Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan , baik oleh
sector alam dan atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga megakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis (Pusat Krisis Kesehatan, 2014).
Bencana menurut WHO adalah peristiwa atau kejadian pada suatu daerah
yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta
memburuknya kesehatan serta pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga
memerlukan bantuan luar biasa dari luar lokasi bencana. Secara geografis Indonesia
merupakan salah satu Negara yang rawan terhadap bencana alam seperti gempa bumi,
gelombang tsunami, letusan gunung, dll, karena terletak paa titik pertemuan dari tiga
lempengan besar yaitu lempeng Eurasian, lempeng Pasifik, dan lempeng Indo-
Australia. Dampak buruk akibat bencana antara lain: penyakit menular, kurangnya air
bersih, kesulitan makanan dan gangguan gizi serta gangguan kesehatan mental.
Penyakit yang timbul sangat tergantung dengan jenis bencananya.
Penelitian Rossi, dkk (2007) menunjukkan bahwa ketersediaan pangan
menjadi masalah utama pada beberapa hari pascabencana. Penyakit ikutan
pascabencana dapat muncul akibat rusaknya infrastruktur penunjang. Oleh sebab itu,
disini penulis akan mengupas tuntas mengenai penyakit-penyakit yang timbul akibat
bencana dan pencegahannya.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja penyakit-penyakit yang ditimbulkan bencana?
2. Apa saja faktor resiko yang berkontribusi dalam penyebaran penyakit?
3. Penceghahan dan Penanggulangan penyakit akibat disaster?
4. Bagaimana kontroling terhadap penyakit akibat disaster?
5. Bagaimana monitoring dan evaluasi program penanganan penyakit akibat bencana?
1.3 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah ini
adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui apa saja penyakit-penyakit yang ditimbulkan bencana.
2. Untuk mengetahui apa saja faktor resiko yang berkontribusi dalam penyebaran
penyakit.
3. Untuk mengetahui penceghahan dan penanggulangan penyakit akibat disaster.
4. Untuk mengetahui bagaimana kontroling terhadap penyakit akibat disaster.
5. Untuk mengetahui bagaimana monitoring dan evaluasi program penanganan
penyakit akibat bencana.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penyakit Yang Ditimbulkan Bencana


Bencana alam yang terjadi selalu menyisakan kepedihan yang mendalam.
Baik berupa gempa bumi, tanah longsor, banjir, gunung meletus, ataupun tsunami.
Banyak korban nyawa, fisik, dan harta akibat bencana yang terjadi. Bencana
menyebabkan korban yang selamat, kehilangan keluarga, sahabat, harta, bahkan
tempat tinggal. Bencana ini selanjutnya menyebabkan berbagai masalah kesehatan.
Menurut Ketua Umum PB IDI Fachmi Idris, secara umum, masalah kesehatan utama
setelah bencana adalah trauma fisik seperti luka dan patah tulang. Kemudian, selama
dan sesudah masa itu korban bencana yang selamat dan tinggal di pengungsian juga
terancam penyakit jika upaya antisipasinya tidak memadai. Berbagai penyakit yang
ditimbulkan diasater antara lain sebagai berikut:
1. Masalah Gizi.
Masalah gizi yang bisa timbul adalah kurang gizi pada bayi dan balita, bayi
tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) karena terpisah dari ibunya dan semakin
memburuknya status gizi kelompok masyarakat. Bantuan makanan yang sering
terlambat, tidak berkesinambungan dan terbatasnya ketersediaan pangan lokal
dapat memperburuk kondisi yang ada. Masalah lain yang seringkali muncul adalah
adanya bantuan pangan dari dalam dan luar negeri yang mendekati atau melewati
masa kadaluarsa, tidak disertai label yang jelas, tidak ada keterangan halal serta
melimpahnya bantuan susu formula bayi dan botol susu. Masalah tersebut
diperburuk lagidengan kurangnya pengetahuan dalam penyiapan makanan buatan
lokal khususnya untuk bayi dan balita. Bayi dan anak berumur di bawah dua tahun
(baduta) merupakan kelompok yang paling rentan dan memerlukan penanganan
gizi khusus. Pemberian makanan yang tidak tepat pada kelompok tersebut dapat
meningkatkan risiko kesakitan dan kematian, terlebih pada situasi bencana. Risiko
kematian lebih tinggi pada bayi dan anak yang menderita kekurangan gizi terutama
apabila bayi dan anak juga menderita kekurangan gizi mikro. Penelitian di
pengungsian menunjukkan bahwa kematian anak balita 2-3 kali lebih besar
dibandingkan kematian pada semua kelompok umur.
2. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
Penyebab ISPA dapat berupa bakteri, virus, dan berbagai mikroba lainnya. Gejala
utama dapat berupa batuk dan demam. Jika berat, maka dapat atau mungkin
disertai sesak napas, nyeri dada, dll. ISPA mudah menyebar di tempat yang banyak
orang, misalnya di tempat pengungsian korban banjir;
3. Diare
Penyakit Diare sangat erat kaitannya dengan kebersihan individu (personal
hygiene) Pada saat banjir, sumber-sumber air minum masyarakat, khususnya
sumber air minum dari sumur dangkal, akan ikut tercemar;
4. Demam Berdarah
Saat musim hujan, terjadi peningkatan tempat perindukan nyamuk Aedes aegypti,
karena banyak sampah seperti kaleng bekas, ban bekas, dan tempat- tempat
tertentu terisi air sehingga menimbulkan genangan, tempat berkembang biak
nyamuk tersebut.
5. Penyakit Campak
Kerawanan terhadap penyakit ini meningkat karena memburuknya status
kesehatan, terutama status gizi anak – anak serta konsentrasi pengungsi pada suatu
tempat.
6. Penyakit leptospirosis.
Leptospirosis (demam banjir) disebabkan bakteri leptospira menginfeksi manusia
melalui kontak dengan air atau tanah masuk ke dalam tubuh melalui selaput lendir
mata atau luka lecet. Bakteri Leptospira ini bisa bertahan di dalam air selama 28
hari. Penyakit ini termasuk salah satu penyakit zoonosis karena ditularkan melalui
hewan. Di Indonesia, hewan penular terutama adalah tikus, melalui kotoran dan air
kencingnya yang bercampur dengan air banjir. Seseorang yang memiliki luka,
kemudian bermain atau terendam air yang sudah tercampur dengan kotoran atau
kencing tikus yang mengandung bakteri lepstopira, berpotensi terinfeksi dan jatuh
sakit.
7. Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA)
Penyebab ISPA dapat berupa bakteri, virus, dan berbagai mikroba lainnya. Gejala
utama dapat berupa batuk dan demam. Jika berat, maka dapat atau mungkin
disertai sesak napas, nyeri dada, dll. ISPA mudah menyebar di tempat yang
banyak orang, misalnya di tempat pengungsian korban banjir.
8. Penyakit kulit
Penyakit kulit dapat berupa infeksi, alergi, atau bentuk lain. Jika musim banjir
datang, maka masalah utamanya adalah kebersihan yang tidak terjaga baik. Seperti
juga pada ISPA, berkumpulnyabanyak orang juga berperan dalam penularan
infeksi kulit.
9. Penyakit saluran cerna lain, misalnya demam tifoid. Dalam hal ini, faktor
kebersihan
makanan memegang peranan penting.
10. Memburuknya penyakit kronis yang mungkin memang sudah diderita. Hal ini
terjadi
karena penurunan daya tahan tubuh akibat musim hujan berkepanjangan, apalagi
bila
bencana yang terjadi selama berhari-hari ataupun jangka waktu yang lama.

2.2. Faktor Resiko Yang Berkontribusi Dalam Penyebaran Penyakit


Potensi timbulnya masalah gizi dan penyakit menular pada kondisi pasca bencana
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: penyakit yangsudah ada sebelum bencana,
perubahan ekologis karena bencana, pengungsian, perubahan kepadatan penduduk,
rusaknya fasilitas umum, dan hilangnya layanan kesehatan dasar.
1. Penyakit yang ada sebelum bencana
Umumnya, penyakit menularyang muncul setelah bencana terkait dengan penyakit
endemis wilayah tersebut. Sehingga, risiko penularan penyakit paska bencana juga
tidak ada jika organisme penyebab tidak ada di wilayah tersebut sebelumnya.
Meskipun begitu, relawan yang datang ke wilayah bencana mempunyai risiko
untuk menularkan penyakit, maupun tertular penyakit yang sudah ada di wilayah
bencana.
2. Perubahan ekologi karena bencana
Bencana alam seringkali akan menyebabkan perubahan ekologis lingkungan.
Akibatnya risiko penularan penyakit bisa meningkat maupun berkurang, terutama
penyakit yang ditularkan oleh vektor maupun penyakit yang ditularkan oleh air.
Rusaknya lahan pertanian dan perkebunan, serta gagal panen mempengaruhi
ketersediaan sumber dan bahan makanan.
3. Pengungsian
Pola pengungsian di Indonesia sangat beragam mengikuti jenis bencana, lama
pengungsian danupaya persiapannya. Pengungsianpola sisipan yaitu pengungsi
menumpang di rumah sanakkeluarga. Pengungsian yangterkonsentrasi di tempat –
tempatumum atau di barak – barak yangtelah disiapkan. Pola lainpengungsian yaitu
di tenda – tendadarurat di samping kann kiri rumah mereka yang rusak akibat
bencana.
Adapun pola pengungsian akibat bencana tetap menimbulkanmasalah kesehatan.
Masalahkesehatan berawal dari kurangnyaair bersih yang berakibat padaburuknya
kebersihan diri dansanitasi lingkungan yangmenyebabkan perkembanganbeberapa
penyakit menular. Persediaan pangan yang tidak mencukupi juga mempengaruhi
pemenuhan kebutuhan gizi seseorang serta akan memperberat proses terjadinya
penurunan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit. Pengungsian dapat
menyebabkan meningkatnya risiko relatif munculnya penyakit menular melalui
mekanisme sebagai berikut: terbebaninya sistem layanan kesehatan dimana mereka
mengungsi, tertularinya para pengungsi oleh penyakit endemis dimana mereka
mengungsi, para pengungsi memperkenalkan agen infeksi baru pada lingkungan
dimana mereka mengungsi.
4. Kepadatan penduduk
Kepadatan penduduk merupakan faktor penting penularan penyakit terutama
terkait dengan penularan melalui rute penularan melalui pernapasan dan kontak
langsung. Bencana alam menyebabkan rusaknya rumah, yang berakibat
meningkatnya kepadatan penduduk karena terkumpul dalam kemah-kemah
pengungsian.
5. Rusaknya fasilitas public
Listrik, air minum, maupun sistem pembuangan limbah akan terpengaruh oleh
bencana alam. Hilangnya sarana MCK akan meningkatkan penyakit yang menular
melalui makanan dan air. Kurangnya air untuk mencuci tangan maupun mandi juga
akanmeningkatkan penyebaran penyakit melalui kontak langsung. Rusaknya
berbagai fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit dan Puskesmas menyebabkan
banyak kasus penyakit infeksi menular tidak tertangani secara maksimal.
Keterlambatan koordinasi dan hambatan dalam sistem komunikasi juga
memperlambat penanganann penyakit infeksi menular pascabencana alam.
6. Terganggunya Program Kesehatan Masyarakat
Setelah terjadi suatu bencana tenaga dan dana biasanya dialihkan untuk kegiatan
pemulihan. Jika program kesehatan masyarakat (misalnya program pengendalian
vektor atau program vaksinasi) tidak dipelihara atau dipulihkan sesegera mungkin,
penyebaran penyakit menular dapat meningkat pada populasi yang tidak terlindung

7. Persediaan makanan, air dan penampungan darurat dalam situasi bencana


Kebutuhan dasar penduduk sering disediakan dari sumber baru atau sumber yang
berbeda. Penting kiranya untuk memastikan bahwa metode baru ini memang aman
serta bukan merupakan sumber penyakit menular. Feses manusia
mengandungbanyak organisme yang menyebabkan penyakit meliputi virus,
bakteri, dan telur atau larva dari parasit. Mikroorganisme yang ada pada feses
manusia mungkin masuk ke tubuh melalui makanan, air, alat makan dan masak
yang terkontaminasi atau melalui kotak dengan benda-benda yang terkontaminasi.
Diare, kolera, dan typhoid tersebar dengan cara ini dan penyebab utama kesakitan
dan kematian dalam bencana dan kedaruratan. Sedangkan urin relative kurang
berbahaya, kecuali di area dimana schistosomiasis karena urin terjadi. Banyak
penyakit menular menyebar melalui air minum dan makanan yang terkontaminasi
feses.
Dengan demikian, harus dilakukan upaya untuk memastikan pembuangan ekstreta
yang saniter. Pengaruh bencana pada pemanfaatan makanan, yaitu penyerapan usus
dan pemanfaatan nutrien lebih lanjut, secara tidak langsung bergantung pada faktor
seperti dampak bencana terhadap lingkungan, khususnya persediaan air dan
sanitasi. Kondisi tersebut menjadi topik yang harus diperhatikan, khususnya
berkaitan dengan infeksi gastrointestinal karena penyakit tersebut dapat
mempengaruhi penyerapan nutrient.

2.3. Pencegahan dan Pengurangan Penyakit Akibat Disaster

Prinsip – prinsip pencegahan dan pengendalian masalah gizi dan penyakit akibat
bencana, antara lain :

1. Melaksanakan sesegera mungkin semua upaya kesehatan masyarakat untuk


mengurangi risiko timbulnya masalah gizi dan penularan penyakit.
2. Menyusun suatu sistem pelaporan penyakit yang reliabel untuk mengidentifikasi
KLB dan untuk memulai pengendalian sesegera mungkin.
3. Menyelidiki semua laporan masalah gizi dan penyakit menular secara cepat.
Klarifikasi awal mengenai situasi dapat mencegah pemakaian yang sebenarnya
tidak diperlukan dari sumber daya yang jumlahnya terbatas dan mencegah
terputusnya program yang biasa.

Anda mungkin juga menyukai