Anda di halaman 1dari 9

JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN)

Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian


Universitas Udayana
http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 5, Nomor 1, Januari, 2017

Pengaruh Perbandingan Komposisi Bahan Baku


terhadap Kualitas Kompos dan Lama Waktu Pengomposan
The Effect Composition Ratio of Raw Material on Compost Quality and Timing for
Composting
1
I Ketut Merta Atmaja, 2I Wayan Tika, 2I Md. Anom S. Wijaya
1
Mahasiswa (Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana)
2
Dosen (Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana)
Email: ketutmerta1604@gmail.com

Abstrak
Potensi biomassa padi beras merah (varietas lokal) seperti jerami padi dan kotoran
ayam dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku kompos. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbandingan komposisi bahan baku yang terbaik dan mengetahui waktu
minimal yang diperlukan untuk menghasilkan kompos yang berkualitas. Penelitian ini
menggunakan perlakuan perbandingan komposisi jerami dan kotoran ayam dimana P1 =
(6: 8), P2 = (6: 7), P3 = (6: 6), P4 = (6: 5), dan P5 = (6: 4). Panjang tumpukan bahan baku
kompos adalah 1 m, tinggi 1 m, dan lebar 1 m. Berat bahan untuk masing-masing
perlakuan diasumsikan 50 kg. Tumpukan bahan baku kompos pada setiap perlakuan
ditutup menggunakan terpal untuk menjaga suhu dan melindungi dari faktor gangguan
luar selama proses pengomposan. Parameter yang diukur adalah suhu, kadar air,
rendemen, pH, nitrogen, karbon, dan C/N rasio. Proses pengomposan berlangsung selama
78 hari dengan suhu berkisar 30,1 - 51,1°C. Kadar air kompos berkisar antara 31,74 -
32,59%. Rendemen kompos berkisar 59 -64%, dan pH berkisar antara 7,2 - 7,5. Secara
umum, kualitas kompos yang dihasilkan sesuai dengan SNI 19-7030-2004 dengan C/N
ratio akhir adalah 16 - 33. P1 yang memiliki perbandingan komposisi jerami padi dan
kotoran ayam 6: 8 adalah perlakuan terbaik dengan C/N rasio 16 dan proses
pengomposannya terjadi selama 63 hari.
Kata kunci : jerami padi, kotoran ayam, pengomposan, kualitas kompos.
Abstract
The rice biomass potential of red rice (local varieties) such as rice straw and chicken
manure can be utilized as a raw material for composting. This research aimed to
determine the best composition ratio of compost raw materials and to find the minimum
time to produce compost with such quality. This research used a treatment composition
ratio of rice straw and chicken manure where P1 = (6 : 8), P2 = (6 : 7), P3 = (6 : 6), P4 =
(6 : 5), and P5 = (6 : 4 ). The dimension of composting pile were 1 m length, 1 m height,
and 1 m wide. Each treatment material assumed 50 kg. Piles of compost material in each
treatment were covered using a tarp to keep the temperature and protect from outside
interference during the composting process. The parameters measured were temperature,
moisture content, yield, pH, nitrogen, carbon, and C/N ratio. The composting process
lasted for 78 days with temperature ranged 30,1 – 51,1°C. Compost moisture ranged from
31,74 – 32,59%. Compost yield ranged 59 -64%, and pH ranged between 7,2 – 7,5. In
general, the quality of the produced compost accordance to SNI 19-7030-2004 with a final
C/N ratio was 16 - 33. The P1 which have composition ratio of rice straw and chicken
manure 6 : 8 was the best treatment which have C/N ratio of 16 and for 63 days of
composting process.
Keyword : rice straw, chicken manure, composting, compost quality.

111
PENDAHULUAN Berdasarkan uraian di atas, maka dilakukan
Latar Belakang penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui
Daerah Bali memiliki lahan pertanian yang komposisi bahan yang terbaik antara jerami padi dan
potensial, pada tahun 2013 luas total lahan sawah kotoran ayam serta mengetahui waktu minimal yang
seluruh kabupaten/kota di Bali mencapai 81.165 Ha dibutuhkan untuk menghasilkan kompos yang
(Anon, 2014). Sebagian besar lahan persawahan berkualitas.
pada beberapa wilayah di Bali digunakan untuk
budidaya tanaman padi oleh petani, saat ini varietas Rumusan Masalah
padi yang ditanam petani diantaranya adalah varietas 1. Berapakah perbandingan komposisi yang terbaik
unggul dan tanaman padi varietas lokal yaitu padi antara jerami dan kotoran ayam untuk
beras merah yang banyak ditanam di daerah menghasilkan kompos yang sesuai dengan
Penebel, Kabupaten Tabanan. standar SNI?
Selain memiliki potensi pertanian, daerah 2. Berapakah waktu mininimal yang dibutuhkan
Tabanan khususnya di wilayah Penebel juga untuk menghasilkan pupuk kompos dengan
memiliki potensi peternakan salah satunya yang bahan dasar jerami dan kotoran ayam yang
banyak dikembangkan adalah peternakan ayam sesuai dengan standar SNI?
pedaging dan petelur. Banyaknya jumlah ayam yang
diternakkan menimbulkan masalah baru yaitu Tujuan
limbah peternakan berupa kotoran ayam yang 1. Mengetahui komposisi yang terbaik antara
menumpuk setiap harinya. Salah satu cara yang jerami dan kotoran ayam untuk menghasilkan
dapat dilakukan untuk memanfaatkan limbah pupuk kompos yang sesuai dengan standar SNI.
kotoran ayam tersebut adalah dengan mengolahnya 2. Mengetahui waktu minimal untuk
menjadi pupuk kompos. menghasilkan pupuk kompos dengan bahan
Pengembangan sektor pertanian selama ini lebih dasar jerami dan kotoran ayam yang sesuai
mengutamakan pengolahan lahan dengan dengan standar SNI.
penggunakan pupuk anorganik (kimia) untuk
meningkatkan hasil pertanian, namun dalam jangka Manfaat
panjang penggunaan pupuk anorganik tersebut Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini antara
berdampak buruk terhadap sifat fisik, kimia, dan lain.
biologi tanah (Parnata, 2004). Dalam upaya 1. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini
meningkatkan kualitas tanah dan penanganan limbah diharapkan mampu memberikan pengetahuan
jerami serta limbah kotoran ayam yang dihasilkan, mengenai bagaimana kualitas kompos yang
maka perlu dilakukan salah satu upaya pemanfaatan dihasilkan dari beberapa perbandingan
limbah organik tersebut menjadi pupuk kompos. komposisi antara jerami dan kotoran ayam.
Menurut Cayuela et al (2009), proses pengomposan 2. Adanya sistem online sebagai sarana memuat
merupakan cara terbaik mendaur ulang limbah hasil dari penelitian ini diharapakan mampu
organik yang berguna dalam memperbaiki tanah memberikan informasi kepada mahasiswa yang
yang terdegradasi untuk pengelolaan lahan pertanian tertarik melakukan penelitian sejenis.
berkelanjutan.
Melihat kondisi dan potensi yang ada, maka METODE PENELITIAN
solusi yang dapat dilakukan adalah mengolahnya Tempat dan Waktu Penelitian
menjadi pupuk kompos untuk memanfaatkan limbah Proses pengomposan dilaksanakan di Subak
jerami padi sebagai sumber nutrisi yang sudah Sigaran, Desa Jegu, Kec. Penebel, Kab. Tabanan.
tersedia di lahan (sawah) dan menambahkan bahan Uji kadar air awal bahan baku kompos dilakukan di
organik lainnya yaitu limbah kotoran ayam. Jerami Laboratorium PSDA Fakultas Teknologi Pertanian
padi mengandung 35,65% selulosa dan 6,55% Universitas Udayana dan uji kualitas kompos
senyawa lignin menyebabkan jerami sulit diuraikan dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas
oleh mikroorganisme sehingga membutuhkan waktu Pertanian Universitas Udayana. Penelitian ini
yang lebih lama untuk didekomposisi (Ekawati, dilakukan pada bulan Februari sampai Juni 2016.
2003). Penambahan bahan organik lain yaitu kotoran
ayam yang mengandung kadar nitrogen (N) tinggi Bahan dan Alat
yang dicampur dengan limbah jerami yang memiliki 1. Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara
kandungan senyawa karbon (C) dan lignin tinggi lain: jerami padi beras merah (padi varietas
diharapkan akan mempercepat dekomposisi bahan lokal), kotoran (feses) ayam petelur (ayam ras),
dan penurunan C/N rasio bahan kompos, selain juga air untuk pembasahan bahan, larutan inokulan
akan meningkatkan kandungan unsur hara lainnya
pada kompos.
112
(EM4), larutan molase, serta zat kimia untuk Tumpukan bahan baku kompos kemudian ditutup
analisis kimia kualitas kompos. menggunakan terpal untuk menjaga suhu kompos
2. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara dan melindungi dari faktor gangguan luar selama
lain: thermohygrometer (Suncare, Model: 303), proses pengomposan.
timbangan gantung (Dunlop Tools), sabit, pisau Setelah proses pengomposan mulai berjalan
besar (parang), cangkul jenis garpu tanah, sekop, dilakukan pengamatan suhu dan kelembaban
ember, sarung tangan karet, garu, karung plastik, tumpukan bahan. Suhu dan kelembaban bahan
tali rafia, dan terpal ukuran 3x4 m. Sedangkan diukur mengunakan thermohygrometer setiap 3 hari
untuk uji kualitas kompos menggunakan sekali. Pembalikan dan pembasahan setiap
peralatan antara lain:, pH meter (Activon, tumpukan bahan baku kompos dilakukan setiap 2
Model:209), timbangan analitik (Mettler Toledo, minggu sekali tergantung kondisi suhu dan
PB3002), oven tanah (Precision Scientific), dan kelembaban bahan sampai minggu ke- 7 dengan air
peralatan gelas laboratorium untuk analisis sebanyak ±10 liter untuk menjaga suhu dan
kimia kualitas kompos. kelembaban bahan kompos tetap terjaga selama fase
mesofilik dan fase termofilik proses pengomposan.
Rancangan Percobaan
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian Variabel Yang Diamati
eksperimental. Perlakuan yang diberikan pada Suhu dan kelembaban bahan selama proses
penelitian ini adalah pemberian perbandingan pengomposan diamati 3 hari sekali. Pengukuran
komposisi jerami dan kotoran ayam yang berbeda suhu dan kelembaban bahan dilakukan dengan cara
pada setiap perlakuan. Pada penelitian ini terdapat menancapkan ujung sensor alat tepat ditengah-
lima jenis perlakuan perbandingan komposisi basis tengah tumpukan dengan kedalaman ± 40 cm,
berat antara jerami dan kotoran ayam yaitu, P1 (6:8), kemudian hasil pengukuran dibaca pada display alat
P2 (6:7), P3 (6:6), P4 (6:5), dan P5 (6:4). Penentuan ukur. Indikator untuk menentukan waktu
perbandingan untuk setiap perlakuan berdasarkan kematangan kompos adalah: suhu kompos yang
C/N rasio bahan baku. Perbandingan komposisi telah matang akan turun mendekati suhu lingkungan,
bahan untuk masing-masing perlakuan berdasarkan warna kompos yang telah matang umumnya
berat total bahan baku yaitu 50kg untuk satu memiliki warna coklat kehitaman menyerupai warna
tumpukan. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 tanah, dan memiliki tekstur yang remah/gembur.
kali, sehingga terdapat 15 unit percobaan.
Uji Kualitas Kompos dan Uji Statistik
Proses Pembuatan Kompos Setelah proses pengomposan berakhir, dilakukan
Jerami yang digunakan pada penelitian ini uji kualitas kompos yaitu uji derajat keasaman (pH)
dikumpulkan dari sisa panen padi dengan jarak kompos dengan pH meter, uji kadar air kompos (%)
pengambilan jerami yaitu 1 (satu) minggu setelah dengan metode Gravimetri, uji kadar C-organik (%)
proses panen. Jerami yang telah terkumpul dengan metode Walkley dan Black, uji kadar N-total
selanjutnya dipotong menggunakan pisau besar (%) dengan metode Kjeldhal, dan menghitung rasio
(parang) menjadi beberapa bagian dengan ukuran ± C/N kompos tersebut. Pengujian kualitas kompos
5cm. Bahan lainnya yang disiapkan adalah kotoran dilakukan di Laboratorium Tanah, Fakultas
ayam petelur (ayam ras) berumur 1- 10 hari dengan Pertanian, Universitas Udayana. Selanjutnya data
kadar air terukur 40% yang diambil dari peternakan hasil uji kualitas kompos dianalisis (uji statistik)
ayam petelur yang ada disekitar Desa Jegu, menggunakan analisis sidik ragam (Anova) dan uji
Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan. BNT (Beda Nyata Terkecil) untuk mengetahui
Setelah semua bahan siap selanjutnya jerami pengaruh perlakuan terhadap variabel yang diamati
dicampur dengan kotoran ayam petelur dengan dengan bantuan software IBM SPSS 20.
perbandingan sesuai komposisi masing-masing
perlakuan. Selanjutnya campuran bahan baku HASIL DAN PEMBAHASAN
ditumpuk setiap perlakuan dengan dimensi p x l x t Parameter Pada Proses Pengomposan
adalah 100cm x 100cm x 100cm. Suhu
Setelah semua bahan baku kompos tertumpuk, Hasil dari pengamatan suhu pada proses
selanjutnya untuk setiap tumpukan bahan dilakukan pengomposan diilustrasikan pada Gambar 1. Pada
pembasahan awal bahan dengan air sebanyak 10 awal proses pengomposan tumpukan bahan baku
liter. Selanjutnya setiap tumpukan ditambahkan kompos mengalami proses aklamasi yaitu proses
campuran 50ml larutan inokulan (larutan EM4) penyesuaian suhu bahan kompos, dimana aktivitas
molase sebanyak 50ml, dan dicampur 2500ml yang mikroorganisme dalam bahan untuk beradaptasi
sebelumnya telah difermentasi selama 5 hari sebagai dengan kondisi mesofilik (Madrini, 2016). Pada hari
starter untuk mempercepat proses pengomposan. ke-3 suhu tumpukan bahan masing-masing
113
perlakuan mulai mengalami peningkatan, hal ini mikroorganisme didalamnya berfungsi sebagai
menunjukkan jika proses penguraian bahan oleh aktivator alami. Selain itu juga kandungan N
mikroorganisme mulai aktif. (nitrogen) yang tinggi pada kotoran ayam
Setelah memasuki minggu ke-2 proses berpengaruh pada meningkatnya aktivitas
pengomposan memasuki fase thermofilik yang mikroorganisme pengurai dalam bahan kompos.
ditandai dengan peningkatan suhu kompos yang Senyawa nitrogen (N) pada kotoran ayam
signifikan >40oC. Pada fase termofilik ini dimanfaatkan oleh mikroba untuk sintesis protein
berlangsung suhu kompos terus mengalami dan unsur karbon (C) yang terdapat pada jerami
peningkatan dan mencapai titik suhu maksimal. merupakan sumber energi bagi mikroorganisme
Perlakuan P1, perlakuan P2, dan perlakuan P3 dalam proses pengomposan dan menghasilkan
mencapai titik suhu maksimal saat kompos berumur energi dalam bentuk panas pada tumpukan kompos.
15 hari pada kisaran suhu 50,4 – 51,1oC dengan suhu
maksimal tertinggi diperoleh pada perlakuan P1. Tabel 1.
Berbeda halnya dengan perlakuan P4 dan perlakuan Nilai rata-rata suhu bahan selama proses
P5 titik suhu maksimal yang dicapai pada fase pengomposan
thermofilik terjadi pada hari ke-18 dengan suhu 50,4 Perlakuan Suhu Rata-rata (oC)
- 50,5oC. P1 (6:8) 37,82 a
P2 (6:7) 37,67 a
55.0
P3 (6:6) 37,89 a
50.0
P4 (6:5) 38,31 a
Suhu (°C)

45.0
P5 (6:4) 37,77 a
40.0 Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-
35.0 rata menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (p>0,05)
30.0
Hasil uji statistik dari seluruh perlakuan tidak
25.0 memiliki nilai yang berbeda nyata. Dapat
0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 78 disimpulkan kelima perlakuan dengan perbandingan
Waktu pengomposan (hari) komposisi jerami dan kotoran ayam yang berbeda
tidak memberikan pengaruh yang signifikan
P1 P2 P3
terhadap suhu rata-rata bahan selama pengomposan.
P4 P5 Lingkungan Rata-rata suhu bahan baku kompos nilainya
Gambar 1. Perubahan suhu bahan selama proses tidak berbeda jauh dipengaruhi oleh proses
pengomposan pengomposan yang dilakukan langsung di lahan
terbuka (sawah) sehingga peningkatan suhu kompos
Kelima perlakuan setelah mengalami fase yang terjadi tidak begitu signifikan. Faktor lainnya
mesofilik dan thermofilik, selanjutnya memasuki yang mempengaruhi perubahan suhu selama
fase pematangan kompos, suhu tumpukan bahan pengomposan nilainya adalah penggunaan jenis
mulai mengalami penurunan yang diakibatkan oleh bahan yang sama yaitu jerami padi beras merah
aktivitas mikroorganisme mulai berkurang sehingga (padi varietas lokal), antara perlakuan satu dengan
energi yang dihasilkan juga berkurang dan suhu perlakuan lainnya hanya dibedakan perbandingan
mengalami penurunan. Selain penurunan suhu komposisi jerami dan kotoran ayam.
setelah mengalami fase mesofilik dan termofilik, Menurut Djuarnani et al (2008), proses
kematangan kompos juga terlihat dari perubahan penguraian bahan organik yang memiliki rasio C/N
tekstur remah serta warna bahan kompos menjadi tinggi seperti jerami padi atau jerami gandum,
coklat kehitaman. Pada gambar 2 terlihat perlakuan sebaran suhunya tidak dapat melebihi 52oC. Kondisi
P1 mengalami penurunan suhu yang paling cepat tersebut menunjukkan jika sebaran suhu dalam
mendekati suhu lingkungan yaitu 31,4°C pada hari proses pengomposan juga dipengaruhi oleh jenis
ke-63 yang diikuti oleh empat perlakuan lainnya. bahan organik yang dikomposkan.
Suhu perlakuan P2, P3, P4, dan P5 mengalami
penurunan mendekati suhu lingkungan berturut-turut Kelembaban Bahan
pada hari ke-66, 69, 75, dan 78. Hasil pengukuran perubahan kelembaban bahan
Perbandingan komposisi jerami dan kotoran selama proses pengomposan menunjukkan berada
ayam berpengaruh pada tingginya aktivitas pada kisaran angka 41,3 – 54,7% seperti yang
mikroorganisme pengurai dalam mendekomposisi diilustrasikan pada Gambar 2.
bahan baku kompos. Kotoran ayam yang kaya akan

114
65.0 indikator yang digunakan dalam menentukan
kematangan kompos diantaranya; suhu yang mulai
60.0 stabil mendekati suhu lingkungan, tekstur kompos
Kelembaban (%)

55.0 yang remah, perubahan warna kompos menjadi


coklat kehitaman, dan memiliki bau seperti
50.0 tanah/daun lapuk.
45.0
Tabel 3.
40.0 Nilai rata-rata lama waktu pengomposan
0 6 12 18 24 30 36 42 48 54 60 66 72 78 Perlakuan Waktu (hari) Suhu (°C)
waktu pengomposan (hari) P1 (6:8) 63 31,4
P2 (6:7) 66 31,4
P1 P2 P3 P4 P5 P3 (6:6) 69 31,5
Gambar 2. Perubahan kelembaban bahan selama P4 (6:5) 75 31,4
proses pengomposan P5 (6:4) 78 31,3

Selama proses pengomposan dilakukan Berdasarkan grafik perubahan suhu bahan


pembasahan untuk menjaga kelembaban kompos selama proses pengomposan yang diilustrasikan
pada kisaran 40 - 60%. Hal ini dikarenakan jika pada Gambar 1 yang telah dibahas sebelumnya, saat
kelembaban bahan kompos terlalu tinggi, umur kompos memasuki 78 hari keseluruhan suhu
mengakibatkan aktifitas mikroorganisme terhambat kompos dari kelima perlakuan sudah mulai stabil
dikarenakan rongga pada tumpukan kompos turun mendekati suhu lingkungan dan tekstur
terhalang oleh air yang terlalu banyak yang sehingga kompos telah berubah menjadi remah serta berwarna
kadar oksigen dalam tumpukan berkurang. coklat kehitaman, yang menandakan kompos telah
Sebaliknya, jika kelembaban bahan terlalu rendah matang.
akan mengakibatkan aktifitas mikroorganisme akan Perlakuan P1 merupakan perlakuan terbaik
menurun karena kekurangan air. Bahan kompos dengan perubahan suhu paling cepat diantara empat
dengan kadar air 60% memiliki karakteristik akan perlakuan lainnya. Pada tahap awal pengomposan
terasa basah jika diremas tetapi air tidak menetes setelah mengalami proses aklamasi suhu perlakuan
(Indriani, 2011). P1 meningkat signifikan memasuki fase termofilik
dan pada hari ke-15 mencapai titik suhu maksimal
Tabel 2. yaitu 51,1°C. Selanjutnya setelah mencapai titik
Nilai rata-rata kelembaban bahan selama proses suhu maksimal, terjadi penurunan suhu sampai
pengomposan memasuki fase pematangan kompos. Perlakuan P1
Perlakuan Kelembaban Rata-rata (%) juga mengalami pematangan kompos yang paling
P1 (6:8) 50,97 a cepat dengan indikator suhu tumpukan bahan
P2 (6:7) 50,95 a kembali turun mendekati suhu lingkungan yaitu
P3 (6:6) 51,01 a 31,4°C pada hari ke-63 yang diikuti oleh empat
P4 (6:5) 51,04 a perlakuan lainnya.
P5 (6:4) 52,18 a Cepat atau lambatnya proses pengomposan juga
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata- dipengaruhi faktor suhu dan aktivitas
rata menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (p>0,05) mikroorganisme pengurai yang ada dalam proses
pengomposan. Aktivitas mikroorganisme pada suhu
Berdasarkan hasil uji statistik, seperti yang rendah (10-45oC) yang terjadi pada tahap awal
disajikan pada Tabel 2 didapatkan hasil bahwa dari pengomposan (fase mesofilik) berfungsi dalam
seluruh perlakuan tidak menunjukkan nilai yang memperkecil partikel bahan organik sehingga akan
berbeda nyata. Lima perlakuan dengan perbandingan memperluas permukaan bahan dan mempercepat
komposisi jerami dan kotoran ayam yang berbeda proses penguraian. Selanjutnya pada fase thermofilik
tidak memberikan pengaruh yang signifikan mikroorganisme (45-65oC) pengurai mengambil
terhadap kelembaban bahan kompos. karbohidrat dan protein untuk metabolisme mereka
sehingga akan mempercepat proses pengomposan
Waktu Pengomposan (Djuarnani et al, 2008).
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan dapat Jenis bahan baku kompos yang digunakan
dilihat pada Tabel 3, menunjukkan bahwa antara berupa jerami (padi beras merah Jatiluwih) yang
perlakuan P1, P2, P3, P4, dan P5 memiliki memiliki kandungan karbon (C) tinggi menjadi salah
perbedaan lama waktu pengomposan. Adapun satu faktor lamanya proses pengomposan. Menurut

115
Jutono (1993), kandungan selulose dan lignin yang pH kompos setelah proses pematangan biasanya
semakin tinggi pada bahan organik, menyebabkan berkisar 6 – 8.
nilai C/N rasio bahan semakin besar sehingga proses
dekomposisi bahan semakin lambat. 2. Kadar Air Kompos
Ukuran bahan juga dapat berpengaruh terhadap Berdasarkan hasil uji kadar air akhir kompos
proses pengomposan. Pada proses pengomposan yang dilakukan di laboratorium didapatkan hasil
dilakukan pemotongan jerami menjadi bagian yang pengukuran seperti pada Tabel 5. Hasil uji statistik
lebih kecil dan seragam bertujuan mempermudah data pengukuran kadar air akhir kompos
dan mempercepat proses pengomposan yang menunjukkan hasil bahwa, dari seluruh perlakuan
dilakukan. Menurut Djuarnani et al (2008), bahan tidak memiliki nilai yang berbeda nyata antara
yang berukuran kecil akan cepat didekomposisi perlakuan P1, perlakuan P2, perlakuan P3, perlakuan
karena luas permukaannya meningkat dan P4, dan perlakuan P5. Hal ini menunjukkan jika
mempermudah aktivitas mikroorganisme pengurai. kadar air akhir kompos dari kelima perlakuan
Ukuran bahan mentah yang terlalu besar akan cenderung seragam, sehingga dapat disimpulkan
menyebabkan rongga udara berkurang sehingga pemberian perbandingan komposisi jerami dan
pasokan oksigen ke dalam tumpukan akan semakin kotoran ayam yang berbeda tidak memberikan
berkurang. Jika pasokan oksigen berkurang, pengaruh yang signifikan terhadap kadar air akhir
mikroorganisme yang ada di dalamnya tidak bisa kompos.
bekerja secara optimal.
Tabel 5.
Parameter Kualitas Kompos Nilai rata-rata kadar air kompos
Pada penelitian ini, standar SNI No. 19-7030- Perlakuan Kadar air (%) Standar SNI
2004 digunakan sebagai acuan kualitas kompos hasil P1 (6:8) 32,13 a
penelitian. P2 (6:7) 31,75 a
P3 (6:6) 31,99 a < 50%
1. pH Kompos P4 (6:5) 31,93 a
Setelah proses pengomposan berlangsung P5 (6:4) 31,66 a
selama 78 hari didapatkan hasil pengukuran pH Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-
seperti pada Tabel 4. rata menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (p>0,05)
Tabel 4. 3. C-organik Kompos
Nilai rata-rata pH kompos Hasil pengujian kandungan C-organik yang
Perlakuan pH Standar pH SNI disajikan pada Tabel 6 menunjukkan perlakuan P1
P1 (6:8) 7,23 b memiliki kandungan C-organik paling rendah yaitu
P2 (6:7) 7,27 b 26,28%, sedangkan kandungan C-organik paling
P3 (6:6) 7,32 ab 6,80 – 7,49 tinggi terdapat pada perlakuan P5 yaitu 36,75%.
P4 (6:5) 7,41 ab
P5 (6:4) 7,51 a Tabel 6.
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata- Nilai rata-rata C-organik kompos
rata menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (p>0,05) Perlakuan C-organik (%) Standar SNI
P1 (6:8) 26,28 c
Hasil uji statistik pH kompos menunjukkan nilai P2 (6:7) 29,93 b
yang berbeda nyata, seperti pada Tabel 4. Nilai rata- P3 (6:6) 35,02 a 9,8 – 32%
rata pH nampak bervariasi yang berkisar mulai dari P4 (6:5) 35,76 a
pH terendah 7,2 pada perlakuan P1, dan untuk pH P5 (6:4) 36,75 a
tertinggi dicapai pada perlakuan P5 yaitu 7,5. Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-
Menurut Indriani (2011), pada proses rata menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (p>0,05)
pengomposan mikroorganisme akan aktif pada
kondisi pH netral sampai sedikit asam yaitu pada pH Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan P1,
5,5 – 8. Pada tahap awal pengomposan akan P2, P3, P4, dan P5 memiliki nilai yang berbeda
terbentuk asam-asam organik. Kondisi asam ini nyata. Kadar C-organik yang berbeda pada
memicu pertumbuhan jamur dan akan menguraikan perlakuan P1, P2, P3, P4, dan P5 dipengaruhi
senyawa lignin dan selulosa pada bahan organik. komposisi bahan jerami dan kotoran ayam. Jika
Selama proses dekomposisi bahan ini berlangsung, dilihat perlakuan dengan jumlah jerami lebih banyak
asam-asam organik tersebut akan menjadi netral dan dibandingkan dengan jumlah kotoran ayam

116
menghasilkan kompos dengan kandungan karbon mempengaruhi kadar N-total dalam kompos yang
(C) lebih besar. dihasilkan. Limbah ternak ayam berupa kotoran
Jumlah komposisi jerami yang semakin banyak ayam memiliki kadar nitrogen (N) yang cukup tinggi
mengakibatkan aktivitas mikroorganisme pengurai yaitu mencapai 1,602 % (Agustina, 2004) . Menurut
semakin berat sehingga membutuhkan waktu yang Supadma dan Arthagama (2008), kadar nitrogen (N)
lebih lama untuk mendekomposisi bahan. Proses bahan dasar kompos yang semakin tinggi akan
pengomposan yang semakin lama berpengaruh pada berpengaruh pada semakin cepatnya proses
kandungan C-organik akan semakin berkurang dekomposisi dan menghasilkan kadar N-total
karena sudah diuraikan oleh mikroorganisme kompos yang semakin tinggi pula.
menjadi senyawa yang lebih sederhana. Selama
proses pengomposan, senyawa organik akan 5. C/N rasio Kompos
berkurang dan terjadi pelepasan karbon dioksida Hasil pengukuran C/N rasio seperti yang
karena adanya aktivitas mikroorganisme sehingga disajikan pada Tabel 8, dari lima perlakuan hanya
mempengaruhi kadar C-organik kompos yang dua perlakuan yang memenuhi standar kualiatas
dihasilkan (Harizena, 2012 dalam Pratiwi dkk, kompos dengan C/N rasio sebesar 16,16 – 18,26
2013). Menurut Graves et al (2000), selama proses yaitu P1 dan P2. Berbeda dengan P3, P4, dan P5
pengomposan akan terjadi perubahan rasio C/N yang memiliki C/N rasio yang masih tinggi (> 20)
diakibatkan oleh aktivitas mikroorganisme pengurai sehingga kompos yang dihasilkan dengan tiga
yang menggunakan unsur karbon (C) sebagai perlakuan ini belum memenuhi Standar Nasional
sumber energi untuk mengurai bahan organik Indonesia (SNI 19-7030-2004) yaitu harus memiliki
sehingga kandungan karbon semakin lama akan C/N rasio 10 – 20. Perlakuan terbaik yang
semakin berkurang. memenuhi SNI adalah perlakuan P1 dengan
komposisi jerami dan kotoran ayam 6 : 8 yang
4. N-total Kompos memiliki C/N rasio sebesar 16,16.
Setelah dilakukan pengukuran kadar N-total
kompos yang telah matang didapatkan hasil Tabel 8.
pengukuran seperti pada Tabel 7. Perlakuan P1 Nilai rata-rata C/N rasio kompos
dengan perbandingan komposisi jerami dan kotoran Perlakuan C/N rasio Standar SNI
ayam 6 : 8 memiliki kadar nitrogen yang paling P1 (6:8) 16,16 c
tinggi yaitu 1,66 %, sedangkan kadar N-total P2 (6:7) 18,26 bc
terendah yaitu 1,10 % diperoleh dari perlakuan P5 P3 (6:6) 22,28 b 10 - 20
dengan perbandingan komposisi jerami dan kotoran P4 (6:5) 29,89 a
ayam 6 : 4. P5 (6:4) 33,69 a
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata-
Tabel 7. rata menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (p>0,05)
Nilai rata-rata N-total kompos
Perlakuan N-total (%) Standar SNI Hasil uji statistik menunjukkan jika perlakuan
P1 (6:8) 1,67 a perbedaan komposisi jerami dan kotoran ayam
P2 (6:7) 1,66 a memiliki nilai yang berbeda nyata. Hal ini
P3 (6:6) 1,57 ab >0,40% menandakan jika pemberian perlakuan komposisi
P4 (6:5) 1,19 bc jerami dan kotoran ayam yang berbeda berpengaruh
P5 (6:4) 1,10 c pada C/N rasio kompos. Terlihat pada Tabel 8,
Keterangan : Huruf yang sama dibelakang nilai rata- bahwa perlakuan P1dengan komposisi kotoran ayam
rata menunjukkan nilai tidak berbeda nyata (p>0,05) paling banyak yaitu (6 : 8) memiliki C/N rasio
paling rendah dan merupakan perlakuan terbaik
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa lima dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Jumlah
perlakuan yang diberikan memiliki nilai yang kotoran ayam yang semakin banyak pada
berbeda nyata seperti yang disajikan pada Tabel 7. perbandingan komposisi bahan baku kompos
Dapat simpulkan jika perlakuan perbedaan mengakibatkan peningkatan kadar nitrogen (N).
komposisi jerami dan kotoran ayam yang diberikan Kadar nitrogen yang tinggi pada kotoran ayam
pada P1, P2, P3, P4, dan P5 berpengaruh signifikan memicu cepatnya peningkatan suhu karena aktivitas
terhadap kadar N-total kompos. mikroorganisme yang semakin meningkat pula
Semakin banyak kotoran ayam yang digunakan dalam proses dekomposisi jerami yang mengandung
pada bahan baku kompos maka kadar nitrogen (N- unsur karbon yang tinggi.
total) semakin tinggi. Hal ini dikarenakan kotoran Rasio C/N bahan baku kompos yang tinggi
ayam memiliki kadar nitrogen yang tinggi sehingga setelah mengalami proses dekomposisi dalam waktu

117
lebih dari 40 hari nilai C/N akan semakin kecil Anonimus. 2014. Luas Lahan (Hektar) Per
dikarenakan unsur karbon dan bahan organik lainnya Kabupaten/Kota Menurut Penggunaannya
dalam bahan telah terurai. Unsur karbon (C) adalah Tahun 2013. Badan Pusat Statistik Provinsi
sumber energi bagi mikroorganisme, sedangkan Bali.
senyawa nitrogen (N) digunakan sebagai sumber http://bali.bps.go.id/tabel_detail.php?ed=607
untuk membangun struktur sel tubuhnya. Aktivitas 001&od=7&id=7
mikroorganisme yang memanfaatkan unsur karbon Cayuela, M.L., Mondini, C., Insam, H., Sinicco,T.,
dan nitrogen yang terkandung dalam bahan and Franke-Whittle, I. 2009. Plant and
menyebabkan rasio C/N kompos semakin menurun animal wastes composting : Effects of the N
(Kusuma, 2006 dalam Sidabutar, 2012). source on process performance. Bioresource
Menurut Irvan et al., 2014, penuruan C/N rasio Technology, 100. 3097-3106.
dapat terjadi karena adanya proses perubahan pada Djuarnani, N. Kristiani dan B. S. Setiawan. 2008.
nitrogen dan karbon selama proses pengomposan Cara Cepat Membuat Kompos.
berlangung, perubahan kadar nitrogen dan karbon Penerbit PT. Agromedia Pustaka. Jakarta.
tersebut terjadi dikarenakan penguraian senyawa Ekawati, I. 2003. Pengaruh Pemberian Inokulum
organik kompleks menjadi asam organik sederhana Terhadap Kecepatan Pengomposan Jerami
dan penguraian bahan organik yang mengandung Padi. Jurnal Penelitian Pertanian 11 (2)
nitrogen. Graves,R.E., Hattemer, G.M., Stetter, D., Krider,
J.N. dan Dana, C.(2000). National
KESIMPULAN DAN SARAN Engineering Handbook. United States
Kesimpulan Departement of Agriculture.
Dari kelima perlakuan hanya dua perlakuan Indriani, Novita Hety. 2011. Membuat Kompos
yang memenuhi standar SNI yaitu perlakuan P1 dan Secara Kilat. Penebar Swadaya. Jakarta.
P2. Perlakuan P1 dengan perbandingan komposisi Irvan, Permata Mhardela, Bambang Trisakti. 2014.
jerami dan kotoran ayam (6 : 8) merupakan Pengaruh Penambahan Berbagai Aktivator
perlakuan yang terbaik diantara keempat perlakuan Dalam Proses pengomposan Sekam Padi
lainnya. Suhu maksimal pengomposan pada fase (Oryza Sativa). Jurnal Teknik Kimia USU
termofilik mencapai 51,1°C. Kadar air kompos P1 Vol. 30 No. 2. Medan
adalah 32,13% dengan pH akhir kompos 7,23. Jutono. 1993. Perombakan Bahan Organik Tanah.
Kompos yang dihasilkan berwarna coklat Program Pasca Sarjana Universitas Gajah
kehitaman, memiliki terkstur remah, serta memiliki Mada, Yogyakarta.
rasio C/N sebesar 16,16. Madrini, I. A. G. B. 2016. Community-based
Proses pengomposan dari lima jenis perlakuan Composting and Management of Leftover
yang diberikan secara umum berlangsung selama 78 Food for Urban Agriculture. Thesis.
hari, namun setiap perlakuan memiliki waktu Agricultural and Environmental
kematangan kompos yang berbeda. Perlakuan yang Engineering, United Graduate School of
mengalami proses puncak fase termofilik dan fase Agricultural Science, Tokyo University of
pematangan kompos paling cepat adalah perlakuan Agriculture and Technology.
P1 yaitu pada hari ke-63 dengan indikator Parnata, A. S. 2004. Pupuk Organik Cair Aplikasi
kematangan kompos adalah kembali turunnya suhu dan Mamfaatnya. Jakarta : Agromedia
kompos mendekati suhu lingkungan serta Pustaka.
pengamatan visual sesuai standar SNI setelah Pratiwi, I. G. A. P., Atmaja, Ii. W. D., Soniari, N. N.
mengalami fase mesofilik, termofilik, dan 2013. Analisis Kualitas Kompos Limbah
pematangan. Jadi waktu minimal yang dibutuhkan Persawahan dengan Mol Sebagai
untuk menghasilkan kompos dengan perlakuan yang Dekomposer. Jurnal Online
terbaik adalah selama 63 hari. Agroekoteknologi Tropika 2 (4) : 2301-
6515.
Saran Sidabutar, N.V. 2012. Peningkatan Kualitas Kompos
Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan UPS Permata Regency Dengan Penambahan
hasil penelitian yang telah dilakukan adalah perlu Kotoran ayam Menggunakan Windrow
dilakukan penelitian lanjutan mengenai pengaruh Composting. Skripsi. Program Studi Teknik
jerami varietas padi yang berbeda dan Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas
menambahkan jenis kotoran ternak yang lain sebagai Indonesia.
bahan baku untuk mengetahui perbedaan kualitas Supadma, A. A. N., dan Athagama, D. M. 2008. Uji
kompos yang dihasilkan. Formulasi Kualitas Pupuk Kompos Yang
Bersumber Dari Sampah Organik Dengan
Daftar Pustaka Penambahan Limbah Ternak Ayam, Sapi,
118
Babi dan Tanaman Pahitan. Jurnal Bumi
Lestari Vol. 8 (2) : 113-121.

119

Anda mungkin juga menyukai