
juga dimaksudkan untuk mengantisipasi terjadinya penurunan usaha Wajib
Pajak, sehingga angsuran PPh Pasal 25 yang dibayar pada tahun 2020 dapat
mendekati nilai pajak terutang dalam satu tahun pajak.
Adanya ketidakpastian kondisi ekonomi tahun 2021 karena belum
ditemukan vaksin yang efektif untuk menanggulangi penyebaran virus
corona, menyebabkan wajib pajak tetap berharap adanya insentif lanjutan
untuk tahun 2021. Harapan insentif yang diberikan dapat berupa pengurangan
angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak di tahun 2021, maupun fasilitas

18
penundaan pembayaran PPh Kurang Bayar (PPh Pasal 29) dalam SPT
Tahunan PPh Tahun Pajak 2020.

2.9 Fasilitas Angsuran PPh Pasal 25 Masa Pandemi

Fasilitas angsuran PPh Pasal 25 dalam masa Pandemi Covid 19 adalah


bersifat tentatif akibat perubahan kondisi ekonomi yang cepat menyebabkan
keadaan usaha Wajib Pajak mengalami perubahan dan mayoritas adalah
penurunan. Maka, insentif pengurangan angsuran PPh Pasal 25 bertujuan
memberikan kelonggaran arus kas bagi Wajib Pajak serta antisipasi terjadinya
penurunan penghasilan dan tentunya agar PPh Pasal 25 yang dibayar pada tahun
2020 dapat mendekati pajak terutang dalam satu tahun pajak sebagaimana cita-
cita pasal 25 ayat (6) UU PPh.
Karena bersifat tentatif maka seringkali terjadi perubahan-perubahan
secara sporadis melihat dari perubahan kondisi tersebut dan dalam hal ini adalah
Pandemi Covid 19. Perubahan tersebut coba disimpulkan sebagai berikut :
1. Peraturan Menteri Keuangan nomor 23/PMK.03/2020
(23 Maret 2020 s.d. 27 April 2020), Wajib Pajak diberikan
pengurangan besaran angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% dari angsuran
PPh Pasal 25 yang seharusnya. Dengan syarat menyampaikan
pemberitahuan ke KPP tempat WP terdaftar sesuai format PMK 23. Yang
berlaku sampai dengan September 2020. Adapun WP nya ditentukan
memiliki Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) tertentu atau telah ditetapkan
sebagai perusahaan KITE.
2. Peraturan Menteri Keuangan nomor 44/PMK.03/2020
(27 April 2020 s.d. 16 Juli 2020), perubahan pada perluasan
Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yaitu sesuai dengan yang tercantum
pada SPT Tahunan PPh Tahun Pajak 2018 yang telah dilaporkan Wajib
Pajak atau data yang terdapat dalam administrasi perpajakan bagi WP
yang baru mendaftar setelah tahun 2018.
3. Peraturan Menteri Keuangan nomor 86/PMK.03/2020

19
(16 Juli s.d. 14 Agustus 2020), perubahan pada masa berlaku yang
sebelumnya sampai dengan September 2020 diperpanjang sejak masa
pemberitahuan sampai dengan Desember 2020.
4. Peraturan Menteri Keuangan nomor 110/PMK.03/2020
(14 Agustus 2020 s.d. 1 Februari 2021 ), perubahan pada besarnya
angsuran PPh Pasal 25 yang sebelumnya 25% menjadi 50% yang berlaku
untuk Masa Juli 2020 sampai dengan Masa Desember 2020 atau masa
pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran PPh pasal 25 disampaikan.
Dalam ketentuan ini juga dipertegas terkait penyampaian laporan realisasi
pengurangan angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang melalui
saluran pada laman pajak. Di mana untuk masa April s.d. Juni 2020
dilaporkan paling lambat 20 Juli 2020, sedangkan untuk Masa Juli 2020
s.d. Desember 2020 pelaporan dilakukan setiap bulan paling lambat
tanggal 20 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
5. Peraturan Menteri Keuangan nomor 9/PMK.03/2021
(Ditetapkan tanggal 1 Februari 2021), perubahan pada masanya
yaitu besarnya angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum SPT
Tahunan PPh tahun pajak 2020 disampaikan sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan Tahun Pajak 2020 sama dengan besarnya
angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak 2020 setelah pemanfaatan
insentif angsuran PPh Pasal 25. Dan perpanjangan masa insentif
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 yaitu diberikan untuk Masa
Januari 2021 sampai Masa Juni 2021. Untuk memanfaatkan insentia
pengurangan angsuran periode Januari s.d. Juni 2021 bagi yang berlum
pernah mengikuti insentif sebelumnya Wajib menyampaikan SPT
Tahunan Tahun 2019.

Contoh Fasilitas Pengurangan Angsuran PPh Pasal 25


PT. Nusa Hati Berkarya memanfaatkan insentif pengurangan PPh Pasal 25,
besarnya angsuran yang masih harus dibayar sendiri oleh PT. NHB untuk masa

20
Desember 2020 adalah sebesar Rp. 50.000.000,- (Hasil pengurangan PPh Pasal 25
sebear 50%). PT. NHB menyampaikan surat pemberitahuan pengurangan
besarnya angsuran PPh Pasal 25 pada tanggal 31 Januari 2021 dan menyampaikan
SPT Tahunan Pajak Tahun 2020 pada tanggal 29 April 2021. Berdasarkan kondisi
ini, penghitungan angsuran PPh Pasal 25 yang masih harus dibayar untuk suatu
bulan adalah sebagai berikut :

PPh Terutang SPT tahunan 2020 Rp. 1.125.000.000,-

Dikurangi Kredit Pajak Rp. 645.000.000,-

PPh yang masih harus dibayar (PPh 29) Rp. 480.000.000,-

Besarnya Angsuran (PPh 25) Rp. 45.000.000,-

Rincian Angsuran PPh Pasal 25

Masa Jan 2021 s.d. Maret 2021 Rp. 50.000.000,-

Masa April 2021 s.d. Juni 2021 seharusnya Rp. 45.000.000,-

Masa April 2021 s.d. Juni 2021 Pengurang 50% Rp. 22.500.000,-

Masa April 2021 s.d. Juni 2021 sesuai angsuran Rp. 22.500.000,-

2.10 Tata Cara Pengurangan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 SE-


29/PJ/2020

21
a. Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 diberikan kepada Wajib
Pajak dengan kriteria:
1) memiliki kode KLU sebagaimana tercantum dalam Lampiran
huruf N PMK-44/PM K.03/2020;
2) telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE; atau
3) telah mendapatkan izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin
Pengusaha Kawasan Berikat, atau izin PDKB.
b. Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 yaitu 30% (tiga puluh
persen) dari angsuran PPh Pasal 25 yang seharusnya terutang untuk setiap
Masa Pajak berdasarkan:
1) perhitungan angsuran PPh Pasal 25 sesuai dengan SPT
Tahunan PPh Tahun 2019;
2) besarnya angsuran PPh Pasal 25 Masa Pajak Desember 2019
dalam hal Wajib Pajak belum menyampaikan SPT Tahunan
PPh Tahun 2019;
3) Keputusan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25
dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengurangan
besarnya angsuran PPh Pasal 25 karena penurunan kondisi
usaha; atau
4) perhitungan angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan Peraturan
Menteri Keuangan mengenai penghitungan angsuran Pajak
Penghasilan dalam Tahun Pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak baru, bank, Badan Usaha Milik
Negara, Sadan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak masuk bursa,
Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan
membuat laporan keuangan berkala dan Wajib Pajak orang
pribadi pengusaha tertentu.
c. Tata cara penyampaian pemberitahuan memanfaatkan insentif
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 sebagai berikut:
Penyampaian pemberitahuan dilakukan melalui sarana elektronik
yang disediakan DJP sebagai berikut:

22
1) Wajib Pajak mengajukan pemberitahuan memanfaatkan
insentif PPh Pasal 25 secara daring (online) melalui laman
www.pajak.go.id;
2) dalam hal berdasarkan pengecekan sistem aplikasi pada laman
www.pajak.go.id Wajib Pajak dinyatakan berhak
memanfaatkan insentif PPh Pasal 25, sistem aplikasi pada
laman www.pajak.go.id akan menyampaikan notifikasi bahwa
Wajib Pajak telah berhasil menyampaikan pemberitahuan
memanfaatkan insentif PPh Pasal 25;
3) dalam hal berdasarkan pengecekan sistem aplikasi pada laman
www.pajak.go.id Wajib Pajak dinyatakan tidak berhak
memanfaatkan insentif PPh Pasal 25, sistem aplikasi pada
laman www.pajak.go.id akan menerbitkan surat pemberitahuan
bahwa Wajib Pajak tidak berhak memanfaatkan insentif
pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
d. lnsentif pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 diberikan sejak
Masa Pajak pemberitahuan memanfaatkan insentif pengurangan besarnya
angsuran PPh Pasal 25 disampaikan sampai dengan Masa Pajak September
2020.
e. Penyampaian pemberitahuan memanfaatkan insentif PPh Pasal 25 untuk
Masa Pajak April 2020, dapat dilakukan paling lambat tanggal 15 Mei
2020. Hal ini dengan pertimbangan bahwa PMK-44/PMK.03/2020
diundangkan pada tanggal 27 April 2020 dan batas akhir penyetoran PPh
Pasal 25 Masa Pajak April 2020 paling lambat tanggal 15 Mei 2020.
f. Dalam hal Wajib Pajak telah melakukan pembayaran PPh Pasal 25 yang
seharusnya diberikan pengurangan pada Masa Pajak sebagaimana
dimaksud pada huruf e, Wajib Pajak dapat mengajukan pemindahbukuan
atas kelebihan pembayaran PPh Pasal 25 tersebut.
g. Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada huruf f dilakukan sesuai
dengan ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 242/PMK.03/2014
tentang Tata Cara Pembayaran dan Penyetoran Pajak.

23
h. Dalam hal Keputusan Menteri Keuangan tentang penetapan Perusahaan
KITE, izin Penyelenggara Kawasan Berikat, izin Pengusaha Kawasan
Berikat, atau izin PDKB dicabut, pengurangan besarnya angsuran PPh
Pasal 25 berakhir sampai dengan Masa Pajak dilakukannya pencabutan.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.pajakku.com/read/5f642f042712877582238fdd/Insentif-PPh-
Pasal-25-Pandemi-Covid-19
2. https://www.pajak.go.id/id/artikel/gunakan-insentif-pph-pasal-25-ini-opsinya
3. http://scholar.unand.ac.id/72234/2/BAB%20I%20PENDAHULUAN.pdf
4. https://perbanas.id/duaribu19/wp-content/uploads/2020/08/Materi-Webinar-
Drs.-Pontas-Pane-Ak.CA_.-SH.-MM.pdf
5. https://jdih.kemenkeu.go.id/fullText/2020/23~PMK.03~2020Per.pdf
6. https://www.kemenkeu.go.id/media/18031/pmk-9-tahun-2021.pdf

25

Anda mungkin juga menyukai