Anda di halaman 1dari 23

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan
persepsi.Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun
dalam bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi
membicarakan mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan
pada pasien itu. Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara
halusinasi itu. Bisa pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar
atau bicara keras-keras seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau
bibirnya bergerak-gerak. Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi
datang dari setiap tubuh atau diluar tubuhnya. Halusinasi ini kadang-
kadang menyenangkan misalnya bersifat tiduran, ancaman dan lain-lain.
Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum
dapat ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti : Skizoprenia, Depresi,
Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alcohol dan
substansi lingkungan. Berdasarkan hasil pengkajian pada pasien dirumah
sakit jiwa Medan ditemukan85% pasien dengan kasus halusinasi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep halusinasi pada pasien dengan gangguan jiwa
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gangguan jiwa dengan
halusinasi

1
C. Tujuan Pembuatan Makalah
1. Tujuan Umum :
Penulis menyusun makalah ini untuk mendukung kegiatan belajar
mengajar jurusan keperawatan khususnya di mata kuliah keperawatan Jiwa
dengan bahan ajar asuhan keperawatan pada klien Halusinasi.
2. Tujuan Khusus :
Untuk mengetahui konsep dasar dari Halusinasi seperti :
a. Definisi
b. Jenis halusinasi
c. Etiologi
d. Manifestasi klinis
e. Tahap tahap halusinasi
f. Komplikasi
g. Penatalaksanaan
h. Masalah keperawatan
i. Asuhan keperawatan

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu objek tanpa
adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensorik ini meliputi
seluruh panca indra. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan
jiwa yang pasien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan
sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau
penciuman. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada.
Halusinasi adalah penginderaan tanpa rangsangan eksternal yang
berhubungan dengan salah satu jenis indera tertentu yang khas. (Kaplan
dan Saddock, 1998). Halusinasi adalah gangguan penyerapan (persepsi)
panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua
sistem panca indera di mana terjadi pada saat kesadaran individu itu
penuh/baik.

B. JENIS HALUSINASI
1. Halusinasi non patologis
Menurut NAMI (National Alliance for Mentally Ill). Halusinasi dapat
terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa, pada
umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang berlebihan
atau kelelahan bisa juga karena pengaruh obat-obatan (halosinogenik)
halusinasi ini antara lain:
Halusinasi hipnogonik : persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat
sebelum seseorang jatuh tertidur.
Halusinasi hipnopomik : persepsi sensori yang palsu yang terjadi
pada saat seseorang terjatuh bangun.
2. Halusinasi patologis
a. Halusinasi pendengaran (Auditory)
Klien mendengar suara dan bunyi yang tidak berbeda dengan
stimulus nyata dan orang lain tidak mendengarnya.

3
b. Halusinasi penglihatan (Visual)
Klien melihat gambar yang jelas atau samar-samar tanpa stimulus
yang nyata dan orang lain tidak melihatnya.
c. Halusinasi penciuman (Olfactory)
Klien mencium bau yang muncul dari sumber tertentu tanpa
stimulus yang nyata dan orang lain tidak menciumnya.
d. Halusinasi pengecap (Gustatory)
Klien merasa makan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan
makanan yang tidak enak.
e. Halusinasi peradaban (Taktil)
Klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa stimulus yang nyata.

C. ETIOLOGI
 Menurut Rawlin, et all, (1998) etiologi halusinasi dilihat dari 5 (lima)
dimensi yaitu:
1. Dimensi fisik
Halusinasi dapat meliputi kelima indera, tapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengaran, halusinasi dapat
ditimbulkan dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa,
penggunaan obat-obatan sehingga terjadi delirium intoksikasi, alkohol
dan kesulitan untuk tidur dalam jangka waktu yang lama.
2. Dimensi intelektual
Halusinasi terjadi sebagai usaha untuk merubah realita yang ada, yang
bertujuan untuk melindungi integritas dirinya dan adanya fungsi ego
untuk mengadakan kontak yang realita.
3. Dimensi emosional
Terjadinya halusinasi karena adanya perasaaan cemas yang berlebihan
yang tidak dapat diatasi dan sebagai hal yang menakutkan sehingga
menyebabkan klien berbuat sesuatu terhadap ketakutan,
4. Dimensi social
Halusinasi dapat terjadi disebabkan oleh hubungan interpersonal yang
tidak memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan

4
kecemasan akibat hilangnya control terhadap diri, harga diri maupun
interaksi social dalam dunia nyata, sehingga klien cenderung menarik
diri dan hanya tertuju pada dirinya sendiri.
5. Dimensi spiritual
Klien yang mengalami halusinasi yang merupakan makhluk social,
mengalami ketidak harmonisan berinteraksi, penurunan kemampuan
untuk menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya kualitas
untuk menghadapi keadaan sekitarnya. Akibatnya saat halusinasi
menguasai dirinya, klien akan kehilangan control terhadap
kehidupannya.

 Menurut Stuart dan Sudden, 1998, terjadinya halusinasi dapat


disebabkan sebagai berikut:
1. Teori psikoanalisa
Halusinasi merupakan pertahanan ego untuk melawan rangasangan
dari luar yang mengancam, ditekan untuk muncul dalam alam sadar.
2. Teori biokimia
Halusinasi terjadi karena respon metabolisme terhadap stress yang
mengakibatkan terlepasnya zat halusinogenik neuro kimia cepat
bufatamin dan dimetyl tramsferasia.

D. MANIFESTASI KLINIK

Tahap I
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Gerakan mata yang cepat
4. Respon verbal yang lambat
5. Diam dan dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan

Tahap II
1. Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya
peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah

5
2. Penyempitan kemampuan konsenstrasi
3. Dipenuhi dengan pengalaman sensori dan mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.

Tahap III
1. Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya
daripada menolaknya
2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain
3. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik
4. Gejala fisik dari ansietas berat seperti berkeringat,
tremor,ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk

Tahap IV
1. Prilaku menyerang teror seperti panic
2. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain
3.   Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk,
agitasi,menarik diri atau katatonik
4. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks
5. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang

E. Pathway

Risiko mencederai diri sendiri, orang lain,


dan lingkungan

Gamgguan persepsi sensori:halusinasi

Faktor predisposisi : Faktor presipitasi :


Isolasi sosial : menarik diri
- Biologis - Biologis
- Psikologis - Stres
- Sosial lingkungan
budaya - Sumber koping

6
F. TAHAP-TAHAP HALUSINASI
Menurut kusumawati, farida , 2011
1. Fase pertama disebut juga fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien
mengalami stres, cemas, perasaan perpisaan, rasa bersalah, kesepian
yang memuncak, dan yang tidak dapat diselesaikan. Klien mulai
melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara ini hanya
menolong sementara. Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat,
respon ferbal yang lambat jika sedang asik dengan halusinasinya dan
suka menyendiri.
2. Fase kedua disebut juga dengan fase condemning atau ansietas berat
yaitu  halusinasi menjadi menjijikkan. Termasuk kedalam psikotik
ringan. Karakteristik : pengalaman sensori menjijikkan dan
menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berpikir sendiri jadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak
ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengiontrolnya. Perilaku klien
: meningkatnya tanda-tanda system saraf otonom seperti peningkatan
denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase ketiga adalah fase controlling atau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan
psikotik. Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi, semakin
meninjol, menguasai dan mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan
tidak berdaya terhadap halusinasinya. Perilaku klien : kemauan
dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya beberapa menit atau
detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan tidak
mampu mematuhi perintah.
4. Fase ke empat adalah fase conquering  atau panic yaitu klien lebur
dengan halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik:
halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control dan

7
tidak dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku klien : perilaku terror akibat panic, potensi bunuh diri,
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu
merespon terhadap perintah kompleks dan tidak mampu berespon lebih
dari satu orang.

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien halusinasi resiko menciderai
diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada pasien halusinasi dengan cara :
1. Menciptakan lingkungan yang terapeutik
Untuk mengurangi tingkat kecemasan, kepanikan dan ketakutan pasien
akibat halusinasi, sebaiknya pada permulaan pendekatan di lakukan
secara individual dan usahakan agar terjadi kontak mata, kalau bisa
pasien di sentuh atau di pegang. Pasien jangan di isolasi baik secara
fisik atau emosional. Setiap perawat masuk ke kamar atau mendekati
pasien, bicaralah dengan pasien. Begitu juga bila akan
meninggalkannya hendaknya pasien di beritahu. Pasien di beritahu
tindakan yang akan di lakukan.
2. Di ruangan itu hendaknya di sediakan sarana yang dapat merangsang
perhatian dan mendorong pasien untuk berhubungan dengan realitas,
misalnya jam dinding, gambar atau hiasan dinding, majalah dan
permainan.
3. Melaksanakan program terapi dokter
Sering kali pasien menolak obat yang di berikan sehubungan dengan
rangsangan halusinasi yang di terimanya. Pendekatan sebaiknya secara
persuatif tapi instruktif. Perawat harus mengamati agar obat yang di
berikan betul di telannya, serta reaksi obat yang di berikan.
4. Menggali permasalahan pasien dan membantu mengatasi masalah yang
ada

8
Setelah pasien lebih kooperatif dan komunikatif, perawat dapat
menggali masalah pasien yang merupakan penyebab timbulnya
halusinasi serta membantu mengatasi masalah yang ada. Pengumpulan
data ini juga dapat melalui keterangan keluarga pasien atau orang lain
yang dekat dengan pasien.
5. Memberi aktivitas pada pasien
Pasien di ajak mengaktifkan diri untuk melakukan gerakan fisik,
misalnya berolah raga, bermain atau melakukan kegiatan. Kegiatan ini
dapat membantu mengarahkan pasien ke kehidupan nyata dan
memupuk hubungan dengan orang lain. Pasien di ajak menyusun
jadwal kegiatan dan memilih kegiatan yang sesuai.
6. Melibatkan keluarga dan petugas lain dalam proses perawatan
Keluarga pasien dan petugas lain sebaiknya di beritahu tentang data
pasien agar ada kesatuan pendapat dan kesinambungan dalam proses
keperawatan, misalny dari percakapan dengan pasien di ketahui bila
sedang sendirian ia sering mendengar laki-laki yang mengejek. Tapi
bila ada orang lain di dekatnya suara-suara itu tidak terdengar jelas.
Perawat menyarankan agar pasien jangan menyendiri dan
menyibukkan diri dalam permainan atau aktivitas yang ada.
Percakapan ini hendaknya di beritahukan pada keluarga pasien dan
petugaslain agar tidak membiarkan pasien sendirian dan saran yang di
berikan tidak bertentangan.

I. MASALAH KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b.d
halusinasi
2. Perubahan persepsi sensor halusinasi b.d menarik diri

J. ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pada tahap ini perawat menggali faktor-faktor yang ada dibawah ini
yaitu :

9
1. Faktor predisposisi.
Adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
Diperoleh baik dari pasien maupun keluarganya, mengenai factor
perkembangan sosial kultural, biokimia, psikologis dan genetik
yaitu factor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress.
2. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu maka individu akan mengalami stress dan
kecemasan.
3. Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor dimasyarakat dapat menyebabkan seorang merasa
disingkirkan oleh kesepian terhadap lingkungan tempat klien di
besarkan.
4. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Dengan
adanya stress yang berlebihan dialami seseorang maka didalam
tubuh akan dihasilkan suatu zat yang dapat bersifat halusinogenik
neurokimia seperti Buffofenon dan Dimetytranferase (DMP).
5. Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran
ganda yang bertentangan dan sering diterima oleh anak akan
mengakibatkan stress dan kecemasan yang tinggi dan berakhir
dengan gangguan orientasi realitas.
6. Faktor genetik
Gen apa yang berpengaruh dalam skizoprenia belum diketahui,
tetapi hasil studi menunjukkan bahwa faktor keluarga
menunjukkan hubungan yang sangat berpengaruh pada penyakit
ini.

10
7. Faktor Presipitasi
Yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai tantangan,
ancaman / tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk koping.
Adanya rangsang lingkungan yang sering yaitu seperti partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama diajak komunikasi, objek yang
ada dilingkungan juga suasana sepi / isolasi adalah sering sebagai
pencetus terjadinya halusinasi karena hal tersebut dapat
meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.
8. Perilaku
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, prilaku merusak diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan keadaan nyata dan tidak nyata. Menurut
Rawlins dan Heacock, 1993 mencoba memecahkan masalah
halusinasi berlandaskan atas hakekat keberadaan seorang individu
sebagai mahkluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-
sosio-spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari dimensi yaitu :
 Dimensi Fisik
Manusia dibangun oleh sistem indera untuk menanggapi
rangsang eksternal yang diberikan oleh lingkungannya.
Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalam waktu yang lama.

 Dimensi Emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi
dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah
tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu
terhadap ketakutan tersebu

11
 Dimensi Intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usaha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengontrol semua prilaku klien.

 Dimensi Sosial
Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukkan
adanya kecenderungan untuk menyendiri. Individu asyik
dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang tidak didapatkan dalam dunia nyata. Isi
halusinasi dijadikan sistem control oleh individu tersebut,
sehingga jika perintah halusinasi berupa ancaman, dirinya atau
orang lain individu cenderung untuk itu. Oleh karena itu, aspek
penting dalam melaksanakan intervensi keperawatan klien
dengan mengupayakan suatu proses interaksi yang
menimbulkan pengalaman interpersonal yang memuaskan,
serta mengusakan klien tidak menyendiri sehingga klien selalu
berinteraksi dengan lingkungannya dan halusinasi tidak
berlangsung.

 Dimensi Spiritual
Manusia diciptakan Tuhan sebagai makhluk sosial, sehingga
interaksi dengan manusia lainnya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Pada individu tersebut cenderung menyendiri
hingga proses diatas tidak terjadi, individu tidak sadar dengan
keberadaannya dan halusinasi menjadi sistem kontrol dalam

12
individu tersebut. Saat halusinasi menguasai dirinya individu
kehilangan kontrol kehidupan dirinya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan b.d
halusinasi
2. Perubahan persepsi sensor halusinasi b.d menarik diri

C. RENCANA INTERVENSI
Tindakan keperawatan untuk pasien
1. Tujuan tindakan untuk pasien meliputi hal berikut
a. Pasien mengenali halusinasi yang dialaminya
b. Pasien dapat mengontrol halusinasinya
c. Pasien mengikuti program pengobatan secara optimal
2. Tindakan keperawatan
a. Membantu pasien mengenali halusinasi dengan cara berdiskusi
dengan pasien tentang isi halusinasi (apa yang
didengar/dilihat), waktu terjadi halusinasi, frekuensi terjadi
halusinasi, situasi yang menyebabkan halusinasi muncul dan
respon pasien saat halusinasi muncul
b. Melatih pasien mengontrol halusinasi. Untuk membantu pasien
agar mampu mengontrol halusinasi, anda dapat melatih pasien
4 cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan halusinasi,
yaitu sebagai berikut.
1) Menghardik halusinasi
2) Bercakap cakap dengan orang lain
3) Melakukan aktifitas yang terjadwal
4) Menggunakan obat secara teratur
Tindakan keperawatan untuk keluarga
1. Tujuan
a. Keluarga dapat terlibat dalam perawatan pasien baik
dirumah sakit maupun di rumah.

13
b. Keluarga dapat menjadi system pendukung yang efektif
untuk pasien.
2. Tindakan keperawatan
a. Diskusi masalah yang di hadaapi keluarga dalam merawat
pasien.
b. Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian
halusinasi,jenis halusinasi yang dialami pasien,tanda dan
gejala halusinasi ,proses terjadinya halusinasi,serta cara
merawat pasien halusinasi.
c. Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan
cara merawat pasien halusinasi langsung di hadapan pasien.
d. Buat perencanaan pulang dengan keluarga.

D. EVALUASI
Evaluasi keberhasilan tindakan keperawatan yang sudah anda lakukan
untuk pasien halusinasi adalah sebagai berikut.
1. Pasien mempercayai kepada perawat
2. Pasien menyadari bahwa yang dialami nya tidak ada objeknya dan
merupakan masalah yang di atasi
3. Pasien dapat mengontrol halusinasi
4. Keluarga mampu merawat pasien di rumah,ditandai dengan hal
berikut:
a. Keluarga mampu menjelaskan masalah halusinasi yang dialami
oleh pasien.
b. Keluarga mampu menjelaskan cara merawat pasien dirumah.
c. Keluarga mampu memperagakan cara bersikap terhadap
pasien.
d. Keluarga mampu menjelaskan fasilitas kesehatan yang dapat di
gunakan untuk mengatasi masalah pasien.
e. Keluarga melaporkan keberhasilannya merawat pasien

14
E. Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan
SP 1 Pasien : Membantu pasien mengenal halusinasi, menjelaskan cara-
cara mengontrol halusinasi, mengajarkan pasien mengontrol halusinasi
dengan cara pertama: menghardik halusinasi
ORIENTASI:
”Selamat pagi bapak, Saya Mahasiswa keperawatan UNDIP yang akan
merawat bapak Nama Saya nurhakim yudhi wibowo, senang dipanggil yudi.
Nama bapak siapa?Bapak Senang dipanggil apa”
”Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apa keluhan bapak saat ini”
”Baiklah, bagaimana kalau kita bercakap-cakap tentang suara yang selama
ini bapak dengar tetapi tak tampak wujudnya? Di mana kita duduk? Di ruang
tamu? Berapa lama? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
”Apakah bapak mendengar suara tanpa ada ujudnya?Apa yang dikatakan
suara itu?”
” Apakah terus-menerus terdengar atau sewaktu-waktu? Kapan yang paling
sering D dengar suara? Berapa kali sehari bapak alami? Pada keadaan apa
suara itu terdengar? Apakah pada waktu sendiri?”
” Apa yang bapak rasakan pada saat mendengar suara itu?”
”Apa yang bapak lakukan saat mendengar suara itu? Apakah dengan cara itu
suara-suara itu hilang? Bagaimana kalau kita belajar cara-cara untuk
mencegah suara-suara itu muncul?
” bapak , ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul. Pertama,
dengan menghardik suara tersebut. Kedua, dengan cara bercakap-cakap
dengan orang lain. Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal, dan
yang ke empat minum obat dengan teratur.”
Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik”.
”Caranya sebagai berikut: saat suara-suara itu muncul, langsung bapak
bilang, pergi saya tidak mau dengar, … Saya tidak mau dengar. Kamu suara
palsu. Begitu diulang-ulang sampai suara itu tak terdengar lagi. Coba bapak
peragakan! Nah begitu, … bagus! Coba lagi! Ya bagus bapak D sudah bisa”

15
TERMINASI:
”Bagaimana perasaan D setelah peragaan latihan tadi?” Kalau suara-suara
itu muncul lagi, silakan coba cara tersebut ! bagaimana kalu kita buat jadwal
latihannya. Mau jam berapa saja latihannya? (Saudara masukkan kegiatan
latihan menghardik halusinasi dalam jadwal kegiatan harian pasien).
Bagaimana kalau kita bertemu lagi untuk belajar dan latihan mengendalikan
suara-suara dengan cara yang kedua? Jam berapa D?Bagaimana kalau dua
jam lagi? Berapa lama kita akan berlatih?Dimana tempatnya”
”Baiklah, sampai jumpa.”

SP 2 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua:


bercakap-cakap dengan orang lain
Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai cara yang telah kita
latih?Berkurangkan suara-suaranya Bagus ! Sesuai janji kita tadi saya akan
latih cara kedua untuk mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan
orang lain. Kita akan latihan selama 20 menit. Mau di mana? Di sini saja?
Kerja:
“Cara kedua untuk mencegah/mengontrol halusinasi yang lain adalah dengan
bercakap-cakap dengan orang lain. Jadi kalau bapak mulai mendengar
suara-suara, langsung saja cari teman untuk diajak ngobrol. Minta teman
untuk ngobrol dengan bapak Contohnya begini; … tolong, saya mulai dengar
suara-suara. Ayo ngobrol dengan saya! Atau kalau ada orang dirumah
misalnya istri,anak bapak katakan: bu, ayo ngobrol dengan bapak sedang
dengar suara-suara. Begitu bapak Coba bapak lakukan seperti saya tadi
lakukan. Ya, begitu. Bagus! Coba sekali lagi! Bagus! Nah, latih terus ya
bapak!”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah latihan ini? Jadi sudah ada berapa cara
yang bapak pelajari untuk mencegah suara-suara itu? Bagus, cobalah kedua
cara ini kalau bapak mengalami halusinasi lagi. Bagaimana kalau kita
masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak. Mau jam berapa latihan
bercakap-cakap? Nah nanti lakukan secara teratur serta sewaktu-waktu
suara
itu muncul! Besok pagi saya akan ke mari lagi. Bagaimana kalau kita latih
cara yang ketiga yaitu melakukan aktivitas terjadwal? Mau jam berapa?
Bagaimana kalau jam 10.00? Mau di mana/Di sini lagi? Sampai besok ya.
Selamat pagi”

SP 3 Pasien : Melatih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga:


melaksanakan aktivitas terjadwal
Orientasi: “Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah

16
suara-suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai dua cara yang telah
kita latih ? Bagaimana hasilnya ? Bagus ! Sesuai janji kita, hari ini kita akan
belajar cara yang ketiga untuk mencegah halusinasi yaitu melakukan
kegiatan
terjadwal. Mau di mana kita bicara? Baik kita duduk di ruang tamu. Berapa
lama kita bicara? Bagaimana kalau 30 menit? Baiklah.”
Kerja: “Apa saja yang biasa bapak lakukan? Pagi-pagi apa kegiatannya,
terus jam berikutnya (terus ajak sampai didapatkan kegiatannya sampai
malam). Wah banyak sekali kegiatannya. Mari kita latih dua kegiatan hari ini
(latih kegiatan tersebut). Bagus sekali bapak bisa lakukan. Kegiatan ini dapat
bapak lakukan untuk mencegah suara tersebut muncul. Kegiatan yang lain
akan kita latih lagi agar dari pagi sampai malam ada kegiatan.
Terminasi: “Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap cara
yang ketiga untuk mencegah suara-suara? Bagus sekali! Coba sebutkan 3
cara yang telah kita latih untuk mencegah suara-suara. Bagus sekali. Mari
kita masukkan dalam jadwal kegiatan harian bapak Coba lakukan sesuai
jadwal ya!(Saudara dapat melatih aktivitas yang lain pada pertemuan berikut
sampai terpenuhi seluruh aktivitas dari pagi sampai malam) Bagaimana kalau
menjelang makan siang nanti, kita membahas cara minum obat yang baik
serta guna obat. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 12.00 pagi?Di
ruang makan ya! Sampai jumpa.”

SP 4 Pasien: Melatih pasien menggunakan obat secara teratur


Orientasi:
“Selamat pagi bapak Bagaimana perasaan bapak hari ini? Apakah suara-
suaranya masih muncul ? Apakah sudah dipakai tiga cara yang telah kita
latih ? Apakah jadwal kegiatannya sudah dilaksanakan ? Apakah pagi ini
sudah minum obat? Baik. Hari ini kita akan mendiskusikan tentang obat-
obatan yang bapak minum. Kita akan diskusi selama 20 menit sambil
menunggu makan siang. Di sini saja ya bapak?”
Kerja:
“bapak adakah bedanya setelah minum obat secara teratur. Apakah suara-
suara berkurang/hilang ? Minum obat sangat penting supaya suara-suara
yang bapak dengar dan mengganggu selama ini tidak muncul lagi. Berapa
macam obat yang bapak minum ? (Perawat menyiapkan obat pasien) Ini yang
warna orange (CPZ) 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam
gunanya untuk menghilangkan suara-suara. Ini yang putih (THP)3 kali sehari
jam nya sama gunanya untuk rileks dan tidak kaku. Sedangkan yang merah
jambu (HP) 3 kali sehari jam nya sama gunanya untuk pikiran biar tenang.
Kalau suara-suara sudah hilang obatnya tidak boleh diberhentikan. Nanti
konsultasikan dengan dokter, sebab kalau putus obat, bapak akan kambuh
dan sulit untuk mengembalikan ke keadaan semula. Kalau obat habis bapak
bisa minta ke dokter untuk mendapatkan obat lagi. bapak juga harus teliti
saat menggunakan obat-obatan ini. Pastikan obatnya benar, artinya bapak
harus memastikan bahwa itu obat yang benar-benar punya bapak Jangan
keliru dengan obat milik orang lain. Baca nama kemasannya. Pastikan obat
diminum pada waktunya, dengan cara yang benar. Yaitu diminum sesudah

17
makan dan tepat jamnya bapak juga harus perhatikan berapa jumlah obat
sekali minum, dan harus cukup minum 10 gelas per hari”
Terminasi:
“Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang obat?
Sudah berapa cara yang kita latih untuk mencegah suara-suara? Coba
sebutkan! Bagus! (jika jawaban benar). Mari kita masukkan jadwal minum
obatnya pada jadwal kegiatan bapak Jangan lupa pada waktunya minta obat
pada perawat atau pada keluarga kalau di rumah. Nah makanan sudah
datang. Besok kita ketemu lagi untuk melihat manfaat 4 cara mencegah suara
yang telah kita bicarakan. Mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 10.00.
sampai jumpa.”

F. Tindakan Keperawatan Kepada Keluarga


SP1 : Pendidikan Kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis
halusinasi yang dialami pasien, tanda dan gejala halusinasi dan cara-cara
merawat pasien halusinasi.
Peragakan percakapan berikut ini dengan pasangan saudara.
ORIENTASI:
“Selamat pagi Bapak/Ibu!”“Saya yudi perawat yang merawat Bapak”
“Bagaimana perasaan Ibu hari ini? Apa pendapat Ibu tentang Bapak?”
“Hari ini kita akan berdiskusi tentang apa masalah yang Bapak alami dan
bantuan apa yang Ibu bisa berikan.”
“Kita mau diskusi di mana? Bagaimana kalau di ruang tamu? Berapa lama
waktu Ibu? Bagaimana kalau 30 menit”
KERJA:
“Apa yang Ibu rasakan menjadi masalah dalam merawat bapak Apa yang Ibu
lakukan?”
“Ya, gejala yang dialami oleh Bapak itu dinamakan halusinasi, yaitu
mendengar atau melihat sesuatu yang sebetulnya tidak ada bendanya.
”Tanda-tandanya bicara dan tertawa sendiri,atau marah-marah tanpa
sebab”
“Jadi kalau anak Bapak/Ibu mengatakan mendengar suara-suara,
sebenarnya suara itu tidak ada.”
“Kalau Bapak mengatakan melihat bayangan-bayangan, sebenarnya
bayangan itu tidak ada.”
”Untuk itu kita diharapkan dapat membantunya dengan beberapa cara. Ada
beberapa cara untuk membantu ibu agar bisa mengendalikan halusinasi.
Cara-cara tersebut antara lain: Pertama, dihadapan Bapak, jangan
membantah halusinasi atau menyokongnya. Katakan saja Ibu percaya bahwa
anak tersebut memang mendengar suara atau melihat bayangan, tetapi Ibu
sendiri tidak mendengar atau melihatnya”.
”Kedua, jangan biarkan Bapak melamun dan sendiri, karena kalau melamun
halusinasi akan muncul lagi. Upayakan ada orang mau bercakap-cakap
dengannya. Buat kegiatan keluarga seperti makan bersama, sholat bersama-
sama. Tentang kegiatan, saya telah melatih Bapak untuk membuat jadwal
kegiatan sehari-hari. Tolong Ibu pantau pelaksanaannya, ya dan berikan
pujian jika dia lakukan!”

18
”Ketiga, bantu Bapak minum obat secara teratur. Jangan menghentikan obat
tanpa konsultasi. Terkait dengan obat ini, saya juga sudah melatih Bapak
untuk minum obat secara teratur. Jadi Ibu dapat mengingatkan kembali.
Obatnya ada 3 macam, ini yang orange namanya CPZ gunanya untuk
menghilangkan suara-suara atau bayangan. Diminum 3 X sehari pada jam 7
pagi, jam 1 siang dan jam 7 malam. Yang putih namanya THP gunanya
membuat rileks, jam minumnya sama dengan CPZ tadi. Yang biru namanya
HP gunanya menenangkan cara berpikir, jam minumnya sama dengan CPZ.
Obat perlu selalu diminum untuk mencegah kekambuhan”
”Terakhir, bila ada tanda-tanda halusinasi mulai muncul, putus halusinasi
Bapak dengan cara menepuk punggung Bapak. Kemudian suruhlah Bapak
menghardik suara tersebut. Bapak sudah saya ajarkan cara menghardik
halusinasi”.
”Sekarang, mari kita latihan memutus halusinasi Bapak. Sambil menepuk
punggung Bapak, katakan: bapak, sedang apa kamu?Kamu ingat kan apa
yang diajarkan perawat bila suara-suara itu datang? Ya..Usir suara itu,
bapak Tutup telinga kamu dan katakan pada suara itu ”saya tidak mau
dengar”. Ucapkan berulang-ulang, pak”
”Sekarang coba Ibu praktekkan cara yang barusan saya ajarkan”
”Bagus Bu”
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah kita berdiskusi dan latihan memutuskan
halusinasi Bapak?”
“Sekarang coba Ibu sebutkan kembali tiga cara merawat bapak?”
”Bagus sekali Bu. Bagaimana kalau dua hari lagi kita bertemu untuk
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak?”
”Jam berapa kita bertemu?”
Baik, sampai Jumpa. Selamat pagi

SP 2 Keluarga: Melatih keluarga praktek merawat pasien langsung


dihadapan pasien
Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat
pasien dengan halusinasi langsung dihadapan pasien.
ORIENTASI:
“Selamat pagi”
“Bagaimana perasaan Ibu pagi ini?”
”Apakah Ibu masih ingat bagaimana cara memutus halusinasi Bapak yang
sedang mengalami halusinasi?Bagus!”
” Sesuai dengan perjanjian kita, selama 20 menit ini kita akan
mempraktekkan cara memutus halusinasi langsung dihadapan Bapak”.
”mari kita datangi bapak”
KERJA:
”Selamat pagi pak” ”pak, istri bapak sangat ingin membantu bapak
mengendalikan suara-suara yang sering bapak dengar. Untuk itu pagi ini
istri bapak datang untuk mempraktekkan cara memutus suara-suara yang
bapak dengar. pak nanti kalau sedang dengar suara-suara bicara atau
tersenyum-senyum sendiri, maka Ibu akan mengingatkan seperti ini”

19
”Sekarang, coba ibu peragakan cara memutus halusinasi yang sedang bapak
alami seperti yang sudah kita pelajari sebelumnya. Tepuk punggung bapak
lalu suruh bapak mengusir suara dengan menutup telinga dan menghardik
suara tersebut” (saudara mengobservasi apa yang dilakukan keluarga
terhadap pasien)Bagus sekali!Bagaimana pak? Senang dibantu Ibu? Nah
Bapak/Ibu ingin melihat jadwal harian bapak. (Pasien memperlihatkan dan
dorong istri/keluarga memberikan pujian) Baiklah, sekarang saya dan istri
bapak ke ruang perawat dulu” (Saudara dan keluarga meninggalkan pasien
untuk melakukan terminasi dengan keluarga
TERMINASI:
“Bagaimana perasaan Ibu setelah mempraktekkan cara memutus halusinasi
langsung dihadapan Bapak?”
”Dingat-ingat pelajaran kita hari ini ya Bu. ibu dapat melakukan cara itu
bila Bapak mengalami halusinas”.
“bagaimana kalau kita bertemu dua hari lagi untuk membicarakan tentang
jadwal kegiatan harian Bapak. Jam berapa Ibu bisa datang?Tempatnya di
sini ya. Sampai jumpa.”

SP 3 Keluarga : Menjelaskan perawatan lanjutan


ORIENTASI
“Selamat pagi Bu, sesuai dengan janji kita kemarin dan sekarang ketemu
untuk membicarakan jadual bapak selama dirumah”
“Nah sekarang kita bicarakan jadwal bapak di rumah? Mari kita duduk di
ruang tamu!”
“Berapa lama Ibu ada waktu? Bagaimana kalau 30 menit?”
KERJA
“Ini jadwal kegiatan bapak yang telah disusun. Jadwal ini dapat dilanjutkan.
Coba Ibu lihat mungkinkah dilakukan. Siapa yang kira-kira akan memotivasi
dan mengingatkan?” Bu jadwal yang telah dibuat tolong dilanjutkan, baik
jadwal aktivitas maupun jadwal minum obatnya”
“Hal-hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut adalah perilaku yang
ditampilkan oleh bapak selama di rumah.Misalnya kalau bapak terus menerus
mendengar suara-suara yang mengganggu dan tidak memperlihatkan
perbaikan, menolak minum obat atau memperlihatkan perilaku membahayakan
orang lain. Jika hal ini terjadi segera bawa kerumah sakit untuk dilakukan
pemeriksaan ulang dan di berikan tindakan”
TERMINASI
“Bagaimana Ibu? Ada yang ingin ditanyakan? Coba Ibu sebutkan cara-cara
merawat bapak Bagus (jika ada yang lupa segera diingatkan oleh perawat. Ini
jadwalnya. Sampai jumpa”

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Halusinasi adalah terganggunya persepsi sensori seseorang dimana tidak
terdapat stimulus. Perhatikan apakah termasuk ke dalam tipe halusinasi
pengelihatan (optik), halusinasi pendengaran (akustik), halusinasi
pengecap (gustatorik), halusinasi peraba (taktil), halusinasi penciuman
(olfaktori), halusinasi gerak (kinestetik), halusinasi histerik, halusinasi
hipnogogik, ataukah halusinasi viseral.
Sedangkan seseorang yang mengalami gangguan persepsi halusinasi akan
mengalami fase-fase berikut:
1. Sleep disorder (fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi)
2. Comforting moderate level of anxiety (halusinasi secara umum ia
terima sebagai sesuatu yang alami)
3. Condemning severe level of anxiety (secara umum halusinasi sering
mendatangi klien)
4. Controlling severe level of anxiety (fungsi sensori menjadi tidak
relefan dengan kenyataan)
5. Conquering panic level of anxiety (klien mengalami gangguan dalam
menilai)
Adapun Faktor-faktor penyebab halusinasi:
a. Faktor predisposisi (Faktor perkembangan, Faktor sosiokultural,
Faktor biokimia, Faktor psikologis, serta Faktor  genetic dan pola
asuh)
b. Faktor Presipitasi (Dimensi fisik, Dimensi emosional, Dimensi
intelektual, Dimensi sosial, Dimensi spiritual)
Seseorang dapat dikatakan mengalami gangguan presepsi halusinasi
ketika muncul tanda gejala halusinasi seperti : Bicara atau tertawa

21
sendiri, Marah-marah tanpa sebab, Ketakutan kepada sesuatu yang
tidak jelas, Menghidu seperti sedang membaui bau-bauan tertentu,
Sering meludah atau muntah, Mengaruk-ngaruk permukaan kulit
seperti ada serangga di permukaan kulit. Sehingga didapatkan
diagnosa sebagai berikut: isolasi social, resti pk, gangguan persepsi
halusinasi, harga diri rendah kronis, percobaan bunuh diri karena rasa
bersalah.

B. SARAN
Diharapkan kepada para pembaca, jika menjumpai seseorang yang
mengalami gangguan persepsi halusinasi agar memberikan perhatian dan
perawatan yang tepat kepada penderita sehingga keberadaannya dapat
diterima oleh masyarakat seperti sediakala.

22
DAFTAR PUSTAKA

Yusuf A.H, Fitryasari R.P.K, Nihayati H.E, 2015.’Kesehatan Jiwa’.


Salemba Medika

Lpkeperawatan.blogspot.com/2013/12/laporan-pendahuluan-gangguan-
persepsi.html//

http://ahlinyajiwa.blogspot.com/2013/02/strategi-pelaksanaan-halusinasi.html

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=8211

23

Anda mungkin juga menyukai