"Islam sendiri sudah memberikan solusi, puasa Syawal. Solusi ketika sudah full 30 hari puasa,
lalu ada break Lebaran, lalu puasa Syawal biar sistem pencernaan menyesuaikan keadaan,"
ujarnya.
Melanjutkan puasa di bulan Syawal, biasanya selama enam hari, pada dasarnya meneruskan
keteraturan jadwal makan, yang berarti juga teraturnya waktu lambung terisi makanan,
misalnya saat sahur dan berbuka puasa.
Hal berbeda terjadi saat kembali makan ke waktu normal di luar Ramadan, yang cenderung
teratur. Belum lagi jika melewatkan sarapan.
"Kadang makan pagi, kadang enggak. Lambung enggak konsisten diisi. Enggak makan pagi
baru makan jam 12.00, lambung kosong sudah 12 jam, ketidakteraturan ini menyebabkan sakit
maag. Lalu camilan enggak sehat," tutur Ari.
Mereka yang punya masalah pada lambung, berisiko membuat penyakitnya kambuh jika pola
makan sehat tak dijaga. Prinsip keteraturan waktu makan juga berlaku untuk mereka yang
bukan Muslim. Prinsipnya, lambung harus diisi teratur, misalnya 6-8 jam sekali bukannya
setiap jam seperti anggapan sebagian orang.
"Yang penting keteraturan. Lambung 6-8 jam diisi. Sarapan jangan air putih saja, usahakan ada
yang dikonsumsi, misalnya roti, telur, ayam, kentang, paling enggak ada yang kita konsumsi,
lalu enam jam lagi, misalnya jam 13.00, lalu jam 19.00," kata Ari.
Selain teratur makan, perhatikan makanan yang dikonsumsi, jangan lupakan camilan sehat
sepanjang hari dan kelola stres karena hal ini bisa membuat asam lambung meningkat serta
berolahraga teratur.
Tidak diragukan lagi bahwa dalam syariat Islam, selain puasa wajib di bulan Ramadhan, kaum
Muslim pun diperintahkan untuk menjalankan ibadah puasa sunnah selama 6 hari di bulan
Syawal. Puasa sunnah ini memiliki banyak keutamaan, sebagaimana yang diterangkan dalam
hadits Qudsi, Allah subhanahu wata'ala berfirman:
ه88يام؛ فإن88ه إال الص88ل ابن آدم ل88 كل عم: (قال هللا عز وجل:عن أبي هريرة رضي هللا عنه أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال
رؤ88 إني ام:ل88ه فليق88د أو قاتل88ابّه أح88إن س88 ف،خب88 وال يص،رفث88 وإذا كان يوم صوم أحدكم فال ي، والصيام جنّة،لي وأنا أجزي به
وإذا،رح88ر ف88 إذا أفط:ا88ان يفرحهم88 للصائم فرحت، والذي نفس محمد بيده لخلوف فم الصائم أطيب عند هللا من ريح المسك،صائم
ومسلم لقي ربه فرح بصومه) رواه
"Setiap amal manusia adalah untuk dirinya kecuali puasa, ia (puasa) adalah untuk-Ku dan Aku
memberi ganjaran dengan (amalan puasa itu)." Kemudian, Rasulullah melanjutkan, "Demi Allah
yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di
sisi Allah dibandingkan wangi minyak kasturi . Salah satu keutamaan puasa enam hari di bulan
Syawal adalah pahalanya yang setara dengan puasa selama satu tahun. Anggapan ini memiliki
dalil yang shahih.
من صام رمضان ثم أتبعه بست من شوال كان كصيام الدهر" رواه مسلم
“Barangsiapa yang telah melaksanakan puasa Ramadhan, kemudian dia mengikutkannya dengan
berpuasa selama 6 (enam) hari pada bulan Syawal, maka dia (mendapatkan pahala) sebagaimana
orang yang berpuasa selama satu tahun."
Sebagian orang meragukan hadits berpuasa enam hari di bulan Syawal, akan tetapi keraguan itu
terbantahkan oleh bukti-bukti periwayatan hadits. Perhatikan ungkapan Syekh Abdullah bin
Abdul al-Bassam berikut.
“Hadits berpuasa enam hari di bulan Syawal merupakan hadits yang shahih, hadits ini memiliki
periwayatan lain di luar hadits Muslim. Selain hadits Muslim yang meriwayatkan hadits
berpuasa enam hari di bulan Syawal antara lain; Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi.” Oleh
karena itulah Hadits berpuasa Enam hari di bulan Syawal ini tergolong hadits mutawatir.
Hukum berpuasa enam hari di bulan Syawal adalah sunnah yang baru boleh dilaksanakan mulai
tanggal dua Syawal. Apabila melaksanakan puasa sunah enam hari ini pada tanggal satu Syawal
maka hukumnya tidak sah dan haram. Dalam hadits disebutkan, dari Abu Sa'id al-Khudri, dia
berkata,
عن عمر بن الخطاب وأبي هريرة وأبي سعيد رضي هللا عنهم أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم نهى عن صوم يوم الفطر ويوم
األضحى
“Nabi Muhammad Saw., melarang berpuasa pada dua hari raya; Idul Fitri dan Idul Adha.
(maksudnya tanggal satu Syawal atau sepuluh bulan Dzulhijjah .
Praktik berpuasa 6 hari di bulan Syawal sama dengan berpuasa di bulan Ramadhan, boleh
bersahur dan berhenti sahur saat waktu imsak. Perbedaannya, pada saat melaksanakan puasa 6
hari di bulan Syawal, boleh dilakukan secara berurutan atau berselang hari yang penting masih di
bulan Syawal. Namun apabila merujuk pada firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 133,
sebaiknya dilaksanakan sesegera mungkin.
وسارعوا إلى مغفرة من ربكم وجنة عرضها السماوات واألرض أعدت للمتقين
Allah berfirman, “Bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.”.
Demikian saja sekilas tentang berpuasa enam hari di bulan Syawal. Ingat, tidak ada lagi hari raya
selain Idul Fitri dan Idul Adha, jadi pembaca setelah melaksanakan puasa enam hari di bulan
Syawal tak usah lagi merayakannya dan mengucapkan selamat hari raya
Untuk menyempurnakan shalat fardhu, kita dianjurkan melaksanakan shalat sunnah rawatib,
yaitu qabliyah dan bakdiyah. Dengan melaksanakan shalat sunnah rawatib, maka shalat sunnah
fardhu akan menjadi sempurna. Begitu pun puasa sunnah Syawal yang dapat menyempurnakan
puasa Ramadhan.
ص َ َإ ِ ْن ا ْنتَق8َ ف، َر8اب َوخَ ِس ْ َوإِ ْن فَ َسد،ت فَقَ ْد أَ ْفلَ َح َوأَ ْن َج َح
َ 8ََت فَقَ ْد خ ْ صلُ َحَ فَإ ِ ْن،ُصاَل تُه َ إِ َّن أَ َّو َل َما يُ َحا َسبُ بِ ِه ال َع ْب ُد يَوْ َم القِيَا َم ِة ِم ْن َع َملِ ِه
ِه8ِائِ ُر َع َمل8ونُ َس88 ثُ َّم يَ ُك، ِة8يض
َ ص ِمنَ الفَ ِرَ َا ا ْنتَق88ع فَيُ َك َّم َل بِهَا َم ٍ ا ْنظُرُوا هَلْ لِ َع ْب ِدي ِم ْن تَطَ ُّو:َّ قَا َل الرَّبُّ َع َّز َو َجل،يضتِ ِه َش ْي ٌء َ ِم ْن فَ ِر
ك َ َِعلَى َذل
“Amalan seorang hamba yang dihisab pertama kali di hari kiamat adalah shalat. Jika shalatnya
baik, maka sungguh dia beruntung dan selamat. Jika shalatnya buruk, maka sungguh dia celaka
dan rugi. Jika ada kekurangan pada shalat wajibnya, Allah Ta’ala berfirman, ‘Periksalah, apakah
hamba-Ku memiliki amalan sunnah yang dapat menyempurnakan kekurangan ibadah wajibnya?’
Kemudian yang demikian berlaku pada seluruh amal wajibnya” (HR at-Tirmidzi).
Hal ini sebagaimana yang dijanjikan dalam hadits Rasulullah dalam kitab Shahih Muslim,
“Siapa saja yang berpuasa Ramadhan, kemudian dilanjutkan dengan enam hari di bulan
Syawal, maka pahalanya seperti pahala berpuasa setahun.”
3. Membiasakan puasa setelah selesainya puasa Ramadhan adalah tanda diterimanya puasa
Ramadhan kita.
Sesungguhnya Allah Swt apabila menerima amal kebaikan seseorang, akan menganugerahi ia
untuk berbuat kebaikan setelah itu. Sebagian ulama mengatakan:
ل88ا أن من عم88نة األولى كم88ول الحس88ة على قب88ك عالم88ان ذل88نة ك88ثواب الحسنة الحسنة بعدها فمن عمل حسنة ثم اتبعها بعد بحس
حسنة ثم اتبعها بسيئة كان ذلك عالمة رد الحسنة وعدم قبولها
Ganjaran perbuatan baik adalah perbuatan baik setelahnya, maka siapa saja yang berbuat
kebaikan kemudian mengikutkannya dengan perbuatan baik lainnya maka hal yang demikian
adalah tanda diterimanya kebaikan yang pertama, pun halnya orang yang berbuat baik kemudian
mengikutkannya dengan perbuatan buruk maka yang demikian adalah tanda ditolaknya kebaikan
yang ia kerjakan.
4. Puasa sunah Syawal sebagai tanda syukur kita kepada Allah subhanahu wata’ala.
Melaksanakan puasa sunnah di bulan syawal merupakan tanda syukur kita kepada Allah Swt atas
anugerah yang melimpah di bulan Ramadhan berupa puasa, qiyamul lail (shalat malam), zakat
dan lain-lain. Puasa di bulan Ramadhan sesungguhnya meniscayakan ampunan bagi orang yang
menjalankannya, hal ini didasari dengan hadits Rasulullah Saw yang diriwayatkan oleh Sahabat
Abu Hurairah ra:
ضانَ ِإ ْي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه
َ َم ْن قَا َم َر َم:]ضانَ إِ ْي َمانًا َواحْ تِ َسابًا ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه [وفي رواية َ َم ْن
َ صا َم َر َم
Siapa saja yang berpuasa Ramadhan dengan dasar iman, dan berharap pahala dan ridha Allah,
maka dosanya yang lalu akan diampuni.” [dalam riwayat lain]: “Siapa saja yang menghidupkan
malam hari bulan Ramadhan dengan dasar iman, dan berharap pahala dan ridha Allah, maka
dosanya yang lalu akan diampuni.” (Hr. Bukhari dan Muslim)
Karena ampunan ini lah patutnya kita bersyukur kepada Allah dengan melakukan ketaatan
berupa puasa Syawal.
Dengan selesainya bulan suci Ramadhan, bukan berarti ibadah yang kita amalkan selesai sudah,
namun hendaknya kita berusaha untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas ibadah di bulan-
bulan selanjutnya sebagaimana di bulan Ramadhan.
Puasa Syawal dapat dikatakan adalah salah satu bentuk usaha yang dapat kita lakukan untuk
melestarikan ibadah yang kita lakukan di bulan Ramadhan. Lima poin di atas disarikan dari
kitab Lathâif al-Ma’ârif fîma li Mawâsim al-‘Am min al-Wadhâif karya Ibnu Rajab al-Hanbali
(Dar Ibn Hazm, cetakan pertama, 1424/2004, hal. 219-223).
Demikianlah keterangan mengenai keutamaan puasa di bulan Syawal, semoga kita diberikan
taufik dan kemampuan untuk melestarikan ibadah yang kita lakukan di bulan suci Ramadhan,
sehingga kita masuk kepada golongan orang-orang yang mendekat kepada Allah dengan
perantara amalan-amalan sunnah sebagaimana dalam hadits qudsi:
ُي بِالنَّ َوافِ ِل َحتَّى أُ ِحبَّه
َّ ََو َما يَ َزا ُل َع ْب ِدي يَتَقَرَّبُ إِل
Artinya: “Dan hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah
sehingga Aku pun mencintainya.” (HR al-Bukhari)
Setelah melaksanakan kewajiban berpuasa selama satu bulan di bulan Ramadhan, kemudian
diakhiri dengan merayakan Idul Fitri, ada salah satu anjuran (baca: sunnah) yang dapat dilakukan
umat Islam, yaitu menjalankan puasa selama 6 hari di bulan Syawal. Namun, anjuran itu tidak
serta merta langsung dilakukan ketika memasuki bulan tersebut, dan Islam mengharamkan
berpuasa pada tanggal 1 Syawal, karena pada hari itu merupakan hari Fitri. Oleh karenanya,
anjuran berpuasa pada bulan Syawal harus dilakukan pada tanggal 2 atau seterusnya.
Secara umum, kewajiban dan larangan-larangan dalam Islam sudah final dan diatur oleh
syariatnya. Hanya saja, Islam melalui diutusnya Nabi Muhammad ﷺmemberikan
kebebasan, berupa anjuran-anjuran untuk menambah dalam beribadah. Terbukti, dalam
melakukan amalan-amalan, Islam membuka kebebasan seluas-luasnya bagi pemeluk agama
Islam untuk selalu melakukan kebaikan dan meningkatkan ketakwaan dengan memperbanyak
ibadah, dan tentu tidak sebatas melakukan kewajiban dan meninggalkan larangan. Sebagian
anjuran itu diantaranya, seperti anjuran berpuasa 6 hari setelah bulan Ramadhan.
Seperti halnya bulan-bulan lain dalam kalender Hijriah, bulan Syawal memiliki keistimewaan
tersendiri, masa-masa untuk melakukan kebaikan dan ketaatan selalu berganti, dari waktu ke
waktu. Ketika Ramadhan berakhir, datanglah penggantinya berupa bulan Syawal. Bulan
disyariatkannya berpuasa selama 6 hari, sebagaimana dalam sebuah hadits, Rasulullah
ﷺbersabda:
Artinya, “Puasa Ramadhan (pahalanya) seperti puasa 10 bulan, dan berpuasa enam hari
setelahnya (Syawal) pahalanya seperti puasa dua bulan, maka jumlahnya menjadi satu tahun.”
(Syekh Jalaluddin as-Suyuthi, al-Jamius Shagir, juz 2, h. 189)
Artinya, “Barang siapa berpuasa di bulan Ramadhan, kemudian menyambungnya dengan puasa
6 hari di bulan Syawal, maka pahalanya sama dengan puasa selama satu tahun.” (HR Muslim)
Dengan hadits di atas, para ulama ahli hadits dan ahli fiqih mengatakan bahwa berpuasa 6 hari
pada bulan Syawal hukumnya sunnah, juga karena Rasulullah tidak pernah meninggalkan
amalan puasa tersebut. Namun, yang terpenting dari dianjurkannya puasa pada bulan Syawal
bukan sekadar tentang sunnahnya. Lebih dari itu, syariat Islam ingin memberikan jalan gampang
pada pemeluknya untuk bisa mendapatkan pahala sebanding dengan puasa satu tahun, tanpa
harus melakukannya selama satu tahun penuh. Sedangkan berpuasa selama satu tahun penuh
hukumnya makruh. Sebagaimana dalam sebuah hadits, Rasulullah ﷺbersabda:
Artinya, “Tidak ada puasa bagi orang yang berpuasa selamanya (satu tahun)” (HR al-Bukhari &
Muslim).
Puasa 6 hari pada bulan Syawal merupakan amalan khusus yang dilakukan oleh umat Nabi
Muhammad ﷺ, dan nilai pahala yang juga khusus. Bahkan harus disyukuri, sebagai
umat akhir zaman bisa dikatakan paling banyak diberikan dispensasi ketika dibandingkan dengan
umat-umat Nabi sebelumnya, karena Allah tidak ingin memberikan beban terlalu berat kepada
umat Nabi Muhammad, sehingga Rasulullah mencukupkan puasa Ramadhan, kemudian
disambung dengan 6 hari pada bulan Syawal untuk bisa mendapatkan pahala yang sebanding
dengan pahala puasa selama satu tahun penuh. Imam Nawawi dalam kitab Syarah an-
Nawawi memberikan penjelasan yang bisa diterima oleh akal, tentang pahala puasa Ramadhan
dan 6 hari pada bulan Syawal bisa menyamai pahala puasa selama satu tahun.
قال العلماء وانما كان ذلك كصيام الدهر الن الحسنة بعشر امثالها فرمضان بعشرة أشهر والستة بشهرين
Artinya, “Berkata para ulama, alasan (puasa Ramadhan dan 6 hari pada bulan Syawal) bisa
menyamai pahala puasa selama satu tahun, berdasarkan bahwa satu kebaikan (puasa) menyamai
sepuluh kebaikan, dengan demikian bulan Ramadhan menyamai sepuluh bulan, dan 6 hari (puasa
di bulan Syawal) menyamai dua bulan lainnya.” (Imam Nawawi, Syarah Muslim, juz 8, h. 56)
Tanggungan Puasa Ramadhan Imam ar-Ramli dalam kitabnya Fatawa ar-Ramli, pernah ditanya
tentang seseorang yang mempunyai tanggungan puasa Ramadhan dan diganti pada bulan
Syawal, apakah dia mendapatkan pahala qadha’ dan pahala 6 hari bulan Syawal, Imam ar-Ramli
menjawab:
ة من88ألة جماع88ر المس88د ذك88وال وق88تة من ش88واب س88 بأنه يحصل بصومه قضاء رمضان وإن نوى به غيره ويحصل له ث:فأجاب
المتأخرين
Artinya, “Maka Imam ar-Ramli menjawan: Dia mendapatkan pahala qadha’ Ramadhan bersama
puasa 6 hari bulan Syawal, meskipun dengan niat lainnya. Dia juga mendapatkan pahala 6 hari
bulan Syawal. Masalah ini telah disampaikan oleh para ulama generasi akhir (kontemporer)”
(Imam ar-Ramli, Fatawa ar-Ramli, juz 2, h. 339).
Mayoritas ulama kalangan mazhab Syafi’iyah mengatakan bahwa berpuasa pada bulan Syawal
boleh dilakukan secara terus-menerus (berturut-turut) setelah hari raya Idul Fitri, atau secara
terpisah. Dan kedua cara ini sama-sama mendapatkan pahala sunnah. Hanya saja, lebih baik
dilakukan secara terus-menerus. (Lihat, al-Fawaidul Mukhtarah, h. 231)
Ramadhan telah berakhir. Umat muslim dengan suka cita menyambut hari kemenangan setelah
sebulan lamanya berpuasa. Ulama menjelaskan, hari raya Idul Fitri disebut-sebut sebagai hari
kemenangan bagi umat Muslim karena mengisyaratkan banyaknya jiwa yang dimerdekakan di
bulan Ramadhan, sebagaimana hari raya Idul Adha/Nahar disebut juga sebagai hari kemenangan
sebab sehari sebelumnya, tepatnya di hari Arafah tanggal 9 Dzulhijjah Allah memerdekakan
banyak jiwa manusia dari api neraka. Maka, barang siapa yang jiwanya dimerdekakan, sungguh
ia merasakan kemenangan yang sesungguhnya. Sebaliknya, bagi yang belum mendapat anugerah
tersebut, ia telah merugi dan dijauhkan dari kebaikan (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-
Habib, juz 2, hal. 218).
Ramadhan mengajarkan kepada umat Islam untuk membiasakan diri berbuat kebajikan.
Demikian pula melatih diri untuk menahan nafsu dan amarah. Momentum Ramadhan yang
positif tersebut hendaknya dapat dipertahankan di bulan-bulan setelahnya. Sungguh sangat
beruntung orang yang menganggap seluruh hari-harinya sebagai Ramadhan. Oleh sebab itu,
setelah jeda satu hari pada tanggal 1 Syawal, agama menganjurkan untuk berpuasa selama enam
hari di bulan Syawal. Menurut mazhab Syafi’i, berpuasa enam hari Syawal hukumnya sunnah.
Nabi menyebut pahala orang yang berpuasa di bulan Ramadhan dan disambung dengan enam
hari bulan Syawal seperti pahala berpuasa selama setahun. Nabi bersabda:
“Barang siapa berpuasa Ramadhan kemudian dilanjutkan dengan enam hari dari Syawal, maka
seperti pahala berpuasa setahun” (HR. Muslim).
Bagaimana penjelasan hadits tersebut? Hadits tersebut dapat dipahami secara utuh dengan
menggabungkan riwayat lain. Disebutkan dalam hadits riwayat al-Nasa’i bahwa pahala berpuasa
Ramadhan sebanding dengan berpuasa selama sepuluh bulan, dengan perhitungan per hari puasa
pahalanya sebanding dengan 10 berpuasa. Hal ini sebagaimana rumus yang populer dalam hadits
Nabi bahwa pahala satu kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Sedangkan puasa enam
hari Syawal pahalanya sebanding dengan 60 hari (dua bulan). Dengan demikian, gabungan puasa
Ramadhan dan enam hari Syawal pahalanya genap satu tahun (10 bulan + 2 bulan).
“Imam al-Nasa’i meriwayatkan hadits; pahala puasa bulan Ramadhan sebanding dengan
berpuasa sepuluh bulan, pahala berpuasa enam hari Syawal sebanding dengan berpuasa dua
bulan, maka yang demikian itu adalah puasa satu tahun. Maksudnya seperti berpuasa wajib
selama setahun, sebab jika tidak demikian maka tidak terkhusus dengan Ramadhan dan enam
hari Syawal, sebab satu kebaikan dilipatgandakan pahalanya menjadi sepuluh kali lipat” (Syekh
Khatib al-Syarbini, Mughni al-Muhtaj, juz 2, hal. 184).
رة88و عش88 وه،وم88ة ي88ام ثالثمائ88وم مق88ان يق88 وصوم شهر رمض،قال أصحابنا وهذا صحيح في الحساب؛ ألن الحسنة بعشر أمثالها
. وذلك كله عدد أيام السنة، وذلك شهران،ً فإذا صام ستة أيام بعده قامت مقام ستين يوما،أشهر
“Para pengikut kami berkata; yang demikian ini benar dalam hitungan matematika. Sebab satu
kebaikan dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Puasa Ramadhan sebanding dengan berpuasa
selama 300 hari (sepuluh bulan). Maka bila seseorang berpuasa enam hari setelahnya, sebanding
dengan berpuasa 60 hari (dua bulan). Demikian ini adalah hitungan hari selama setahun” (Syekh
al-‘Umrani, al-Bayan fi Madzhab al-Imam al-Syafi’i, juz 3, hal. 548).
Pahala puasa Syawal yang sebanding dengan pahala berpuasa dua bulan maksudnya adalah dua
bulan puasa wajib. Sebab, jika tidak dipahami demikian maka tidak ada arti khusus dalam
penyebutan puasa Syawal dalam hadits Nabi. Misalnya bila dipahami bahwa enam hari puasa
Syawal sebanding dengan dua bulan puasa Sunnah, ini tidak ada yang spesial karena semua
pahala kebaikan memang demikian, pahalanya dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Dengan
demikian, konteks perbandingan pahala tersebut harus dipahami dengan puasa wajib agar
berbeda antara puasa Syawal dengan lainnya.
ا88والمراد ثواب الفرض وإال لم يكن لخصوصية ستة شوال معنى؛ إذ من صام مع رمضان ستة غيرها يحصل له ثواب الدهر لم
تقرر فال تتميز تلك إال بذلك
“Yang dikehendaki adalah pahala puasa fardlu, jika tidak demikian, maka tidak ada makna
pengkhususan Syawal dalam hadits Nabi, karena orang yang berpuasa beserta Ramadalan,
selama enam hari maka mendapat pahala puasa setahun seperti keterangan yang sudah
ditetapkan, maka pahala puasa enam hari Syawal tidak dapat dianggap spesial kecuali dengan
penafsiran tersebut (sebanding dengan pahala puasa fardlu dua bulan)”. (Syekh Ibnu Hajar al-
Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal. 456).
Walhasil, orang yang berpuasa satu bulan penuh di bulan Ramadhan kemudian dilanjutkan
dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal, pahalanya seperti orang yang berpuasa wajib
selama setahun
Makna Halal Bihalal menurut Imam Besar Masjid Istiqlal
Imam besar Masjid Istiqlal Jakarta, Profesor Nasaruddin Umar mengatakan, inti halal bihalal
ialah silaturahim. Hal tersebut diungkapkannya dalam acara Halal Bihalal Digital Lintas Iman
yang digelar oleh Institute of Social Economic Digital (ISED) dan Nazaruddin Umar Office
(NUO), Selasa (18/5) sore.
"Silah, yang berarti konek. Ibaratkan sebuah listrik, jika negatif dan positifnya putus, maka listrik
tersebut akan padam. Lampu, internet, dan lainnya juga turut mati," kata Mustasyar Pengurus
Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) itu menjelaskan.
Namun demikian, Founder NUO itu melanjutkan, jika kita terkonek, maka sudah barang tentu
semuanya akan hidup.
Jadi, dua istilah halal dengan yang pertama ialah 'silah' yang bermakna selalu positif. Lalu kedua,
'rahim'. Ada sebuah hadits Nabi mengatakan, jika Al-Qur'an 30 juz dipadatkan, maka
pemadatannya ialah Surah Al-Fatihah. Dan, jika Surah Al-Fatihah dipadatkan lagi,
pemadatannya ialah 'Bismillahirrahmanirrahim' pada Surah Fatihah tersebut.
"Kemudian jika dipadatkan lagi, maka intinya terletak pada dua kata yang disebut ummu sifat,
ummul asma, di mana terdapat 99 nama Allah. Yang menjadi induknya, ialah Ar-Rahman dan
Ar-Rahim," paparnya.
Dua kata tersebut, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, berasal dari bahasa Arab, akar kata
sama; yaitu rahima, yang berarti cinta. Jika Al-Qur'an dipadatkan menjadi satu kata, maka kata
itu adalah cinta atau kasih.
"Jadi sangat tidak beralasan jika ada yang melakukan gerakan atas nama Islam, jika
menggerakkan kebencian. Itu sangat bertolak belakang dengan substansi Al-Qur'an itu sendiri,
karena Al-Qur'an adalah cinta," ungkapnya.
Dengan demikian, ujar Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
itu menyimpulkan, silaturahim ialah menjalin cinta yang sangat suci.
Hal inilah, menurutnya yang harus dilakukan, terlebih dalam halal bihalal digital sebagaimana
dilakukan pada hari tersebut. Ia berharap, hal ini bisa menjadi simbol kebersamaan.
"Kita ingin sekali agar di seluruh Indonesia nanti halal bihalal ini menjadi satu hal yang sangat
perekat untuk bangsa Indonesia yang majemuk," harapnya.
Simbol pemersatu seperti halal bihalal tersebut, menurutnya sangat penting. Jangan hanya
dianggap milik umat Islam saja, sekalipun namanya bahasa Arab, namun halal bihalal ini
merupakan karya anak bangsa. Dan, sudah sejak awal untuk menghimpun umat beragama, untuk
etnik yang berbeda-beda.
Puasa Syawal atau puasa 6 hari setelah Idul Fitri biasanya dilakukan sejumlah Muslim untuk
tujuan religius. Menariknya, ternyata ada, lo, beberapa manfaat puasa Syawal yang bisa kita
dapatkan, baik secara keimanan maupun kesehatan.
Melansir dari laman NU Online, hukum puasa Syawal adalah sunah untuk umat Muslim yang
tidak memiliki tanggungan puasa wajib, baik itu qadha puasa Ramadan atau puasa nazar.
Sementara bagi umat Muslim yang memiliki utang selama bulan Ramadan karena uzur, maka
status hukum menjadi makruh.
Umumnya, puasa syawal dilakukan sejak tanggal 2 hingga 7 Syawal. Memang sebaiknya
dikerjakan secara berturut-turut, tetapi jika tidak pun, manfaat dan keutamaannya tetap akan
didapatkan.
Mendapatkan pahala yang berlipat ganda, yakni seperti menjalankan puasa selama satu tahun.
Padahal mengerjakan puasa Syawal sunahnya hanya enam hari, tetapi Allah SWT memberikan
ganjaran pahala seperti seseorang yang berpuasa selama 12 bulan.
Keutamaan tersebut seperti yang tercantum dalam sebuah hadis berikut ini, Rasulullah SAW
bersabda:
Setiap Muslim yang mengerjakan puasa Syawal selama enam hari akan mendapatkan tempat
yang paling mulia di sisi Allah Swt. Selain itu, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di
sisi Allah dibanding dengan minyak kasturi.
Keutamaan ibadah puasa sunah tersebut sebagaimana yang ditegaskan dalam salah satu hadis
Qudsi berikut:
“Setiap amal manusia adalah untuk dirinya kecuali puasa, ia (puasa) adalah untuk-Ku dan Aku
memberi ganjaran dengan (amalan puasa itu).” Kemudian, Rasulullah melanjutkan, “Demi Allah
yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa itu lebih harum di
sisi Allah dibandingkan wangi minyak kasturi.” (HR. Muslim)
“Barang siapa berpuasa enam hari setelah hari raya Idul Fitri, maka dia seperti berpuasa setahun
penuh. (Barang siapa berbuat satu kebaikan, maka baginya sepuluh kebaikan semisal).” (HR.
Ibnu Majah).