Anda di halaman 1dari 2

KELOMPOK 2 (Kasus Munir)

1. Andrea Christian Primantya 4. Steven Effendi


2. Dylan Marcellino Sunaryo 5. Debora Yesua Hadhasa Sam
3. Matthew Verrelius Alexander 6. Julia Livana Cahyadi

Pendahuluan

Munir Said Thalid adalah seorang aktivis HAM di Indonesia. Jabatan terakhirnya adalah Direktur
Eksekutif Lembaga Pemantau Hak Asasi Manusia Indonesia Imparsial. Beliau lahir di Malang pada tanggal
8 Desember 1965, dan meninggal di Romania pada tanggal 7 September 2004.

Munir tewas dibunuh pada tanggal 7 September 2004 dalam penerbangan pesawat Garuda
Indonesia GA 974 dari Jakarta menuju Amsterdam. Beliau sempat dimakamkan di Batu, Malang (Jawa
Timur). Namun, setelah hasil autopsi menyebutkan bahwa sebab kematiannya adalah racun arsenic yang
ditemukan dalam tubuhnya, makamnya pun dibongkar.

Kronologi Kejadian

➢ Keberangkatan (6 September 2004)


o Pada tanggal 6 September 2004, yaitu sehari sebelum wafatnya, Munir berangkat ke
Utrecht di Belanda untuk studi S-2nya di bidang hukum. Tepatnya pada pukul 21.55 WIB,
penerbangan GA 974 yang ditumpanginya lepas landas dari bandara Soekarno-Hatta.
➢ Transit di Singapura (7 September 2004)
o Pada tanggal 7 September 2004, tepatnya pada pukul 00.40 waktu Singapura, pesawat
transit di Changi Airport, Singapura. Munir terlihat sedang duduk di sebuah toko kopi.
Sejumlah fakta persidangan menyebutkan kemungkinan bahwa Munir diracun dalam
penerbangannya dari Jakarta menuju Singapura, tetapi ada juga yang menyebutkan
kemungkinan bahwa beliau diracun saat transit.
➢ Penerbangan Singapura-Belanda (7 September 2004)
o Selanjutnya pada pukul 01.50 waktu Singapura, Munir kembali melanjutkan perjalanan
setelah pesawat yang ditumpanginya lepas landas menuju ke Amsterdam.
o 3 jam setelah lepas landas, Munir mulai merasakan gejala setelah beberapa kali ke toilet.
Beliau sempat mendapatkan pertolongan seorang dokter dalam pesawat. Untuk itu,
Munir dipindahkan dari kursi nomor 40G ke kursi di samping dokter tersebut (kursi 1J).
➢ Dinyatakan Tewas (7 September 2004)
o Pada akhirnya, Munir dinyatakan tewas 2 jam sebelum pesawat mendarat di Bandara
Schiphol, Amsterdam. Pada pukul 10.00 waktu Belanda setelah pesawat mendarat, ada
10 petugas militer yang masuk ke dalam pesawat sesuai prosedur bila ada penumpang
tewas. Selama 20 menit, tidak ada penumpang yang diperbolehkan meninggalkan
pesawat.

Upaya Penegakkan Hukum

➢ Tersangka pelaku pembunuhan


1. Pollycarpus (pilot Garuda Indonesia)
▪ Ada surat tugas untuk Pollycarpus Budihari Priyanto dari Direktur Utama PT.
Garuda Indonesia (Indra Setiawan) saat Pollycarpus sedang cuti.
▪ Didakwa sebagai pelaku yang memasukkan racun arsenic ke tubuh Munir
▪ Setelah melalui sejumlah proses pengadilan, Pollycarpus divonis 14 tahun
penjara. Namun, ia menerima pembebasan bersyarat pada 28 November 2014.

2. Indra Setiawan (Direktur Utama PT. Garuda Indonesia)


▪ Dalam nota pembelaan (pleidoi), ia mengakui adanya permintaan dari Badan
Intelijen Negara (BIN) untuk menempatkan Pollycarpus dalam penerbangan GA
974. Namun, Ia membantah konspirasi pembunuhan Munir yang melibatkan
dirinya dan Pollycarpus dengan BIN.
▪ Pada akhirnya, Indra Setiawan divonis 1 tahun penjara karena terlibat dalam
menempatkan Pollycarpus dalam penerbangan tersebut.

3. Muchdi PR (mantan Deputi 5 BIN)


▪ 3 hari sebelum keberangkatan, Munir menerima panggilan dari orang yang
mengaku sebagai Pollycarpus. Orang itu memastikan bahwa Munir akan naik
dalam penerbangan GA 974.
▪ Dalam penyelidikan, polisi menyeret mantan Deputi 5 Badan Intelijen Negara
(Muchdi PR) sebagai tersangka atas terungkapnya rekaman panggilan antara
Muchdi PR dengan Pollycarpus. Namun, rekaman tersebut tidak pernah dibawa
ke persidangan, pengadilan menganggap bahwa dakwaan tersebut tidak terbukti
sehingga Muchdi dinyatakan tidak bersalah.

➢ Motif pembunuhan
Hingga saat ini, motif pembunuhan Munir Said Thalid masih belum dapat dipastikan. Terdapat
beberapa dugaan mengenai motif pembunuhan Munir. Namun, ada dugaan bahwa Munir
dibunuh karena memegang data penting seputar pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti
pembantaian di Talang sari, Lampung pada 1989, penculikan aktivis 1998, referendum Timor
Timur, hingga kampanye hitam pemilihan presiden 2004.

Kesimpulan dan Tanggapan Kelompok

Setelah belasan tahun, kasus Munir masih belum 100% tuntas. Menurut Koordinator Kontras
Haris Azhar, pemerintah tidak mengerti bahwa demokrasi terjadi karena adanya perbedaaan
pendapat. Menurutnya, belum ada perlindungan bagi orang-orang yang berani menyatakan pendapat
yang berebda dari pemerintah.

Bahkan Suciawati (istri Munir) mengatakan bahwa ia sudah tidak lagi berharap kepada
pemerintah untuk menuntaskan kasus Munir, karena baginya sudah jelas bagaimana pemerintah
menyikapi HAM saat ini. Kini harapan Suciawati ada pada generasi muda untuk masa depan Indonesia
untuk dapat mengenang dan merefleksikan perjuangan Munir sesuai dengan situasi saat ini.

Indonesia membutuhkan sosok seperti Munir, yang berani jujur pada dirinya sendiri, berani
melawan ketakutannya, dan mengabdikan diri untuk masa depan negara yang lebih baik. Seperti yang
pernah dikatakan Munir bahwa:

“Hak asasi Manusia dalam konteks solidaritas kemanusiaan telah menciptakan bahasa
universal dan setara yang melampaui ras, gender, sekat-sekat etnik atau agama. Itulah jalan dimana
kita berada di pintu gerbang untuk berdialog bersama dengan semua orang dari berbagai kelompok
sosial dan ideologi“

Anda mungkin juga menyukai