Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Desain
Perancangan crossing taxiway yang akan direncanakan saat ini berada sebelah
Timur Bandar Udara Internasional Soekarno – Hatta, dimana sebelumnya sudah
terdapat crossing taxiway di sebelah Barat. Perancangan crossing taxiway harus
memprioritaskan keamanan dan keselamatan penerbangan, sehingga kebutuhan
persyaratan teknis dengan standar international dan juga standar lokal yang berlaku
didalam dunia penerbangan dapat terpenuhi.
Desain east cross taxiway didesain dengan menggunakan pesawat terbesar
yang beroperasi di bandar udara yaitu B737-900ER.
Untuk tipe perkerasan yang digunakan adalah perkerasan flexible. Pemilihan
perkerasan flexible mempertimbangkan fungsi taxiway itu sendiri, dimana taxiway
akan sering dilewati sehingga apabila terjadi kerusakan bisa langsung diperbaiki
dalam waktu yang singkat dibandingkan memperbaiki perkerasan rigid, sehingga
tidak perlu menutup taxiway untuk waktu yang lama ketika sedang ada kerusakan.

4.2 Tahapan Desain


Desain dimensi east cross taxiway mengacu kepada ICAO (International Civil
Aviation Organization), dimana ketentuan-ketentuan mengenai dimensi taxiway
dijelaskan dalam dokumen-dokumen terkait, diantaranya Annex 14 dan Surat
Keputusan Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP 77/VI/2005. Dimensi
taxiway juga didesain dengan menggunakan pesawat terbesar yang beroperasi di
Bandar Udara Internasional Soekarno - Hatta yaitu Airbus A380 dan Boeing B747-
800 yang merupakan jenis pesawat code letter F (dapat dilihat pada lampiran 2).
4.2.1 Lebar Taxiway
Dengan melihat tabel 4, dalam Annex 14 Aerodrome Standard, Bandar
Udara Internasional termasuk dalam golongan F/VI. Maka di dapat dimensi
untuk lebar taxiway yaitu (dapat dilihat pada lampiran 7) :
Taxiway pavement and shoulder = 60 m
Taxiway pavement = 25 m
Taxiway shoulder = 35 m

38
39

4.2.2 Taxiway Separation Minimum Distance


Rencana jarak antar taxiway yang digunakan adalah 100 meter
sebagaimana persayaratan minimum yang di jelaskan didalam tabel 2.3 untuk
jarak taxiway centerline to taxiway centerline adalah sebesar 97.5 meter (dapat
dilihat pada lampiran 6).
4.2.3 Kemiringan Melintang Taxiway
Kemiringan melintang taxiway harus cukup memadai untuk mencegah
penambahan air dan tidak kurang dari 1%, sehingga air bisa langsung mengalir
ke drainase. Untuk bandar udara dengan code letter ‘F’, berdasarkan table 2.5
maka kemiringan melintang taxiway yaitu 1.5%. berikut adalah gambar
potongan kemiringan melintang parallel taxiway :

Centre Line

Gambar 4.1 Kemiringan Melintang Taxiway

4.3 Perencanaan Perkerasan Fleksibel


Mengacu pada jenis pesawat yang akan dioperasionalkan di Bandar Udara
Soekarno-hatta yaitu jenis pesawat berbadan besar, maka perhitungan yang
dilakukan mengacu kepada jenis pesawat yang memiliki kemungkinan beban
terberat, untuk itu digunakan jenis pesawat Boeing B777-300 ER sebagai dasar
perhitungan. Berikut data perencanaan untuk pesawat jenis Boeing B777-300 ER;
4.3.1 Dimensi Boeing B777-300 ER
40

Pesawat Boeing B777-300 ER Memiliki dimensi wingspan 64.7 meter


dengan panjang 73.86 meter, dan jarak main gear 10.67 meter, pesawat ini
dikelompokkan kedalam kategori 4E untuk di Bandar udara Soekarno-Hatta,
gambaran mengenai data pesawat (dapat dilihat didalam pada lampiran 5)
4.3.2 Karakteristik Boeing B777-300 ER
Pesawat yang dijadikan dasar didalam perencanaan ini terdiri dari
berbagai macam jenis pesawat dengan berbagai karakteristik yang berbeda,
namun untuk memudahkan perencanaan digunakan parameter parameter
perencanaan yang terbesar, dari beberapa karakteristik pesawat Boeing B777
dibawah ini, maka yang dijadikan dasar perencanaan adalah pesawat Boeing
B777-300ER dengan beberapa karakteristik sebagai berikut :

Max Design taxi weight = 352,442 ton


Max Design take off Weight = 351,535 ton
Max Design Landing Weight = 251,290 ton
Max Design Zero Fuel Weight = 237,683 ton
Operating Empty Weight = 167,829 ton
Max Structural Payload = 69,853 ton

Dari tabel di atas, jelas terlihat bahwasanya jenis pesawat Boeing B777-
300 ER merupakan jenis pesawat yang terbesar dalam kelompok Boeing B777,
sehingga dijadikan dasar didalam perencanaan.
4.3.3 Menentukan Pesawat Kritis
Roda pendaratan atau landing gear sangat berpengaruh pada faktor
akibat rusaknya perkerasan. Semakin besar beban yang melewati perkerasan
dengan masing-masing beban dari pesawat tersebut di bagi ke setiap roda
pendaratan akan berpengaruh besar, apabila semakin banyak roda dari pesawat
maka semakin banyak juga beban yang dibagi dari pesawat udara itu dan
begitu juga sebaliknya jika beban pesawat dibagi dengan roda pendaratan yang
lebih sedikit akan lebih besar merusak perkerasan. Untuk roda pendaratan
utama yaitu yang ada pada badan pesawat adalah 95% karena landing gear
pada pesawat merupakan tumpuan utama dari beban pesawat dan nose gear
41

menampung beban sebanyak 5% dari beban pesawat. Berikut adalah


konfigurasi roda pendaratan dari pesawat udara B.777-300ER;
1
Wheel load =0,95 xMTOWx
jumlah roda pendaratanutama
 B.777-300ER , Wheel load= 0.95 x 352.000 x (1/12) = 27.866 kg
 B.777-300 , Wheel load= 0.95 x 299.370 x (1/12) = 23.700 kg
 B.777-200ER , Wheel load= 0.95 x 263.085 x (1/12) = 20.827kg
Dari perhitungan di atas dapat dilihat bahwa pesawat jenis B.777-300ER
memiliki beban per roda terberat dengan berat 27.866 kg dianggap sebagai
pesawat terkritis dalam kelompok Boeing B777 di Bandar Udara Soekarno-
Hatta.
4.3.4 Menghitung Keberangkatan Tahunan Ekivalen
Setelah didapat pesawat kritis, maka selanjutnya adalah melakukan
perhitungan keberangkatan tahunan ekivalen, maksudnya adalah semua
keberangkatan tahunan pesawat udara yang beroperasi di Bandar Udara
Soekarno-Hatta (dapat dilihat pada lampiran 3) dikonversi kedalam jenis roda
pendaratan yang sama yaitu ke dalam roda pendaratan pesawat kritis, hal ini
dilakukan seakan-akan hanya terdapat satu jenis pesawat yang beroperasi di
Bandar Udara Soekarno-Hatta.
Perhitungan keberangkatan tahunan ekivalen ini perlu dilakukan untuk
proyeksi di dalam grafik ketebalan ekivalen perkerasan nanti. Berikut adalah
perhitungan keberangkatan tahunan ekivalen (R1) untuk pesawat yang
beroperasi di Bandar Udara Soekarno-Hatta:

Rumus mencari R1;


0.5
w2
log R 1=log R 2 ×
w1 ( )
0.5
log R 2× (ww 21 )
R 1=10

Annual Max. Take An Wheel Equivalen


Jenis Wheel
Gear type Departur off Weight Depart Load Annual
pesawat Load
e (lbs/kg) Konversi Peswt Departure
42

Rencana
Konve
Dari Ke R2 W2 W1 R1
rsi
Tripel Tripel
B.777- Dual Dual 1 30 352.000 30 27.866 27.866 30
300ER Tandem Tandem
Tripel Tripel
B.777- Dual Dual 1 13.035 299.370 13.035 23.700 27.866 6166
300 Tandem Tandem
Tripel Tripel
B.777- Dual Dual 1 3.968 263.085 3.968 20.827 27.866 1288
200ER Tandem Tandem
TOTAL       128.155         7484
wheel load dihitung dengan menganggap 95% ditumpu oleh roda pendaratan utama,
:
w2 dual wheel mempunyai 12 roda maka = MTOW x 0,95 x 1/12)
w1 : Wheel load pesawat kritis/terbesar
Tabel 4.1. Perhitungan Keberangkatan Tahunan Ekivalen

(Sumber : Hasil Kajian, 2016)

0.5

 B.777-300ER log30 × (27866


27866 )
R 1=10 =30
0.5
23700
 B.777-300 log13035 × ( 27866 ,)
R 1=10 =6166
0.5

 B.777-200ER log3968× ( 20827


27866 )
R 1=10 =1288
Setelah didapat R1 dari masing-masing pesawat selanjutnya adalah
menjumlahkan total sehingga didapat total equivalen annual departure untuk
pesawat kritis yaitu sebesar 7.484. Angka tersebutlah yang akan diproyeksikan
ke dalam grafik tebal perkerasan.
43

4.4 Plotting Grafik Tebal Perkerasan


Setelah menentukan pesawat kritis dan equivalen annual departure langkah
selanjutnya ialah melakukan plotting terhadap grafik tebal perkerasan yang sudah
disediakan oleh masing-masing perusahaan pesawat terbang, atau bisa juga di ambil
dari dokumen-dokumen terkait yang menyediakan grafik tebal perkerasan di
dalamnya.
Dalam perhitungan ini telah ditentukan pesawat rencana adalah B.777-300ER
dimana konfigurasi roda utama pesawat adalah t, sehingga grafik yang akan
digunakan adalah grafik untuk dual tandem. Untuk CBR subgrade rencana
digunakan 8%, CBR rencana untuk Subbase 20%. Dari hasil plotting grafik akan
didapatkan tebal total ekivalen perkerasan dan tebal lapisan base + surface. Berikut
44

adalah hasil plotting grafik tebal perkerasan untuk dual tandem :

Gambar 4.2 Grafik Tebal Rencana Perkerasan Flexible Dual Tandem Gear
(Sumber : FAA, Aerodrome Design Manual 3-152, h-62)
Keterangan :
: Garis untuk tebal perkerasan total
( CBR
45

rencana subgrade 8%)


: Garis untuk tebal Base (CBR subbase 20%)

Hasil Plot Grafik:


1) Dari grafik di atas, dengan menarik plot pada CBR rencana subgrade
8% didapat tebal perkerasan total = 40 inchi ≈ 102 cm (a), angka ini
berarti didapat tebal total perkerasan yaitu 102 cm.
2) Dari plot grafik yang sama, dengan menarik plot grafik CBR Subbase
didapat tebal lapisan 20 inchi ≈ 50,8 cm, angka ini berarti ketebalan
surface dan base course (c+d) di atas lapisan subbase yaitu 20 inchi ≈
50.8 cm ≈ 51 cm.
1) Tebal Lapisan Subbase (b)
Dari hasil plotting didapat tebal total (a) adalah 40 inchi ≈ 102 cm dan
tabal base course + surface (c+d) = 20 inchi ≈ 51 cm maka tebal
lapisan subbase adalah;
(b) = (a) – (c+d)
= 102 – 51 = 51 cm
2) Tebal Lapisan Surface (d)
Dari grafik di atas tertulis bahwa tebal lapisan surface untuk daerah
kritis = 4 inchi≈ 10 cm, sedangkan untuk daerah non kritis = 3 inchi ≈
8 cm.

3) Tebal Lapisan Base Course ( c )


Setelah mendapatkan tebal lapisan surface maka langkah selanjutnya
ialah;
c + d = 51
c + 10 =51 ….c = 51– 10 = 41 cm
Jadi untuk desain tebal pada setiap lapisan perkerasan pada perencanaan
dengan metode grafik adalah :

Tabel 4.2. Hasil Tebal Perkerasan


46

Lapisan Tebal Perkerasan


(cm)
Permukaan (surface course) Asphalt 10
Pondasi atas (base course) Crushed Agregate 41
Pondasi bawah (subbase course) Gravelly 51
Total 102
(Sumber : Hasil Kajian, 2016)

10 cm

Asphalt Concrete
10 cm (Surface)

41 cm 27.7 cm P-304, Cement Treated Base


Course (Base Course)

29.2 cm P-301, Soil Cement Base


Course (Subbase)

Subgrade
8%
51 cm

Gambar 4.3 Hasil Desain Tebal Perkerasan

Anda mungkin juga menyukai