Anda di halaman 1dari 23

BAB 3

PROGRAM INOVASI

3.1 Latar Belakang


Prolonged immobilization dapat menyebabkan dampak yang merugikan pada
pasien di Intensive Care Unit (ICU) (Bourdin G, et al, 2010). Pasien pada ICU dapat
terjadi berbagai komplikasi yang berhubungan dengan prolonged immobilization
selama berada di ICU dan meningkat untuk terjadinya luka dekubitus (Hanson,
2009). Dekubitus adalah luka yang terbentuk karena tekanan pada area tulang pada
pasien bedrest yang imobilisasi. Lokasi yang paling sering terjadi dekubitus adalah
tumit (area vaskularisasi buruk) dan daerah sakrum. Dekubitus bisa disebabkan oleh
beberapa faktor baik instrinsik maupun ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi status
gizi, perubahan kadar oksigen pada jaringan. Sedangkan faktor ekstrinsik meliputi
kelembapan, adanya benda asing seperti kateterisasi, dan penekanan pada bagian
tubuh

Insiden kejadian dekubitus di Indonesia menunjukkan angka yang tinggi


sebesar 33,3% (Suriadi, 2006). Sekitar 300.000 orang yang mengalami prolonged
immobilization, 7% diantaranya mengalami komplikasi dekubitus (Maire &
Delcey,1996). Berdasarkan dokumentasi pada bulan Mei dan Juni di ICU didapatkan
bahwa sebagian besar pasien di ICU RSUD DR. Soetomo mengalami tirah baring
lama. Dari data ALOS, didapatkan 13,88%( 10 pasien) memiliki rata-rata ALOS 17-
18 hari. Sehingga meningkatkan risiko terjadinya dekubitus. Sedangkan angka
kejadian dekubitus di ICU sebanyak 2% selama bulan Mei 2013 dan sebagian besar
terjadi pada area sakrum.

Dekubitus merupakan suatu komplikasi yang sering terjadi akibat factor


penurunan sensitivitas karena imobilisasi. Imobilisasi menyebabkan penekanan yang
terus-menerus pada bagian penyangga berat badan, kehilangan sensitivitas atau
perubahan kesadaran yang membatasi respon nyeri sebagai peringatan terjadinya
luka. Dekubitus merupakan sebuah tanda dari kurangnya perhatian pada perawatan
sehari-hari dari pasien. pencegahan dekubitus merupakan hal yang penting.
Tujuannya adalah untuk mencegah kontak atau tekanan terus-menerus. Pencegahan
yang dapat dilakukan meliputi monitoring rutin pada area risiko dekubitus, perubahan
posisi secara berkala, pemijatan, dan penggunaan alat bantu (Maire & Delcey,1996).

Dekubitus dapat dicegah denggan menggunakan alat bantu seperti bantal


(pillow/ cushion). Tujuan dari pengunaan pillow adalah mencegah kerusakan kulit,
mencegah peningkatan panas, mencegah keringat dan meningkatkan kenyamanan
pasien. Dari hasil penelitian yang dilakukan Goossens (2000), didapatkan bahwa
penggunaan material yang fleksibel seperti pada bahan gel dapat mengurangi
penekanan pada area tonjolan tulang karena teksturenya yang lebih menyerupai kulit
daripada bahan lainnya sehingga dapat mencegah terjadinya kejadian dekubitus. Oleh
karena itu kami mengaplikasikan penggunaan Gel Pillow for Saccrum (GPS)
diharapkan dapat menurunkan kejadian dekubitus di area sakrum pada pasien
prolonged immobilization di ICU RSUD DR.Soetomo.

3.2 Tujuan

1. Menjelaskan pengaruh penggunaan Gel Pillow for Saccrum (GPS) terhadap pasien
yang berisiko mengalami dekubitus

2. mengidentifikasi pengaruh pemberian Gel Pillow for Saccrum (GPS) terhadap


pasien yang berisiko mengalami dekubitus

3. menganalisis pengaruh pemberian Gel Pillow for Saccrum (GPS) terhadap pasien
yang berisiko mengalami dekubitus

3.3 Konsep Prolonged Immobilization

3.3.1 Pengertian
Prolonged immobilization terjadi karena luka, sakit atau penyebab lainnya
menyebabkan dampak pada psikologis dan biokimia pada setiap organ dan seluruh
sistem pada tubuh (Teasell & Dittmer, 1998).
3.3.2 Komplikasi
1. Sistem musculoskeletal:
Kejadian paling banyak yang disebabkan oleh imobilisasi terjadi pada
otot. Prolonged immobilization menimbulkan atrofi otot. Kehilangan massa otot
ini menyebabkan penurunan kekuatan dann ketahanan otot. Otot yang
terimobilisasi kehilangan sekitar 3% dari kekuatan normalnya per hari
imobilisasi. Otot yang terimobilisasi dan dalam posisi yang tetap atau sama akan
menjadi kontraktur. Prolonged immobilization juga dapat menimbulkan efek
langsung pada sendi. Kontraktur pada kapsul sendi dan sekitar otot dapat
menyebabkan restriksi dari range of motion (ROM) dari sendi. Menurunnya
pergerakan pada sendi mengakibatkan menurunya aliran cairan synovial yang
mana akan memicu untuk terjadinya perubahan degenerative pada cartilago sendi
((Teasell & Dittmer, 1998).
2. Sistem perkemihan
Terjadinya hipercalciuria dari perubahan tulang yang dipicu oleh
imobilisasi juga merupakan predisposisi adanya infeksi dan calculi dari sistem
perkemihan.
3. Kulit
Imobilisasi menyebabkan perubahan pada komposisi dari kulit dan
berhubungan dengan perkembangan dari ulserasi karena penekanan (dekubitus).
Ketika jaringan dipapar dengan tekanan yang lebih tinggi melebihi tekanan
intrakapiler (32mmHg) selama waktu prolonged immobilization, aliran darah ke
jaringan akan terhambat. Jaringan yang iskemik akan mengalami kerusakan pada
jaringan lunak dan kulit. Luka yang dihasilkan akan berupa dekubitus atau
pressure ulcers.
4. Sistem pernapasan:
Imoblisasi akan menyebabkan efek pada sistem pernapasan. Pada
posisi supine, pasien yang imobilisasi memiliki efek yang tidak baik pada
intercosta, diafragma atau otot abdominal untuk inspirasi maupun ekspirasi
maksimum. Atropi secara umum pada otot-otot tersebut dapat mempengaruhi
fungsi dan efisiensi pernapasan. Imobilisasi juga memiliki dampak signifikan
terhadap mekanisme batuk. batuk yang dihasilkan tidak dapat membersihkan
bronchial dari secret. Sehingga pada kondisi terjadinya penurunan kapasitas
respiratori dan stasis secret menyebabkan pasien mengalami pneumonia atau
atelektasis.
5. Sistem kardiovaskular:
Imobilisasi menyebabkan hipotensi orthostatik atau tekanan darah
rendah ketika bergerak/ berpindah dari posisi duduk ke berdiri. Setelah masa
imobilisasi, jika seseorang hendak berdiri ataupun duduk terdapat marked pooling
dari darah pada ekstremitas bawah yang menyebabkan penurunan pada sirkulasi
volume darah. Tekanan darah akan menurun cepat dan otak kekurangan darah dan
oksigen yang terkadang memicu terjadinya pingsan.
6. Sistem pencernaan:
Sistem pencernaan juga terpengaruh oleh prolonged immobilization.
Adanya penurunan secara umum pada aktivitas gastrointestinal, penurunan pada
mobilitas dan fungsi sekresi akan menimbulkan konstipasi (Teasell & Dittmer,
1998).

3.4 KONSEP DEKUBITUS


3.4.1 Definisi
Dekubitus merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan
gangguan integritas kulit. Dekubitus merupakan nekrosis jaringan lokal yang
cenderung terjadi ketika jaringan lunak tertekan di antara tonjolan tulang dengan
permukaan eksternal dalam jangka waktu lama (NPUAP, 1989)
Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat
dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh
dengan waktu yang biasa. (Margolis, 1995). Klien yang sakit mengalami penurunan
mobilisasi, gangguan persepsi sensorik, ataupun penurunan sirkulasi beresiko terjadi
dekubitus.
3.4.2 Klasifikasi
Tahap-tahap dekubitus :
I: Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi ulkus kulit yang diperbesar. Kulit tidak
berwarna , hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator.
II : Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi jaringan epidermis atau dermis.
Ulkus superfisial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet, atau lubang yang
dangkal.
III : Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan yang rusak atau
nekrotik yang mungkin akan melebar ke bawah , tapi tidak melampui fascia yang
berada di bawahnya. Ulkus secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan
tanpa merusak jaringan sekitar.
IV : Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensi , nekrosis jaringan ,
atau kerusakan otot, tulang atau struktur penyangga ( misal tendon , kapsul sendi dll)
3.4.3 Etiologi
1. Faktor predisposisi
a. Gangguan input sensorik : klien yang mengalami perubahan persepsi sensorik
terhadap nyeri dan tekanan berisiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit
yang sensasinya normal.
b. Gangguan fungsi motorik : klien tidak mampu mengubah posisi secara mandiri
beresiko tinggi terjadi dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi
tidak mampu mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan
tersebut.
c. Perubahan tingkat kesadaran : klien bingung, disorientasi atau perubahan tingkat
kesadaran tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari dekubitus.
d. Gips, traksi , alat ortotik, dan peralatan lain : gips dan traksi mengurangi
mobilisasi klien dan ekstremitasnya sehingga adanya gaya friksi eksternal
mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit dapat menyebabkan
dekubitus.
2. Faktor presipitasi
a. Gaya gesek : tekanan yang diberikan pada kulit dengan arah peralel terhadap
permukaan tubuh.
b. Friksi : merupakan mekanika yang diberikan saat kulit digeser pada permukaan
kasar seperti alat tenun tempat tidur
c. Kelembaban : adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan resiko
terjadinya ulkus.
d. Nutrisi buruk : klien kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan penurunan
jaringan subkutan yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang
berfungsi sebagai bantalan di antara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit.
e. Anemia : penurunan level hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa
oksigen dan mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan.
f. Infeksi dan demam : adanya patogen di dalam tubuh. Infeksi dan demam
meningkatkan kebutuhan metabolic tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia
dan lebih rentan mengalami cedera akibat iskemia.
g. Gangguan sirkulasi perifer : penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia
dan lebih rentan mengalami kerusakan iskemia.
h. Obesitas jaringan adipose pada jumlah kecil berguna sebagai bantalan tobjolan
tulang sehingga melindungi kulit dari tekanan
i. Kakeksia : penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai kelemahan dan
kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat seperti kanker dan
penyakit kardiopulmonal tahap akhir.
j. Usia : beberapa perubahan normal karena proses penuaan juga meningkatkan
resiko terjadi dekubitus pada lansia.
3.4.4 Patofisiologi
Dari berbagai etiologi baik secara mekanik seperti tekanan yang lama,
tekanan antar permukaan, luncuran, gesekan dan immobilitas maupun fisiologis
karena faktor intrinsic yaitu kondisi tubuh klien sendiri seperti proses penuaan,
anemia dan kurang gizi keduanya menyumbang dalam timbul dan berkembangnya
ulcus decubitus pada seorang klien.
Misalnya pada faktor mekanik adanya tekanan antar permukaan yang lama
dikarenakan immobilitas dapat menimbulkan munculnya ulcus decubitus. Kosiak
(1991) mengemukakan bahwa tekanan yang lama yang melampaui tekanan kapiler
jaringan pada jaringan yang iskemik akan mengakibatkan terbentuknya ulkus
dekubitus juga. Hal ini karena tekanan yang lama akan mengurangi asupan oksigen
dan nutrisi pada jaringan tersebut sehingga akan menyebabkan iskemik dan hipoksia
kemudian menjadi nekrosis dan ulserasi.
Pada keadaan iskemik, sel-sel akan melepaskan substansia H yang mirip
dengan histamine. Adanya substansi H dan akumulasi metabolit seperti kalium,
adenosine diphosphat (ADP), hidrogen dan asam laktat akan menyebabkan dilatasi
pembuluh darah. Reaksi kompensasi sirkulasi akan tampak sebagai hiperemia dan
reaksi tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan sebelum periode kritis terjadi
yaitu 1-2 jam. Suatu penelitian histologis memperlihatkan bahwa tanda- tanda
kerusakan awal terjadi di dermis antara lain berupa dilatasi kapiler dan vena serta
edema dan kerusakan sel-sel endotel. Selanjutnya akan terbentuk perivaskuler
infiltrat, agregat platelet yang kemudian berkembang menjadi hemoragik
perivaskuler. Hal yang menarik, pada tahap awal ini, di epidermis tidak didapatkan
tanda-tanda nekrosis oleh karena sel-sel epidermis memiliki kemampuan untuk
bertahan hidup pada keadaan tanpa oksigen dalam jangka waktu yang cukup lama.
Selain itu, perubahan patologis oleh karena tekanan eksternal tersebut terjadi lebih
berat pada lapisan otot daripada pada lapisan kulit dan subkutaneus. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Daniel dkk (1981) yang mengemukakan bahwa iskemia primer
terjadi pada otot dan kerusakan jaringan kulit terjadi kemudian sesuai dengan
kenaikan besar dan lamanya tekanan.
Sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam.
Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami ulkus
dekubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjammnya. Russ (1991)
menyatakan bahwa tekanan antar permukaan yang melebihi 32 mmHg akan
menyebabkan mudahnya penutupan kapiler dan iskemik. Brand (1976) dan Reichel
(1958) menjelaskan bahwa gerakan anguler dan vertikal atau posisi setengah
berbaring akan mempengaruhi jaringan dan pembuluh darah daerah sacrum sehingga
berisiko untuk mengalami kerusakan. Gesekan dapat menjadi faktor untuk terjadinya
ulkus dekubitus karena gesekan antar penderita dengan sandarannya akan
menyebabkan trauma makroskopis dan mikroskopis. Kelembaban, maserasi dan
kerusakan jaringan akan meningkatkan tekanan pada kulit. Kelembaban yang terjadi
akibat kehilangan cairan dan inkontinensia alvi dan urin akan menyebabkan
terjadinya maserasi jaringan sehingga kulit cenderung lebih mudah menjadi rusak.
Seorang penderita immobil pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring
diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan
daerah tumit mencapai 30-45 mmHg. Lindan dkk menyebutkan bahwa pada pasien
posisi telentang, tekanan eksternal 40-60 mmHg merupakan tekanan yang paling
berpotensi untuk terbentuk ulkus pada daerahsacrum, maleolus lateralis dan oksiput.
Sedangkan pada pasien posisi telungkup, thoraks dan genu mudah terjadi ulkus pada
tekanan 50 mmHg. Pada pasien posisi duduk, mudah terjadi ulkus bila tekanan
berkisar 100 mmHg terutama pada tuberositas ischii. Tekanan akan menimbulkan
daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nekrosis jaringan kulit.
Pada stadium pertama ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan
eritema pada kulit serta timbul nyeri, pada stadium kedua ulserasi meluas hingga ke
jaringan adipose. Sedangkan pada stadium ke tiga Ulserasi meluas sampai ke lapisan
lemak subkutis, dan otot sudah mulai terganggu dengan adanya edema, inflamasi,
infeksi dan hilangnya struktur fibril. Pada tahap ke empat Ulserasi dan nekrosis
meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi. Sedangkan pada faktor intrinsik yang
disebabkan fisiologis tubuh klien sendiri seperti proses penuaan, anemia dan kurang
gizi dapat memperparah dan mempercepat timbulnya ulcus decubitus pada klien.
3.4.5 Manifestasi Klinis
a. Tanda cidera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila ditekan ibu
jari.
b. Pada cidera yang lebih berat dijumpai ulkus kulit.
c. Dapat timbul rasa nyeri dan tanda-tanda sistemik peradangan, termasuk demam
dan peningkatan hitung sel darah putih.
d. Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di rumah sakit
yang berkepanjangan.
Setiap bagian tubuh dapat terkena ulkus dekubitus, tetapi bagian tubuh yang
paling sering terjadi ulkus dekubitus adalah daerah tekanan dan penonjolan
tulang. Bagian tubuh yang sering terkena ulkus dekubitus adalah tuberositas ischi
(30%), trochanter mayor(20%), sacrum (15%), tumit (10%), lutut, maleolus, siku,
jari kaki, scapulae dan processus spinosus vertebrae. Tingginya frekuensi
tersebut tergantung pada posisi penderita

Gejala klinik yang tampak oleh penderita, biasanya berupa kulit yang
kemerahan sampai terbentuknya suatu ulkus. Kerusakan yang terjadi dapat meliputi
dermis, epidermis, jaringan otot sampai tulang. Berdasarkan gejala klinis, NPUAP
mengklasifikasikan ulkus dekubitus menjadi empat stadium:
1. Stadium 1
Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit.
Penderita dengan sensibilitas baik akan mengeluh nyeri. Stadium ini umumnya
reversibel dan dapat sembuh dalam 5-10 hari. Apabila dibandingkan dengan kulit
yang normal, maka akan tampak:
- Perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)
- Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
- Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)
- Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang
menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna
merah yang menetap, biru atau ungu.

2. Stadium 2
Ulserasi mengenai epidermis, dermis dan meluas sampai ke jaringan adiposa.
Terlihat eritema dan indurasi. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi,
melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal. Stadium ini dapat sembuh
dalam 10-15 hari.
3. Stadium 3
Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkutis, dan otot sudah mulai
terganggu dengan adanya edema, inflamasi, infeksi dan hilangnya struktur fibril.
Tepi ulkus tidak teratur dan terlihat hiper atau hipopigmentasi dengan fibrosis.
Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari
jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat
seperti lubang yang dalam. Kadang-kadang terdapat anemia dan infeksi sistemik.
Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
4. Stadium 4
Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia, otot, tulang serta sendi. Dapat
terjadi artritis septik atau osteomielitis dan sering disertai anemia. Dapat sembuh
dalam 3-6 bulan.

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus


dekubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, dekubitus
dapat dibagi menjadi tiga:
1. Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,50C
dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6
minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi
aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 10C antara daerah ulkus dengan kulit
sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada
pembuluh darah (arterisklerotik) ikut berperan untuk terjadinya dekubitus
disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam
16 minggu.
3. Tipe terminal
Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan
sembuh.

3.4.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Kultur : pertumbuhan mikroorganisme tiruan atau sel-sel jaringan.
2. Albumin serum : protein utama dalam plasma dan cairan serosa lain.
3. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat apakah
terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi bertujuan untuk
melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus. Biopsi tulang perlu
dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih dan
laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses penyembuhan
ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin level, prealbumin level,
transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang atau
MRI.
3.4.7 Pencegahan
a. Faktor-faktor risiko klien
Tahap pertama pencegahan adalah mengkaji faktor-faktor risiko klien.
Kemudian perawat mengurangi faktor-faktor lingkungan yang mempercepat terjadi
dekubitus, seperti suhu ruangan panas (penyebab diaporesis), kelembaban, atau linen
tempat tidur yang berkerut. Identifikasi awal pada klien berisiko dan faktor-faktor
risikonya membantu perawat mencegah terjadi dekubitus. Pencegahan meminimalkan
akibat dari faktor-faktor risiko atau faktor yang memberi kontribusi terjadi dekubitus.
Tiga area intervensi keperawatan utama mencegah terjadi dekubitus adalah perawatan
kulit, yang meliputi higienis dan perawatan kulit topikal; pencegahan mekanik dan
pendukung untuk permukaan, yang meliputi pemberian posisi, penggunaan tempat
tidur dan kasur terapeutik; dan pendidikan (AHCPR, 1992).
b. Higiene dan perawatan kulit
Perawat harus menjaga kulit klien tetap bersih dan kering. Pada perlin-
dungan dasar untuk mencegah kerusakan kulit, maka kulit klien dikaji terus menerus
oleh perawat, daripada didelegasi ke tenaga kesehatan lainnya. Selain itu, jenis produk
yang tersedia untuk perawatan kulit sangat banyak, dan penggunaannya harus
disesuaikan dengan kebutuhan klien yang spesifik (Hess, 1995; Maklebust, 1991a,
1991b). Ketika kulit dibersihkan maka sabun dan air panas harus dihindari
pemakaiannya (AHCPR, 1992). Sabun dan lotion yang mengandung alkohol
menyebabkan kulit kering dan meninggalkan residu alkalin pada kulit. Residu alkalin
menghambat pertumbuhan bakteri normal pada kulit, dan meningkatkan pertumbuhan
bakteri oportunistik yang berlebihan, yang kemudian dapat masuk ke dalam luka
terbuka (Barnes, 1987).
c. Pengaturan posisi
Intervensi pengaturan posisi diberikan untuk mengurangi tekanan dan gaya
gesek pada kulit. Dengan menjaga bagian kepala tempat tidur setinggi 30 derajat atau
kurang akan menurunkan peluang terjadi dekubitus akibat gaya gesek (AHCPR, 1992).
Posisi klien imobilisasi harus diubah sesuai dengan tingkat aktivitas, kemampuan
persepsi, dan rutinitas sehari-hari (Pajk dkk, 1986; Bergstrom dkk, 1987). Oleh karena
itu standar perubahan posisi dengan interval 1 1/2 sampai 2 jam mungkin tidak dapat
mencegah terjadi dekubitus pada beberapa klien. AHCPR (1992) merekomendasi
penggunaan jadwal tertulis untuk mengubah dan menentukan posisi tubuh. Klien
harus diubah posisinya minimal setiap 2 jam. Saat melakukan perubahan posisi, alat
bantu untuk posisi harus digunakan untuk melindungi tonjolan tulang (AHCPR,
1992,1994; Jacobs, 1994). AHCPR (1992) merekomendasi posisi lateral 30 derajat
(Gambar 38-13). Untuk mencegah cedera akibat friksi, ketika mengubah posisi, lebih
baik diangkat daripada diseret.
d. Alas pendukung (kasur dan tempat tidur terapeutik)
Berbagai jenis alat pendukung, termasuk kasur dan tempat tidur khusus, telah
dibuat untuk mengurangi gaya imobilisasi pada sistem kulit dan musculoskeletal. saat
memilih tempat tidur perawat harus mengkaji secara menyeluruh kebutuhan klien
secara keseluruhan. Saat memilih alas pendukung, perawat harus mengetahui tujuan
pembuatan alas pendukung tersebut yaitu: kenyamanan, kondisi postur tubuh, dan
manajemen tekanan (Krouskop dan i Rijswijk, 1995). klien dan keluarga perlu
diajarkan alasan dan cara menggunakan tempat tidur atau kasur yang tepat. bila kasur
digunakan maka alat-alat tersebut akan membantu mengurangi dekubitus pada klien
yang berisiko. Penelitian menyatakan bahwa klien yang tidur di atas tempat tidur berisi
udara cair akan mengalami peningkatan kehilangan cairan dan penurunan kehilangan
nitrogen urin (Breslow, 1994; Breslow dkk, 1993). Klien yang tidur di atas tempat
tidur yang berisi udara cair harus meningkatkan jumlah cairan guna mencegah
dehidrasi dan membutuhkan peningkatan asupan protein (Breslow, 1994; Breslow
dkk, 1993).
3.4.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ulkus dekubitus harus dilakukan dengan baik dan terpadu,
karena proses penyembuhannya yang membutuhkan waktu yang lama. Ketika ulkus
dekubitus telah terbentuk, maka pengobatan harus diberikan dengan segera.
Pengobatan yang diberikan dapat berupa tempat tidur yang termodifikasi baik untuk
penderita ulkus dekubitus, pemberian salep, krim, ointment, solution, kasa,
gelombang ultrasonik, atau lampu panas ultraviolet, dan tindakan bedah.
Pemilihan terapi, tergantung pada stadium ulkus dekubitus dan tujuan
pengobatan.seperti proteksi, pelembaban dan membuang jaringan nekrosis. Hal yang
harus diperhatikan dalam penatalaksanaan ulkus dekubitus adalah perawatan luka
harus dibedakan ke dalam metode operatif dan nonoperatif. Perawatan luka dengan
metode nonoperatif dilakukan untuk ulkus dekubitus stadium 1 dan 2, sedangkan
untuk stadium 3 dan 4 harus menggunakan metode operatif.
Sekitar 70-90% ulkus dekubitus adalah superfisial dan sembuh dengan
penyembuhan sekunder. 11 Mengurangi tekanan lebih lanjut pada daerah ulkus.
Secara umum penatalaksanaan ulkus dekubitus dibagi menjadi nonmedikamentosa
dan medikamentosa.
1. Non Medikamentosa
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan nonmedikamentosa adalah
meliputi pengaturan diet dan rehabilitasi medik. Seperti telah disebutkan di atas,
nutrisi adalah faktor risiko untuk terjadinya ulkus dekubitus. Pemberian diet yang
tinggi kalori, protein, vitamin dan mineral akan meningkatkan status gizi
penderita ulkus dekubitus. Meningkatnya status gizi penderita ini akan
memperbaik sistem imun penderita sehingga mempercepat penyembuha ulkus
dekubitus. Terapi rehabilitasi medik yang diberikan untuk penyembuhan ulkus
dekubitus adalah dengan radiasi infra merah, short wave diathermy, dan
pengurutan. Tujuan terapi ini adalah untuk memberikan efek peningkatan
vaskularisasi sehingga dapat membantu penyembuhan ulkus. Sedangkan
penggunaan terapi ultrasonik, sampai saat ini masih terus diselidiki manfaatnya
terhadap terapi ulkus dekubitus.
2. Medikamentosa
Penatalaksanaan ulkus dekubitus dengan metode medikamentosa meliputi:
a. Mempertahankan keadaan bersih pada ulkus dan sekitarnya. Keadaan tersebut
akan menyebabkan proses penyembuhan luka lebih cepat dan baik. Untuk hal
tersebut dapat dilakukan kompres, pencucian, pembilasan, pengeringan dan
pemberian bahan-bahan topikal seperti larutan NaC1 0,9%, larutan H202 3% dan
NaC10,9%, larutan plasma dan larutan Burowi serta larutan antiseptik lainnya.
b. Mengangkat jaringan nekrotik.
Adanya jaringan nekrotik pada ulkus akan menghambat aliran bebas dari
bahan yang terinfeksi dan karenanya juga menghambat pembentukan jaringan
granulasi dan epitelisasi. Oleh karena itu pengangkatan jaringan nekrotik akan
mempercepat proses penyembuhan ulkus.
c. Menurunkan dan mengatasi infeksi.
Perlu pemeriksaan kultur dan tes resistensi. Antibiotika sistemik dapat
diberikan bila penderita mengalami sepsis dan selulitis. Ulkus yang terinfeksi
harus dibersihkan beberapa kali sehari dengan larutan antiseptik seperti larutan
H202 3%, povidon iodin 1%, seng sulfat 0,5%. Radiasi ultraviolet (terutama
UVB) mempunyai efek bakterisidal.
Antibiotik sistemik kurang dianjurkan untuk pengobatan ulkus dekubitus
karena akan menimbulkan resistensi. Antibiotik sistemik yang dapat diberikan
meliputi gologan penicillins, cephalosporins, aminoglycosides, fluoroquinolones,
dan sulfonamides. Antibiotik lainnya yang dpat digunakan adalah clindamycin,
metronidazole dan trimethoprim.
d. Merangsang dan membantu pembentukan jaringan granulasi dan epitelisasi.
e. Tindakan bedah
Tindakan bedah bertujuan untuk membersihkan ulkus dan mempercepat
penyembuhan dan penutupan ulkus, terutama ulkus dekubitus stadium III & IV.
Tindakan medik berdasarkan derajat ulkus:
a. Dekubitus derajat I: kulit yang kemerahan dibersihkan dengan hati-
hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion, kemudian dimasase 2-3
kali/hari.
b. Dekubitus derajat II: perawatan luka memperhatikan syarat-syarat
aseptik dan antiseptik. Dapat diberikan salep topikal. Pergantian balut dan
salep jangan terlalu sering karena dapat merusak pertumbuhan jaringan yang
diharapkan.
c. Dekubitus derajat III: usahakan luka selalu bersih dan eksudat dapat
mengalir keluar. Balutan jangan terlalu tebal dan sebaiknya transparan
sehingga udara dapat masuk dan menguap berjalan baik. Dengan menjaga
luka agar tetap basah akan mempermudah regenerasi sel-sel kulit.
d. Semua langkah di atas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik harus
dibersihkan karena akan menghalangi epitelisasi.

3.4.8 Komplikasi
1. Skin abscess
Terdapat nanah di bawah permukaan kulit, yang disebabkan oleh infeksi. Nanah
terdiri dari jaringan yang terinfeksi dan sel darah putih. Abses kulit disebabkan
oleh bakteri yang ada di permukaan kulit. Bakteri dapat masuk ke jaringan di
bawah kulit setelah cedera.
2. Cellulitis
Infeksi pada lapisan dangkal dan dalam kulit, yang disebabkan oleh bakteri.
Ketika kulit terluka, bakteri dapat menyebar di bawah permukaan dan mulai
berkembang biak. Banyak dari infeksi disebabkan oleh bakteri streptococcal dan
staphylococcal.
3. Gangren
4. Septic arthritis
Septic arthritis merupakan peradangan sendi yang parah, yang disebabkan oleh
infeksi bakteri. Bakteri dapat memasukkan gabungan dari luka, atau bakteri dapat
menyebar ke sendi melalui aliran darah dari lokasi lain dalam tubuh.
5. Osteomyelitis
Peradangan atau inflamasi sudah menyebar ke tulang.
6. Sepsis
Peradangan atau inflamasi sudah menyebar ke darah.
3.4.8 Prognosis
Luka akibat luka tekanan dan sudah terinfeksi dapat disembuhkan tapi tetap
meninggalkan bekas luka. Kekambuhan terjadi jika faktor pencetus tetap ada.
Tingkat kekambuhan sangat tinggi yaitu 90% (Revis). Penyembuhan orang-orang
yang berusia lanjut dan lemah lambat dan sulit. Sebaliknya orang yang muda dan
sehat pasca cedera akan sembuh lebih cepat. (www.mdguidelines.com, 2010).

3.5 Konsep Gel Pillow for Saccrum


3.5.1 Definisi GPS
Gel Pillow for Sacrum (GPS) adalah bantalan yang berbahan dasar dari gel
yang dibuat disesuaikan dengan bentuk anatomis area sacrum sehingga dapat
melindungi area sekitar sacrum dari terjadinya dekubitus. GPS dapat mengurangi
jumlah tekanan yang terjadi pada area sacrum, mengatur kelembaban dan
mempermudah terjadinya sirkulasi udara. Sehingga dapat mengurangi resiko
dekubitus ataupun mencegah terjadinya perburukan kondisi dekubitus yang telah
muncul.
Gambar : rancangan Gel Pillow for Saccrum (GPS)
GPS terbuat dari lapisan luar dengan bahan semipermeabel sehingga dapat
mempermudah proses sirkulasi udara, kemudian lapisan dalam terdiri dari gel yang
bertekstur fleksibel dan bersifat dingin sehingga nyaman bagi kulit. GPS dibuat
dengan overlay (mendukung permukaan ditempatkan di atas matras standar Rumah
Sakit) statis dan matras statis lainnya. Produk ini diindikasikan pada pasien yang
memiliki setidaknya satu dari kondisi spesifik di bawah ini:
1. Kondisi luka dekubitus terakhir pada stadium I atau II
2. Riwayat luka dekubitus pada stadium III atau IV
3. Pasien merupakan pasien dalam tirah baring dan membutuhkan dukungan untuk
pencegahan luka dekubitus (California Departement of Healthcare Services,
2011).
3.5.2 Tujuan pemakaian GPS
1. Mampu mengurangi tekanan pada area sacrum
2. Mencegah kerusakan kulit terutama mencegah dekubitus
3. Mampu mencegah terjadinya perburukan kondisi dekubitus yang telah muncul
4. Mampu mencegah peningkatan panas
5. Mampu mencegah keringat dan mengatur kelembaban
6. Meningkatkan kenyamanan pasien
7. Mempermudah perpindahan/ mobilisasi
8. Mampu mempertahankan kestabilan posisi pinggul (Islam, 2010).
3.5.3 Indikasi pemakaian GPS
Luka dekubitus terjadi ketika seseorang dirawat di Rumah Sakit. Luka
dekubitus mempengaruhi 1 sampai 5 dari 100 orang yang dirawat di Rumah Sakit.
Bagaimanapun, luka dekubitus dapat terjadi pada seseorang di rumah atau di rumah
perawatan. Luka dekubitus dapat terjadi ketika (Kenny, 2012):
1. Sakit yang serius (termasuk pasien di ICU)
2. Tidak bisa berpindah (terbatas pada kursi atau tempat tidur), termasuk tidak bisa
mengubah posisi tanpa bantuan dari orang lain
3. Memiliki Spinal Cord Injury (tidak dapat menggerakkan atau merasakan kaki dan
kadang-kadang lengan)
4. Memiliki gizi buruk
5. Menggunakan prostetis (tungkai buatan), penahan tubuh atau gips
6. Inkontinensia urin atau feses ( menyebabkan kulit basah dan lebih mudah rusak)
7. Memiliki diabetes ( dapat mempengaruhi sesnsasi dan kemampuan untuk
merasakan nyeri seluruh bagian tubuh)
8. Memiliki Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau gagal jantung
9. Memiliki penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson atau rheumatoid arthritis
10. Memiliki patah pinggul atau menjalani operasi pinggul
11. Memiliki penyakit vascular perifer (sirkulasi buruk pada kaki atau lengan
disebabkan oleh penyempitan arteri oleh arteroma)
3.5.4 Keuntungan pemakaian GPS
1. Gel dapat mendistribusikan berat badan pasien secara sempurna dengan
mengurangi tekanan pada kapiler dan mencegah oklusi yang dapat terjadi akibat
penekanan area tertentu dalam waktu yang lama.
2. Gel dapat meningkatkan kenyamanan karena dapat memberikan sensasi dingin
pada kulit dibandingkan dengan material lainnya
3. Gel sangat fleksibel dan dapat diregangkan ke seluruh arah sehingga
memungkinkan area penonjolan tulang untuk terbenam dalam gel tersebut dan
menurunkan penekanan pada kulit
4. Bagian luar dari GPS terbuat dari bahan yang lembab dan semipermeabel
sehingga memudahkan pendistribusian kelembaban dan panas
5. Dispossable sehingga dapat digunakan berkali-kali
3.5.5 Kelemahan GPS
1. Hanya melindungi area sacrum dan sekitarnya sehingga pada area yang beresiko
lebih rendah lainnya seperti tumit dan scapula belum dapat terlindungi
2. Belum dijual bebas sehingga hanya dapat dipesan di tempat tertentu dengan
jumlah yang terbatas
3.5.6 Prosedur pemakaian GPS
No. Langkah-langkah Rasional

1. Bersihkan daerah tuberositas ischi,


Untuk mencegah dan
trochanter mayor dan sacrum dan keringkanmenghindari terjadinya iritasi
dengan handuk pada area kulit
2. Persiapkan pasien dengan posisi supine Pada posisi supine
untuk memudahkan pemasangan GPS memudahkan pemasangan
GPS sesuai dengan anatomi
tubuh
3. Letakkan GPS di area panggul dibawah Berfungsi sebagai alas daerah
underpad panggul untum meminimalkan
penekanan maupun gesekan
dan peletakan di bawah
underpad akan memudahkan
pembersihan
4. Pastikan posisi GPS sudah terpasang Memberikan rasa nyaman dan
dengan tepat keefektifan penggunaan GPS
5. Fiksasi GPS di bagian depan perut pasien Agar GPS tidak berubah posisi
meskipun pasien melakukan
mobilisasi minimal
6. Pastikan pemasangan GPS tidak terlalu Untuk memastikan
longgar maupun ketat pemasangan GPS nyaman dan
tidak menambah penekanan
pada daerah tersebut

3.5.7 Hasil Data Pemakaian Gel Pillow for Sacrum (GPS)


Lembar observasi pemasangan GPS pada Ny. E
Hari/ tanggal Hari pemasangan ke- Keadaan sacrum
Rabu, 28 Agustus 2013 1 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Kamis, 29 Agustus 2013 2 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Jumat, 30 Agustus 2013 3 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Sabtu, 31 Agustus 2013 4 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Minggu, 1 September 2013 5 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Senin, 2 September 2013 6 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Selasa, 3 september 2013 7 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Rabu, 4 September 2013 8 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Kamis, 5 September 2013 9 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Jumat, 6 September 2013 10 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Sabtu, 7 September 2013 11 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Minggu, 8 September 2013 12 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)

Lembar observasi pada Tn. D yang tidak terpasang GPS


Hari/ tanggal Hari pemasangan ke- Keadaan sacrum
Rabu, 28 Agustus 2013 1 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Kamis, 29 Agustus 2013 2 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Jumat, 30 Agustus 2013 3 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Sabtu, 31 Agustus 2013 4 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Minggu, 1 September 2013 5 Eritema : (-), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Abrasi : (-),
Inflamasi : (-)
Senin, 2 September 2013 6 Eritema : (+), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-), Inflamasi : (-),
Abrasi minimal
Selasa, 3 september 2013 7 Eritema : (+), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-),Inflamasi : (-)
Abrasi : (+)
Rabu, 4 September 2013 8 Eritema : (+), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-),Inflamasi : (-)
Abrasi : (+)
Kamis, 5 September 2013 9 Eritema : (+), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-),Inflamasi : (-)
Abrasi : (+)
Jumat, 6 September 2013 10 Eritema : (+), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-),Inflamasi : (-)
Abrasi : (+)
Sabtu, 7 September 2013 11 Eritema : (+), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-),Inflamasi : (-)
Abrasi : (+)
Minggu, 8 September 2013 12 Eritema : (+), Ulcerasi : (-),
Nyeri : (-),Inflamasi : (-)
Abrasi : (+)

3.5.8 Analisa Data


Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri
yang didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah
dalam jangka waktu lebih dari 6 jam (Sabandar, 2008) . Dekubitus merupakan suatu
komplikasi yang sering terjadi akibat faktor penurunan sensitivitas karena imobilisasi.
Imobilisasi menyebabkan penekanan yang terus-menerus pada bagian penyangga
berat badan. Pasien pada ICU dapat terjadi berbagai komplikasi yang berhubungan
dengan prolonged immobilization selama berada di ICU dan meningkat untuk
terjadinya luka dekubitus (Hanson, 2009). Sehingga apabila pasien yang dirawat di
ICU tidak mendapatkan perawatan ataupun pencegahan yang baik, maka pasien dapat
mengalami dekubitus. Efek jika tidak dilakukan pencegahan dan penatalaksanaan
adalah ketika ulkus dekubitus sudah terbentuk makan akan membutuhkan waktu
penyembuhan yang lama.
Dekubitus dapat dicegah denggan menggunakan alat bantu seperti bantal
(pillow/ cushion). Tujuan dari pengunaan pillow adalah mencegah kerusakan kulit,
mencegah peningkatan panas, mencegah keringat dan meningkatkan kenyamanan
pasien. Hasil penerapan pemasangan Gel Pillow for Sacrum (GPS) sebagai
pencegahan terjadinya dekubitus pada satu pasien kelolaan Ny. E selama 12 hari (28
Agustus- 8 September 2013), didapatkan perubahan bermanfaat yang dapat dilihat
dari keadaan area sacrum pasien. Pada awal pemasangan GPS (28 Agustus 2013),
keadaan area sacrum eritema (-), ulserasi (-), nyeri (-), inflamasi (-) dan abrasi (-).
Setelah dipasang GPS selama 12 hari, didapatkan keadaan area sacrum eritema (+),
ulserasi(-), nyeri (-), inflamasi (-), dan abrasi minimal. Menurut National pressure
Ulcer Advisory panel (NPUAP) dalam Potter & perry (2005), gejala klinis yang muncul
pada dekubitus stadium 1 yaitu munculnya eritema, ulserasi terbatas pada epidermis dan
dermis dan timbul nyeri; pada stadium 2 ulserasi mengenai epidermis, dermis dan
meluas sampai ke jaringan adipose; pada stadium 3 ulserasi meluas sampai ke lapisan
lemak subkutis, dan otot; dan pada stadium 4 ulserasi dan nekrosis meluas mengenai
fasia, otot, tulang serta sendi. Gel Pillow for Sacrum (GPS) adalah bantalan yang
berbahan dasar dari gel yang dibuat disesuaikan dengan bentuk anatomis area sacrum,
penggunaan material yang fleksibel seperti pada bahan gel dapat mengurangi
penekanan pada area tonjolan tulang karena teksturnya yang lebih menyerupai kulit
daripada bahan lainnya sehingga dapat mencegah terjadinya kejadian dekubitus
(Goossens, 2000).
Tabel perbandingan keadaan sacrum pasien yang memakai GPS dan yang
tidak memakai GPS.
Pasien yang dipasang GPS Pasien yang tidak dipasang GPS
Keadaan area sacrum Ny. E Keadaan area sacrum Tn. D
H-1 : H-1:

Eritema : (-), Ulcerasi : (-), Eritema : (-), Ulcerasi : (-),


Nyeri : (-), Inflamasi : (-), Abrasi (-) Nyeri : (-), Inflamasi : (-), Abrasi (-)
H-3 : H-3 :

Eritema : (-), Ulcerasi : (-), Eritema : (-), Ulcerasi : (-),


Nyeri : (-), Inflamasi : (-), Abrasi (-) Nyeri : (-), Inflamasi : (-), Abrasi (-)
H-6 : H-6 :
Eritema : (-), Ulcerasi : (-), Eritema: (+), ulserasi: (-), nyeri: (-),
Nyeri : (-), Inflamasi : (-), Abrasi (-) inflamasi: (-), abrasi minimal
H-7 : H-7 :

Eritema : (-), Ulcerasi : (-), Eritema: (+), ulserasi: (-), nyeri: (-),
Nyeri : (-), Inflamasi : (-), Abrasi (-) inflamasi: (-), abrasi : (+)
H-12 : H-12 :

Eritema : (-), Ulcerasi : (-), Eritema: (+), ulserasi: (-), nyeri: (-),
Nyeri : (-), Inflamasi : (-), Abrasi (-) inflamasi: (-), abrasi: (+)

3.5.9 Dokumentasi pemasangan Gel Pillow for Sacrum (GPS)


1) Posisikan klien dengan posisi supine
2) Bersihkan daerah sacrum

3) Letakkan GPS di area panggul dibawah underpad

4) Fiksasi GPS di bagian depan perut pasien


3.5.10 Keterbatasan
1. Mahasiswa kesulitan dalam menyeragamkan Length of Stay dalam
pemilihan sampel pasien untuk penggunaan GPS karena keberagaman
lama rawat pasien di ICU.
2. Mahasiswa kesulitan dalam mengidentifikasi faktor resiko dari responden
karena setiap pasien perlakuan dan kontrol memiliki faktor risiko yang
berbeda-beda yang memicu terjadinya dekubitus.
3. Mahasiswa belum dapat mengaplikasikan GPS kepada sampel yang lebih
banyak dikarenakan adanya keterbatasan GPS.
Dapus:

California Departement of Healthcare Services. 2011. Antidecubitus Care (ADC)


Support Surfaces. http://www.dhcs.ca.gov. diakses 13 Agustus 2013.
Islam S. dkk., 2010, Anti-Decubitus Cushion Evaluations: JARIK Fluid Cushion
Versus Existing Cushion, http://www.jarikmedical.com, diakses pada 13
Agustus 2013.
Kenny, T. 2012. Indication of Anti-Decubitus Cushion. http://patient.co.uk, diakses
pada 13 Agustus 2013.
Bourdin G, et al.2010. The Feasibility of Early Physical Activity In Intensive Care
Unit Patient: A Prospective Observational One-Care Center Study.
www.ncbi.nlm.nih.gov/m/pubmed/20406506/. Respire care.2010 apr;
55(4):481-4.
Hanson, C. W. 2009. Procedures In Critical Care. McGraw-hill global education.

Teasell, R & Dittmer, D.K. 1998.Complication of Immobilization And Bedrest. Can


Fam Physician. June; 39: 1428-32, 1435-7

Anda mungkin juga menyukai