Anda di halaman 1dari 8

Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584

Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

PENGARUH WETTABILITY SURFAKTAN NaLS AMPAS TEBU PADA


BATUAN SANDSTONE DALAM PROSES ENHANCED OIL RECOVERY
(EOR)

Rini Setiati1), Septoratno Siregar2), Taufan Marhaendrajana3), Deana Wahyuningrum4)


1) Jurusan Teknik Perminyakan FTKE Universitas Trisakti
2,3) Jurusan Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung
4) Jurusan Kimia, MIPA Institut Teknologi Bandung

E-mail: rinisetiati@trisakti.ac.id, septo@tm.itb.ac.id, tmarhaendrajana@tm.itb.ac.id


deana@chem.itb.ac.id

Abstrak
Surfaktan merupakan salah satu fluida injeksi dalam proses EOR untuk
menaikkan produksi minyak yang masih tertinggal di reservoir. Salah satu
jenis surfaktan yang digunakan adalah surfaktan lignosulfonat berbahan
dasar lignin yang dapat diperoleh dengan proses hidrolisis dan sulfonasi dari
ampas tebu menjadi produk Surfaktan Natrium Lignosulfonat (NaLS) Ampas
Tebu. Surfaktan NaLS telah dilakukan uji injeksi pada core sintetis batuan
sandstone. Hasil penelitian laboratorium menghasilkan perolehan minyak
tertinggi terjadi pada injeksi surfaktan pada salinitas 80.000 ppm dengan
konsentrasi surfaktan 1,5%. Perolehan terendah terjadi pada injeksi surfaktan
dengan konsentrasi 4,5% pada salinitas 20.000 ppm. Hasil uji wettability yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi surfaktan
menghasilkan sistem water wet, berarti pemberian surfaktan NaLS ampas
tebu mampu membuat sifat permukaan menjadi water wet, sehingga
surfaktan NaLS tersebut memenuhi syarat untuk digunakan sebagai fluida
injeksi. Berdasarkan analisa sudut kontak, sudut kontak yang lebih kecil
surfaktan NaLS ampas tebu 4.5% - 20.000 ppm yaitu 28.14o, perolehan minyak
hanya mencapai 1.05%. Sedangkan surfaktan NaLS ampas tebu 1,5% -
salinitas 80.000 ppm dengan sudut kontak 50,55o , perolehan minyak jauh
lebih besar yaitu mencapai 10,71%. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa konsentrasi surfaktan lebih sedikit menghasilkan sudut kontak yang
lebih besar dan memberikan kinerja surfaktan yang lebih baik.

Kata kunci: batuan sandstone, konsentrasi surfaktan NaLS, perolehan minyak, wettability

Pendahuluan
Surfaktan merupakan salah satu fluida injeksi dalam proses EOR untuk menaikkan
produksi minyak yang masih tertinggal di reservoir. Salah satu jenis surfaktan yang
digunakan adalah surfaktan lignosulfonat yang berbahan dasar lignin. Lignin ini bisa
terdapat pada ampas tebu, yang diperoleh dengan proses hidrolisis dan sulfonasi
sehingga menjadi produk Surfaktan Lignosulfonat, dan dikenal dengan nama Surfaktan
Natrium Lignosulfonat (NaLS) Ampas Tebu. Surfaktan NaLS ini kemudian digunakan
sebagai fluida injeksi dalam uji injeksi surfaktan pada batuan sandstone. Uji injeksi
surfaktan ini dilakukan di laboratorium Enhanced Oil Recovery (EOR) menggunakan alat
core injection, berupa alat injeksi dengan core holder yang dapat menggunakan core. Sampel
minyak yang digunakan adalah light crude oil (minyak ringan). Air formasi yang
digunakan adalah air formasi sintetis yang dibuat dengan berbagai variasi kadar garam
(salinity). Hasil injeksi surfaktan NaLS ampas tebu tersebut dengan hasil uji karakteristik

1
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

surfaktan NaLS ampas tebu akan dapat menjelaskan kinerja surfaktan NaLS ampas tebu
dalam proses EOR.

Studi Pustaka
Surfaktan dalam proses Enhanced Oil Recovery (EOR) berfungsi untuk menurunkan
tegangan antar muka antara fluida minyak dan air formasi yang terdapat di dalam
reservoir. Proses ini terjadi karena adanya penyerapan molekul surfaktan pada antar
muka cairan. Hal ini terjadi karena surfaktan adalah zat yang bersifat aktif permukaan,
apabila dilarutkan dalam air dan kontak dengan minyak cenderung akan terkonsentrasi
pada antar muka minyak - air (Hambali, 2008). Surfaktan yang berfungsi untuk
menurunkan interfacial tension (IFT) akan menyebabkan terpecahnya kekuatan tegangan
antar muka minyak-air sehingga terbentuk emulsi yaitu surfaktan tersebut dapat larut
dalam minyak dan air. Akibat terbentuknya emulsi maka minyak menjadi lebih mudah
bergerak dan dapat dikeluarkan dari pori-pori batuan. Secara umum terdapat 4 macam
surfaktan yaitu surfaktan anionik, surfaktan kationik, surfaktan non ionik dan surfaktan
amphoterik. Lignosulfonat merupakan salah satu contoh surfaktan anionik yang
berbahan dasar lignin(Yanhua, 2004). Lignin banyak dimiliki oleh tanaman, diantaranya
terdapat pada tebu. Karena hal tersebut, maka muncul pemikiran mengenai surfaktan
yang berbahan nabati dari alam, bukan merupakan turunan minyak bumi, berharga
murah dan mudah didapat, serta lebih tahan terhadap kegaraman dan kesadahan yang
tinggi. Salah satu pilihannya adalah dengan sodium lignosulfonate (SLS)/natrium
lignosulfonat (NaLS) yang berbahan nabati dari alam. Ampas tebu merupakan salah satu
bahan yang mengandung lignin cukup banyak(Setiati,R. 2017).

Sebelum digunakan sebagai fluida injeksi, surfaktan tersebut harus di uji


karakteristiknya. Uji karakteristik tersebut meliputi uji aqueous stability, uji phase behavior,
uji interfacial tension (IFT), uji thermal stability, uji wettability dan uji adorpsi (Syahrial,
2008). Salah satu karakteristik yang diuji adalah wettability. Wettability adalah istilah untuk
menjelaskan adhesi relatif dua buah fluida terhadap sebuah permukaan benda padat.
Pada media berpori yang terisi dua atau lebih fluida yang tidak dapat bercampur
(immiscible), wettability adalah sebuah pengukuran fluida yang dapat membasahi
(menyebar atau menempel) permukaan. Pada sistem water-wet (basah air) batuan yang
terisi minyak dan air, air akan menempati pori-pori terkecil dan membasahi sebagian
besar permukaan pada pori-pori yang lebih besar. Pada area yang memiliki saturasi
minyak (oil saturation) yang tinggi, minyak yang ada akan tertahan di atas air yang
membasahi dan menyebar pada permukaan. Jika permukaan batuan cenderung water wet
dan batuan tersebut jenuh minyak, air akan mengisi pori-pori terkecil, menggantikan
minyak apabila sistem tersebut dimasuki air. Jika permukaan batuan cenderung oil-wet
(basah minyak), maka akan dijenuhi oleh air, minyak akan masuk dan membasahi pori-
pori terkecil menggantikan air. Sebuah batuan yang dijenuhi oleh minyak berarti water-
wet (basah air) dan sebaliknya jika batuan dijenuhi oleh air berarti oil-wet. Wettability dari
sebuah sistem dapat diklasifikasikan dalam jangkauan sangat water-wet ataupun oil-wet
tergantung pada interaksi air-minyak dengan permukaan batuan seperti yang terlihat
pada gambar 1.

2
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

Gambar 1 Kondisi water wet, mixed wet dan oil wet(Donaldson, 2008)

Jika tidak menunjukkan adanya kecenderungan kebasahan dari fluida-fluida tersebut,


maka dikatakan sistem tersebut neutral wetability atau intemediate wettability atau mixed
wetability, yaitu terbasahi oleh kedua fluida. Jika core batuan yang basah air kontak
dengan air, beberapa minyak akan secara spontan tumpah dari core sebanyak air yang
masuk dan mengisi pori-pori hingga diperoleh keadaan kesetimbangan energi
permukaan spesifik antara benda padat dan fluida.

Bila suatu cairan yang kontak secara langsung dengan dinding sebuah wadah, misalnya
tabung kapiler, maka antara cairan dengan permukaan benda padat tersebut akan
membentuk suatu sudut sebesar θ, sebagai fungsi dari tegangan adhesi relatif cairan
tersebut dengan permukaan benda padat. Penentuan sudut kontak tersebut diperoleh
dari persamaan Young :

Gambar 2 Hubungan sudut kontak dengan tegangan permukaan sesuai dengan


persamaan Young (Donaldson R. T., 1969)

dengan: σso = tegangan permukaan antara benda padat dan minyak


σsw = tegangan permukaan antara benda padat dengan air
σwo = tegangan permukaan antara air dengan minyak

Metoda Sessile drop biasanya digunakan mengukur secara langsung sudut kontak untuk
menentukan kecenderungan kebasahan benda padat oleh minyak dan air. Permukaan
kuarsa biasanya digunakan untuk melakukan pengukuran sudut kontak sistem air-
minyak.

3
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

Gambar 3 Pengukuran sudut kontak dengan Metoda Sessile Drop (Donaldson R. T., 1969)

Pada gambar 3 pengukuran sudut kontak mempunyai patokan jika sudut kontak yang
dibentuk oleh tetesan air kurang dari 90o (A) maka plat tersebut bersifat basah air (water-
wet), apabila sama dengan 90o (B) maka basah campuran/netral (neutral-wet/mixed wet),
dan apabila lebih dari 90o (C) maka basah minyak (oil-wet). Pada tersebut menunjukkan
bahwa plat pada sistem D bersifat basah air, sistem E bersifat basah campuran / netral,
sedangkan sistem F bersifat basah minyak. Surfaktan memiliki peran untuk menurunkan
tegangan antarmuka dan mengubah sifat kebasahan batuan reservoir yang mulanya
bersifat hidrofobik (suka minyak) menjadi hidrofilik (suka air) sehingga dengan turunnya
tegangan antarmuka maka tekanan kapiler pada daerah penyempitan pori-pori batuan
reservoir dapat dikurangi dan memudahkan pendesakan minyak ke sumur produksi.
Wettability (sifat kebasahan batuan) merupakan ukuran yang menjelaskan apakah
permukaan dari batuan memiliki kemampuan lebih mudah terlapisi oleh film minyak
atau oleh film air. Surfaktan dapat menyusup ke daerah antarmuka antar cairan dengan
batuan dan dapat merubah kutub dari permukaan batuan, sehingga akan merubah
wettability dari batuan tersebut (Ashayer et al 2000). Dalam pengujian ini lebih ditujukan
untuk mengubah batuan agar bersifat water-wet atau dibasahi oleh air. Kemampuan
pembasahan ini dapat diukur melalui nilai sudut kontak antara minyak dengan batuan.
Uji ini dilakukan untuk mengetahui sifat kebasahan batuan apakah water-wet atau oil-wet
ketika diberikan formula surfaktan. Hasil yang diharapkan dari pengujian ini adalah
batuan akan menjadi water-wet setelah direndam dengan formula surfaktan (Kurniawan,
DH., 2014).

Setelah melalui proses uji karakteristik dan dinyatakan kompatibel dengan sampel minyak
yang akan digunakan, selanjutnya dilakukan proses injeksi terhadap batuan (core) yang
berisi minyak. Proses injeksi ini dilakukan dengan dua tahap : (1) injeksi Air (Water
Flooding / WF) yaitu tahap injeksi dengan air formasi salinitas tertentu dan (2) injeksi
Surfaktan (Surfactant Flooding / SF) yaitu tahap injeksi dengan fluida surfaktan.

Metodologi Penelitian
Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan uji
laboratorium, yaitu uji karakteristik sifat fisik surfaktan NaLS ampas tebu dan uji injeksi
surfaktan NaLS ampas tebu ini terhadap batuan sandstone. Uji karakteristik juga
dilakukan untuk melihat perubahan kelakuan surfaktan NaLS ampas tebu tersebut. Uji
karakteristik ini meliputi uji aqueous stability, uji phase behavior, uji interfacial tension (IFT),
uji thermal stability, uji wettability dan uji adorpsi. Uji wettability dilakukan dengan sessile
drop menggunakan mikroskop dengan pengukuran sudut kontak ditentukan secara

4
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

langsung dengan goniometer atau image direkam dan gambar dicocokkan dengan
persamaan Laplace dengan bantuan komputer.

Uji injeksi surfaktan NaLS ampas tebu ini menggunakan alat injection core. Batuan inti
yang digunakan adalah core Berea sintetis berdiameter 1 inch ( 2,54 cm). Sampel minyak
yang digunakan adalah light crude oil (minyak ringan). Air formasi yang digunakan
adalah air formasi sintetis yang dibuat dengan berbagai variasi kadar garam (salinity).
Surfaktan yang digunakan adalah surfaktan NaLS ampas tebu dengan beberapa
komposisi larutan surfaktan yang berbagai variasi konsentrasi surfaktan dan salinitas air
formasi.

Hasil dan Pembahasan


Uji wettability dilakukan pada berbagai komposisi surfaktan dengan variasi salinitas air
formasi dan variasi konsentrasi surfaktan. Uji wettability ini dilakukan pada core Berea
jenis batuan sandstone dan pada temperatur 60oC. Hasil uji wettability ini dapat dilihat
pada tabel 1 dan tabel 2 berikut. Tabel 1 menunjukkan hasil pengukuran sudut kontak
yang terbentuk ketika diberikan formula surfaktan NaLS salinitas 20.000 ppm dengan
konsentrasi 1,5% dan 4,5%. Pada pemberian brine 20.000 ppm tanpa surfaktan, sudut
kontak yang terbentuk adalah 40,89o sedangkan dengan pemberian surfaktan NaLS 1,5%
merubah sudut kontak menjadi 43,60o. Demikian juga pada pemberian surfaktan NaLS
ampas tebu 4,5% merubah sudut kontak menjadi 28,14o. Sesuai dengan teori yang
mengatakan bahwa sudut kontak yang dibentuk oleh tetesan air kurang dari 90o maka
disebut bersifat basah air (water-wet), apabila sama dengan 90o maka disebut basah
campuran/netral (neutral-wet/mixed wet), dan apabila lebih dari 90o maka disebut basah
minyak (oil-wet). Besaran sudut kontak yang terukur ini menunjukkan sistem water wet,
berarti pemberian larutan surfaktan NaLS ampas tebu dengan salinitas 20.000 ppm
mampu membuat sifat permukaan menjadi water wet atau bersifat dibasahi oleh air.

Tabel 1 Data wettability pada core


(Brine 20.000 ppm dan surfaktan NaLS ampas tebu)
Sudut kontak(derajat)
Waktu Brine Surfaktan NaLS Surfaktan NaLS
(menit) (tanpa surfaktan) 1,5% 4,5%
0 65,85 65,07 73,99
3 65,52 55,86 51,59
11 57,59 52,03 47,80
24 43,27 45,51 38,02
49 42,42 44,09 30,45
60 40,89 43,60 28,14

Demikian juga pada tabel 2, pemberian larutan surfaktan NaLS ampas tebu dengan
salinitas 80.000 ppm - konsentrasi surfaktan 4,5% juga memperkecil sudut kontak, dari
50,55o menjadi 42,11o. Hasil analisis dari pengukuran sudut kontak menunjukkan
perubahan nilai sudut kontak yang dianggap cukup signifikan. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sifat batuan berubah kearah water-wet meskipun nilai dari sudut
kontak tidak mencapai lebih dari 90o atau sesuai dengan sifat water-wet.

5
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

Tabel 2 Data wettability pada core


(Brine 80.000 ppm dan surfaktan NaLS ampas tebu)
Sudut kontak (derajat)
Brine
Surfaktan NaLS Surfaktan NaLS
Waktu (tanpa
1,5% 4,5%
(menit) surfaktan)
0 73,90 75,22 68,21
3 72,46 65,38 60,06
10 69,31 60,36 51,17
20 63,94 59,84 47,35
30 51,38 57,46 45,87
58 50,55 50,55 42,11

Dari pengukuran sudut kontak pada berbagai variasi konsentrasi surfaktan NaLS ampas
tebu dan salinitas air formasi menunjukkan bahwa surfaktan NaLS ampas tebu ini dapat
membuat sistem menjadi water wet atau dibasahi air yang berarti permukaan dari batuan
memiliki kemampuan lebih mudah terlapisi oleh film air. Kondisi ini perlu diketahui
sebelum melakukan injeksi surfaktan tersebut, karena surfaktan NaLS ampas tebu
berbahan dasar air dan juga larut dalam air. Dengan demikian surfaktan NaLS ampas
tebu ini memenuhi syarat untuk digunakan sebagai fluida injeksi.

Uji injeksi surfaktan NaLS ampas tebu yang telah dilakukan di laboratorium
menggunakan variasi konsentrasi surfaktan dan kadar garam air formasi. Ada 9 variasi
yang digunakan, dengan hasil uji injeksi surfaktan NaLS ampas tebu seperti yang terlihat
pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Perolehan Minyak Hasil Injeksi


Surfaktan NaLS Ampas Tebu
No. Salinitas Konsentrasi RF RF RF
Surfaktan WF SF TOTAL
(%) (%) (%) (%)
1. 5.000 1,5 31,00 7,00 38,00
2. 10.000 1,5 16,00 9,25 25,25
3. 10.000 3,0 24,00 9,50 33,50
4. 20.000 1,5 20,00 8,55 28,55
5. 20.000 4,5 21,00 1,05 22,05
6. 40.000 1,5 20,00 1,80 21,80
7. 40.000 4,0 20,08 1,16 21,24
8. 80.000 1,5 18,00 10,71 28,71
9. 80.000 4,0 20,00 5,60 25,60

Recovery factor (RF) yang ditunjukkan adalah nilai perolehan minyak, yang meliputi
perolehan minyak hasil injeksi air (WF) dan perolehan minyak hasil injeksi surfaktan (SF).
Dari hasil uji injeksi surfaktan NaLS ampas tebu khusus untuk injeksi surfaktan yang
terlihat pada tabel 3 diatas menunjukkan hasil tertinggi perolehan minyak tercapai
10,71% dengan fluida surfaktan NaLS ampas tebu konsentrasi 1,5% - salinitas 80.000 ppm.
Sedangkan hasil perolehan minyak terendah sebesar 1,05% terjadi pada injeksi dengan
fluida surfaktan NaLS ampas tebu konsentrasi 4,5% - salinitas 20.000 ppm.

6
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

Untuk parameter salinitas, pada salinitas yang lebih besar , dengan konsentrasi surfaktan
yang sama akan menambah besarnya sudut kontak. Hasil pengukuran pada salinitas
20.000 ppm konsentrasi 1,5%, sudut kontaknya adalah 43,60o, sedangkan pada salinitas
80.000 ppm konsentrasi surfaktan 1,5% sudut kontak membesar menjadi 50,55o. Demikian
juga pada konsentrasi surfaktan 4,5% ternyata terjadi penambahan besarnya sudut
kontak, dari sudut kontak 28,14o pada salinitas 20.000 ppm menjadi sudut kontak 42,11o
pada salinitas 80.000 ppm. Besar kecilnya sudut kontak juga akan mempengaruhi
banyaknya air atau minyak yang tertempel di batuan. Sudut kontak (Ѳ) yang semakin
kecil menunjukkan area butir air yang menempel pada batuan semakin kecil dan area
minyak yang menempel pada batuan semakin besar, berarti sebagian besar minyak
menempel pada batuan.

Analisa hasil uji wettability dengan pengukuran sudut kontak ini juga dapat menjelaskan
perolehan minyak hasil injeksi surfaktan. Perolehan minyak yang tertinggi mencapai
10,71% dengan fluida surfaktan NaLS ampas tebu konsentrasi 1,5% - salinitas 80.000 ppm.
Sedangkan perolehan minyak terendah sebesar 1,05% terjadi pada injeksi dengan fluida
surfaktan NaLS ampas tebu konsentrasi 4,5% - salinitas 20.000 ppm. Hal ini ternyata
sesuai dengan analisa sudut kontak, dimana pada sudut kontak yang lebih kecil (
surfaktan NaLS ampas tebu 4.5% - 20.000 ppm) yaitu 28.14o perolehan minyak hanya
mencapai 1.05% karena masih banyaknya minyak yang menempel pada dinding batuan.
Sedangkan pada injeksi surfaktan NaLS ampas tebu 1,5% - salinitas 80.000 ppm dengan
sudut kontak 50,55o , perolehan minyak jauh lebih besar yaitu mencapai 10,71% yang
berarti lebih sedikit minyak yang tersisa yang masih menempel pada dinding batuan.

Dalam pengamatan hasil injeksi dengan surfaktan NaLS ampas tebu ini tampak bahwa
konsentrasi surfaktan NaLS ampas tebu berperan dalam menentukan sudut kontak dalam
sistem surfaktan tersebut. Akibatnya juga akan mempengaruhi kinerja surfaktan tersebut
dalam proses EOR untuk meningkatkan produksi minyak.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diambil
beberapa kesimpulan penelitian yaitu :
1. Batuan sandstone akan menjadi water-wet setelah direndam dengan formula surfaktan
NaLS ampas tebu.
2. Konsentrasi surfaktan NaLS juga mempengaruhi sudut kontak larutan surfaktan
tersebut terhadap batuan sandstone yang digunakan dalam injeksi surfaktan.
3. Konsentrasi surfaktan NaLS yang lebih kecil akan memperbesar sudut kontak
surfaktan tersebut di dalam batuan sandstone yang berarti semakin sedikit minyak
yang masih menempel di dinding batuan, dan perolehan minyak menjadi lebih besar.
4. Kinerja surfaktan natrium lignosulfonat (NaLS) ampas tebu dipengaruhi oleh
konsentrasi surfaktan dan salinitas air formasi pada larutan surfaktan NaLS yang
digunakan sebagai fluida injeksi.

Ucapan Terima kasih


Penelitian ini difasilitasi oleh Ogrindo ITB, Universitas Trisakti dan Dana Hibah PUPT
Dikti 2017. Terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya
penelitian ini. Terima kasih juga kepada Panitia Seminar Pakar Usakti atas kerjasamanya
sehingga makalah ini dapat disajikan .

7
Seminar Nasional Pakar ke 1 Tahun 2018 ISSN (P) : 2615 - 2584
Buku 1 ISSN (E) : 2615 - 3343

Daftar pustaka
Ashayer R., C.A.Grattoni dan P.F.Luckham, 2000, Wettability Changes During Surfactant
Flooding, Imperial College, London, UK.

Donalson, EC., Thomas RD, Lorent, PB, 1969, Wettability Determination and Its Effect on
Recovery Efficiency, Society of Petroleum Engineers Journal, SPE-2338-PA, Vol.9, Issue 01.

Donaldson, Erle, Alam, Waqi, 2008, Wettability, Gulf Publishing Company, Houston,
Texas

Kurniawan, DH., 2014, Formulasi Surfaktan Metil Ester Sulfonat (Mes) Untuk Acid
Stimulation Agent Pada Lapangan Sandstone (Studi Kasus: Lapangan B), IPB, Bogor.

Hambali, E., 2008, Proses Pembuatan Surfaktan Metil Ester Sulfonat (MES) Untuk Aplikasi
Industri Migas. IPB, Surfactant and Bioenergi Research Centre : IPB, Bogor.

Setiati, R. , 2017, Sintesis dan Karakterisasi Surfaktan Natrium Lignosulfonat Ampas Tebu:
Pengaruh Konsentrasi dan Kegaraman Larutan terhadap Kinerja Pendesakan Minyak dalam
Batuan Inti, Disertasi, Institut Teknologi Bandung

Syahrial, E. , 2008, Laboratory Surfactant Analysis for EOR Before Implemented in Oilfield.
Bogor: IPB.

Yanhua, J, Weihong, Q.,Zongshi, L., Lubai, C., 2004, A Study on the Modified
Lignosulfonate from Lignin, Energy Sources, 26:4, 409-414, DOI:
10.1080/00908310490281528

Anda mungkin juga menyukai