Anda di halaman 1dari 13

LAPORAN PENDAHULUAN

CIDERA KEPALA
DI RUANG ICU RSU SIAGA MEDIKA PEMALANG

NURUL ADKHA
17.1364.S

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


DAN PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN
2021
CIDERA KEPALA BERAT (CKB)

A. Definisi

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau
tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya
kontinuitas.

Menurut Brain Injury Assosiation of America, Cedera kepala adalah suatu


kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun degenerative, tetapi disebabkan
serangan/benturan fisik dari luar yang dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang
mana menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik.

Cedera kepala atau trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena
trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena
robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena hemoragig, serta edema
cerebral disekitar jaringan otak.

B. Klasifikasi
1. Berdasarkan kerusakan jaringan otak
a. Komosio serebri (gegar otak) : Gangguan fungsi neurologik ringan tanpa adanya
kerusakan stuktur otak, terjadi hilangnya kesadaran kurang dari 10 menit atau
tanpa di sertai amnesia retrograd, mual, muntah, nyeri kepala.
b. Kontosio serebri (memar) : gangguan fungsi neurologik disertai kerusakan
jaringan otak tetapi kontuniutas otak masih utuh, hilangnya kesadaran lebih dari
10 menit.
c. Laserasio serebri: gangguan fungsi neurologik di sertai kerusakan otak yang
berat dengan fraktur tengkorak terbuka. Masa otak terkelupas ke luar ke rongga
intrakranial.
2. Berdasarkan berat ringannya cidera kepala:
a. Cidera kepala ringan: jika GCS antara 13-15, dapat terjadi kehilangan kesadaran
kurang dari 30 menit, tidak terdapat fraktur tengkorak, kontusio atau hematom.
b. Cidera kepala sedang: jika nilai GCS antara 9-12, hilang kesadaran antara 30
menit sampai dengan 24 jam, dapat di sertai fraktur tengkorak, disorientasi
ringan.
c. Cidera kepala berat: jika GCS kurang dari 9, hilang kesadaran lebih dari 24 jam,
biasanya di sertai kontusio, laserasi atau adanya hematom, edema serebral.

C. Etiologi
Cedera kepala disebabkan oleh :
1. Kecelakaan lalu lintas
2. Jatuh
3. Trauma benda tumpul
4. Kecelakaan kerja
5. Kecelakaan rumah tangga
6. Kecelakaan olahraga
7. Trauma tembak dan pecahan bom

D. Patofisiologi

Adanya cedera kepala dapat menyebabkan kerusakan struktur, misalnya


kerusakan pada parenkim otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan
gangguan biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat perubahan permeabilitas
vaskuler.

Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan menjadi 2 yaitu cedera kepala


primer dan cedera kepala sekunder.  Cedera kepala primer merupakan suatu proses
biomekanik yang dapat terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi
dampak cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang terjadi pada
masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi. Kerusakan primer ini dapat bersifat
( fokal ) local, maupun difus. Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada
bagian tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu. Kerusakan
difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi menyeluruh dari otak dan umumnya
bersifat makroskopis.
Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer, misalnya akibat
hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan cerebral menimbulkan hematoma,
misalnya Epidoral Hematom yaitu adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum
tengkorak dengan durameter, subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang
antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom adalah berkumpulnya
darah didalam jaringan cerebral.

E. Manifestasi klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial
3. Fraktur dasar tengkorak : Hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah terlihat
di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle), otoreaserebro spiral
( cairan cerebros piral keluar dari telinga), minoreaserebrospiral (les keluar dari
hidung)
4. Laserasi atau kontusio otak ditandai oleh cairan spinal berdarah
5. Penurunan kesadaran
6. Pusing / berkunang-kunang. Absorbsi cepat les dan penurunan volume intravaskuler
7. Peningkatan TIK
8. Dilatasi dan fiksasi pupil atau paralysis edkstremita
9. Peningkatan TD, penurunan frekuensi nadi, peningkatan pernafasan

F. Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium : Darah lengkap, urine, kimia darah, analisa gas darah.
2. CTScan (dengan atau tanpa kontras): Mengidentifikasi luasnya lesi, perdarahan, dete
rminan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak.
3. MRI : Untuk mendapatkan gambaran otak secara detail. Pemeriksaan ini biasanya
dilakukan ketika pasien sadar.
4. X-Ray : Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur garis
(perdarahan, edema), fragmentulang. Ronsent Tengkorak maupun thorak.
5. CSF, Lumbal Punksi : dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan subarachnoid.
6. ABGs : Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan (oksigenasi) jika
terjadi peningkatan tekananintrakranial.
7. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai akibat
peningkatan tekanan intracranial.
8. Cerebral Angiography menunjukkan anomali sirkulasi serebral seperti perubahan
jaringan otak sekumder menjadi edema perdarahan dan trauma.

G. Penatalaksanaan
1. Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka mudah
dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda asing dan
miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
2. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan ; lepaskan gigi
palsu, pertahankan tulang servikal segaris dengan badan dengan memasang collar
cervikal, pasang guedel / mayo bila dapat ditolerir. Jika cedera orofasial mengganggu
jalan nafas, maka pasien harus diintubasi.
3. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan / tidak. Jika tidak beri
O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera dada
berat seperti pneumotoraks tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter nadi untuk
menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung bahkan
terancam / memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO295%) atau muntah
maka pasien harus diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi.
4. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua
perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intraabdomen /
dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah pasang EKG.
Pasang jalur intravena yg besar. Berikan larutan koloid sedangkan larutan kristaloid
menimbulkan eksaserbasi edema.
5. Obati kejang : Kejang konvulsif dapat terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati
mula-mula diberikan diazepam 10mg intravena perlahan-lahan dan dapat diulangi 2x
jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin15mg/kgBB.
6. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB.
7. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan / atau leher, lakukan foto tulang
belakang servikal (proyeksi A-P, lateral dan odontoid), kolar servikal baru dilepas
setelah dipastikan bahwa seluruh keservikal C1- C7normal.
8. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat :
 Pasang infus dengan larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairanisotonis
lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairanhipotonis dan
larutan ini tidak menambah edema cerebri.
 Lakukan pemeriksaan : Hematokrit, periksa darah perifer lengkap, trombosit,
kimia darah.
 Lakukan CT scan. Pasien dgn CKR, CKS, CKB harus dievaluasi adanya :
Hematoma epidural, darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel, kontusio dan
perdarahan jaringan otak, Edema cerebri, Pergeseran garis tengah, Fraktur
cranium.
1. Pada pasien yang koma (skor GCS <8) atau pasien dengan tanda-tanda herniasi
lakukan :
 Elevasi kepala 30, Hiperventilasi, Berikan manitol 20% 1gr/kg BB intravena
dalam 20-30 menit. Dosis ulangan dapat diberikan 4-6 jam kemudian yaitu
sebesar ¼ dosis semula setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam
 Pasang kateter foley-Konsul bedah saraf bila terdapat indikasi opoerasi.

H. Komplikasi
Komplikasi yang sering dijumpai dan berbahaya pada cedera kepala meliputi :
1. Koma Penderita tidak sadar dan tidak memberikan respon disebut koma. Pada situasi
ini secara khas berlangsung hanya beberapa hari atau minggu, setelah 16 masa ini
penderita akan terbangun, sedangkan beberapa kasus lainnya memasuki vegetatife
state. Walaupun demikian penderita masih tidak sadar dan tidak menyadari
lingkungan sekitarnya. Penderita pada vegetatife state lebih dari satu tahun jarang
sembuh.
2. Kejang/Seizure Penderita yang mengalami cedera kepala akan mengalami sekurang-
kurangnya sekali kejang pada masa minggu pertama setelah cedera. Meskipun
demikian, keadaan ini berkembang menjadi epilepsy.
3. Infeksi Fraktur tulang tengkorak atau luka terbuka dapat merobekkan membran
(meningen) sehingga kuman dapat masuk infeksi meningen ini biasanya berbahaya
karena keadaan ini memiliki potensial untuk menyebar ke system saraf yang lain.
4. Hilangnya kemampuan kognitif Berfikir, akal sehat, penyelesaian masalah, proses
informasi dan memori merupakan kemampuan kognitif. Banyak penderita dengan
cedera kepala mengalami masalah kesadaran.
5. Penyakit Alzheimer dan Parkinson Pada khasus cedera kepala resiko perkembangan
terjadinya penyakit Alzheimer tinggi dan sedikit terjadi Parkinson. Resiko akan
semakin tinggi tergantung frekuensi dan keparahan cedera.

I. Pengkajian fokus
1. Pengkajian primer
 Airway dan cervical control hal pertama yang dinilai adalah kelancaran airway.
Meliputi  pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat disebabkan
benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur
larinks atau trachea. Dalam hal ini dapat dilakukan “chin lift” atau “jaw thrust”.
Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan bahwa tidak
boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
 Breathing dan ventilation Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang
baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk  pertukaran
oksigen dan mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik
meliputi : fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
 Circulation dan hemorrhage control
a) Volume darah dan Curah jantung
Kaji perdarahan klien. Suatu keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan
oleh hipovelemia. 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodinamik yaitu kesadaran, warna kulit dan
nadi.  
b) Kontrol Perdarahan
 Disability Penilaian neurologis secara cepat yaitu tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil.
 Exposure dan Environment control Dilakukan pemeriksaan fisik head
toe toe untuk memeriksa jejas.  
2. Pengkajian sekunder
a) Identitas : nama, usia, jenis kelamin, kebangsaan/suku, berat  badan, tinggi
badan, pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, anggota keluarga, agama.
b) Riwayat kesehatan: waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian,
status kesadaran saat kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah
kejadian.
c) Aktivitas/istirahat Gejala : Merasa lelah, lemah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese,  puandreplegia, ataksia, cara
berjalan tidak tegang.
d) Sirkulasi Gejala : Perubahan tekanan darah (hipertensi) bradikardi, takikardi.
e) Integritas Ego Gejala : Perubahan tingkah laku dan kepribadian. Tanda : Cemas,
mudah tersinggung, angitasi, bingung, depresi dan impulsif.
f) Makanan/cairan Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : muntah, gangguan menelan.
g) Eliminasi Gejala : Inkontinensia, kandung kemih atau usus atau mengalami
gangguan fungsi.
h) Neurosensori Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia, vertigo,
sinkope, kehilangan pendengaran, gangguan pengecapan dan  penciuman,
perubahan penglihatan seperti ketajaman. Tanda : Perubahan kesadaran bisa
sampai koma,  perubahan status mental, konsentrasi, pengaruh emosi atau
tingkah laku dan memoris.
i) Nyeri/kenyamanan Gejala : Sakit kepala. Tanda : Wajah menyeringai, respon
menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa istirahat, merintih.
j) Pernafasan Tanda : Perubahan pola pernafasan (apnea yang diselingi oleh
hiperventilasi nafas berbunyi)
k) Keamanan Gejala : Trauma baru / trauma karena kecelakaan. Tanda : Fraktur /
dislokasi, gangguan penglihatan, gangguan rentang gerak, tonus otot hilang,
kekuatan secara umum mengalami paralisis, demam, gangguan dalam regulasi
suhu tubuh.
l) Interaksi sosial Tanda : Apasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti,  bicara
berulang-ulang.

J. Fokus intervensi
N0 Tujuan dan kriteria
Diagnosa Intervensi
. hasil
1. Ketidakefektifa NOC: NIC:
n perfusi  
jaringan serebralSetelah dilakukan Observasi TTV dan kesadaran klien
berhubungan tindakan selama 1x24 Rasional : Untuk mengetahui
dengan cedera jam masalah teratasi keadaan umum pasien sebagai
kepala dengan kriteria hasil : standar dalam penentuan intervensi
Tekanan darah dalam Kaji karakkteristik nyeri ( intensitas
batas normal lokasi, frekuensi, dan faktor
Bruit pembuluh darah mempengaruhi )
besar tidak terdengar Rasional : penurunan dan tanda
Berkomunikasi gejala neurulogis atau kegagalan
dengan  jelas dan dalam pemulihan merupakan awal
sesuai dengan usia pemulihan dalam pemantauan TIK
N0 serta kemampuan
Tujuan dan kriteria Kaji CRT dan GCS
Diagnosa Menunjukkan Rasional : untukIntervensi
mengetahui
. hasil
3. Ketidak perhatian,
NOC: konsentrasi tingkat kesadaran dan potensial
NIC:
efektifan pola dan orientasi kognitif peningkatan TIK
nafas Menunjukkan
Setelah memori
dilakukan Kaji tanda etiologi
Identifikasi peningkatan atau TIK
factor(Kaku
berhubungan jangka panjang
tindakan dan
selama 1x24 kuduk, muntah
pencetus proyektispontan,
contoh kolaps dan
dengan cedera jamsaatmasalah
ini teratasi penurunan
trauma, kesadaran
keganasan, )
infeksi
medulla Mampu mengolah
dengan kriteria hasil: Rasional: :untuk
Rasional Pemahaman mengetahui
penyebab
spinalis informasi bernapas
Kemudahan potensial
kolaps parupeningkatan
perlu untukTIK pemasangan
Mampu membuat
Menunjukkan jalan Anjurkan
selang dadaorang
yang terdekat
tepat dankeluarga
memilih
keputusan
nafas yang tepat.
yang paten untuk bicara
tindakan dengan
terapeutik klien
lain.
Tanda – tanda vital walaupun
Evaluasi hanya
fungsi lewat sentuhan
pernapasan, cacat
dalam batas normal Rasional :atau
kecepatan ungkapan keluarga
pernapasan yang
serak,
menyenangkan
dispneu, keluhan memberi efek
“lapar udara”,
penurunansianosis,
terjadinya TIK danperubahan
efek relaksasi
tanda
bagi klien
vital.
Kolaborasi
Rasional dengan
: Distres dokter dalam
pernapasan dan
pemberianpada
perubahan terapi obat-obat
tanda vital dapat
neurologis
terjadi sebagai akibat stress fisiologi
Rasional
dan : sebagai
nyeri atau dapatterapi terhadap
menunjukkan
kehilangan
syok sehubungan kesadaran.
dengan hipoksia
atau perdarahan.
N0 Tujuan dan kriteria Auskultasi bunyi bapas
Diagnosa rasional : adanya Intervensi
bunyi nafas
. hasil
2. Ketidak NOC: tambahan
NIC : menunjukkan tanda tanda
efektifan gangguan pada sistem pernafasan
bersihan jalan Setelah dilakukan Pertahankan
Kaji Tanda posisi
Tanda nyaman,
Vital
nafas tindakan selama 1x24 biasanya
Rasionaldengan
: untukpeninggian
mengetahuikepala
berhubungan jam masalah teratasi tempat
tingkattidur
perkembangan kesehatan
dengan dengan kriteria hasil : Rasional
pasien. : Meningkatkan inspirasi
akumulasi Kemudahan bernapas Ajarkan tehnik batuk efektif
cairan. Frekuensi dan irama Rasional : memudahkan pasien
pernapasan dalam mengeluarkan secret
batas normal Auskultasi suara nafas sebelum dan
Menunjukkan jalan sesudah tindakan suction
maksimal, meningkatkan ekspansi
paru
Kolaborasi pemberian oksigen
tambahan melalui kanula/ masker
sesuai indikasi
Rasional : Alat dalam menurunkan
kerja napas; meningkatkan
penghilangan distress respirai dan
sianosis sehubungan dengan
hipoksemia.

N0 Tujuan dan kriteria


Diagnosa Intervensi
. hasil
4. Hambatan NOC: NIC :
mobilitas fisik
berhubungan Setelah dilakukan Kaji keterbatasan gerak sendi
dengan nyeri, tindakan selama 1x24 Rasional : menentukan batas
gangguan jam masalah teratasi gerakan yang akan di lakukan
muskuloskeletal, dengan kriteria hasil: Tentukan tingkat motivasi pasien
kekakuan sendi, klien meningkat dalam melakukan aktivitas
kontraktur. dalam aktivitas fisik Rasional : mempengaruhi penilaian
mengerti tujuan dari terhadap kemampuan aktivitas
peningkatan mobilitas apakah karena ketidakmampuan
memverbalisasikan ataukah ketidakmauan
perasaan dalam Ajarkan atau pantau pasien dalam
meningkatkan hal pengunaan alat bantu
kekuatan dan Rasional : menilai batasan
kemampuan kemampuan aktivitas optimal
berpindah Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADL secara mandiri
sesuai kemampuan
Rasional : untuk meningkatkan
pemenuhan mobilisasi
Anjurkan klien untuk melakukan
latihan range of motion
Rasioanal : rom dapat
mempertahankan pergerakan sendi\
kolaborasi tentang terapi dengan
ahli terapi fisik
Rasional : sebagai suatu sumber
untuk mengembangan perencanaan
dan mempertahankan/meningkatkan
mobilitas pasien.

K. Pathways

Kecelakaan Terjatuh Trauma benda tajam Trauma benda tumpul

Traumatik

Laserasi Cidera kepala


pada area
tubuh yang
lain
Kulit kepala Tulang tengkorak Jaringan otak
Hematoma Fr. Contusion - Contusio cerebri
Fr. impresi - Hematome epidual
Laserasi kulit kepala
- Hematome subdual

Resiko Isi kranial Edena serebri


infeksi membentur dinding
tulang
Perubahan
Sistem persyarafan
perfusi serebri
- sakit kepala Herniasi otak
- Wajah meringis
- Respon menarik Peningkatan TIK
pada rangsangan
nyeri yang hebat

Perdarahan intra serebral


Nyeri

Gangguan pada Gangguan pada system syaraf Paralisis


neuros vegus
Gangguan area
broca
Gangguan medulla oblongata Sistem muskulus skeletal
-Mual muntah
- Merasa lemas,
Dispnea, apnea
-Disfagia Lelah
Disfasia
- Perubahan
- Anireksia
- Abrasi kesadaran rentang
- Kelemahan otot - Kontusio Kerusakan gerak
mengunyah - Laserasi komunikasi
verbal
Intoleransi
Perubahan nutrisi Pola nafas tidak aktivitas
kurang dari efektif
kebutuhan tubuh
L. Daftar Pustaka Sumber : (Lang & Phipps, 1996, Doengoes, 2000, Carpenito 2000).

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. 2013. Nursing
Intervention Classification (NIC). Elsevier

Greenberg, M. 2004. Teks Atlas Kedokteran Kedaruratan Greenberg Jilid 1. Jakarta:


Erlangga

Ginsberg, L. 2008. Neurologi Edisi 8. Jakarta: Erlangga

Hartono. 2009. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gadjamada University

Harsono. 2009. Buku Ajar Neurologi Klinis. Jakarta: EGC

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. 2013. Nursin Outcomes
Classification (NOC): Measurement of Health Outcomes. Elsevier

Muttaqin, A. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai