RSUD POSO
NIM : PO0220219037
KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversible dimana trakea dan brokhi
berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu (Smeltzer & Bare, 2002).
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkus terhadap
berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan napas yang luas dan
derajatnya dapat berubah- ubah, baik secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan
(Muttaqin,2008).
Asma adalah suatu penyakit yang dicirikan oleh hipersensitivitas cabang-cabang trachea
obronkhial terhadap berbagai jenis rangsangan (Pierce, 2007).
Asma Bronkhial adalah penyakit pernafasan objektif yang ditandai oleh spasme akut otot polos
bronkus. Hal ini menyebabkan obstruksi aliran udara dan penurunan ventilasi alveolus
(Elizabeth, 2000).
Asma merupakan penyempitan jalan napas yang disebabkan karena hipersensitivitas cabang-
cabang trakeobronkhial terhadap stimuli tertentu.
Sedangkan Asma Bronkhial merupakan suatu penyakit gangguan jalan nafas obstruktif yang
bersifat reversible, ditandai dengan terjadinya penyempitan bronkus, reaksi obstruksi akibat
spasme otot polos bronkus, obstruksi aliran udara, dan penurunan ventilasi alveoulus dengan
suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.
B. ETIOLOGI
Faktor predisposisi
Genetic
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui
bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya
mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi
ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus. Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan.
Faktor presipitasi
Allergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma. Atmosfir
yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim,seperti: musim hujan, musim kemarau,
musim bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dan debu.
Stress
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa
memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus
segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat
untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka
gejala asmanya belum bisa diobati.
Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani
atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
Serangan asma karena aktifitas biasanya
terjadi segera setelah selesai aktifitas tersebut.
Polusi udara
Klien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik/kendaraan, asap rokok, asap
yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal, serta bau yang tajam.
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma. Hal ini
berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang yang bekerja di laboratorium
hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu
libur atau cuti.
C. PATOFISIOLOGI
Suatu serangan Asma merupakan akibat obstruksi jalan napas difus reversible. Obstruksi
disebabkan oleh timbulnya tiga reaksi utama yaitu kontraksi otot-otot polos baik saluran
napas, pembengkakan membran yang melapisi bronki, pengisian bronki dengan mucus yang
kental. Selain itu, otot-otot bronki dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang kental
banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiperinflasi, dengan udara terperangkap didalam
jaringan paru.Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-sel mast dalam paru.
Pemajanan ulang terhadap antigen mengakibatkan ikatan antigen dengan antibody,
menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamine, bradikinin,
dan prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A). Pelepasan
mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran mukosa, dan pembentukan mucus
yang sangat banyak. Selain itu, reseptor α- dan β- adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor α- adrenergik dirangsang, terjadi bronkokonstriksi,
bronkodilatasi terjadi ketika reseptor β- adrenergik yang dirangsang. Keseimbangan antara
reseptor α- dan β- adrenergik dikendalikan terutama oleh siklik adenosine monofosfat
(cAMP). Stimulasi reseptor α- mengakibatkan penurunan cAMP, yang mengarah pada
peningkatan mediator kimiawi yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi. Stimulasi
reseptor β- mengakibatkan peningkatan tingkat cAMP yang menghambat pelepasan mediator
kimiawi dan menyebabakan bronkodilatasi. Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan β-
adrenergik terjadi pada individu dengan Asma. Akibatnya, asma rentan terhadap
peningkatan pelepasan mediator kimiawi dan konstriksi otot polos (Smeltzer & Bare, 2002).
Faktor pencetus: allergen, infeksi saluran napas, stress,
olahraga/kegiatan jasmani yang berat, polusi udara, lingkungan kerja
Peningkatan Histamin
E. KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :
Status asmatikusasma yang berat dan persisten yang tidak merespon terapi
konvensional.
Atelektasis pengempisan paru pada orang dewasa
Hipoksemiadefisiensi oksigenasi darah
Pneumothoraksudara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi secara spontan.
Emfisemasuatu keadaan abnormal anatomi paru ditandai dengan melebarnya
bronkiolus bagian distal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli.
Deformitas thoraks
Gagal nafas
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan
menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
Bila disertai dengan bronkitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah.
Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.
Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium,
maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
2. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
3. Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :
Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock
wise rotation.
Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB ( Right
bundle branch block).
Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES
atau terjadinya depresi segmen ST negative.
4. Scanning paru
Dengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara
selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.
5. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling cepat
dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan
bronkodilator. Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian
bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.
G. PENATALAKSANAAN
Prinsip umum pengobatan asma bronchial adalah :
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segara.
2. Mengenal dan menghindari fakto-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita ataupun keluarganya mengenai
Penyakit asma, baik pengobatannya maupun tentang perjalanan penyakitnya sehingga
penderita mengerti tujuan penngobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter
atau perawat yang merawatnnya
a. Penatalaksanaan non farmakologi
Memberikan penyuluhan
Menghindari faktor pencetus
Pemberian cairan
Fisiotherapy
Beri O2 bila perlu.
b. Penatalaksanaan farmakologi
a. Agonis beta
Nama obat :
- Orsiprenalin (Alupent)
- Fenoterol (berotec)
- Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet, sirup, suntikan dan
semprotan.
Semprotan: MDI (Metered dose inhaler).
Bubuk halus yang dihirup (Ventolin Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler)
Cairan broncodilator (Alupent,Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh
alat khusus diubah menjadi aerosol (partikel-partikel yang sangat halus )
untuk selanjutnya dihirup.
b. Metilxantin
- Aminofilin (Euphilin Retard)
- Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat. Dosis dewasa diberikan 125-200 mg 4xsehari.
c. Kortikosteroid
Jika agonis beta dan metilxantin tidak merespon yang baik harus diberikan
kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4xsemprot tiap hari.
Pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping, maka klien
yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.
Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anakanak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan
efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya diberikan dengan
dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungnan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.
H. PENCEGAHAN
Perhatikan beberapa hal untuk memaksimalkan pencegahan dari asma :
a) Mengenali dan menghindari pemicu asma
b) Mengikuti anjuran rencana penaganan asma dari dokter
c) Melakukan langkah-langkah pengobatan yang tepat dengan mengenali penyebab
serangan asma
d) Menggunakan obat-obatan asma yang telah di anjurkan oleh dokter secara teratur
e) Memonitor kondisi saluran napas.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Pola pemeliharaan kesehatan
Gejala Asma dapat membatasi manusia untuk berperilaku hidup normal sehingga pasien
dengan Asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang memungkinkan tidak
terjadi serangan Asma.
b) Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji tentang status nutrisi pasien meliputi, jumlah,frekuensi, dan kesulitan
kesulitan dalam memenuhi kebutuhnnya. Serta pada pasien sesak, potensial sekali
terjadinya kekurangan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi, hal ini karena dispnea saat
makan, laju metabolism serta ansietas yang dialami pasien.
c) Pola eliminasi
Perlu dikaji tentang kebiasaan BAB dan BAK mencakup warna, bentuk, konsistensi,
frekuensi, jumlah serta kesulitan dalam pola eliminasi.
d) Pola aktifitas dan latihan
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian pasien, seperti olahraga, bekerja, dan aktifitas
lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi factor pencetus terjadinya Asma.
e) Pola istirahat dan tidur
Perlu dikaji tentang bagaiman tidur dan istirahat pasien meliputi berapa lama pasien tidur
dan istirahat. Serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami pasien. Adanya wheezing
dan sesak dapat mempengaruhi pola tidur dan istirahat pasien.
f) Pola persepsi sensori dan kognitif
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri pasien dan
akhirnya mempengaruhi jumlah stressor yang dialami pasien sehingga kemungkinan
terjadi serangan Asma yang berulang pun akan semakin tinggi.
g) Pola hubungan dengan orang lain
Gejala Asma sangat membatasi pasien untuk menjalankan kehidupannya secara normal.
Pasien perlu menyesuaikan kondisinya berhubungan dengan orang lain.
h) Pola reproduksi dan seksual
Reproduksi seksual merupakan kebutuhan dasar manusia, bila kebutuhan ini tidak
terpenuhi akan terjadi masalah dalam kehidupan pasien. Masalah ini akan menjadi stresor
yang Akan meningkatkan kemungkinan terjadinya serangan Asma.
i) Pola persepsi diri dan konsep diri
Perlu dikaji tentang pasien terhadap penyakitnya.Persepsi yang salah dapat menghambat
respon kooperatif pada diri pasien. Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi
stresor dalam kehidupan pasien.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi secret
Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen
Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan utama
atau imunitas
Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
3. RENCANA/INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa I : Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
sekret
Tujuan : Jalan napas menjadi efektif
Kriteria hasil :
jalan napas bersih
Sesak berkurang
Batuk efektif
Mengeluarkan secret
Intervensi :
Kaji tanda-tanda vital dan auskultasi bunyi napas
Rasional : beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan napas
Berikan pasien untuk posisi yang nyaman
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah fungsi pernapasan
Pertahankan lingkungan yang nyaman
Rasional : Pencetus tipe reaksi alergi pernapasan yang dapat mentriger episode akut.
Tingkatkan masukan cairan, denganmemberi air hangat.
Rasional : Membantu mempermudah pengeluaran sekret
Dorong atau bantu latihan napas dalam dan batuk efektif
Rasional : Memberikancara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea,mengeluarkan
sekret.
Dorong atau berikan perawatan mulut
Rasional : higiene mulut yang baik meningkatkan rasa sehat dan mencegah bau mulut
Kolaborasi : pemberian obat dan humidifikasi, seperti nebulizer
Rasional : menurunkan kekentalan sekret dan mengeluarkan secret
Diagnosa II : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan bronkospasme
Tujuan : Pola napas kembali efektif
Kriteria hasil :
Pola napas efektif
Bunyi napas normal kembali
Batuk berkurang
Intervensi :
Kaji frekuensi kedalaman pernapasan dan ekspansi dada
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman
pernapasan bervariasi tergantung derajat gagal napas
Auskultasi bunyi napas
Rasional : ronchi dan mengi menyertai obstruksi jalan napas
Tinggikan kepala dan bentuk mengubah posisi
Rasional : memudahkan dalam ekspansi paru dan pernapasan
Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja
Napas
Diagnosa III : Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ganguan suplai oksigen
Tujuan :dapat mempertahankan pertukaran gas
Kriteria hasil :
a) Tidak ada dispnea
b) Pernapasan normal
Intervensi :
Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan
Rasional : berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan
dan atau kronisnya proses penyakit.
Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang nyaman untuk
bernapas.
Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi
duduk tinggi dan latihan napas untuk menurunkan kolaps jalan
napas, dispnea, dan kerja napas.
Kaji atau awasi secar rutin kulit dan warna membran mukosa
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku) atau sentra (terlihat sekitar bibir atau
daun telinga). Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya hipoksemia.
Dorong pengeluaran sputum: penghisapan bila diindikasikan
Rasional : Kental, tebal, dan banyaknya sekresi adalah sumber utama gangguan pertukaran
gas pada jalan napas kecil.
Penghisapan dibutuhkan jika batuk tidak efektif.
Auskultasi bunyi napas
Rasional : bunyi napas mungkin redup karena penurunan aliran
udara atau area konsolidasi.
Palpasi Fremirus
Rasional : Penurunan getaran vibrasi diduga ada pengumpulan cairan atau udara terjebak.
Evaluasi tingkat toleransi aktivitas
Rasional : Selama distress pernapasan berat atau akut atau refraktori pasien secara total tidak
mampu melakukan aktivitas sehari-hari karena hipoksemia dan dispnea.
Kolaborasi : Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi
Rasional : dapat memperbaiki memburuknya hipoksia
Diagnosa IV : Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan utama atau imunitas
Tujuan : Tidak mengalami infeksi noskomial
Kriteria hasil :
Tidak ada tanda-tanda infeksi
Mukosa mulut lembab
Batuk berkurang
Intervensi :
Monitor tanda-tanda vital
Rasional: demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi
Observasi warna, karakter, jumlah sputum
Rasional : kuning atau kehijauan menunjukan adanya infeksi paru
Berikan nutrisi yang adekuat
Rasional : nutrisi yang adekuat dapat meningkatkan daya tahan tubuh
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional : antibiotik dapat mencegah masuknya kuman ke dalam tubuh
Diagnosa V : Cemas berhubungan dengan kurangnya tingkat pengetahuan
Tujuan : Kecemasan pasien berkurang
Kriteria hasil :
Pasien terlihat tenang
Cemas berkurang
Ekspresi wajah tenang
Intervensi :
Kaji tingkat kecemasan
Rasional : mengetahui skala kecemasan pasien
Berikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita
Rasional : menambah tingkat pengetahuan pasien dan mengurangi cemas
Berikan dukungan pada pasien untuk mengungkapkan perasaannya
Rasional : mengungkapkan perasaan dapat mengurangi rasa cemas yang dialaminya.
Ajarkan teknik napas dalam pada pasien
Rasional : mengurangi rasa cemas yang dialami pasien
Diagnosa VI : Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk yang berlebih
Tujuan : Pola tidur terpenuhi
Kriteria hasil :
Pola tidur 6-7 jam per hari
Tidur tidak terganggu karena batuk
Intervensi :
Kaji pola tidur setiap hari
Rasional : Mengetahui perubahan pola tidur yang terjadi
Beri posisi yang nyaman
Rasional : Memudahkan dalam beristirahat
Berikan lingkungan yang nyaman
Rasional : Menciptakan suasana yang tenang
Anjurkan kepada keluarga dan pengunjung untuk tidak ramai
Rasional : Menciptakan suasana yang tenang
Menjelaskan pada pasien pentingnya keseimbangan istirahat dan tidur untuk penyembuhan.
Rasional : Menambah pengetahuan
Diagnosa VII : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : aktivitas normal
Kriteria hasil :
Pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas
Pasien dapat memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri
Intervensi :
Kaji tingkat kemampuan aktivitas
Rasional : mengetahui tingkat aktivitas pasien
Anjurkan keluarga untuk membantu memenuhi kebutuhaan pasien
Rasional : membantu pasien dalam memenuhi kebutuhan pasien sehari-hari
Tingkatkan aktivitas secara bertahap sesuai toleransi
Rasional : membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan pasien secara mandiri
Jelaskan pentingnya istirahat dan aktivitas dalaam proses penyembuhan
Rasional : menambah pengetahuan pasien dan keluarga (Doenges, 2000)
DAFTAR PUSTAKA
1. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
2. Corwin, E.J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
3. Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
4. NANDA Internasional. 2010. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan klasifikasi 2009-
2011. Jakarta: EGC.
5. Tanjung, Dudut. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkhial, (Online)
(http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf, diakses pada 25 Maret
2012).