Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH PHARMACEUTICAL CARE III

PERMASALAHAN HIPERTENSI PADA ANAK-ANAK

Farmasi VI B
KELOMPOK 1

Adam Ferdian Sigit Pratama 11194761920234


Ajeng Tria Pangesti 11194761920235
Alda Sinthia 11194761920236
Fauzil mahfuz 11194761920243
Yunisha Elzhi Adelin 11194761920281
Zellin Resiana Prianti 11194761920282

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
BANJARMASIN
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Hipertensi pada
Anak-Anak” ini tepat waktu. Penulisan Makalah ini, merupakan salah satu syarat
dalam menyelesaiakan tugas mata kuliah Pharmaecuetical Care III Fakultas
Kesehatan Universitas Sari Mulia. Dalam penyusunan Makalah ini, penulis
mendapat bimbingan, saran, serta masukan dari berbagai pihak. Penulis juga
menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna, sehingga saran dan
kritik yang membangun, sangat penulis harapkan. Semoga Makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Banjarmasin, Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i

DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Definisi ................................................................................................. 1

1.2 Epidimiology ........................................................................................ 5

BAB II ISI ........................................................................................................... 6

2.1 Patofisiologi .......................................................................................... 6

2.2 Diagnosis .............................................................................................. 8

2.3 Terapi .................................................................................................... 9

BAB III PENUTUP............................................................................................. 13

3.1 Kesimpulan .......................................................................................... 13

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 14


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi

A. Definisi
Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal
dan diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang
dianggap mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari
140/90 mmHg (Elizabeth dalam Ardiansyah M., 2012).
Menurut Price (dalam Nurarif A.H., & Kusuma H. (2016),
Hipertensi adalah sebagai peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya
140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Hipertensi tidak
hanya beresiko tinggi menderita penyakit jantung, tetapi juga menderita
penyakit lain seperti penyakit saraf, ginjal, dan pembuluh darah dan makin
tinggi tekanan darah, makin besar resikonya.
Sedangkan menurut Hananta I.P.Y., & Freitag H. (2011),
Hipertensi adalah suatu peningkatan abnormal tekanan darah dalam
pembuluh darah arteri secara terus-menerus lebih dari suatu periode.
Hipertensi dipengaruhi oleh faktor risiko ganda, baik yang bersifat
endogen seperti usia, jenis kelamin dan genetik/keturunan, maupun yang
bersifat eksogen seperti obesitas, konsumsi garam, rokok dan kopi.
Menurut American Heart Association atau AHA dalam Kemenkes
(2018), hipertensi merupakan silent killer dimana gejalanya sangat
bermacam-macam pada setiap individu dan hampir sama dengan penyakit
lain. Gejala-gejala tersebut adalah sakit kepala atau rasa berat ditengkuk.
Vertigo, jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga
berdenging atau tinnitus dan mimisan.

B. Etiologi

Berdasarkan penyebab hipertensi dibagi menjadi 2 golongan


(Ardiansyah M., 2012) :
1) Hipertensi primer (esensial)
Hipertensi primer adalah hipertensi esensial atau hipertensi
yang 90% tidak diketahui penyebabnya. Beberapa faktor yang
diduga berkaitan dengan berkembangnya hipertensi esensial
diantaranya :
a) Genetik
Individu dengan keluarga hipertensi memiliki potensi lebih
tinggi mendapatkan penyakit hipertensi.
b) Jenis kelamin dan usia
Lelaki berusia 35-50 tahun dan wanita yang telah
menopause berisiko tinggi mengalami penyakit hipertensi.
c) Diit konsumsi tinggi garam atau kandungan lemak.
Konsumsi garam yang tinggi atau konsumsi makanan
dengan kandungan lemak yang tinggi secara langsung
berkaitan dengan berkembangnya penyakit hipertensi.
d) Berat badan obesitas
Berat badan yang 25% melebihi berat badan ideal sering
dikaitkan dengan berkembangnya hipertensi.
e) Gaya hidup merokok dan konsumsi alkohol
Merokok dan konsumsi alkohol sering dikaitkan dengan
berkembangnya hipertensi karena reaksi bahan atau zat
yang terkandung dalam keduanya.
2) Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah jenis hipertensi yang diketahui
penyebabnya. Hipertensi sekunder disebabkan oleh beberapa
penyakit, yaitu :
a) Coarctationaorta, yaitu penyempitan aorta congenital yang
mungkin terjadi beberapa tingkat pada aorta toraksi atau
aorta abdominal. Penyembitan pada aorta tersebut dapat
menghambat aliran darah sehingga terjadi peningkatan
tekanan darah diatas area kontriksi.
b) Penyakit parenkim dan vaskular ginjal. Penyakit ini
merupakan penyakit utama penyebab hipertensi sekunder.
c) Hipertensi renovaskuler berhubungan dengan penyempitan
satu atau lebih arteri besar, yang secara langsung membawa
darah ke ginjal. Sekitar 90% lesi arteri renal pada pasien
dengan hipertensi disebabkan oleh aterosklerosis atau
fibrous dyplasia (pertumbuhan abnormal jaringan fibrous).
Penyakit parenkim ginjal terkait dengan infeksi, inflamasi,
serta perubahan struktur serta fungsi ginjal.
d) Penggunanaan kontrasepsi hormonal (esterogen).
Kontrasepsi secara oral yang memiliki kandungan esterogen
dapat menyebabkan terjadinya hipertensi melalui
mekanisme renin-aldosteron-mediate volume expantion.
Pada hipertensi ini, tekanan darah akan kembali normal
setelah beberapa bulan penghentian oral kontrasepsi.
e) Gangguan endokrin. Disfungsi medulla adrenal atau korteks
adrenal dapat menyebabkan hipertensi sekunder.
Adrenalmediate hypertension disebabkan kelebihan primer
aldosteron, kortisol, dan katekolamin.
f) Kegemukan (obesitas) dan malas berolahraga.
g) Stres, yang cenderung menyebabkan peningkatan tekanan
darah untuk sementara waktu.
h) Kehamilan
i) Luka bakar
j) Peningkatan tekanan vaskuler
k) Merokok
Nikotin dalam rokok merangsang pelepasan katekolamin.
Peningkatan katekolamin mengakibatkan iritabilitas
miokardial, peningkatan denyut jantung serta menyebabkan
vasokortison yang kemudian menyebabkan kenaikan
tekanan darah.
Hipertensi pada usia lanjut dibedakan atas (Nurarif A.H., & Kusuma H.,
2016) :
1) Hipertensi dimana tekanan sistolik sama atau lebih besar dari 140
mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar dari 90
mmHg.
2) Hipertensi sistolik terisolasi dimana tekanan distolik lebih besar
dari 160 mmHg da tekanan diastolik lebih rendah dari 90 mmHg.
Penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia adalah terjadinya
perubahan-perubahan pada (Nurarif A.H., & Kusuma H., 2016):
1) Elastisitas dinding aorta menurun
2) Katub jantung menebal dan menjadi kaku
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun menyebabkan
menurunnya kontraksi dan volumenya
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah. Hal ini terjadi karena
kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer untuk oksigenasi.
5) Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.

C. Klasifikasi
Ada beberapa klasifikasi hipertensi pada anak-anak menurut American
Academy of Pediatrics (2017) yaitu:

Sedangkan Menurut World Health Organization (dalam Noorhidayah, S.A.


2016) klasifikasi hipertensi adalah :
a) Tekanan darah normal yaitu bila sistolik kurang atau sama dengan
140 mmHg dan diastolik kurang atau sama dengan 90 mmHg.
b) Tekanan darah perbatasan (border line) yaitu bila sistolik 141-149
mmHg da n diastolik 91-94 mmHg.
c) Tekanan darah tinggi (hipertensi) yaitu bila sistolik lebih besar atau
sama dengan 160 mmHg dan diastolik lebih besar atau sama
dengan 95 mmHg.

1.2 Epidemiology

Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi


gejala yang berlanjut untuk suatu target organ tubuh sehingga timbul
kerusakan lebih berat, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung coroner
untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Selain penyakit
tersebut dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh darah lain,
diabetes mellitus dan lain lain.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa makin meningkatnya populasi
usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga
akan bertambah, baik hiperteni sistolik maupun kombinasi hipertensi sitolik
dan diastolic.
Menurut catatan Badan Kesehatan Dunia WHO tahun 2011 terdapat
sekitar satu milyar orang di dunia menderita hipertensi dan dua per-tiganya
berada di negara berkembang yang berpendapatan renda-sedang seperti afrika,
diperkirakan lebih dari 40% orang dewasa di negara terebut terkena hipertensi.
Prevalensi hipertensi diperkirakan akan terus meningkat, dan diprediksi pada
tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita
hipertensi, sedangkan di Indonesia angkanya mencapai 31,7%. Hipertensi
esensial merupakan 95% dari seluruh kasus hipertensi.
BAB II
ISI

2.1 Patofisiologi

Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiotensin


II dari angiotensin I, oleh angiotensin I converting enzyme (ACE). ACE
memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah
mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh
hormone, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I.
oleh ACE yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi
angiotensin II. Angiotensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam
menaikkan tekanan darah melalui 2 aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormone antiduiretik (ADH)
dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitary) dan
bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin, dengan
meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh
(antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk
mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara
menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat
yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosterone dari korteks adrenal.
Aldosterone merupakan hormone steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal, untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosterone akan
mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus
ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara
meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Untuk lebih jelas nya mengenai
patofisiologi hipertensi dapat dilihat pada bagan 1.
Angiotensinogen

Angiotensin I

Angiotensin II

Sekresi hormone ADH meningkat Stimulasi sekresi aldosterone


rasa haus dari korteks adrenal

Urin sedikit - pekat & osmolaritas


Menurun ekskresi NaCl (gram)
dengan mereabsorpsinya di tubulus
Mengentalkan ginjal

Konsentrasi NaCl naik di


Menarik cairan intraselulaler ke
pembuluh darah
ekstraseluer

Volume darah naik Diencerkan dengan menaikkan


volume ekstraseluler

Tekanan darah meningkat


Volume darah naik

Tekanan darah meningkat

Gambar 1. Patofisiologi Hipertensi


2.2 Diagnosis

Berdasarkan anamnesis, sebagian besar pasien hipertensi bersifat


asimptomatik. Beberapa pasien mengalami keluhan berupa sakit kepala, rasa
seperti berputar, atau penglihatan kabur. Hal yang dapat menunjang
kecurigaan ke arah hipertensi sekunder antara lain penggunaan obat-obatan
seperti kontrasepsi hormonal, kortikosteroid, dekongestan maupun NSAID,
sakit kepala paroksismal, berkeringat atau takikardi serta adanya riwayat
penyakit ginjal sebelumnya. Pada anamnesis dapat pula digali mengenai
faktor resiko kardiovaskular seperti merokok, obesitas, aktivitas fisik yang
kurang, dislipidemia, diabetes milletus, mikroalbuminuria, penurunan laju
GFR, dan riwayat keluarga.
Berdasarkan pemeriksaan fisik, nilai tekanan darah pasien diambil rerata
dua kali pengukuran pada setiap kali kunjungan ke dokter. Apabila tekanan
darah ≥ 140/90 mmHg pada dua atau lebih kunjungan maka hipertensi dapat
ditegakkan. Pemeriksaaan tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang
baik, ukuran dan posisi manset yang tepat (setingkat dengan jantung) serta
teknik yang benar. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk memeriksa
komplikasi yang telah atau sedang terjadi seperti pemeriksaan laboratorium
seperti darah lengkap, kadar ureum, kreatinin, gula darah, elektrolit, kalsium,
asam urat dan urinalisis. Pemeriksaan lain berupa pemeriksaan fungsi jantung
berupa elektrokardiografi, funduskopi, USG ginjal, foto thoraks dan
ekokardiografi. Pada kasus dengan kecurigaan hipertensi sekunder dapat
dilakukan pemeriksaan sesuai indikasi dan diagnosis banding yang dibuat.
Pada hiper atau hipotiroidisme dapat dilakukan fungsi tiroid (TSH, FT4,
FT3), hiperparatiroidisme (kadar PTH, Ca2+), hiperaldosteronisme primer
berupa kadar aldosteron plasma, renin plasma, CT scan abdomen,
peningkatan kadar serum Na, penurunan K, peningkatan eksresi K dalam urin
ditemukan alkalosis metabolik. Pada feokromositoma, dilakukan kadar
metanefrin, CT scan/MRI abdomen. Pada sindrom cushing, dilakukan kadar
kortisol urin 24 jam. Pada hipertensi renovaskular, dapat dilakukan CT
angiografi arteri renalis, USG ginjal, Doppler Sonografi.
2.3 Terapi

Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi non-farmakologis dan


farmakologis. Terapi non-farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien
hipertensi dengan tujuan menurunkan tekanan darah dan mengendalikan
faktor-faktor resiko penyakit penyerta lainnya.
Modifikasi gaya hidup berupa penurunan berat badan (target indeks massa
tubuh dalam batas normal untuk Asia-Pasifik yaitu 18,5-22,9 kg/m2 ), kontrol
diet berdasarkan DASH mencakup konsumsi buah-buahan, sayur-sayuran,
serta produk susu rendah lemak jenuh/lemak total, penurunan asupan garam
dimana konsumsi NaCl yang disarankan adalah < 6 g/hari. Beberapa hal lain
yang disarankan adalah target aktivitas fisik minimal 30 menit/hari dilakukan
paling tidak 3 hari dalam seminggu serta pembatasan konsumsi alkohol.
Terapi farmakologi bertujuan untuk mengontrol tekanan darah hingga
mencapai tujuan terapi pengobatan. Berdasarkan JNC VIII pilihan
antihipertensi didasarkan pada ada atau tidaknya usia, ras, serta ada atau
tidaknya gagal ginjal kronik. Apabila terapi antihipertensi sudah dimulai,
pasien harus rutin kontrol dan mendapat pengaturan dosis setiap bulan hingga
target tekanan darah tercapai. Jenis obat antihipertensi :
a) Diuretik
Obat-obatan jenis diuretic bekerja dengan mengeluarkan cairan
tubuh (lewat kencing), sehingga volume cairan tubuh berkurang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan dan
berefek pada turunnya tekanan darah. Contoh obat-obatan ini
adalah: Bendroflumethiazide, chlorthizlidone, hydrochlorothiazide,
dan indapamide.
b) ACE-Inhibitor
Kerja obat golongan ini menghambat pembentukan zat angiotensin
II (zat yang dapat meningkatkan tekanan darah). Efek samping
yang sering timbul adalah batuk kering, pusing sakit kepala dan
lemas. Contoh obat yang tergolong jenis ini adalah Catopril,
enalapril, dan lisinopril
c) Calsium channel blocker
Golongan obat ini berkerja menurunkan menurunkan daya pompa
jantung dengan menghambat kontraksi otot jantung (kontraktilitas).
Contoh obat yang tergolong jenis obat ini adalah amlodipine,
diltiazem dan nitrendipine.
d) Angiotensin Receptor Blocker (ARB)
Kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat
angiotensin II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya
daya pompa jantung. Obat-obatan yang termasuk golongan ini
adalah eprosartan, candesartan, dan losartan.
e) Beta blocker Mekanisme obat antihipertensi ini adalah melalui
penurunan daya pompa jantung. Jenis obat ini tidak dianjurkan
pada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan
pernafasan seperti asma bronchial. Contoh obat yang tergolong ke
dalam beta blocker adalah atenolol, bisoprolol, dan beta metoprolol

2.3.1 Analisis Permasalahan Pasien


Kasus yang diberikan memiliki masalah /keluhan sebagai berikut :
“Andi, 10 th, 45 kg, Tinggi badan 120 cm, berobat dengan keluhan
pusing di pagi hari, setelah di cek laboratorium Tekanan Darah
135/80 mmHg, Kolesterol, Asam Urat normal. Pasien tidak
merokok dan tidak minum alcohol, obat yang diberikan captopril
1x1 ”
Berdasarkan penjelasan dan data yang diberikan dari resep, diketahui
bahwa pasien merupakan penderita Hipertensi stage 1 tanpa factor
resiko yang dibuktikan dengan TD 130/80 mmHg serta tanpa keluhan
yang parah, pasien juga mengalami obesitas yang dapat dilihat dari skor
BMI >32 kg/m2. Perlu diingat penanganan hipertensi untuk anak-anak
berbeda pada umumnya. Menurut American Academy Pediatric (AAP
2017) pengobatan lini pertama hipertensi untuk anak-anak dan remaja
merupakan pengobatan secara non-farmakologi, pengobatan dilakukan
dengan focus untuk merubah life style/gaya hidup. Bila hipertensi masih
persisten maka dapat diberikan obat antihipertensi, penggunaan obat
pun perlu diperhatikan/di monitoring dengan kondisi pasien, terutama
nilai kreatinin dan serum darah.
Pengobatan yang dilakukan pada pasien berfokus pada pengubahan
gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah dan mengurangi nyeri
kepala-nya. Pada pasien anak-anak lakukan monitoring setiap 1-2
minggu untuk melihat penurunan tekanan darah yang terjadi. Pada nyeri
kepala penggunaan paracetamol ataupun ibu profen dapat menjadi
pilihan, namun dikarenakan pasien memiliki tekanan darah yang cukup
tinggi penggunaan obat NSAID di kontra indikasikan. Berdasarkan
assessment dari kasus maka fokus pemberian terapi adala penurunan BP
dan pengurangan nyeri kepala ,planning terapi dapat dilihat sebagai
berikut :
- Terapi Farmokologi
1. Paracetamol 10mg/kg berat badan pasien.
Perhitungan dosis : 10 mg x 45 kg = 450 mg/6 jam
dibulatkan 500 mg. gunakan bila nyeri kepala
berlangsung

- Terapi non-Farmkologi
1. Mengkonsumsi makanan rendah lemak, rendah sodium,
dan buah buahan serta melakukan diet.
2. Melakukan kegiatan aktivitas fisik minimal selama 40
menit antara 3-5 hari/minggu.
3. Hindari mengkonsumsi makanan dengan gula berlebih,
soft drink, lemak jenuh, dan garam.
4. Mengimplementasikan perubahan pola hidup dengan
disiplin
5. Memberikan reward berlebih pada anak bila sukses
melakukan diet.
6. Monitoring tekanan darah tiap 1-2 minggu untuk melihat
progressnya.
2.3.2 Data Subyektif, Obyektif dan Drug Related Problem pada Resep

Subyektif Obyektif Problem PCNE Masalah Terkait

-Andi -Tekanan Ada indikasi P1.3 Nyeri kepala


darah Penyakit yang pada pagi hari.
-Usia 10
135/80 tidak diobati
tahun
mmHg
Adanya ADR P2.1 Penggunaan
-Berat
-Kreatin, pada captopril yang
badan 45
kolesterol, penggunaan sembarangan
kg
lemak obat tanpa
-Tinggi total, assessment
badan 120 asam urat terlebih dahulu
cm dalam
Obat yang C1.1 Penggunaan
batas
-keluhan kurang tepat captopril yang
normal.
pusing di menurut salah sebagai
pagi hari guideline lini pertama
pada pasien
anak-anak.

Informasi C5.2 Captopril yang


tambahan diberikan tidak
terkait memiliki
dispensing obat kejelasan
yang tidak ada mengenai dosis,
bentuk sediaan
dan cara
pemakaian
2.3.2 Resep Pengobatan yang akan Diberikan

Dr. Ratnasari
Jl. Pramuka No. 8
Banjarmasin
SIP. 008967

Banjarmasin, 2 April 2020

R/Paracetamol 500 mg No.XV


S 3 dd1 tab p.c p.r.n

Nama : An. Andi (10 tahun)


Alamat : Cempaka RT 5 Banjarmasin

2.3.3 Contoh Etiket Pengobatan

apt. Adam Ferdian ., S.Farm


1122334455

1 6-04-2020
Andi dr. Ratnasari

Parasetamol 500 mg, 3 x sehari 1 tablet diminum


sesudah makan. Bila nyeri kepala timbul
2.3.3 Contoh Copy Resep Setelah Penyesuaian Kondisi Pasien.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi yang bersifat abnormal dan


diukur paling tidak pada tiga kesempatan yang berbeda. Seseorang dianggap
mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih tinggi dari 140/90
mmHg. Pada pasien anak-anak pengobatan difokuskan untuk mengobati
hipertensi dengan melakukan perubahan gaya hidup untuk menurunkan
tekanan darahnya, focus lain yaitu mengobati keluhan nyeri kepala yang
dialami. Sehingga obat yang diberikan yakni parasetamol 500 mg 3 kali
sehari 1 tablet sesudah makan bila nyeri kepala timbul.
DAFTAR PUSTAKA

Brahm. 2012. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6.


Jakarta : EGC
Brooks GF, Carroll KC, Butel JS, Morse SA, dan Mietzner, T.A. Mikrobiologi
Kedokteran Jawetz, Melnick, & Adelberg. Ed.25. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC; 2013.
Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi. Jakarta: EGC
Ardiansyah, M. 2012. Medikal Bedah. Yogyakarta: DIVA Press.
Nurarif, A. H., & Kusuma, H. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, Nic, Noc dalam Berbagai Kasus. Yogyakarta:
Penerbit Mediaction.
Hananta I.P.Y., Freitag H (2011). Deteksi Dini dan Pencegahan Hipertensi dan
Stroke. Yogyakarta : MedPress.
AHA. (2017). High bood pressure clinical practice guideline for the
orevention,detection,evalution.A report of the Amerika college of
cardiologt. America : J Am Coll Cardiol.
American College of Cardiology. (2017) ‘2017 Guideline for the Prevention,
Detection, Evaluation, and Management of High Blood Pressure in
Adults’.tersedia pada: http://www.acc.org
American Academy of Pediatrics, (2017). 2017 AAP Guidelines for Childhood
Hypertension. University of Washington.

Anda mungkin juga menyukai