Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH MATERNITAS 2

“Kanker Serviks”

Disusun Oleh : Kelompok 3

1. Afri Yani (21117004)


2. Dini Yuliarti (21117040)
3. Atika Syuri (21117021)
4. Dimas Prayoga (21117039)

Dosen Pengampuh: Yuniza, S. Kep., Ns., M. Kep

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


PALEMBANG PROGRAM STUDI ILMU KEPRAWATAN
TAHUN 2018/2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat taufik dan hidayah-Nya sehingga makalah ini selesai tepat
pada waktunya. Penulisan makalah yang berjudul “Kanker Serviks”. Penulis
menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini, itu
dikarenakan kemampuan penulis yang terbatas. Namun berkat dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya pembuatan makalah ini tepat pada
waktunya. Penulis berharap dalam penulisan makalah ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya serta semoga dapat menjadi
bahan pertimbangan untuk mengembangkan atau meningkatkan prestasi di masa
yang akan datang.

Palembang, Mei 2019

Kelompok 3

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar........................................................................................ii
Daftar Isi.................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.........................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................2
C. Tujuan.................................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................4


A. Definisi Kanker Serviks.....................................................................4
B. Klasifikasi...........................................................................................4
C. Etiologi...............................................................................................7
D. Tanda dan Gejala Kanker Serviks......................................................8
E. Patofisiologi Kanker Servik...............................................................9
F. Pathway............................................................................................11
G. Diagnosis..........................................................................................12
H. Komplikasi.......................................................................................12
I. Pencegahan.......................................................................................15
J. Pemeriksaan Diagnostik...................................................................18
K. Penatalaksanaan................................................................................19
L. Konsep Asuhan Keperawatan Kanker Serviks.................................22

BAB III PENUTUP.................................................................................29


A. Kesimpulan.......................................................................................29
B. Saran.................................................................................................29
Daftar Pustaka.........................................................................................30
Lampiran..................................................................................................31

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kanker serviks merupakan kanker yang banyak menyerang perempuan.
Saat ini kanker serviksmenduduki urutan ke dua dari penyakit kanker yang
menyerang perempuan di dunia dan urutan pertama untuk wanita di negara
sedang berkembang. Dari data Badan Kesehatan Dunia (WHO), diketahui
terdapat 493.243 jiwa per tahun penderita kanker serviks baru di dunia dengan
angka kematian karena kanker ini sebanyak 273.505 jiwa per tahun (Emilia,
2010).
Di negara maju, angka kejadian kanker serviks sekitar 4% dari seluruh
kejadian kanker pada wanita, sedangkan di negara berkembang mencapai
diatas 15% (Emilia, 2010). Di Indonesia, diperkirakan 15.000 kasus baru
kanker serviks terjadi setiap tahunnya, sedang angka kematiannya di
perkirakan 7500 kasus per tahun (Emilia, 2010). Pada tahun 2004 jumlah
pasien kanker yang berkunjung ke Rumah Sakit di Indonesia mencapai 6.511
dengan proporsi pasien kanker serviks yang rawat jalan adalah 16,47% dan
rawat inap adalah 10,9%, selain itu lebih dari 70% kasus kanker serviks
datang ke rumah sakit dalam keadaan stadium lanjut (Depkes RI, 2005).
Melihat perkembangan jumlah penderita dan kematian akibat kanker
serviks, diperkirakan bahwa sekitar 10 persen wanita di dunia telah terinfeksi
Human Papiloma Virus (HPV), muncul fakta bahwa semua perempuan
mempunyai resiko untuk terkena infeksi HPV.Perjalanan dari infeksi HPV,
tahap pra kanker hingga menjadi kanker serviks memakan waktu 10 sampai 20
tahun. Disinilah tujuan dari deteksi dini yaitu memutuskan perjalanan penyakit
pada tahap pra kanker dan mendapatkan pengobatan sesegera mungkin
sehingga kanker serviks diharapkan dapat sembuh sempurna (Widyastuti,
2009).
Permasalahan yang muncul adalah banyak wanita yang tidak mau
menjalani pemeriksaan, dan kanker serviks ini biasanya justru timbul pada

4
wanita-wanita yang tidak pernah memeriksakan diri atau tidak mau melakukan
pemeriksaan ini. 50% kasus baru kanker serviks terjadi pada wanita yang
sebelumnya tidak pernah melakukan pemeriksaan pap smear. Padahal jika
para wanita mau melakukan pemeriksaan ini, maka penyakit kanker serviks
suatu hari bisa saja musnah, seperti halnya polio ( Depkes RI, 2005). Budaya
dan adat ketimuran di Indonesia telah membentuk sikap dan persepsi yang jadi
penghalang bagi perempuan untuk membuka diri kepada profesional medis
dan mampu melindungi kesehatan reproduksinya. Akibatnya, kebanyakan
pasien datang sudah pada stadium lanjut, hingga sulit diobati.
Senjata terbaik untuk mencegah kanker serviks adalah bentuk skrining
yang dinamakan Pap Smear, dan skrining ini sangat efektif. Pap smear adalah
suatu pemeriksaan sitologi yang diperkenalkan oleh Papanicolaou pada tahun
1943 untuk mengetahui adanya keganasan (kanker) dengan mikroskop.
Pemeriksaan ini mudah dikerjakan, cepat dan tidak sakit (Bustan, 2007).
Menurut Wilopo (2010) saat ini diperkirakan baru sekitar 5% wanita
yang mau melakukan deteksi dini terhadap kanker serviks, mengakibatkan
banyak kasus ini ditemukan sudah pada stadium lanjut yang sering kali
mengakibatkan kematian. Data awal diketahui jumlah kunjungan rawat jalan
di Poli Kebidanan Rumah Sakit Umum Daerah dr. Pirngadi Medan dari bulan
Januari sampai Juni tahun 2011 ada sebanyak 263 orang, dan hanya 24 orang
(9,13%) yang melakukan pemeriksaan pap smear. Hal ini menunjukkan
bahwa kesadaran masyarakat masih sangat rendah terhadap pemeriksaan pap
smear. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk membahas
tentang “Kanker Serviks” menjadi sebuah makalah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan kanker serviks?
2. Bagaimana klasifikasi kanker serviks?
3. Bagaimana etiologi kanker serviks?
4. Apa tanda dan gejala kanker serviks?
5. Bagaimana patofisiologi kanker serviks?

5
6. Apa komplikasi kanker serviks?
7. Bagaimana penatalaksanaan kanker serviks?
8. Bagaimana asuhan keperawatan pada penderita kanker serviks?

C. Tujuan
1. Mampu mengetahui definisi kanker serviks
2. Mampu mengetahui klasifikasi kanker serviks
3. Mampu mengetahui etiologi kanker serviks
4. Mampu mengetahui tanda dan gejala kanker serviks
5. Mampu mengetahui patofisiologi kanker serviks
6. Mampu mengetahui komplikasi kanker serviks
7. Mampu mengetahui penatalaksanaan kanker serviks
8. Mampu mengetahui asuhan keperawatan pada penderita kanker serviks

6
BAB II
TINJAUANPUSTAKA

A. Definisi Kanker Serviks


Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel kanker di leher rahim atau
serviks yang abnormal(Supriyanto,2014).Di sana sel-sel kanker tersebut
mengalami perubahan kearah displasia atau keganasan. Biasanya kanker rahim
menyerang perempuan yang berumur 35-55 tahun yaitu dimana kedaan
seorang wanita dalam masa sexually active. Tetapi bukan berarti bahwa
perempuan yang masih muda tidak bisa mengalaminya. Perempuan yang
muda pun dapat menderita kanker rahim asalkan memiliki faktor resikonya.
Kanker serviks atau kanker leher rahim, merupakan jenis tumor ganas
yang mengenai lapisan permukaan (epitel) dari leher rahim atau mulut rahim.
Kanker ini dapat terjadi karena sel-sel permukaan tersebut mengalami
penggandaan dan berubah sifat tidak seperti sel yang normal ( Savitri, 2015).
Sedangkan menurut Tilong (2014) kanker serviks atau kanker leher
rahim adalah salah satu jenis keganasan atau neoplasma yang lokasinya
terletak di daerah serviks. Serangan kanker ini pada tahap awal tidak
menimbulkan gejala apapun. Tetapi ketika kanker sudah masuk stadium lanjut
atau saat sel kanker serviks sudah menginvasi jaringan di sekitarnya, kanker
ini baru bisa terlihat. Itulah sebabnya mengapa kanker jenis ini masuk dalam
kategori killer silent.
Dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli penulis dapat
menyimpulkan bahwa kanker serviks adalah pertumbuhan sel yang abnormal
yang terdapat pada organ reproduksi wanita yaitu serviks atau bagian terendah
dari rahim yang menempel pada puncak vagina.

7
B. KLASIFIKASI
1. Mikroskopis
a. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagian basal epidermis.
Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tidak dapat
dibedakan dengan karsinoma insitu.
b. Stadium Karsinoma Insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh
lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu
yang tumbuh di daerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar
dan sel cadangan endoserviks.
c. Stadium Karsinoma Mikroinvasif
Padakarsinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat
pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus membrana
basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5mm dari membrana
basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada
skrining kanker.
d. Stadium Karsinoma Invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel
menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Pertumbuhan invasif muncul
diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan
yaitu jurusan formiks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan
korpus uteri.
e. Bentuk Kelainan Dalam Pertumbuhan Karsinoma Serviks
1) Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tunbuh kearah
vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi
kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan
perdarahan.
2) Pertumbuhan endofilik, biasanya dijumpai pada endoserviks yang
lambat laun lesi berubah bentuk menjadi ulkus (Padila, 2012).

8
2. Makroskopik
a. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servitis kronik biasa

b. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
c. Stadium setengah lanjut
Tengah mengalami sebagian besar atau seluruh bibir porsio
d. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti
ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah (Padila, 2012).
3. Klasifikasi Ca Serviks berdasarkan Tingkat Keparahannya

a. Stadium 0: karsinoma insitu, karsinoma intraepitelial.


b. Stadium 1: karsinoma masih terbatas di serviks(penyebaran ke korpus
uteri diabaikan).
1) Stadium Ia: disertai inbasi dari stroma yang hanya diketahui secara
hispatologi
2) StadiumIb: lesi yang tampak terbatas pada serviks atau secara
mikroskopik lesi lebih luas dari stadium Ia.

9
c. Stadium II: tumor telah menginvasi di luar uterus, tetapi belum
mengenai dinding panggul atau sepertiga distal/bawah vagina.
1) Stadium II a : tanpa invasi ke parametrium.
2) Stadium II b: sudah menginvasi parametrium.
d. Stadium III: sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian
bawah vagina
1) Stadium IIIa:tumor telah meluas ke sepertiga bawah vagina dan
tidak invasi ke parametrium tidak sampai dinding panggul.
2) Stadium III b : tumor telah meluas ke dinding panggul dan
menyebabkan hidronefrosis atau tidak berfungsinya ginjal.
e. Stadium IV : tumor meluas ke luar dari organ reproduksi.
1) Satdium IV a : tumor menginvasi ke mukosa kandung kemih atau
rektum dan ke luar dari rongga panggul minor.
2) Stadium IV b : metastasis jauh penyakit nikroinvasif : invasi
stroma dengan kedalaman 3 mm atau kurang dari membran basalis
epitel tanpa invasi ke rongga pembuluh limfe/darah atau melekat
dengan lesi anker serviks (Prajitno, 2011).

C. Etiologi
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan
membelah secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka
akan terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat
jinak atau ganas, jika tumor tersebut ganas maka keadaannya disebut kanker
serviks.
Penyebab terjadinya kelainan pada sel - sel serviks tidak diketahui secara
pasti, tetapi terdapat beberapa faktor resiko yang berpengaruh terhadap
terjadinya kanker serviks yaitu :
1. HPV ( Human Papiloma Virus )
HPV adalah virus penyebab kutil genetalis ( Kandiloma Akuminata )
yang ditularkan melalui hubungan seksual. Varian yang sangat berbahaya
adalah HPV tipe 16, 18.

10
a. Timbulnya keganasan pada binatang yang diinduksi dengan virus
papiloma.
b. Dalam pengamatan terlihat adanya perkembangan menjadi karsinoma
pada kondilom akuminata.
c. Pada penelitian 45 dan 56, keterlibatan HPV pada kejadian kanker
dilandasi oleh beberapa faktor yaitu: epidemiologic infeksi HPV
ditemukan angka kejadian kanker serviks yang meningkat.
d. DNA HPV sering ditemukan pada Lis ( Lesi Intraepitel Serviks )
2. Merokok
Pada wanita perokok konsentrasi nikotin pada getah servik 56 kali
lebih tinggi dibandingkan didalam serum, efek langsung bahan tersebut
pada serviks adalah menurunkan status imun lokal sehingga dapat menjadi
kokarsinogen infeksi virus.
3. Hubungan seksual pertama dilakukan pada usia dini ( kurang dari 18
tahun).
4. Berganti - ganti pasangan seksual.
Suami atau pasangan seksualnya melakukan hubungan seksual pertama
pada usia 18 tahun, berganti - berganti pasangan dan pernah menikah
dengan wanita yang menderita kanker serviks.
5. Pemakaian DES ( Diethilstilbestrol) pada wanita hamil untuk mencegah
keguguran.
6. Pemakaian Pil KB.
Kontrasepsi oral yang dipakai dalam jangka panjang yaitu lebih dari lima
tahun dapat meningkatkan resiko relatif 1,53 kali. WHO melaporkan
resiko relative pada pemakaian kontrasepsi oral sebesar 1,19 kali dan
meningkat sesuai dengan lamanya pemakaian.
7. Infeksi herpes genitalis atau infeksi klamedia menahun.
8. Golongan ekonomi lemah.
Dikaitkan dengan ketidakmampuan dalam melakukan tes pap smear secara
rutin dan pendidikan yang rendah. ( Dr imam Rasjidi, 2010 )

11
D. Tanda dan Gejala Kanker Serviks
Tanda dan gejala yang timbul pada kanker serviks (Tilong, 2014), yaitu :
1. Serangan kanker serviks ditandai dengan keluarnya darah yang cukup
banyak sehabis berhubungan seksual (pendarahan post coitus). Darah
tersebut kadang keluar bersama urin yang diikuti rasa sakit. Jika hubungan
seksual ini dilakukan pertama kali, ini adalah hal yang wajar. Namun jika
tidak, perlu dicurigai adanya serangan kanker tersebut.
2. Penderita juga mungkin akan mengalami pendarahan. Pendarahan
biasanya sering dan berlangsung rutin.
3. Timbulnya keputihan yang abnormal. Jelas ini berbeda dengan keputihan
biasa, keputihan yang abnormal ini biasanya dapat dibedakan dengan
beberapa ciri seperti tekstur cairan yang kental dengan warna putih susu,
kuning, kehijauan atau keabu-abuan. Bahkan beberapa ahli mengatakan,
warna keputihan yang berhubungan dengan kanker serviks ini, mempunyai
warna merah dan cokelat. Cairan ini juga bersifat lengket, bebau tidak
sedap, menimbulkan gatal, bisa meninggalkan bercak pada pakaiam dalam
dan biasanya cairan tersebut lebih banyak dari cairan keputihan biasa.
4. Timbulnya rasa sakit pada daerah pinggul. Kondisi ini juga diikuti oleh
timbulnya rasa sakit pada paha, perut bagian bawah dan begitu juga pada
saat buang air kecil atau besar.

E. Patofisiologi Kanker Servik


Karsinoma sel skuamosa biasanya muncul pada taut epitel skuamosa
dan epitel kubus mukosa endoserviks (persambungan skuamokolumnar atau
zona transformasi). Pada zona transformasi serviks memperlihatkan tidak
normalnya sel progresif yang akhirnya berakhir sebagai karsinoma servikal
invasif. Displasia servikal dan karsinoma in situ (HSIL) mendahului
karsinoma invasif. Karsinoma seviks invasif terjadi bila tumor menginvasi
epitelium masuk ke dalam stroma serviks. Kanker servikal menyebar luas
secara langsung ke dalam jaringan para servikal.

12
Pertumbuhan yang berlangsung mengakibatkan lesi yang dapat dilihat
dan terlibat lebih progresif pada jaringan servikal. Karsinoma servikal invasif
dapat menginvasi atau meluas ke dinding vagina, ligamentum kardinale dan
rongga endometrium, invasi ke kelenjar getah bening dan pembuluh darah
mengakibatkan metastase ke bagian tubuh yang jauh. Tidak ada tanda atau
gejala yang spesifik untuk kanker servik. Karsinoma servikal invasif tidak
memilki gejala, namun karsinoma invasif dini dapat menyebabkan sekret
vagina atau perdarahan vagina. Walaupun perdarahan adalah gejala yang
signifikan, perdarahan tidak selalu muncul pada saat awal, sehingga kanker
dapat sudah dalam keadaan lanjut pada saat didiagnosis. Jenis perdarahan
vagina yang paling sering adalah pasca coitus atau bercak antara menstruasi.
Bersamaan dengan tumbuhnya tumor, gejala yang muncul kemudian adalah
nyeri punggung bagian bawah atau nyeri tungkai akibat penekanan saraf
lumbosakralis, frekuensi berkemih yang sering dan mendesak, hematuri atau
perdarahan rektum (Price & Wilson, 2012).
Pada pengobatan kanker serviks sendiri akan mengalami beberapa efek
samping antara lain mual, muntah, sulit menelan, bagi saluran pencernaan
terjadi diare gastritis, sulit membuka mulut, sariawan, penurunan nafsu makan
(biasa terdapat pada terapi eksternal radiasi). Efek samping tersebut
menimbulkan masalah keperawatan yaitu nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Sedangkan efek dari radiasi bagi kulit yaitu menyebabkan kulit merah dan
kering sehingga akan timbul masalah keperawatan resiko tinggi kerusakan
integritas kulit. Semua tadi akan berdampak buruk bagi tubuh yang
menyebabkan kelemahan atau kelemahan sehingga daya tahan tubuh
berkurang dan resiko injury pun akan muncul. Tidak sedikit pula pasien
dengan diagnosa positif kanker serviks ini merasa cemas akan penyakit yang
dideritanya. Kecemasan tersebut bisa dikarenakan dengan kurangnya
pengetahuan tentang penyakit, ancaman status kesehatan dan mitos
dimasyarakat bahwa kanker tidak dapat diobati dan selalu dihubungkan
dengan kematian (Aspiani, 2017).

13
F. Pathway

Perilaku seksual, kontrasepsi, merokok, nutrisi, usia

Mitosis sel eksoserviks dan endoserviks

Metaplasia skuamosa

Histere Tindakan Kanker invasif Non pembedahan


ktomi pembedahan
total Mual muntah
Radiasi

Anastesi Histeroktomi Penurunan BB


Rusaknya
radikal
Efek anastesi jar. kulit
Nutrisi
Luka kurang dari
Lemah Reaksi kulit
perdarahan kebutuhan
tubuh
Intoleran Kulit kering
Jaringan
Aktivitas
terbuka
Gg.
integrita
Resiko infeksi
s kulit
Merusak
Menginvasi ke organ lain struktur
jaringan
Rektum serviks

Fistula rektum

Infiltrasi ke syaraf

Nyeri

14
G. Diagnosis
Tes pap pada saat ini merupakan alat skrinning yang diandalkan. Lima
puluh persen baru kanker serviks tidak pernah melakukan tes Pap. Tes Pap
direkomendasikan pada saat mulai melakukan aktivitas seksual atau setelah
menikah. Setelah 3 kali pemeriksaan tes Pap tiap tahun, interval pemeriksaan
dapat lebih lama (tiap 3 tahun sekali). Bagi kelompok perempuan yang
beresiko tinggi ( infeksi HPV, HIV, kehidupan seksual beresiko) dianjurkan
pemeriksaan Pap setiap tahun. Pemastian diagnosis dilaksanakan dengan
biopsi serviks. Diagnosis kanker serviks diperoleh melalui pemeriksaan klinis
berupa anamnesis, pemeriksaan fisik dan ginekologik, termasuk evaluasi
kelenjar getah bening, pemeriksaan panggul dan pemeriksaan rektal. Biopsi
serviks merupakan cara diagnosis dari kanker serviks, sedangkan tes Pap
dan/atau kuret endoserviks merupakan pemeriksaan yang tidak adekuat.
Pemeriksaan radiologik berupa foto paru-paru, pielografi intravena atas CT-
scan merupakan pemeriksaan penunjang untuk melihat perluasan penyakit,
serta menyingkirkan adanya obstruksi ureter. Pemeriksaan laboratorium klinik
berupa pemeriksaan darah tepi, tes fungsi ginjal dan tes fungsi hati diperlukan
untuk mengevaluasi fungsi organ serta menentukan jenis pengobatan yang
akan diberikan(Prajitno, 2011).

H. Komplikasi
Komplikasi kanker serviks dapat terjadi karena adanya efek samping
pengobatan atau hasil dari kanker serviks stadium lanjut (NHL Wales, 2013).
1. Efek samping
a. Menopause dini
Menopause dini dapat terjadi apabila dilakukan pembedahan
terhadap ovarium atau terjadi kerusakan pada ovarium akibat
pengobatan menggunakan radioterapi. Kebanyakan wanita mengalami
menopause pada mereka awal usia lima puluhan. Menopause terjadi
ketika ovarium berhenti memproduksi hormon estrogen dan
progesteron (NHL Wales, 2013).

15
b. Penyempitan vagina
Radioterapi untuk mengobati kanker serviks sering dapat
menyebabkan vagina menjadi lebih sempit. Hal ini dapat membuat
hubungan seks menyakitkan atau sulit (NHL Wales, 2013).
c. Lymphoedema
Kerja normal sistem limfatik dapat terganggu apabila dilakukan
pengangkatan terhadap kelenjar getah bening di panggul. Salah satu
fungsi dari sistem limfatik adalah untuk mengeringkan diri dari
kelebihan cairan dari jaringan tubuh. Gangguan ini dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam jaringan. Hal ini dapat
menyebabkan bagian tubuh tertentu menjadi bengkak, biasanya pada
lengan dan kaki. Hal ini dikenal sebagai lymphoedema (NHL Wales,
2013).
d. Dampak emosional
Dampak emosional yang hidup dengan kanker serviks dapat
terjadi dengan signifikan. Banyak orang melaporkan mengalami efek
rollercoaster. Sebagai contoh, pasien mungkin merasa down ketika ia
menerima diagnosis, tetapi merasa baik kembali ketika pengangkatan
kanker telah dikonfirmasi, kemudian merasa down lagi ketika pasien
mencoba untuk beradaptasi dengan efek setelah pengobatan (NHL
Wales, 2013).

2. Kanker Stadium Lanjut


a. Nyeri
Jika kanker menyebar ke ujung saraf, tulang, atau otot sering
dapat menyebabkan nyeri yang parah (NHL Wales, 2013).
b. Gagal ginjal
Ginjal membuang limbah dari darah. Limbah dilewatkan keluar
dari tubuh dalam urin melalui tabung yang disebut ureter. Fungsi ginjal
dapat dipantau dengan tes darah sederhana yang disebut kadar
kreatinin serum. Dalam beberapa kasus kanker serviks stadium lanjut,

16
tumor kanker (pertumbuhan jaringan abnormal) dapat menekan ureter,
menghalangi aliran urin dari ginjal. Penumpukan urin dalam ginjal
dikenal sebagai hidronefrosis dan dapat menyebabkan ginjal menjadi
bengkak. Kasus yang parah dapat menyebabkan hidronefrosis ginjal
menjadi bekas luka, yang dapat menyebabkan hilangnya sebagian atau
seluruh fungsi ginjal. Hal ini dikenal sebagai gagal ginjal (NHL Wales,
2013).
c. Bekuan darah
Kanker serviks, seperti kanker lainnya, dapat membuat darah
'lebih lengket' dan membuatnya lebih rentan terhadap penyumbatan.
Istirahat di tempat tidur setelah operasi dan kemoterapi juga dapat
meningkatkan risiko pembentukan bekuan. Suatu jenis gumpalan darah
yang dikenal sebagai deep vein thrombosis (DVT) dapat terjadi pada
kasus kanker serviks. DVT adalah bekuan darah yang berkembang di
salah satu pembuluh darah jauh di dalam tubuh, biasanya di kaki (NHL
Wales, 2013).
d. Perdarahan
Kerusakan yang signifikan dan mengakibatkan perdarahan dapat
terjadi apabila kanker menyebar ke dalam vagina, usus atau kandung
kemih, dapat terjadi. Perdarahan dapat terjadi pada vagina, rektum,
atau dapat terjadi lewatnya darah ketika buang air kecil (NHL Wales,
2013).
e. Fistula
Fistula adalah komplikasi yang jarang terjadi dan biasanya terjadi
sebanyak 1 dalam 50 kasus kanker serviks stadium lanjut. Fistula
adalah saluran abnormal yang berkembang antara dua bagian tubuh.
Dalam kebanyakan kasus yang melibatkan kanker serviks, fistula
berkembang antara kandung kemih dan vagina. Hal ini dapat
menyebabkan keluarnya cairan terus-menerus dari vagina. Terkadang
fistula berkembang antara vagina dan dubur (NHL Wales, 2013).

17
f. Keputihan
Keputihan dapat terjadi karena beberapa alasan, seperti kerusakan
jaringan, kebocoran kandung kemih, isi usus keluar dari vagina, atau
infeksi bakteri dari vagina (NHL Wales, 2013).

I. PENCEGAHAN
Pencegahan memiliki arti yang sama dengan deteksi dini atau
pencegahan sekunder, yaitu pemeriksaan atau tes yang dilakukan pada orang
yang belum menunjukkan adanya gejala penyakit untuk menemukan penyakit
yang belum terlihat atau masih berada pada stadium praklinik. Program
pemeriksaan/skrining yang dianjurkan untuk kanker serviks (WHO): skrining
pada setiap wanita minimal satu kali pada usia 35-40 tahun. Jika fasilitas
tersedia, lakukan tiap 10 tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Jika fasilitas
tersedia lebih, lakukan tiap 5 tahun pada wanita usia 35-55 tahun. Ideal atau
optimal, lakukan tiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun.
1. Test PAP
Secara umum, kasus kanker mulut rahim dan kematian akibat kanker
mulut rahim bisa dideteksi dengan mengetahui adanya perubahan pada
daerah mulut rahim dengan cara pemeriksaan sitologi menggunakan tes
Pap. American College of Obstetrician and Gynecologists (ACOG),
American Cancer Society (ACS), dan US Preventive Task Force
(USPSTF) mengeluarkan panduan bahwa setiap wanita seharusnya
melakukan tes Pap untuk skrining kanker mulut rahim saat 3 tahun
pertama dimulainya aktivitas seksual atau saat usia 21 tahun. Karena tes
ini mempunyai risiko false negatif sebesar 5-6%, Tes Pap yang kedua
seharusnya dilakukan satu tahun pemeriksaan yang pertama. Pada akhir
tahun 1987, American Cancer Society mengubah kebijakan mengenai
interval pemeriksaaan Tes Pap tiap tiga tahun setelah dua kali hasilnegatif.

18
Saat ini, sesuai dengan American College of Obstetry and
Gynecology dan National Cancer Institute, dianjurkan pemeriksaan Tes
Pap dan panggul setiap tahun terhadap semua wanita yang aktif secara
seksual atau yang telah berusia 18 tahun. Setelah wanita tersebut
mendapatkan tiga atau lebih Tes Pap normal, tes dapat dilakukan dengan
frekuensi yang lebih jarang sesuai dengan yang dianjurkan dokter.
Diperkirakan sebanyak 40% kanker serviks invasif dapat dicegah dengan
skrining pap interval 3 tahun.

2. IVA
IVA merupakan tes visual dengan menggunakan larutan asam cuka
(asam asetat 2 %) dan larutan iosium lugol pada serviks dan melihat
perubahan warna yang terjadi setelah dilakukan olesan. Tujuannya adalah
untuk melihat adanya sel yang mengalami displasia sebagai salah satu
metode skrining kanker mulut rahim. IVA tidak direkomendasikan pada
wanita pascamenopause, karena daerah zona transisional seringkali
terletak kanalis servikalis dan tidak tampak dengan pemeriksaan
inspekulo. IVA positif bila ditemukan adanya area berwarna putih dan
permukaannya meninggi dengan batas yang jelas di sekitar zona
transformasi.

3. Pencegahan Primer
a. Menunda Onset Aktivitas Seksual
Menunda aktivitas seksual sampai usia 20 tahun dan berhubungan
secara monogami akan mengurangi risiko kanker serviks secara
signifikan.
b. Penggunaan Kontrasepsi Barier
Dokter merekomendasikan kontrasepsi metode barier (kondom,
diafragma, dan spermisida) yang berperan untuk proteksi terhadap
agen virus. Penggunaan lateks lebih dianjurkan daripada kondom yang
dibuat dari kulit kambing.

19
c. Penggunaan Vaksinasi HPV
Vaksinasi HPV yang diberikan kepada pasien bisa mengurangi
infeksi Human Papiloma Virus, karena mempunyai kemampuan
proteksi >90%. Tujuan dari vaksin propilaktik dan vaksin pencegah
adalah untuk mencegah perkembangan infeksi HPV dan rangkaian dari
event yang mengarah ke kanker serviks. Kebanyakan vaksin adalah
berdasarkan respons humoral dengan penghasilan antibodi yang
menghancurkan virus sebelum ia menjadi intraseluler. Masa depan dari
vaksin propilatik HPV sangat menjanjikan, namun penerimaan seluruh
populasi heterogenous dengan tahap pendidikan berbeda dan
kepercayaan kultur berbeda tetap dipersoalkan. Sebagai tambahan,
prevelansi tinggi infeksi HPV mengindikasikan bahwa akan butuh
beberapa dekade untuk program imunisasi yang sukses dalam usaha
mengurangi insiden kanker serviks.

4. Pencegahan Sekunder
a. Pencegahan Sekunder – Pasien Dengan Risiko Sedang
Hasil tes Pap yang negatif sebanyak tiga kali berturutturut dengan
selisih waktu antarpemeriksaan satu tahun dan atas petunjuk dokter
sangat dianjurkan. Untuk pasien (atau partner hubungan seksual yang
level aktivitasnya tidak diketahui), dianjurkan untuk melakukan tes
Pap tiaptahun.
b. Pencegahan Sekunder – Pasien Dengan Risiko Tinggi
Pasien yang memulai hubungan seksual saat usia< 18 tahun dan
wanita yang mempunyai banyak partner (multipel partner) seharusnya
melakukan tes Pap tiap tahun, dimulai dari onset seksual intercourse
aktif. Interval sekarang ini dapat diturunkan menjadi setiap 6 bulan
untuk pasien dengan risiko khusus, seperti merekayang mempunyai
riwayat penyakit seksual berulang.

20
J. Pemeriksaan Diagnostik
1. Sitologi
Pemeriksaan ini yang dikenal sebagai tes papanicolaous ( tes PAP )
sangat bermanfaat untuk mendeteksi lesi secara dini, tingkat ketelitiannya
melebihi 90% bila dilakukan dengan baik. Sitologi adalah cara Skrining
sel - sel serviks yang tampak sehat dan tanpa gejala untuk kemudian
diseleksi. Kanker hanya dapat didiagnosis secara histologik.
2. Kolposkopi
Kolposkopi adalah pemeriksaan dengan menggunakan kolposkopi,
suatu alat yang dapat disamakan dengan sebuah mikroskop bertenaga
rendah dengan sumber cahaya didalamnya ( pembesaran 6 - 40 kali ).
Kalau pemeriksaan sitologi menilai perubahan morfologi sel - sel yang
mengalami eksfoliasi, maka kolposkopi menilai perubahan pola epitel dan
vascular serviks yang mencerminkan perubahan biokimia dan perubahan
metabolik yang terjadi di jaringan serviks.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan didaerah abnormal jika SSP (sistem saraf pusat )
terlihat seluruhnya dengan kolposkopi. Jika SSP tidak terlihat seluruhnya
atau hanya terlihat sebagian kelainan didalam kanalis serviskalis tidak
dapat dinilai, maka contoh jaringan diambil secara konisasi. Biopsi harus
dilakukan dengan tepat dan alat biopsy harus tajam sehingga harus
diawetkan dalam larutan formalin 10%.
4. Konisasi
Konosasi serviks ialah pengeluaran sebagian jaringan serviks
sedemikian rupa sehingga yang dikeluarkan berbentuk kerucut (konus),
dengan kanalis servikalis sebagai sumbu kerucut. Untuk tujuan diagnostik,
tindakan konisasi selalu dilanjutkan dengan kuretase. Batas jaringan yang
dikeluarkan ditentukan dengan pemeriksaan kolposkopi. Jika karena suatu
hal pemeriksaan kolposkopi tidak dapat dilakukan, dapat dilakukan tes
Schiller. Pada tes ini digunakan pewarnaan dengan larutan lugol ( yodium
5g, kalium yodida 10g, air 100ml ) dan eksisi dilakukan diluar daerah

21
dengan tes positif ( daerah yang tidak berwarna oleh larutan lugol ).
Konikasi diagnostik dilakukan pada keadaan - keadaan sebagai berikut :
a. Proses dicurigai berada di endoserviks.
b. Lesi tidak tampak seluruhnya dengan pemeriksaan kolposkopi.
c. Diagnostik mikroinvasi ditegakkan atas dasar specimen biopsy.
d. Ada kesenjangan antara hasil sitologi dan histopatologik.

K. Penatalaksanaan
Menurut Ariani (2015) dan Diananda (2008) pilihan pengobatan yang
bisa dilakukan adalah pembedahan, terapi radiasi (radioterapi), kemoterapi,
atau kombinasi metode-metode tersebut.
1. Operasi atau pembedahan
Pembedahan merupakan pilihan untuk perempuan dengan kanker
serviks stadium I dan II.
a. Trakelektomi radikal (Radical Trachelectomy)
Mengambil leher rahim, bagian dari vagina, dan kelenjar getah
bening di panggul. Pilihan ini dilakukan untuk perempuan denga tumor
kecil yang ingin mencoba untuk hamil di kemudian hari.
b. Histerektomi total
Mengangakat leher rahim dan rahim.
c. Histerektomi radikal
Mengangkat leher rahim, beberapa jaringan di sekitar leher rahim,
rahim, dan bagian dari vagina.
d. Saluran telur dan ovarium
Mengangkat kedua saluran tuba dan ovarium. Pembedahan ini
disebut salpingo-ooforektomi.
e. Kelenjar getah bening
Mengambil kelenjar getah bening dekat tumor untuk melihat
apakah mengandung leher rahim. Jika sel kanker telah histerektomy

22
total dan radikal mencapai kelenjar getah bening, itu berarti penyakit
ini mungkin telah menyebar ke bagian lain dari tubuh.

2. Radioterapi
Radioterapi adalah salah satu pilihan bagi perempuan yang
menderita kanker serviks dengan stadium berapa pun. Perempuan dengan
kanker serviks tahap awal dapat memilih terapi sebagai pengganti operasi.
Hal ini juga dapat digunakan setelah operasi untuk menghancurkan sel-sel
kanker apa pun yang masih di daerah tersebut. Perempuan dengan kanker
yang menyerang bagianbagian selain kenker serviks mungkin perlu
diterapi radiasi dan kemoterapi. Terapi radiasi menggunakan sinar
berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel kanker. Terapi ini
mempengaruhi sel-sel di daerah yang diobati. Ada dua jenis terapi ini :
a. Terapi radiasi eksternal
Sebuah mesin besar akan mengarahkan radiasi pada panggul atau
jaringan lain di mana kanker telah menyebar. Pengobatan biasanya di
berikan di rumah sakit. Penderita mungkin menerima radiasi eksternal
5 hari seminggu selama beberapa minggu. Setiap pengobatan hanya
memakan waktu beberapa menit.
b. Terapi radiasi internal
Sebuah tabung tipis yang ditempatkan di dalam vagina. Suatu zat
radioaktif di masukkan ke dalam tagung tersebut. Penderita mungkin
harus tinggal di rumah sakit sementara sumber radioaktif masih
beradadi tempatnya (samapai 3 hari). Efek samping tergantung
terutama pada seberapa banyak radiasi diberikan dan tubuh bagian
mana yang di terapi.radiasi pada perut dan panggul dapat
menyebabkan mual, muntah, diare, atau masalah eliminasi. Penderita
mungkin kehilangan rambut di daerah genital. Selain itu, kulit
penderita di daerah yang dirawat menjadi merah, kering, dan tender.

23
3. Kemoterapi
Kemoterapi telah digunakan untuk pengobatan kanker sejak tahun
1950-an dan diberikan sebelum operasi untuk memperkecil ukuran kanker
yang akan di operasi atau sesudah operasi untuk membersihkan sisa-sisa
sel kanker, kadang dikombinasikan dengan terapi radiasi tapi kadang juga
tidak. Kemoterapi ini biasanya diberikan dalam tablet/pil, suntikan, atau
infus. Jadwal pemberian ada yang setiap hari, sekali seminggu atau bahkan
sekali sebulan. Efek samping yang terjadi terutama tergantung pada jenis
obatobatan yang diberikan dan seberapa banyak.kemoterapi membunuh
sel-sel kanker yang tumbuh cepat, terapi juga dapat membahayakan sel-sel
normal yang membelah dengan cepat, yaitu:
a. Sel darah
Bila kemoterapi menurunkan kadar sel darah merah yang sehat,
penderita akan lebih mudah terkena infeksi, mudah memar atau
berdarah, dan merasa sangat lemah dan lelah.
b. Sel-sel pada akar rambut
Kemoterapi dapat menyebabkan rambut rontok. Rambut penderita
yang hilang akan tumbuh lagi, tetapi kemungkinan mengalami
perubahan warna dan tekstur.
c. Sel yang melapisi saluran pencernaan
Kemoterapi menurunkan nafsu makan, mual-mual dan muntah,
diare, atau infeksi pada mulut dan bibir. Efek samping lainnya
termasuk ruam kulit, kesemutan atau mati rasa di tangan dan kaki,
masalah pendengaran, kehilangan keseimbangan, nyeri sendi, atau kaki
bengkak.
Menurut Reeder dkk (2013), penatalaksanaa pada kanker serviks yaitu:
1) Stadium I
Kanker serviks pada stadium IA ditangani dengan histerktomi
atau dengan radioterapi, karena kanker masih terbatas di daerah
serviks.

24
2) Stadium IB dan IIA
Pada stadium ini ditangani dengan histerektomi total dan
limfadektomi bilateral.
3) Stadium IIB sampai IVB
Pada stadium ini kanker sudah menyebar melewati daerah
serviks sampai ke organ lain. Penanganan yang dilakukan biasanya
dengan radioterapi.

L. Konsep Asuhan Keperawatan Kanker Serviks


1. Pengkajian keperawatan
a. Anamnesis
1) Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara
anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang
(hasil laboratorium).
2) Identitas pasien
Meliputi nama lengkap, tempat/tanggal lahir, umur, jenis kelamin, ,
agama, alamat, pendidikan, pekerjaan, asal suku bangsa, tanggal
masuk rumah sakit, no medical record (MR), nama orang tua, dan
pekerjaan orang tua.
3) Identitas penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pekerjaan dan hubungan dengan pasien.
4) Riwayat kesehatan
a) Keluhan utama
Biasaya pasien datang kerumah sakit dengan keluhan seperti
pendarahan intra servikal dan disertai keputihan yang
menyerupai air dan berbau (Padila, 2015). Pada pasien kanker
serviks post kemoterapi biasanya datang dengan keluhan mual
muntah yang berlebihan, tidak nafsu makan, anemia.

25
b) Riwayat kesehatan sekarang
Menurut Diananda (2008) biasanya pasien pada stadium awal
tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium
akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti keputihan
yang berbau busuk, perdarahan setelah melakukan hubungan
seksual, rasa nyeri disekitar vagina, nyeri pada panggul. Pada
pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya mengalami
keluhan mual muntah yang berlebihan, tidak nafsu makan, dan
anemia.

c) Riwayat kesehatan dahulu


Biasanya pada pasien kanker serviks memiliki riwayat
kesehatan dahulu seperti riwayat penyakit keputihan, riwayat
penyakit HIV/AIDS (Ariani, 2015). Pada pasien kanker serviks
post kemoterapi biasanya ada riwayat penyakit keputihan dan
riwayat penyakit HIV/AIDS.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya riwayat keluarga adalah salah satu faktor yang paling
mempengaruhi karena kanker bisa dipengaruhi oleh kelainan
genetika. Keluraga yang memiliki riwayat kanker didalam
keluarganya lebih berisiko tinggi terkena kanker dari pada
keluraga yang tidak ada riwayat didalam keluarganya
(Diananda, 2008).

5) Riwayat Obstetri
Untuk mengetahui riwayat obstetri pada pasien dengan kanker
serviks yang perlu diketahui adalah:
a) Keluhan haid
Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab
kanker serviks tidak pernah ditemukan sebelumnya menarche
dan mengalami atropi pada masa menopose. Siklus menstruasi

26
yang tidak teratur atau terjadi pendarahan diantara siklus haid
adalah salah tanda gejala kanker serviks.
b) Riwayat kehamilan dan persalinan
Jumlah kehamilan dan anak yang hidup karna kanker serviks
terbanyak pada wanita yang sering partus, semakin sering
partus semakin besar kemungkinan resiko mendapatkan
karsinoma serviks (Aspiani, 2017).
6) Riwayat psikososial
Biasanya tentang penerimaan pasien terhadap penyakitnya serta
harapan terhadap pengobatan yang akan dijalani, hubungan dengan
suami/keluarga terhadap pasien dari sumber keuangan. Konsep diri
pasien meliputi gambaran diri peran dan identitas. Kaji juga
ekspresi wajah pasien yang murung atau sedih serta keluhan pasien
yang merasa tidak berguna atau menyusahkan orang lain (Reeder,
dkk, 2013). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi biasanya
mengalami keluhan cemas dan ketakutan.
7) Riwayat kebiasaan sehari-hari
Biasanya meliputi pemenuhan kebutuhan nutrisi, elimenasi,
aktivitas pasien sehari-hari, pemenuhan kebutuhan istirahat dan
tidur (Padila, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya mengalami keluhan tidak nafsu makan, kelehan,
gangguan pola tidur.
8) Pemeriksaan fisik, meliputi :
a) Keadaan umum: biasanya pasien kanker serviks post
kemoterapi sadar,lemah dan tanda-tanda vital normal (120/80
mmHg).
b) Kepala : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami rambut rontok, mudah tercabut.
c) Mata : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami konjungtiva anemis dan skelera ikterik.

27
d) Leher : Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
tidak ada kelainan
e) Thoraks:
Dada : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
tidak ada kelainan
Jantung : biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
tidak ada kelainan
f) Abdomen : biasanya pada pasien kanker serviks post
kemoterapi tidak ada kelainan
g) Genetalia : Biasanya pada pasien kanker serviks mengalami
sekret berlebihan, keputihan, peradangan, pendarahan dan lesi
(Brunner & suddarth, 2015). Pada pasien kanker serviks post
kemoterapi biasanya mengalami perdarahan pervaginam.
h) Ekstermitas : Biasanya pada pasien kanker serviks yang
stadium lanjut mengalami udema dan nyeri (Brunner &
suddarth, 2015). Pada pasien kanker serviks post kemoterapi
biasanya mengalami kesemutan atau kebas pada tangan dan
kaki.
9) Pemeriksaan penunjang.
a) Pemeriksaan hematologi
Biasanya pada pasien kanker serviks post kemoterapi
mengalami anemia karna penurunan Haemoglobin. Nilai
normalnya Haemoglobin wanita (12-16 gr/dl).

2. Diagnosis Keperawatan yang mungkin muncul


Menurut NANDA (2015-2017), kemungkinan masalah yang muncul
adalah sebagai berikut:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (penekanan sel
syaraf)
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kurang asupan makanan

28
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi
d. Intoleran Aktivitas berhubungan dengan agens farmaseutikal
e. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi.

29
N Nursing care plan
o Diagnosa
Tujuan Intervensi
1. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Manajemen Nyeri
agen cedera biologis (penekanan pasien mampu mengontrol nyeri dengan 1. Lakukan pengkajian nyeri
sel syaraf) kriteria hasil : Tingkat nyeri komprehensif yang meliputi lokasi,
1. Mengenali kapan nyeri terjadi karakteristik, onset/durasi,
Defenisi : pengalaman sensori dan 2. Menggambarkan faktor penyebab frekuensi, kualitas, intensitas atau
emosional tidak menyenangkan 3. Melaporkan perubahan terhadap gejala beratnya nyeri dan faktor pencetus
yang muncul akibat kerusakan nyeri pada profesional kesehatan 2. Observasi adanya petunjuk nonverbal
jaringan aktual atau potensial atau 4. Mengenali apa yang terkait dengan mengenai ketidaknyamanan terutama
yang digambarkan sebagai gejala nyeri pada mereka yang tidak dapat
kerusakan. 5. Melaporkan nyeri yang terkontrol berkomunikasi secara efektif
Batasan Karaktreristik : 3. Gunakan strategi komunikasi
1. Bukti nyeri dengan terapeutik
menggunakan standar periksa 4. Gali pengetahuan dan kepercayaan
nyeri untuk pasien yang tidak pasien mengenai nyeri
mengungkapkannya 5. Gali bersama pasien faktor-faktor
2. Fokus menyempit yang dapat menurunkan atau
3. Fokus pada diri sendiri memperberat nyeri
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Manajemen Gangguan Makan
dari kebutuhan tubuh berhubungan nafsu makan pasien baik dengan kriteria 1. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
dengan kurang asupan makanan hasil : untuk mengembangkan rencana
Defenisi : asupan nutrisi tidak 1. Status nutrisi : asupan makanan dan perawatan dengan melibatkan pasien
cukup untuk memenuhi kebutuhan cairan dan orang-orang terdekatnya dengan
metabolik 2. Asupan makanan secara oral adekuat tepat
Batasan Karakteristik : 3. Asupan cairan secara oral adekuat 2. Kolaborasi dengan tim dan pasien
1. Berat badan 20 % atau lebih 4. Asupan cairan IV adekuat untuk mengatur target pencapaian

30
dari bawah rentang berat 5. Asupan nutrisi parenteral adekuat berat badan jika berat badan pasien
badan ideal 6. Tidak ada mual dan muntah tidak berada dalam rentang normal
2. Bising usus hiperaktif 3. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
3. Cepat kenyang setelah makan menentukan asupan kalori harian
4. Diare yang diperlukan
5. Gangguan sensasi rasa 4. Dorong pasien untuk mendiskusikan
makanan yang disukai bersama ahli
gizi
5. Timbang berat badan pasien

31
3. Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji kulit terhadap efek samping
kulitberhubungan dengan efek keperawatandiharapkan integritas kulit dapat terapi kanker, observasi adanya
radiasidan kemoterapi terjagadengan kriteria hasil: kerusakan/perlambatan penyembuhan
1. Pasien berpartisipasi dalam mencegah luka.
komplikasi. 2. Mandikan dengan air hangat dan
2. Tidak terjadi kerusakan kulit. sabun ringan.
3. Dorong pasien untuk menghindari
menggaruk kulit.
4. Ubah posisi tubuh dengan sering.
4. Intoleran aktivitas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Manajemen Energi
4 dengan agens farmaseutikal pasien mampu mempertahankan 1. Kaji status fisiologis pasien yang
Defenisi : keterbatasan dalam keseimbangan secara mandiri dengan menyebabkan kekelahan sesuai
gerakan fisik atau satu atau lebih kriteria hasil : dengan konteks usia dan
ekstermitas secara mandiri dan 1. Keseimbangan gerakan perkembangan
terarah. 2. Mempertahankan keseimbangan ketika 2. Anjurkan pasien untuk
Batasan Karakteristik : berdiri mengungkapkan perasaan secara
1. Ketidaknyamanan 3. Mempertahankan keseimbangan ketika verbal mengenai keterbatasan yang
2. Kesulitan membolak-balik berjalan dialami
posisi 3. Tentukan persepsi pasien atau orang
3. Gerakan lambat terdekat dengan pasien mengenai
penyebab kelelahan
4. Monitor intake/asupan nutrisi untuk
mengetahui sumber energi yang
adekuat
5. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Kontrol Infeksi
dengan imunosupresi pasien mampu mengontrol resiko proses 1. Bersihkan lingkungan dengan baik
Defenisi : rentan mengalami invasi infeksi dengan kriteria hasil : setelah dilakukan untuk setiap pasien
dan multiplikasi organisme 1. Mengidentifikasi faktor resiko infeksi 2. Batasi jumlah pengunjung

32
patogenik yang dapat mengganggu 2. Mengenali faktor resiko individu terkait 3. Ajarkan cara cuci tangan bagi tenaga
kesehatan infeksi kesehatan
Batasan Karakteristik : 3. Mengetahui perilaku yang berhubungan 4. Anjurkan pasien mengenai teknik
1. Kurang pengetahuan untuk dengan resiko infeksi mencuci tangan dengan tepat
menghindari 4. Mengidentifikasi tanda dan gejala 5. Anjurkan pengunjung untuk mencuci
2. Pemajanan malnutrisi infeksi tangan pada saat memasuki dan
3. Gangguan integritas kulit 5. Memonitor perilaku diri yang meninggalkan ruangan pasien
4. Prosedur invasif berhubungan dengan resiko infeks 6. Gunakan sabun antimikroba
3. Intervensi

33
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kanker serviks adalah pertumbuhan sel-sel kanker di leher rahim atau serviks
yang abnormal(Supriyanto,2014).Di sana sel-sel kanker tersebut mengalami
perubahan kearah displasia atau keganasan. Biasanya kanker rahim menyerang
perempuan yang berumur 35-55 tahun yaitu dimana kedaan seorang wanita
dalam masa sexually active. Tetapi bukan berarti bahwa perempuan yang
masih muda tidak bisa mengalaminya. Perempuan yang muda pun dapat
menderita kanker rahim asalkan memiliki faktor resikonya.
Kanker serviks terjadi jika sel - sel serviks menjadi abnormal dan membelah
secara tidak terkendali, jika sel - sel serviks terus membelah, maka akan
terbentuk suatu masa jaringan yang disebut tumor yang bisa bersifat jinak atau
ganas, jika tumor tersebut ganas maka keadaannya disebut kanker serviks.
Tanda dan gejala yang timbul pada kanker serviks (Tilong, 2014),yaitu :
1. Serangan kanker serviks ditandai dengan keluarnya darah yang cukup
banyak sehabis berhubungan seksual (pendarahan post coitus).
2. Penderita juga mungkin akan mengalami pendarahan. Pendarahan
biasanya sering dan berlangsung rutin.
3. Timbulnya keputihan yang abnormal.
4. Timbulnya rasa sakit pada daerah pinggul

B. Saran
Diharapkan dapat meningkatkan proseskeperawatan kanker serviks agar
proses asuhan keperawatan dapat berjalan secara optimal dan diterapkan
dengan baik.

34
35

Anda mungkin juga menyukai