Anda di halaman 1dari 30

“Anastesi Umum pada Haemorroid Grade 3”

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anestesi Umum
 Definisi
Anastesi berasal dari bahasa Yunani yaitu An berati tidak, dan Aesthesis berarti
rasa atau sensasi. Sehingga anestesi berarti suatu keadaan hilangnya rasa atau sensasi
tanpa atau disertai dengan hilangnya kesadaran. Anestesi adalah keadaan tanpa rasa
(without sensation) tetapi bersifat sementara dan dapat kembali kepada keadaan
semula. Anestesi adalah hilangnya sensasi nyeri (rasa sakit) yang disertai maupun
tidak disertai hilangnya kesadaran, diperkenalkan oleh Oliver W. Holmes pada tahun
1846. Obat yang digunakan dalam menimbulkan anesthesia disebut sebagai
anaestetik dan kelompok obat ini dibagi menjadi dua, anestetik umum dan anestetik
regional.
Anestesi umum adalah keadaan hilangnya nyeri di seluruh tubuh dan
hilangnya kesadaran yang bersifat sementara, dihasilkan melalui penekanan sistem
syaraf pusat karena adanya induksi secara farmakologi atau penekanan sensori pada
syaraf. Agen anestesi umum bekerja dengan cara menekan sistem syaraf pusat (SSP)
secara reversibel. Anestesi umum merupakan kondisi yang dikendalikan dengan
ketidaksadaran reversibel dan diperoleh melalui penggunaan obat-obatan secara
injeksi dan atau inhalasi yang ditandai dengan hilangnya respon rasa nyeri
(analgesia), hilangnya ingatan (amnesia), hilangnya respon terhadap rangsangan
atau refleks dan hilangnya gerak spontan (immobility), serta hilangnya kesadaran
(unconsciousness). Obat anestesi yang diberikan akan masuk ke dalam sirkulasi
darah yang selanjutnya menyebar ke jaringan, yang pertama kali terpengaruh adalah
jaringan yang banyak vaskularisasinya seperti otak, yang mengakibatkan kesadaran
dan rasa sakit hilang. Kecepatan dan kekuatan anestesi dipengaruhi oleh faktor
respirasi, sirkulasi, dan sifat fisik obat itu sendiri.

 Tujuan Anestesi Umum


Dalam pratek anestesi saat ini, tidak ada agen anestesi tunggal yang ideal.
Anestesi yang ideal dapat dicapai dengan menggunakan kombinasi obat yang
berbeda. Konsep menggabungkan beberapa obat dengan efek yang berbeda seperti
amnesia, analgesia, atau berkurangnya refleks otot otonom pertama kalo
diungkapkan oleh George W. Crile tahun 1910 dengan teori yang disebut anoci-

2
association. Istilah balanced-anasthesia diperkenalkan oleh John S. Lundy pada
tahun 1940. Ide Lundy adalah untuk menyeimbangkan agen dan Teknik (misalkan
premedikasi, anestesi regional, anestesi umum) untuk mencapai tujuan yang berbeda
selama anestesi yaitu analgesia, amnesia, relaksasi otot, dan reduksi atau hilangnya
refleks otonom namun tetap mempertahankan homeostatis.
Konsep balanced-anasthesia yang digunakan saat ini adalah kombinasi obat
anestesi yang diharapkan memberi efek yang diinginkan seperti hipnosis atau
analgesia dengan penekanan efek samping yang tidak diharapkan. Dengan demikian
target anestesi dapat tercapai, dengan efek samping ynag minim, pemulihan yang
baik, serta memiliki efisiensi harga yang baik
Anestesi memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:
1. Hipnotik/sedasi: hilangnya kesadaran
2. Analgesia: hilangnya respon terhadap nyeri
3. Muscle relaxant: relaksasi otot rangka

 Persiapan Untuk Anestesi Umum


Kunjungan pre-anestesi dilakukan untuk mempersiapkan pasien sebelum pasien
menjalani suatu tindakan operasi. Identitas setiap pasien harus lengkap dan harus
dicocokan dengan gelang identitas yang dikenakan pasien. Pasien ditanya lagi
mengenai hari dan jenis bagian tubuh yang akan dioperasi.
Pada saat kunjungan, dilakukan wawancara atau anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan perhatikan pula hasil pemeriksaan laboratorium atas indikasi sesuai dengan
penyakit yang sedang dicurigai.
 Anamnesis
 Identifikasi pasien yang terdiri dari nama, umur, alamat, dll.
 Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
 Riwayat penyakit yang sedang/pernah diderita yang dapat menjadi penyulit
anestesi seperti alergi, diabetes melitus, penyakit paru kronis (asma bronkhial,
pneumonia, bronkhitis), penyakit jantung, hipertensi, dan penyakit ginjal.
 Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat, dan obat yang
sedang digunakan dan dapat menimbulkan interaksi dengan obat anestetik seperti
kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotik, golongan
aminoglikosid, dan lain lain.

3
 Riwayat anestesi dan operasi sebelumnya yang terdiri dari tanggal, jenis
pembedahan dan anestesi, komplikasi dan perawatan intensif pasca bedah.
 Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi seperti
merokok, minum alkohol, obat penenang, narkotik
 Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti hipertensi maligna.
 Riwayat berdasarkan sistem organ yang meliputi keadaan umum, pernafasan,
kardiovaskular, ginjal, gastrointestinal, hematologi, neurologi, endokrin,
psikiatrik, ortopedi dan dermatologi. Hal ini sangatlah penting untuk
mengetahui apakah ada hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus,
misalnya alergi, mual-muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca
bedah, sehingga kita dapat merancang anesthesia berikutnya dengan lebih
baik.
 Pemeriksaan Fisik
 Keadaan psikis : gelisah,takut, kesakitan
 Keadaan gizi : malnutrisi atau obesitas
 Tinggi dan berat badan. Untuk memperkirakan dosis obat, terapi cairan yang
diperlukan, serta jumlah urin selama dan sesudah pembedahan.
 Frekuensi nadi, tekanan darah, pola dan frekuensi pernafasan, serta suhu tubuh.
 Jantung, untuk mengevaluasi kondisi jantung
 Paru-paru, untuk melihat adanya dispneu, ronki dan mengi
 Abdomen, untuk melihat adanya distensi, massa, asites, hernia, atau tanda
regurgitasi.
 Ekstremitas, terutama untuk melihat adanya perfusi distal, sianosis, adanya jari
tabuh, infeksi kulit, untuk melihat di tempat-tempat pungsi vena atau daerah blok
saraf regional
 Jalan nafas (airway). Jalan nafas diperiksa untuk mengetahui adanya trismus,
keadaan gigi geligi, adanya gigi palsu, gangguan fleksi ekstensi leher, deviasi
ortopedi dan dermatologi. Ada pula pemeriksaan mallampati, yang dinilai dari
visualisasi pembukaan mulut maksimal dan posisi protusi lidah. Pemeriksaan
mallampati sangat penting untuk menentukan kesulitan atau tidaknya dalam
melakukan intubasi. Penilaiannya yaitu:
- Mallampati I : palatum molle, uvula, dinding posterior oropharynk, tonsilla
palatina dan tonsilla pharingeal
- Mallampati II : palatum molle, sebagian uvula, dinding posterior uvula

4
- Mallampati III : palatum molle, dasar uvula
- Mallampati IV : palatum durum saja

Pemeriksaan jalan napas meliputi keadaan gigi-geligi, tindakan buka


mulut, lidah relatif besar sangat penting untuk diketahui apakah akan menyulitkan
tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga akan menyulitkan
laringoskopi intubasi.
c) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan rutin tidak dianjurkan ketika pasien dalam kondisi prima dan
tidak ada keluhan. Tes diagnostik dapat membantu dalam penilaian risiko anestesi
dan operasi, memandu intervensi medis untuk menurunkan risiko ini, dan
memberikan hasil awal untuk mengarahkan keputusan intra dan pasca operasi.
Uji laboratorium harus didasarkan pada ada atau tidak adanya penyakit yang
mendasari dan terapi obat seperti yang dideteksi oleh riwayat dan pemeriksaan
fisik. Sifat operasi atau prosedur yang diusulkan juga harus dipertimbangkan.
 Lab rutin :
a. Pemeriksaan lab. Darah
b. Urine : protein, sedimen, reduksi
c. Foto rongten ( thoraks )
d. EKG
Dari hasil kunjungan ini dapat diketahui kondisi pasien dan dinyatakan dengan
status anestesi menurut The American Society Of Anesthesiologist (ASA).

5
 Masukan Oral
Refleks laring mengalami penurunan selama anesthesia. Regurgitasi isi
lambung dan kotoran yang terdapat dalam jalan napas merupakan risiko utama
pada pasien-pasien yang mengalami anesthesia. Untuk meminimalkan risiko
tersebut, semua pasien yang dijadwalkan untuk operasi elektif dengan anesthesia
harus dipantangkan diri masukan oral (puasa) selama periode tertentu sebelum
induksi anesthesia.
Pada pasien dewasa umumnya puasa 6-8 jam, anak kecil 4-6 jam dan pada
bayi 3-4 jam. Air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk keperluan minum obat
air putih dan dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum induksi anesthesia.
 Premedikasi

6
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anesthesia dengan
tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia
diantaranya:
a. Meredakan kecemasan dan ketakutan.
b. Memperlancar induksi anesthesia.
c. Mengurangi sekresi kelenjar ludah dan bronkus.
d. Meminimalkan jumlah obat anestetik.
e. Mengurangi mual-muntah pasca bedah.
f. Menciptakan amnesia.
g. Mengurangi isi cairan lambung.
h. Mengurangi reflex yang membahayakan.

Kecemasan merupakan reaksi alami, jika seseorang dihadapkan pada situasi


yang tidak pasti. Membina hubungan baik dengan pasien dapan membangun
kepercayaan dan menentramkan hati pasien. Obat pereda kecemasan bisa
digunakan gol. transquilizer, diazepam peroral 10-15 mg beberapa jam sebelum
induksi anestesi.. Merupakan golongan benzodiazepin. Pemberian dosis rendah
bersifat sedatif sedangkan dosis besar hipnotik. Dosis premedikasi dewasa 0,2
mg/kgBB IM.
Jika disertai nyeri karena penyakitnya dapat diberikan opioid misalnya
petidin 50 mg intramuscular. Dapat juga diberikan fentanyl 1-2 mcg/kgbb
intravena karena dapat menurunkan kecemasan, mengurangi nyeri pra dan pasca
bedah, serta menurunkan dosis obat anestesi yang dibutuhkan. Untuk mengurangi
mual-muntah pasca bedah sering ditambahkan premedikasi berupa ondansetron 4
mg. Gol. Antikolinergik berupa Atropin, diberikan untuk mencegah hipersekresi
kelenjar ludah, antimual dan muntah, melemaskan tonus otot polos organ – organ
dan menurunkan spasme gastrointestinal. Dosis 0,4 – 0,6 mg IM bekerja setelah
10 – 15 menit.
 Metode Pemberian Anestesi Umum
a. Induksi Anestesi Umum
Induksi adalah tindakan untuk membuat kondisi pasien dari sadar menjadi
tidak sadar. Induksi anestesi dapat dikerjakan dengan secara intravena,
inhalasi, intramuskuler atau rektal. Setelah pasien tidur akibat induksi anestesi
langsung dilanjutkan dengan pemeliharaan anestesi sampai tindakan

7
pembedahan selesai. Untuk persiapan induksi anesthesia sebaiknya kita ingat
kata STATICS:
Induksi anestesi umum dapat dikerjakan melalui rute:
 Induksi Intravena
Induksi intravena paling banyak dikerjakan dan digemari, apalagi
sudah terpasang jalur vena, karena cepat dan menyenangkan. Obat induksi
bolus disuntikan dalam kecepatan 30-60 detik. Selama induksi anesthesia,
pernapasan pasien, nadi, dan tekanan darah harus diawasi dan selalu
diberikan oksigen. Induksi cara ini dikerjakan pada pasien yang kooperatif.

Tiopental (tiopenton, pentotal) diberikan secara intravena dengan


kepekatan 2,5% dan dosis antara 3-7 mg/kgBB. Keluar vena menyebabkan
nyeri. Pada anak dan manula digunakan dosis rendah dan dewasa muda sehat
dosis tinggi
Propofol (recofol, diprivan) intravena dengan kepekatan 1% menggunakan
dosis 2-3 mg/kgBB. Suntikan propofol intravena serirrg menyebabkan nyeri,
sehilrgga satu menit sebelumnya sering diberikar-r lidokain 1 mg/kgbb secara
intravena
Ketamin (Ketatar; intravena dengan dosis 1-2 mg/kgBB. Pasca anestesia
dengan ketamin sering menimbulkan halusinasi, karena itu sebelumnya
dianjurkan menggunakan sedativa seperti midazolam (dormikum). Ketamin
tidak dianjurkan pada pasien dengan tekanan darah tinggi (tekanan darah > 160
mmHg). Ketamin menyebabkan pasien tidak sadar, tetapi dengan mata terbuka

8
 Induksi intramuskular
Induksi intramuskular biasanya menggunakan injeksi ketamin (ketalar)
yang dapat diberikan secara intramuscular dengan dosis 5-7 mg/kgBB dan
setelah 3-5 menit pasien tidur.
 Induksi Inhalasi
Induksi inhalasi bisa dikerjakan dengan halotan (fluotan), sevoflurane
atau isoflurane. Cara induksi ini dikerjakan pada bayi atau anak yang belum
terpasang jalur vena atau pasien yang tidak kooperatif.
Induksi dengan sevofluran lebih disenangi karena pasien jarang batuk.
Walaupun langsung diberikan dengan konsentrasi tinggi sampai 8 vol %.
Seperti dengan halotan konsentrasi dipertahankan sesuai kebutuhan.
Induksi dengan enfluran (etran), isofluran (foran, aeran) atau desfluran
jarang dilakukan, karena pasien sering batuk dan waktu induksi menjadi
lama. Obat yang digunakan untuk induksi inhalasi adalah obat-obat yang
memiliki sifat-sifat: tidak berbau menyengat/merangsang, baunya enak,
cepat membuat pasien tertidur
 Induksi per rectal
Cara ini hanya untuk anak atau bayi yang menggunakan tiopental atau
midazolam. Tanda-tanda induksi berhasil adalah hilangnya refleks bulu
mata. Jika bulu mata disentuh, tidak ada gerakan pada kelopak mata.
 Induksi Mencuri
Induksi mencuri (steal induction) dilakukan pada anak atau bayi yang
sedang tidur. Untuk yang sudah ada jalur vena tidak ada masalah, tetapi
pada yang belum terpasang jalur vena, harus dikerjakan hati-hati supaya
pasien tidak terbangun. Induksi mencuri inhalasi seperti induksi inhalasi
biasa hanya sungkup muka tidak kita tempelkan pada muka pasien, tetapi
kita berikan jarak berapa sentimeter, sampai pasien tertidur baru sungkup
muka kita tempelkan.

 Tatalaksana Jalan Napas

- Triple manuver airway dengan head tilt, chin lift, dan jaw trust.
- Sungkup Muka (Face Mask) dengan napas spontan
Sungkup muka mengantarkan udara atau gas anestesi dari alat resusitasi
atau sistem anestesi ke jalan napas pasien. Bentuknya dibuat sedemikian rupa
sehingga ketika digunakan untuk bernapas spontan atau dengan ventilasi

9
positif tidak bocor dan gas masuk ke trakea lewat mulut atau hidung.
Bentuknya sangat beragam bergantung usia.

Ventilasi yang efektif memerlukan jalan nafas yang bebas dan face mask
yang rapat/tidak bocor. Teknik pemasangan face mask yang tidak tepat dapat
menyebabkan reservoir bag kempis walaupun klepnya ditutup, hal ini
menunjukkan adanya kebocoran sekeliling face mask.
Prosedur:
- Siapkan peralatan dan kelengkapan obat anestetik
- Pasang infus (untuk memasukan obat anestesi)
- Premedikasi +/- (apabila pasien tidak tenang bisa diberikan obat
penenang) efek sedasi/anti-ansietas: benzodiazepine; analgesia: opioid,
non opioid, dll
- Induksi
- Pemeliharaan
a. Sungkup laring (laryngeal mask airway)
LMA memiliki kelebihan istimewa dalam menentukan penanganan
kesulitan jalan nafas dibandingkan combitube. Ada 4 tipe LMA yang biasa
digunakan: LMA yang dapat dipakai ulang, LMA yang tidak dapat dipakai
ulang, ProSeal LMA yang memiliki lubang untuk memasukkan pipa
nasogastrik dan dapat digunakan ventilasi tekanan positif, dan Fastrach LMA
yang dapat memfasilitasi intubasi bagi pasien dengan jalan nafas yang sulit
LMA melindungi laring dari sekresi faring (tapi tidak terhadap regurgitasi
lambung) dan LMA harus tetap dipertahankan pada tempatnya sampai reflek
jalan nafas pasien pulih kembali. Ini biasanya ditandai dengan batuk atau
membuka mulut sesuai dengan perintah.
b. Intubasi endotrakeal dengan pipa trakeal dan laringoskop

10
Pipa trakeal digunakan untuk mengalirkan gas anestesi langsung ke dalam
trachea dan mengijinkan untuk kontrol ventilasi dan oksigenasi. Intubasi
endotrakea adalah memasukkan pipa (tube) endotrakea (ET= endotrakeal tube)
ke dalam trakea via oral atau nasal. Indikasi; operasi lama, sulit
mempertahankan airway (operasi di bagian leher dan kepala).

Laringoskop adalah instrumen untuk pemeriksaan laring dan untuk fasilitas


intubasi trachea. Handle biasanya berisi batre untuk cahaya bola lampu pada
ujung blade, atau untuk energi fiberoptic bundle yang berakhir pada ujung
blade.

Secara umum, intubasi adalah indikasi untuk pasien yang memiliki resiko
untuk aspirasi dan untuk prosedur operasi meliputi rongga perut atau kepala
dan leher. Ventilasi dengan face mask atau LMA biasanya digunakan untuk
prosedur operasi pendek seperti cytoskopi, pemeriksaan dibawah anestesi,
perbaikan hernia inguinal dan lain lain.

11
Keberhasilan intubasi tergantung dari posisi pasien yang benar. Kepala
pasien harus sejajar atau lebih tinggi dengan pinggang dokter anestesi untuk
mencegah ketegangan bagian belakang yang tidak perlu selama laringoskopi.
Rigid laringoskop memindahkan jaringan lunak faring untuk membentuk garis
langsung untuk melihat dari mulut ke glotis yang terbuka. Elevasi kepala
sedang (sekitar 5-10 cm diatas meja operasi) dan ekstensi dari atlantoocipito
joint menempatkan pasien pada posisi sniffing yang diinginkan. Bagian bawah
dari tulang leher adalah fleksi dengan menepatkan kepala diatas bantal.
Persiapan untuk induksi dan intubasi juga meliputi preoksigenasi rutin.

Setelah induksi anestesi umum, dokter anestesi menjadi pelindung pasien.


Karena anestesi umum menghilangkan reflek proteksi cornea, perlindungan harus
dilakukan selama periode ini, tidak boleh ada cedera pada mata pasien dengan
terjadi abrasi kornea tanpa disengaja. Oleh karena itu mata rutin direkat dengan

12
plester, walaupun telah diberi petrolum atau salep mata.

13
 Prosedur intubasi adalah sebagai berikut:
Pastikan semua persiapan dan alat sudah lengkap. Induksi sampai tidur,
berikan rocuronium sebagai muscle relaxant. Cek refleks bulu mata (-) maka
ventilasi dengan O2 100% selama kira - kira 3 menit.
Laringoskop dipegang oleh tangan kiri. Dengan mulut pasien terbuka
lebar, blade dimasukan pada sisi kanan dari orofaring dengan hati-hati untuk
menghindari gigi. Geserkan lidah ke kiri dan masuk menuju dasar dari faring
dengan pinggir blade. Puncak dari lengkung blade biasanya di masukan ke
dalam vallecula, dan ujung blade lurus menutupi epiglotis. Dengan blade lain,
handle diangkat dan jauh dari pasien secara tegak lurus dari mandibula pasien
untuk melihat pita suara. Terperangkapnya lidah antara gigi dan blade dan
pengungkitan dari gigi harus dihindari. TT diambil dengan tangan kanan, dan
ujungnya dilewatkan melalui pita suara yang terbuka (abduksi). Balon TT
harus berada dalam trachea bagian atas tapi diluar laring. Langingoskop
ditarik dengan hati- hati untuk menghindari kerusakan gigi. Balon
dikembungkan dengan sedikit udara yang dibutuhkan untuk tidak adanya
kebocoran selama ventilasi tekanan positif, untuk meminimalkan tekanan yang

14
ditransmisikan pada mukosa trachea. Lalu hubungkan pangkal ET dengan
mesin anestesi dan atau alat bantu napas (alat resusitasi).

 Klasifikasi Obat-obat Anestesi Umum


Keadaan anesthesia umum dapat dibedakan menjadi tiga fase: (1) induksi (2)
maintenance dan (3) emergensi.

1. Anestesi Inhalasi
Anestesi inhalasi yang umum digunakan adalah N2O, halotan, enfluran,
isofluran, sevofluran, desflurane, dan methoxyflurane merupakan cairan yang
mudah menguap.
Zat anestesi diserap oleh sirkulasi pulmonal selama induksi. Semakin besar
penyerapan zat anestesi (daya larut), maka semakin rendah laju induksi (lebih
lama). Tiga faktor yang mempengaruhi penyerapan zat anestesi adalah daya
larut di dalam darah, aliran pembuluh darah alveolar, dan perbedaan tekanan
partial antara gas alveolar dan darah vena.

Halothane
 Bau dan rasa tidak menyengat
 Khasiat anestetisnya sangat kuat tetapi khasiat analgetisnya dan daya
relaksasi ototnya ringan, yang baru adekuat pada anestesi dalam
 Halotan digunakan dalam dosis rendah dan dikombinasi dengan suatu
relaksans otot, seperti galamin atau suksametonium.
 Kelarutannya dalam darah relative rendah induksi lambat, mudah
digunakan, tidak merangsang mukosa saluran napas

15
 Bersifat menekan refleks dari faring dan laring, melebarkan bronkioli
dan mengurangi sekresi ludah dan sekresi bronchi
 Efek samping: menekan pernapasan dan aktivitas jantung, hipotensi, jika
penggunaan berulang, maka dapat menimbulkan kerusakan hati.
 Dosis: tracheal 0,5-3 v%.
Enfluran
 Anestesi inhalasi kuat yang digunakan pada berbagai jenis pembedahan,
juga sebagai analget pada persalinan.
 Memiliki daya relaksasi otot dan analgetis yang baik, melemaskan otot
uterus
 Tidak begitu menekan SSP
 Resorpsinya setelah inhalasi, cepat dengan waktu induksi 2-3 menit
 Sebagian besar diekskresikan melalui paru-paru dalam keadaan utuh,
dan sisanya diubah menjadi ion fluoride bebas
 Efek samping: hipotensi, menekan pernapasan, aritmia, dan merangsang
SSP. Pasca bedah dapat timbul hipotermi (menggigil), serta mual dan
muntah, dapat meningkatkan perdarahan pada saat persalinan, SC, dan
abortus.
Isofluran (Forane)
 Bau tidak enak
 Termasuk anestesi inhalasi kuat dengan sifat analgetis dan relaksasi otot
baik
 Daya kerja dan penekanannya terhadap SSP = enfluran
 Efek samping: hipotensi, aritmi, menggigil, konstriksi bronkhi,
meningkatnya jumlah leukosit. Pasca bedah dapat timbul mual, muntah,
dan keadaan tegang
 Sediaan: isofluran 3-3,5% dlm O2; + NO2-O2 = induksi; maintenance :
0,5%-3%
Desfluran
 Desfluran merupakan halogenasi eter yang rumus bangun dan efek
klinisnya mirip isofluran. 
 Desfluran sangat mudah menguap dibandingkan anestesi volatil lain,
sehingga perlu menggunakan vaporizer khusus (TEC-6).
 Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C).
16
 Potensinya rendah
 Bersifat simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi
 Efek depresi napasnya seperti isofluran dan etran
 Merangsang jalan napas atas, sehingga tidak digunakan untuk induksi
anestesi
Sevofluran
 Merupakan halogenasi eter
 Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan
isofluran
 Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan napas
 Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia
 Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan belum ada laporan
toksik terhadap hepar
 Setelah pemberian dihentikan sevofluran cepat dikeluarkan oleh badan

2. Anestesi Intravena
Termasuk golongan ini adalah: barbiturate (thiopental, methothexital);
benzodiazepine (midazolam, diazepam); opioid analgesic (morphine, fentanyl,
sufentanil, alfentanil, remifentanil); propofol; ketamin dan suatu senyawa
arylcylohexylamine yang dapat menyebabkan keadaan anestesi disosiatif dan
obat-obat lain (droperianol, etomidate, dexmedetomidine).
Barbiturat
 Barbiturat lebih banyak bekerja pada sinaps dan menghambat transmisi
dari neurotransmitter eksitasi (mis. Asetilkolin) dan meningkatkan
transmisi neurotransmitter inhibisi (mis. GABA).

17
 Induksi secara intravena akan menyebabkan turunnya tekanan darah dan
takhikardia. Hambat kontraksi otot jantung, tidak menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap ketekolamin.
 Depresi pusat pernapasan di medula oblongata

Ketamin
 sifat analgesik, anestetik, kataleptik dg kerja singkat
 analgesik kuat utk sistem somatik, lemah utk sistem viseral
 relaksasi otot polos lurik (-), tonus meninggi
 tingkatkan TD, nadi, curah jantung
 Ketamin sering menimbulkan takikardi, hipertensi, hipersalivasi, nyeri
kepala, pasca anestesi dapat menimbulkan mual-muntah, pandangan
kabur, dan mimpi buruk.
 Kalau harus diberikan sebaiknya sebelumnya diberikan sedasi mdasolam
(dormikum) atau diazepam (valium) dengan dosis 0.1 mg/kg intravena
dan untuk mengurangi salivasi diberikan sulfas atropin 0.001 mg/kg.
 Dosis bolus untuk induksi intravena adalah 1-2 mg/kg dan untuk
intramuskular 3-10 mg. 
 Ketamin dikemas dalam cairan bening dengan kepekatan 1%
(1ml=10mg), 5% (1ml=50 mg) dan 10 % (1ml=100 mg)
Propofol
 Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg).
 Mekanisme kerja propofol dengan meningkatkan inhibisi transmisi saraf
melalui GABA.
 Propofol menurunkan refleks di saluran napas atas sehingga bergunan
saat intubasi atau pemasangan LMA.

18
 Propofol mempunyai efek depresi pernapasan yang cukup besar yang
sering menyebabkan apnea setelah pemberian dosis induksi.
 Propofol mengurangi aliran darah otak dan tekanan intrakranial.

Benzodiazepin

 Benzodiazepine berinteraksi dengan reseptor spesifik SSP terutama di


korteks cerebri. Ikatan benzodiazepin meningkatkan efek inhibisi dari
bermacam-macam neurotransmitter. Keadaan ini menimbulkan
perubahan polarisasi membran sehingga menghambat fungsi normal
neuron.
 Diazepam dan lorazepam diabsorbsi dari saluran pencernaan dengan
baik. Midazolam memberikan efek sedasi premedikasi yang baik pada
pemberian per oral, intranasal, bukal, dan sublingual.
 Benzodiazepin menunjukan efek depresi kardiovaskular minimal bahkan
pada dosis induksi. Tekanan darah arteral, curah jantung, dan resistensi
vascular biasanya sedikit turun sementara denyut jantung sedikit naik.

 Benzodiazepin tidak mempunyai efek analgesik langsung.

 Bila dibandingkan thiopental, benzodiazepin menunjukkan lambatnya


pemulihan.

19
Opioid
 Empat tipe reseptor opioid telah dapat diidentifiksi, yaitu mu (-1 dan -
2), kappa (), delta (), dan sigma (). Opioid tidak mengganggu
kardiovaskular, sehingga banyak digunakan untuk induksi pasien dengan
kelainan jantung. 
 Selain mempunyai efek sedasi, opioid juga dapat memberikan efek
analgesik. Efek farmakodinamik yang ditimbulkan tergantung dari
reseptor mana yang diikat.
 Aktivasi dari reseptor opioid menghambat neurotransmitter eksitasi (mis.
Asetilkolin, substansi P) pada presinaps maupun post sinaps serabut
saraf nyeri.
 Kombinasi opioid dengan obat anestesi lain (mis. N 2O, benzodiazepin,
barbiturat, dan anestesi inhalasi dapat menyebabkan depresi miokard
yang signifikan).
 Opioid menurunkan frekuensi pernapasan
 Secara umum opioid mengurangi konsumsi oksigen otak, aliran darah
otak, dan tekanan intrakranial.
 Opioid memperlambat waktu pengosongan lambung dengan mengurangi
peristaltik.

 Stadium Anestesi

Guedel (1920) membagi anestesia umum dengan eter dalam 4 stadia sedangkan
stadium lll dibagi lagi dalam 4 tingkat.

1. STADIUM I (Analgesta) Stadium anatgesia di_ mulai dari saat


pemberian zat anestetik sampai hilangnya kesadaran. pada stadium ini
20
penderita masih dapat mengikuti perintah, dan rasa sakit hilang
(analgesia). pada stadium ini dapat di_ lakukan tindakan pembedahan
ringan seperti men_ cabut gigi, biopsi kelenjar dan sebagainya.
2. STADIUM ll (Delirium/Eksitasi). Stadium il dimulai dari hilangnya
kesadaran sampai permula_ an stadium pembedahan. pada stadium ini
terlihat jelas adanya eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak,
penderita tertawa, berteriak, menangis, menyanyi, pernapasan tidak
teratur, kadang-kadang apnea dan hiperpnea, tonus otot rangka
meninggi, inkontinesia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi,
takikardi; hal ini terutama ter_ jadi karena adanya hambatan pada pusat
ham_ batan. Pada stadium ini dapat terjadi kematian, karena itu stadium
ini harus cepat dilewati.2
3. STADIUM lll (Pembedahan). Stadium ilt dimutai dengan teraturnya
pernapasan sampai pernapasan spontan hilang. Terdapat tanda yang
harus dikenal: (1) pernapasan yang tidak teratur pada stadium ll
menghilang; pernapasan menjadi spontan dan teratur oleh karena tidak
ada pengaruh psikis sedangkan pengontrolan kehendak hilang; (2)
refleks kelopak mata dan konyungtiva hilang, bila kelopak mata atas
diangkat dengan perlahan dan dilepaskan tidak akan menutup lagi,
kelopak mata tidak berkedip bila bulu mata disentuh; (3) kepala dapat
digerakkan ke kanan dan ke kiri dengan bebas. Bila lengan diangkat lalu
dilepaskan akan jatuh bebas tanpa tahanan; dan (4) gerakan bola mata
yang tidak menurut kehendak merupakan tanda spesifik untuk
permulaan stadium lll. Stadium lll dibagi menjadi 4 tingkat berdasarkan
tanda-tanda berikut: 2
a. Tingkat 1 : pernapasan teratur, spontan, terjadi gerakan bola mata
yang tidak menurut kehendak, miosis, pernapasan dada dan perut
seimbang, belum tercapai relaksasi otot lurik yang sempurna.
b. Tingkat 2: pernapasan teratur tetapi kurang dalam dibandingkan
tingkat 1, bola mata tidak bergerak, pupil mulai melebar,
relaksasi otot sedang, refleks laring hilang sehingga dapat
dikerjakan intubasi.

21
c. Tingkat 3: pernapasan perut lebih nyata daripada pernapasan
dada karena otot interkostal mulai mengalami paralisis, relaksasi
otot lurik sempurna, pupil lebih lebar tetapi belum maksimal.
d. Tingkat 4: pernapasan perut sempurna karena kelumpuhan otot
interkostal sempurna, tekanan darah mulai menurun, pupil sangat
lebar dan relleks cahaya hilang,

Bila stadium lll lingkat 4 sudah tercapai, harus hati-hati jangan


sampai penderita masuk dalam stadium lV; untuk mengenal keadaan
ini, harus diperhatikan silat dan dalamnya pernapasan, lebar pupil
dibandingkan dengan keadaan normal, dan mulai menurunnya
tekanan darah.
4. STADIUM lV (Paralisis Medula Oblongata). Stadium lV ini dimulai
dengan melemahnya pernapasan perut dibanding stadium lll tingkat 4,
tekanan darah tak dapat diukur karena kolaps pembuluh darah,
berhentinya denyutjantung dan dapat disusul kematian. Pada stadium ini
kelumpuhan pernapasan tidak dapat diatasi dengan pernapasan buatan

 Pemeliharaan Anestesi (Maintainance)


Dapat dikerjakan secara intravena (anestesi intravena total) atau dengan
inhalasi atau dengan campuran intravena inhalasi. Rumatan anestesi mengacu
pada trias anestesi yaitu tidur rinan (hypnosis) sekedar tidak sadar, analgesia
cukup, diusahakan agar pasien selama dibedah tidak menimbulkan nyeri dan
relaksasi otot lurik yang cukup. Rumatan intravena biasanya menggunakan
opioid dosis tinggi, fentanil 10-50 μg/kgBB. Dosis tinggi opioid menyebabkan
pasien tidur dengan analgesia cukup, sehingga tinggal memberikan relaksasi
pelumpuh otot. Rumatan intravena dapat juga menggunakan opioid dosis biasa,
tetapi pasien ditidurkan dengan infuse propofol 4-12 mg/kgBB/jam. Bedah lama
dengan anestesi total intravena, pelumpuh otot dan ventilator. Untuk
mengembangkan paru digunakan inhalasi dengan udara + O2 atau N2O + O2.
Rumatan inhalasi biasanya menggunakan campuran N2O dan O2 dengan
perbandingan 3:1 ditambah halotan 0,5-2 vol% atau enfluran 2-4% atau
isofluran 2-4 vol% atau sevofluran 2-4% bergantung apakah pasien bernapas
spontan, dibantu atau dikendalikan.
 Pemulihan Anestesi

22
Pada akhir operasi atau setelah operasi selesai, maka anestesi diakhiri
dengan menghentikan pemberian obat anestesi. Pada penderita yang
mendapatkan anestesi intravena, kesadaran akan kembali berangsurangsur
dengan turunnya kadar obat anestesi akibat metabolisme atau ekskresi setelah
obat dihentikan. Selanjutnya bagi penderita yang dianestesi dengan pernafasan
spontan tanpa menggunakan pipa endotrakeal maka hanya tinggal menunggu
sadarnya penderita. Sedangkan untuk pasien yang menggunakan pipa
endotrakheal, maka perlu dilakukan pelepasan atau ekstubasi. Ekstubasi dapat
dilakukan ketika penderita masih teranestesi maupun setelah penderita sadar.
Ekstubasi dalam keadaan setengah sadar dapat membahayakan penderita karena
dapat menyebabkan spasme jalan nafas, batuk, muntah, gangguan
kardiovaskuler, naiknya tekanan intraokuli dan intrakranial.
- Skor Pemulihan Pasca Anestesi
Sebelum pasien dipindahkan ke ruangan setelah dilakukan operasi terutama yang
menggunakan general anestesi, maka perlu melakukan penilaian terlebih dahulu
untuk menentukan apakah pasien sudah dapat dipindahkan ke ruangan atau masih
perlu di observasi di ruang Recovery room (RR).
Aldrete Score

23
HEMOROID

DEFINISI

Hemoroid adalah pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal
dari pleksus hemoroidalis. Pelebaran dan inflamasi ini menyebabkan pembengkakan
submukosa pada lubang anus. Dalam masyarakat umum hemoroid lebih dikenal dengan
wasir.

Hemoroid dibedakan hemoroid interna dan eksterna.

1. Hemoroid interna
Hemoroid interna adalah pelebaran pleksus v.hemoroidalis superior diatas garis mukokutan
(linea dentata) dan ditutupi oleh mukosa.
Hemoroid interna ini merupakan bantalan vaskuler didalam jaringan submukosa pada rektum
sebelah bawah. Sering hemoroid terdapat pada posisi primer, yaitu kanan-depan, kanan-
belakang, dan kiri-lateral. Hemoroid yang lebih kecilterdapat diantara ketiga letak primer
tersebut.

2. Hemoroid eksterna
Pelebaran dan penonjolan pleksus hemoroid inferior terdapat di bawah linea dentata dan
ditutupi oleh epitel gepeng.

Kedua pleksus hemoroid, interna dan eksterna saling berhubungan secara longgar dan
merupakan awal dari aliran vena yang kembali bermula dari rektum sebelah bawah dan anus.
Pleksus hemoroid interna mengalirkan darah ke v.hemoroidalis superior dan selanjutnya ke

24
v.porta. pleksus hemoroid eksternus mengalirkan darah ke peredaran sistemik melalui daerah
3
perineum dan lipat paha ke v.iliaka.

PATOGENESIS
Trombosis hemoroid adalah kejadian yang lazim dan dapat timbul dalam

pleksus analis eksternus di bawah tunika mukosa epitel gepeng, di dalam pleksus
hemoroidalis utama dalam tela submukosa kanalis atas atau dalam keduanya. Trombosis
analis eksternus pada hemoroid lazim terjadi dan sering terlihat pada pasien yang tak
mempunyai stigmata hemoroid lain. Sebabnya tak diketahui, tetapi mungkin karena tekanan
vena yang tinggi, yang timbul selama usaha mengejan berlebihan, yang menyebabkan
distensi dan stasis di dalam vena. Pasien

memperhatikan pembengkakan akut pada pinggir anus yang bisa sangat nyeri. Nyeri bisa
terus menerus selama beberapa hari dan kemudian secara bertahap mereda spontan, tetapi

25
edema bisa kontinyu selama 3 sampai 4 minggu. Kadang-kadang bekuan terlihat melalui kulit
dibawahnya dan menonjol.

Trombosis akut pleksus hemoroidalis internus adalah keadaan yang tak menyenangkan.
Pasien mengalami nyeri anus mendadak yang parah, yang diikuti oleh penonjolan area
trombosis. Nyeri dapat sangat parah dan dapat berlangsung
selama1minggu.Secarabertahapedemameredadantrombusdiserap.

Faktor resiko hemoroid antara lain faktor mengedan pada buang air besar yang sulit, pola
buang air besar yang salah (lebih banyak memak ai jamban duduk, terlalu lama duduk
dijamban sambil membaca, merokok), peningkatan tekanan intra abdomen karena tumor
(tumor usus, tumor abdomen), kehamilan (disebabkan tekanan janin pada abdomen dan
perubahan hormonal), usia tua, konstipasi kronik, diare kronik atau diare akut berlebihan,
hubungan seks peranal, kurang minum air, kurang makan makanan berserat (sayur dan buah),
kurang olah raga/imobilisasi.

KLASIFIKASI DAN DERAJAT

Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas :

Derajat 1 : Bila terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar anus. Hanya dapat
dilihat dengan anorektoskop.

Derajat 2 :Pembesaran hemoroid yang prolaps dan menghilang atau masuk sendiri kedalam
anus secara spontan

Derajat 3 :. Pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi kedalam anus dengan
bantuan dorongan jari.

Derajat 4 :Prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan cenderung untuk mengalami
trombosis dan infark.

26
GEJALA DAN TANDA

Pasien sering mengeluh menderita hemoroid atau wasir tanpa ada hubungannya dengan
gejala rektum atau anus yang khusus. Nyeri yang hebat

jarang sekali ada hubungannya dengan hemoroid interna dan hanya timbul pada hemoroid
eksterna yang mengalami trombosis.

Perdarahan umumnya merupakan tanda pertama hemoroid interna akibat trauma oleh feses
yang keras. Darah yang keluar berwarna merah segar dan tidak tercampur dengan feses, dapat
hanya berupa garis pada feses sampai pada perdarahan yang terlihat menetes atau mewarnai
air toilet menjadi merah. Walaupun berasal dari vena, darah yang keluar berwarna merah
segar karena kaya akan zat asam. Perdarahan luas dan intensif di pleksus hemoroidalis
menyebabkan darah di vena tetap merupakan 3darah arteri ́.

27
http://www.hemorrhoid-cures.com/images/Hemorrhoid.jpg

Kadang perdarahan hemoroid yang berulang dapat berakibat timbunya anemis berat.
Hemoroid yang membesar secara perlahan-lahan akhirnya dapat menonjol keluar
menyebabkan prolaps. Pada tahap awalnya penonjolan ini hanya terjadi pada waktu
defekasi dan disusul oleh reduksi spontan sesudah selesai defekasi. Pada stadium yang
lebih lanjut hemoroid interna ini perlu didorong kembali setelah setelah defekasi agar
masuk ke dalam anus. Akhirnya, hemoroid dapat berlanjut menjadi bentuk yang
mengal ami prolaps menetap dan tidak dapat didorong masuk lagi. Keluarnya mukus
dan terdapatnya feses pada pakaian dalam merupakan ciri hemoroid yang mengalami
prolaps menetap. Iritasi kulit perianal dapat menimbulkan rasa gatal yang dikenal
sebagai pruritus anus dan ini disebabkan oleh kelembaban yang terus menerus dan
rangsangan mukus. Nyeri hanya timbul apabila terdapat trombosis yang luas dengan
udem dan radang.

Hemoroid Interna

Berdarah Menonjol Reposisi I (+) - -

2. II  (+) +
3. III  (+) +
4. IV  (+) Menetap

Spontan Manual Tidak dapat

PEMERIKSAAN

28
Apabila hemoroid mengalami prolaps, lapisan epitel penutup bagiana yang menonjol
ke luar mengeluarkan mukus yang dapat dilihat apabila penderita diminta mengedan.

Pemeriksaan colok dubur hemorid interna tidak dapat diraba sebab tekanan vena
didalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanya tidak nyeri. Colok dubur diperlukan
untuk menyingkirkan karsinoma kolon rektum.

Penilaian dengan anoskopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang tidak
menonjol keluar. Anoskopi dimasukkan dan diputar untuk mengamati keempat
kuadaran. Hemoroid interna terlihat sebagai struktur vaskular yang menonjol kedalam
lumen. Apabila penderita diminta mengedan sedikit, ukuran hemorid akan membesar
dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.

Protosigmoidoskopi perlu dikerjakan untuk memastikan untuk memastikan bahwa


keluhan bukan disebabkan oleh proses radang atau proses keganasan di tingkat yang
lebih tinggi, karena hemorid merupakan keadaan fisiologik saja atau tanda yang
menyertai. Feses harus diperiksa terhadap adanya darah samar.

Diagnosis hemoroid :
Darah di anus
Prolaps
Perasaan tak nyaman di anus (mungkin pruritus anus) Pengeluaran lendir

Anemia sekunder (mungkin)


Tampak kelainan yang khas pada anus Gambaran yang khas pada anoskopi/rektoskopi

DIAGNOSIS BANDING

Perdarahan rektum yang merupakan manifestasi utama hemoroid interna juga terjadi
pada karsinoma kolorektum, penyakit divertikel, polip, kolitis ulseratif, dan penyakit
lain yang tidak begitu sering terdapat di kolorektum. Pemeriksaan sigmoidoskopi
harus dilakukan. Foto barium kolon dan kolonskopi perlu dipilh secara selektif,
tergantung pada keluhan dan gejala penderita.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Mangku G, Senapathi TGA. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan reanimasi. Jakarta:
Indeks.2017.
2. Latie SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi Kedua.
Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif KUI. 2009.
3. Soenarto RF, Chandra S. Buku Ajar Anestesiologi. Jakarta: Departemen Anestesiologi
dan Intensive Care FKUI. 2012.
4. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology.
Fifth Edition. New York: Mc. Graw Hill. 2013.
5. Kasirajan K, Ouriel K. Acute Limb Ischemia. In Rutherford RB et al (eds).Rutherford
vascular Surgery 6th ed. Elseviers Saunders. 2005. Pgs 59–71.

Anda mungkin juga menyukai