Oleh:
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Permasalahan yang terjadi pada anak Cerebral palsy spastik
quadriplegisangatlah kompleks. Maka penulis dalam karya tulis ini
merumuskan masalahsebagai berikut:
1. Apakah ada manfaat dilakukan pemberian
hydrotherapyterhadap penurunan tingkat spastisitas?
2. Apakah ada manfaat pemberian latihan hydrotherapy
terhadap peningkatan kemampuan fungsional berdiri
dan berjalan pada penderita Cerebral palsy spastik
quadriplegidengan gangguan fungsional berdiri dan
berjalan?
3. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus
Cerebral palsy spastik quadriplegidengan modalitas
hydrotherapy untuk menurunkan spastisitas otot
anak/pasien?
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah :
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui manfaat Hydrotherapy terhadap penurunan
tingkat spastisitas pada penderita cerebral palsy, dan untuk
mengetahui manfaat hydrotherapydalam membantu meningkatkan
kemampuan fungsional berdiri dan berjalan pada penderita
cerebral dengan gangguan fungsional berdiri dan berjalan.
2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral
palsy spastik quadriplegidengan modalitas hydrotherapy untuk
menurunkan spastisitas otot pada anak.
D. Manfaat penelitian
a. Bagi institusi
Sebagai referensi tentang mengetahui penatalaksanaan fisioterapi
pada kasusCerebral palsy spastik quadriplegidengan modalitas
hydrotherapy.
b. Bagi pendidikan
Memberikan informasi ilmiah tentang penanganan Cerebral palsy
spastik quadriplegibagi peneliti selanjutnya
c. Memberikan informasi serta gambaran tentang Cerebral palsy
spastik quadriplegipada masyarakat yang meliputi penyebab serta
gejala,dan bagaimana cara menangani Cerebral palsy spastik
quadriplegi
d. Bagi penulis
Mendalami pengetahuan tentang penggunaan hydrotherapy pada
penyandang cerebral palsy
E. Batasan masalah
Dengan banyaknya metode fisioterapi yang dapat digunakan pada
kasus Cerebral palsy spastik quadriplegi telah terbukti bahwa
hydrotherapy memiliki manfaat besar bagi paien cerebral palsy. Maka
pasien memilih hydrotherapy sebagai penatalaksanaan fisioterapi pada
kasus Cerebral palsy spastik quadriplegiini.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Defenisi
B. Patologi
Pada Cerebral palsy spastik quadriplegiterjadi kerusakan pada
pusat motorik danmenyebabkan terganggunya fungsi gerak yang
normal. Pada kerusakan korteksserebri terjadi kontraksi otot yang
terus menerus dimana disebabkan oleh karenatidak terdapatnya
inhibisi langsung pada lengkung refleks.Cerebral palsy spastik
quadriplegitipe quadriplegi disebabkan adanya lesi cortex
cerebripadalobus frontalis area 6 tepatnya medial dan lateral. Bila
derajat lesi pada sisimedial lebih besar,maka akan terjadi spastik yang
lebih kuat pada kedua tungkai.Gyrus precentralis berfungsi sebagai
area motorik, berurutan dari medial kelateral merupakan proyeksi pola
gerak pada tungkai, punggung, lengan, danwajah. Dan serabut-serabut
asosiasi pada white matter di otak yang mana secaranormal berfungsi
sebagai penghalusan suatu aktivitas (Chusid, 2003).
C. Tanda dan gejala klinis
Tanda dan gejala yang spesifik dari penderita cerebral
palsyspastikquadriplegiadalah terjadi spastisitas pada otot-otot
keempat anggota gerakekstremitas atas dan bawah, meningkatnya
reflek tendon, stretch reflek yangberlebihan, hiperkontraktilitas otot
dan klonus yang terjadi pada anggota gerakbaik atas maupun bawah
sehingga penderita mengalami kesulitan untukmempertahankan
keseimbangannya.Pada kasus diatas memiliki beberapa pola
spastisitas.Pola spastisitas padaanggota gerak atas adalah adduksi dan
internal rotasi bahu, fleksi siku, pronasilengan bawah, fleksi dan
ulnar deviasi wrist dan fleksi jari-jari.Sedangkan padaanggota gerak
bawah adalah adduksi dan internal rotasi hip, fleksi knee,
plantarfleksi dan inversi ankle serta fleksi jari-jari (Stephen, 1972).
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka konsep
Etiologi
1. Prenatal
2. Perinatal
Problematika Fisioterapi
4. Kesulitan melakukan
aktivitas sehari-hari
Hasil
1. Penurunan spastisitas
Etiologi
1. Gluteus maximus
2. Gluteus medius Muscle yang mengalami ketrbatasan: ROM
3. Illiopsoas : Psoas
1. Shoulder : Flexi – Ekstensi
1. Quadrisep femoris : rectus
major & illiacus
femoris,vastus Abduksi – adduksi
medialus,vastus 2. Elbow : Pronasi – Supinasi
Flexi – Ekstensi
cateralis,vastus intermedius.
3. Wrist : Palmar – Dorsa
2. Hamstring : Aposisi- reposisi
Semitendinosis,semimenitran 4. Hip : Flexi – ekstensi
osus,bicep femoris Abduksi – adduksi
3. Gastroknemius & soleus 5. Knee : Flexi – Ekstensi
4. Trisep Eksternal rotasi – internal
5. Ekstensor retina culum rotasi
6. Palmarislongis 6. Ankle : Plantar - Dorsal
7. Abductor policis brevis
NEURO
1. Fasialis 8. Ischiadicus
2. Muscubcutaneus 9. saphenus
3. Radialis 10. tibialis
4. Medianus
5. Ulnalis
6. Protenius Comunis
7. Fibularis Profundus
8. Fibularis Superficialis
KELAINAN SUSUNAN SARAF TEPI
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem saraf menerima rangsangan dari sekitarnya dan dari dalam tubuh
fungsi saraf otonom. Gangguan Sistem Saraf dapat disebabkan oleh beberapa hal,
Berbagai penyebab yang lain meliputi obat – obatan, toksin (missal, logam
berat, alcohol), radiasi, inflamasi, dan infeksi (virus, bakteri, prion, dan penyakit
dipersarafi oleh system saraf otonom), konduksi saraf perifer, fungsi medulla
system saraf.
tertentu, yang dapat bersifat local (mengenai satu otot) atau bersifat umum
yang berlebihan (misalnya kram otot yang bersifat involuntary atau aktivitas
reseptor sensorik yang tidak adekwat dengan kesalahan persepsi sensorik), atau
defisit fungsional (paralisis otot atau defisit sensorik). Meskipun reseptor sensorik
38
tetap utuh, persepsi sensorik terutama melalui mata atau telinga, dapat terganggu
Penyakit Saraf dan Otot adalah merupakan bagian dari penyakit saraf yang
disebabkan terganggunya fungsi saraf tepi atau otot. Untuk memahami penyakit
saraf baik pusat maupun tepi. Susunan Saraf Pusat terdiri dari Otak dan Medula
Spinalis sedangkan Susunan Saraf Tepi terdiri dari sel saraf dan serabut-
serabutnya yang dapat berasal dari otak seperti saraf kepala (saraf kranialis) atau
2.1 Anatomi
1. n. olfaktorius
2. n. optikus
3. n. oftalmikus
4. n. trokhlearis
5. n. trigeminus
6. n. abduscens
7. n. fasialis
8. n. vestibulocochlearis
9. n glossofaringeus
10. n. vagus
11. n. accessories
12. n. hipoglosus
satu sehingga dikenal sebagai nervi servikales, nervi torakales, nervi lumbales,
dan nervi sakrales. Gabungan saraf tepi semacam ini disebut juga pleksus,
sehingga dikenal pleksus servikotorakales (gabungan radiks C1-8 dan T1) dan
2.2 Patomekanisme
38
Gangguan faal pada saraf tepi dapat berasal dari gangguan biokemistri
mielin. Mielin diproduksi oleh sel Schwann yang membalut akson dan pada titik
tertentu mempunyai takik yang disebut nodus Ranvier. Adanya nodus Ranvier
(serabut saraf eferen), atau sebaliknya dari reseptor lebih cepat sampai ke sentral
(serabut saraf aferen). Tidak semua serabut saraf bermielin, ada juga serabut saraf
yang kecil dan pendek tidak bermielin dan saling menghubungkan sesama sel
saraf di otak. Pada penyakit saraf tepi kerusakan dapat terjadi pada akson, disebut
aksonopati, atau pada mielin (mielinolisis) dan kombinasi keduanya dapat saja
demikian halnya bila pada mielin lebih besar kemungkinan cepat kembali seperti
semula.
Salah satu diantara penyakit saraf tepi yang populer adalah polio yang
yang terkena sebenarnya adalah mielum bagian anterior yang disebut juga kornu
anterior sehingga lesi yang ditimbulkan berupa kelumpuhan tipe perifer karena
inti sel saraf di kornu anterior mengalami nekrosis. Akibatnya adalah serabut saraf
yang terkena terutama aksonnya tidak berfungsi lagi dan otot yang dipersarafi
lama kelamaan (dan proses berlangsung cepat) menjadi atrofi. Otot yang atrofi
menjadi kecil dan ekstremitas memerlukan bantuan alat untuk dapat berfungsi
kembali.
Tidak ada terapi khusus pada polio sehingga terapi pada penyakit ini lebih
bersifat suportif.
epidemi polio sedang berjangkit (outbreak) karena akan memicu lebih banyak sel
saraf yang mati. Kehati-hatian ini juga menjadi penting karena makin banyaknya
Nama lain:
3. Infectious polyneuritis,
4. Landry-Guillain-Barre syndrome
5. French Polio
menyerang selubung myelin saraf tepi. Saraf tepi menghubungkan otak dan
medulla spinalis dengan bagian tubuh lain. Kerusakan pada saraf tepi akan
38
kekuatannya, penyebab sebenarnya penyakit ini belum diketahui tetapi dapat
Gejala pertama biasanya adalah panas atau demam yang dapat tinggi atau
sedang dan pada hari ketiga diikuti oleh kelemahan dan kesemutan (gringgingen)
di kedua tungkai. Kemudian gejala ini akan memanjat keatas. Pada keadaan yang
parah terjadi kelumpuhan total. Penyakit ini mengancam nyawa bila otot
pernafasan diserang. Pada keadaan seperti ini diperlukan respirator. Keadaan yang
parah akan berlangsung beberapa pekan, kemudian menjadi stabil dan membaik
dengan perawatan yang baik pula. Ada pula perbaikan yang memakan waktu
sangat lama hingga beberapa tahun. Pengobatan biasanya dilakukan dengan obat-
jenis GBS, tetapi bila tidak diberi keterangan lain maka yang dimaksud adalah
2.5 Epidemiologi
lengan dan tangan juga terkena tidak terkecuali otot pernafasan dan wajah. Karena
merupakan lesi saraf tepi makan refleks tendon akan menghilang. Dengan
besar pasen dapat pulih normal kembali. GBS juga menjadi penyebab
Akson sendiri adalah perpanjangan sel saraf yang menjulur sampai ke bagian
mempunyai kelompok sel saraf yang terletak di cornu anterior medula spinali
Otak adalah kumpulan sel-sel otak yang banyak sekali jumlahnya. Untuk
dapat menggerakkan anggota tubuh seperti lengan dan tungkai maka dari otak sel
otak tersebut akan menjulurkan bagian sel otak yang disebut akson. Akson akan
terus berjalan sepanjang tubuh dan mencapai organ yang ditujunya (AA). Otak
terdiri dari dua belahan yang disebut hemisfer. Hemisfer serebri sebelah kiri erat
tugasnya dengan tugas menghitung dan bicara bahasa sedangkan hemisfer sebelah
kanan erat tugasnya dengan seni dan ketrampilan ruang. Otak mempunyai banyak
lekuk untuk menghemat ruang yang akan mampu menampung 200 milyar sel otak
yang terdiri dari sel otak neuron dan sel glia (AA). Lobus frontalis mengontrol
sentuhan.
38
menghubungkan dengan memori yang tersimpan.
(AA).
menyelaraskan informasi sensor dari mata, telinga, dan otot untuk koordinasi
mengambil sesuatu.
mengawasi fungsi kehidupan yang vital seperti detak jantung, nafas dan tekanan
darah. Di daerah ini pula terletak kendali tidur dan kesadaran (AA).
Thalamus bekerja sebagai pintu gerbang pesan yang masuk antara otak
dan medulla spinalis Hipothalamus mengontrol emosi dan mengatur suhu, makan
Sel Saraf memiliki dua tipe cabang yaitu neurite atau akson dan dendrite.
Dendrit membawa impuls dari luar kea rah sel dan neurite membawa impuls dari
sel kea rah luar. Sel saraf saling berhubungan dengan sesame sel saraf melalui
dendrite tersebut sehingga tercipta komunikasi yang efeisien dan cepat sekali
(AA).
Saraf tepi adalah semua saraf di tubuh keluar dari otak dan medulla
spinalis. Bekerja sebagai penghantar antara otak dan anggota tubuh. Misalnya
tangan menyentuh setrika panas maka seketika tangan akan ditarik karena
informasi panas dibawa ke otak dan otak memerintahkan untuk menarik tangan
2.10 Neurotransmitters
Neurotransmiter lepas ke sinaps suatu celah antara dua sel saraf dan
menempel ke reseptor di sel penerima. Proses ini terjadi berulang antara neuron ke
Pada GBS terjadi gangguan pada saraf tepi sehingga kekuatan kedua
Miller Fisher syndrome (MFS) adalah jenis yang jarang karena berupa
38
kelumpuhan yang menurun dari atas ke bawah jadi kebalikan dari GBS.
axoplasm saraf tepi. Sering terjadi pada musim tertentu dan penyembuhan
hanya juga disertai serangan pada serabut saraf sensorik dengan kerusakan
mulut, gatal, mual dan muntah sering terjadi dan disfagia. Konstipasi juga
dapat terjadi yang tidak hilang dengan laksan. Dan bisa pula berganti
dengan diare. Gejala awal biasanya lelah dan lemas seperti lethargy,
gangguan otonomik seperti pusing bila berdiri, mata kabur, nyeri perut,
diare, mata kering, dan gangguan kencing. Yang paling sering adalah
pusing bila berdiri, gangguan gastrointestinal dan kencing dan gangguan
berkeringat.
patologi terutama di batang otak, pons, midbrain, dan medulla. Meski pada
kesamaan.
Pada GBS terjadi gangguan pada saraf tepi sehingga kekuatan kedua
Klasifikasi
Miller Fisher syndrome (MFS) adalah jenis yang jarang karena berupa
kelumpuhan yang menurun dari atas ke bawah jadi kebalikan dari GBS.
38
(prevalen) di China dan Mexico. Merupakan serangan auto-immune pada
axoplasm saraf tepi. Sering terjadi pada musim tertentu dan penyembuhan
lebih cepat. Pada pasen akan terdapat anti-GD1a antibody [9]. Antibody
hanya juga disertai serangan pada serabut saraf sensorik dengan kerusakan
mulut, gatal, mual dan muntah sering terjadi dan disfagia. Konstipasi juga
dapat terjadi yang tidak hilang dengan laksan. Dan bisa pula berganti
dengan diare. Gejala awal biasanya lelah dan lemas seperti lethargy,
gangguan otonomik seperti pusing bila berdiri, mata kabur, nyeri perut,
diare, mata kering, dan gangguan kencing. Yang paling sering adalah
berkeringat.
kesamaan.
angsur naik ke lengan. Pasen biasanya mengeluh kedua tungkai terasa berat
dan merasakan seperti ada beban dan perasaan gringgingen serta tebal. Ada
juga rasa disestesia (numbness atau tingling). Penyakit berlanjut keatas dalam
waktu beberapa jam atau hari dan kemudian otot wajah dan lengan mulai
lemah. Sering kali saraf otak bagian bawah terkena. Disebut juga kelumpuhan
menelan mengisap air liur dan sulit bernafas. Sebagian besar pasen perlu
perawatan rumah sakit (MRS) dan sekitar 30% perlu bantuan ventilator [11].
Kelemahan otot wajah dapat terjadi tapi otot mata jarang terkena. Bila otot
wajah dan otot mata terkena maka kemungkinan besar kasus tersebut adalah
tendo) tanda khas GBS. Hilangnya sensasi nyeri dan suhu biasanya ringan.
Dan semsasi nyeri bahkan bertambah pada otot yang terkena. Rasanya seperti
nyeri orang yang kelelahan. Nyeri ini biasanya hilang sendiri dan dapat diobati
dengan analgesic biasa. Gangguan kandung kencing dapat terjadi pula pada
38
kasus yang parah. Tetapi bersifat sementara. Bila gangguan kandung kencing
Demam jarang ada dan bila ada harus dipikirkan kemungkinan suatu
Pada keadaan yang berat hilangnya fungsi otonom dapat terjadi berupa
tekanan darah yang naik dan turun berfluktuasi, hipotensi orthostatik dan
aritmia jantung.
(CSF)). Gangguan pemberian SIADH dapat terjadi akibat pemberian air dan
garam secara intravena yang tidak tepat. Gejalanya serupa dengan progressive
inflammatory neuropathy.[12]
Penyebab
immune terhadap antigen asing (seperti infeksi) yang menjadi salah sasaran.
bahan alami yang terdapat dalam junlah besar dalam saraf manusia.
dimana diduga dapat berupa virus influenza atau semacam reaksi imun
Akibat serangan otot imun terhadap saraf tepi adalah kerusakan mielin
Diagnosis
areflexia, tidak ada demam saat kelumpuhan, dan hasil pemeriksaan cairan
elektromiografi (EMG) berupa tes hantaran saraf pada otot yang lumpuh.
jumlah sel tetap. Protein naik hingga 100–1000 mg/dL, tanpa disertai
Elektrodiagnosis
blok hantaran dan potensial aksi kompleks pada kasus demielinating. Pada
38
Kriteria Diagnosis
Utama
akibat neuropati.
Areflexia
Pendukung
Kelumpuhan yang relative simetris dan adanya nyeri atau rasa tebak pada
demielinasi
Diagnosis Banding
borne)
vasculitis neuropatia
poliomyelitis dengan demam dan tanda meningeal
miastenia gravis
arsen
astrositoma spinal
Virus West Nile dapat menimbulkan penyakit neurologis yang fatal seperti
POLIOMYELITIS
BAB 1
PENDAHULUAN
Definisi
38
lebih sering dialami oleh anak-anak yang tidak mendapatkan vaksinasi,
terutama bagi mereka yang tinggal di daerah yang penduduknya padat dan
dengan sanitasi yang buruk.
Poliomielitis disebabkan oleh infeksi dari genus enterovirus yang
dikenal dengan poliovirus. Terdapat tiga serotipe dari poliovirus, yaitu:
poliovirus tipe 1 (Brunhilde/PV1), tipe 2 (Lansing/PV2), dan tipe 3
(Leon/PV3).
Transmisi penyakit ini sangat mudah lewat oral-oral (orofaringeal)
dan fekal-oral (intestinal). Polio sangat infeksius antara 7-10 hari sebelum
dan sesudah timbulnya gejala, tetapi transmisinya mungkin terjadi selama
virus berada di dalam saliva atau feses.
B. Patofisiologi
Poliovirus masuk kedalam tubuh melalui mulut, menginfeksi sel
yang pertama ditemuinya, yaitu di faring dan mukosa saluran cerna. Virus
ini masuk dan berikatan dengan immunoglobulin-like receptor, yang
dikenal sebagai reseptor poliovirus atau CD 155, pada membran sel. Di
dalam sel-sel saluran cerna, virus ini bertahan selama sekitar 1 minggu,
kemudian menyebar ke tonsil, jaringan limfoid saluran cerna dan kelenjar
limfa mesenterik dan servikal dimana virus ini berkembang biak.
Selanjutnya, virus ini masuk ke dalam aliran darah. Poliovirus dapat
bertahan dan berkembang biak dalam darah dan kelenjar limfa untuk
waktu lama, kadang-kadang hingga 17 minggu.
C. Jenis-jenis poliomielitis
Polio paralitik
Denervasi jaringan otot skelet sekunder oleh infeksi poliovirus
dapat menimbulkan kelumpuhan. Tanda-tanda awal polio paralitik ialah
panas tinggi, sakit kepala, kelemahan pada punggung dan leher,
kelemahan asimetris pada berbagai otot, peka dengan sentuhan, susah
menelan, nyeri otot, hilangnya refleks superfisial dan dalam, parestesia,
iritabilitas, konstipasi, atau sukar buang air kecil. Kelumpuhan umumnya
berkembang 1-10 hari setelah gejala awal mulai timbul Prosesnya
berlangsung selama 2-3 hari, dan biasanya komplit seiring dengan
turunnya panas.
Polio spinal
Polio spinal adalah tipe poliomielitis paralisis yang paling sering
akibat invasi virus pada motor neuron di kornu anterior medula spinalis
yang bertanggung jawab pada pergerakan otot-otot, termasuk otot-otot
interkostal, trunkus, dan tungkai. Kelumpuhan maksimal terjadi cukup
cepat (2-4 hari), dan biasanya timbul demam serta nyeri otot. Virus dapat
merusak otot-otot pada kedua sisi tubuh, tetapi kelumpuhannya paling
sering asimetris. Kelumpuhan seringkali lebih berat di daerah proksimal
dari pada distal.
Polio bulbar
Polio bulbospinal
Kira-kira 19% dari semua kasus polio paralitik yang memberikan
gejala bulbar dan spinal; subtipe ini dikenal dengan polio respiratori atau
polio bulbospinal. Poliovirus menyerang nervus frenikus, yang mengontrol
diafragma untuk mengembangkan paru-paru dan mengontrol otot-otot
yang dibutuhkan untuk menelan
D. Gejala klinik
Gejala klinik bermacam-macam dan digolongkan sebagai berikut:
1. Jenis asimtomatis
Setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala klinik sama sekali
karena daya tahan tubuh cukup baik. Jenis ini banyak terdapat waktu
epidemi.
2. Jenis abortif
Timbul mendadak langsung beberapa jam sampai beberapa hari. Gejala
seperti infeksi virus lainnya, yaitu: malaise, anoreksia, nausea, muntah,
nyeri kepala, nyeri tenggorokan, konstipasi dan nyeri abdomen.
3. Jenis non-paralitk
Gejala kliniknya hampir sama dengan poliomielitis abortif, hanya nyeri
kepala, nausea, dan muntah lebih hebat. Terdapat tanda-tanda rangsangan
meningeal tanpa adanya kelumpuhan. Suhu bisa naik sampai 38-39ºC
disertai nyeri kepala dan nyeri otot. Bila penderita ditegakkan, kepala akan
terjatuh kebelakang (head drops). Bila penderita berusaha duduk dari
sikap tidur maka kedua lututnya ditekuk dengan menunjang kebelakang
dan terlihat kekakuan otot spinal (tripod sign).
4. Jenis paralitik
Gejala kliniknya sama seperti pada jenis non-paralitik, kemudian disertai
kelumpuhan yang biasanya timbul 3 hari setelah stadium preparalitik.
E. Diagnosis
Diagnosis poliomielitis paralitik ditegakkan berdasarkan anamnesis
yaitu adanya kelumpuhan flaksid yang mendadak pada salah satu atau
lebih anggota gerak dengan refleks tendon yang menurun atau tidak ada
38
pada anggota gerak yang terkena, yang tidak berhubungan dengan
penyebab lainnya, dan tanpa adanya gangguan sensori atau kognitif.
Virus polio dapat diisolasi dan dibiakkan dari bahan hapusan
tenggorok pada minggu pertama penyakit, dan dari tinja sampai beberapa
minggu. Bila pemeriksaan isolasi virus tidak dapat dilakukan, maka
dipakai pemeriksaan serologi berupa tes netralisasi dengan memakai
serum pada fase akut dan konvalesen. Selain itu bisa juga dilakukan
pemeriksaan complement fixation (CF). Diagnosis laboratorik biasanya
berdasar-kan ditemukannya poliovirus dari sampel feses atau dari hapusan
faring. Antibodi dari poliovirus dapat didiagnosis, dan biasanya terdeteksi
di dalam darah pasien yang terinfeksi. Hasil analisis cairan serebrospinal
yang diambil dari pungsi lumbal didapati adanya peningkatan jumlah
leukosit serta protein juga sedikit meningkat. Dapat juga dilakukan
pemeriksaan khusus yaitu kecepatan hantar saraf dan elektromiografi.
Diagnosis banding ialah meningitis tuberkulosis, sindroma
Guillain-Barre, mieltis transversa, dan ensefalitis.
F. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang sering ditemukan, yaitu: equinus foot (club
foot), deformitas, gangguan pergerakan sendi, skoliosis, osteoporosis,
neuropati. dan komplikasi akibat tirah baring lama.
G. Prognosis
Prognosis tergantung pada beratnya penyakit. Pemulihan motorik pada
poliomielitis umumnya cukup baik. Pada kasus polio spinal, bila sel-sel
saraf rusak total maka kelumpuhan dapat menetap. Prognosis buruk pada
bentuk bulbar. Kematian biasanya terjadi karena kegagalan fungsi pusat
pernapasan atau infeksi sekunder pada jalan napas
H. Pencegahan
Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif dan
menghindari daerah endemis
PENATALAKSANAAN
38
Kadang-kadang pada fase ini memerlukan tindakan operasi bila
terdapat pemendekan otot atau kontraktur sendi yang tidak dapat
diperbaiki dengan tindakan fisioterapi maupun dengan ortosis. Pada
penderita poliomielitis selain dilakukan latihan penguatan untuk otot-
otot yang mengalami kelemahan, juga perlu dilakukan latihan
penguatan pada otot-otot yang tidak mengalami kelemahan, terutama
otot-otot ekstremitas superior, untuk persiapan penggunaan ortosis atau
alat bantu seperti wheelchair dan crutches.
I. Pendahuluan
38
Paraplegia merupakan paralysis permanen dari tubuh yang disebabkan
oleh luka atau penyakit yang dipengaruhi oleh medulla spinalis. Pada luka
medulla spinalis tulang belakang, biasanya rusak di suatu tempat di
sepanjang tulang belakang tersebut akan sembuh, tetapi jaringan saraf pada
medulla spinalis tidak dapat sembuh. Kerusakan saraf inilah yang
menyebabkan kehilangan permanent pada fungsi dan berakibat pada kondisi
yang disebut paraplegia
DEFINISI
KLASIFIKASI
1. Paraplegia spastika
a.Tanda spastisitas
Hiperfleksia sering diiringi oleh klonus. Tanda ini adalah gerak otot
reflektorik, yang bangkit secara berulang-ulang selama perangsangan
masih berlangsung. Pada lesi UMN kelumpuhan disertai oleh klonus
kaki.
e.Refleks patologik
Pada kaki, gerak otot reflek patologik berupa gerakan dorsoekstensi ibu
jari kaki serta pengembangan jari kaki lainnya, sebagai jawaban atas
penggoresan terhadap bagian lateral telapak kaki (Refleks Babinski) atau
kulit sekitar maleolus lateral (Refleks Chaddock) atau kulit yang
menutupi os tibia, (Refleks Oppenheim) atau atas pijatan pada betis
(Refleks Gordon) atau atas pijatan pada tendon Achilles (Refleks
Schaeffer).
38
2. Paraplegia Flaccida
II. Etiologi
a.Motorneuron disease
b. Polyneuropatia bilateral
c.Poliomyelitis Anterior Acuta
III. EPIDEMIOLOGI
IV. PATOFISIOLOGI
Sistem saraf pusat terdiri atas otak, (cerebrum dan cerebellum) dan
medulla spinalis. Otak merupakan pusat dan pikiran dan interpretasi terhadap
lingkungan eksternal.Sedangkan medulla spinalis merupakan kumpulan saraf-
saraf yang menghubungkan otak dengan organ tubuh dan sebaliknya.
7
Medulla spinalis dilindungi dari bagian dalam menuju luar oleh cairan
cerebrospinal,selaput otak dan tulang vertebrata.Medulla spinalis tersusun atas
segmen-segmen yang sama dengan tulang vertebra,namun karna pertumbuhan
make segmen medulla spinalis semakin kebawah semakin menjauhi segmen
tulang vertebra yang sesuai.Dimana segmen-segmen itu adalah:
Segala aktivitas susunan saraf pusat yang dapat dilihat, didengar, direkam
dan diperiksa berwujud gerak otot. Gerak jalan, gerak otot wajah otot yang
menentukan sikap tubuh dan gerak otot skeletal apapun merupakan manifestasi
eksternal susunan saraf pusat Otot-otot skeletal dan neuron yang menyusun
susunan neuromuskular volunter, yaitu sistem yang mengurus dan sekaligus
melaksanakan gerakan yang dikendalikan oleh kemauan. Secara anatomik
sistem tersebut terdiri atas:
1. Upper Motor Neuron (UMN)
a.Susunan Piramidal
Dari bagian mesial gyrus precentalis (area 4: corteks motorik) kebagian lateral
bawah, secara berurutan terdapat peta gerakan kaki, tungkai bawah, tungkai atas,
pinggul, abdomen atau thoraks, bahu, lengan, tangan jari-jari, leher, wajah, bibir,
otot pita suara, lidah & otot penelan.
V. GEJALA
Seperti yang kita tahu paraplegi adalah paralisa bagian bawah dari tubuh
termasuk tungkai yang diakibatkan karena adanya lesi / tekanan akibat tumor
pada medulla spinalis.
Manifestasi klinis dari penyakit ini adalah berbentuk spastic dan flaccid.
Spastic adalah suatu keadaan dimana terjadi lesi bilateral atau transversal di
medulla spinalis pada bagian bawah dan pada tingkat cervical. Keadaan spastic
ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
Akut
Sub Kronis
VI. DIAGNOSA
1. Anamnesa
….. Setelah minum bir, makan obat? ….. Langsung setelah membedol
tanaman? ….. Langsung setelah mendorong kendaraan yang mogok
dijalan? ….. Setelah tidur dikursi? ….. dst.
….. dst.
Esensi dalam penyusunan kasus paraplegia terletak pada penentuan faktor
etiologinya. Gambaran penyakitnya tidak sukar untuk didiagnosa, maka strategi
pengarahan dipusatkan pada lajunya perjalanan atau perkembangan penyakit,
apakah akut, sub-akut, sub kronik ataupun kronik. Adakah infeksi sebelumnya
telah mendapat trauma tulang belakang dan pernah menderita tuberculosis atau
pernah dioperasi karena tumor ganas. Jawabannya akan menunjuk pada jenis
kausa yang harus diselidiki dalam pemeriksaan fisik diagnostic dan pemeriksaan
radiologi atau khusus. Paraplegia spastika akut yang terjadi secara serentak
dapat disebabkan oleh dislokasi atau fraktur tulang belakang akibat trauma atau
lesi vascular (thrombosis dari arteri spiralis, hematomyelia, aneurisma aorta
disektans). Yang berkembang agak lambat, tetapi masih dapat dijuluki sub-akut
ialah paraplegia spastic akibat proses imunologik (myelitis post-vaccinalis atau
post infeksiosa dan myelopati nekrotikans), sedangkan paraplegia yang
berkembang secara sub-kronik disebabkan oleh spondifitis TBC, tumor spinal
dan abses epidural.
sisi.
2.PEMERIKSAAN
A. Inspeksi
c. Atropi
B. Palpasi
Sistem Sensorik
jelas.
Tonus otot :
UMN
B. Refleks Patologis
Lesi ini hanya muncul pada orang yang mengalami lesi atau
kerusakan pada UMN. Refleks-refleks ini mempunyai respon yang
sama pada perangsangan yang berbeda dimana hasil respon tersebut
disebut “Babinski Response” atau “Ekstensor Plantar Response”
yaitu pada perangsangan tertentu jempol kaki (hallux) mengalami
dorsoekstensi dan pengembangan jari kaki lainnya.
1) Refleks Babinski
4) Refleks Gordon
7) Refleks Bing
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
2) Foto
a. Obat
jenis bakterinya
b. Fisioterapi
Dapat juga kita lakukan tindakan segera pada cedera medulla spinalis,
tujuannya adalah mencegah kerusakan lebih lanjut pada medulla spinalis
diperburuk oleh penanganan yang kurang tepat, efek hipotensi atau
hypoxia pada jaringan saraf yang sudah terganggu.
ii. Beri bantal, guling atau bantal pasir pada sisi pasien untuk mencegah
pergeseran
iii. Tutupi dengan selimut untuk menghindari hawa panas badan
VIII. KOMPLIKASI
Decubitus Ulcer
Autonomic Dysreflexia
Osteoporosis
Pneumonia
Emboli paru
Heterotopic Ossification
Spasticity
Cardiovaskuler Disease
39
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Wanita di zaman sekarang ini bisa dibilang memiliki pola hidup yang kurang
baik, seperti tidak rutin berolah raga, tidak mengatur pola makan secara baik,
serta mudah stress, semua itu merupakan pola hidup yang tidak sehat dan bisa
memancing penyakit untuk menyerang kesehatan tubuh setiap wanita di masa
kini. Ada sebuah penyakit yang terbilang cukup menarik untuk diketahui setiap
wanita khususnya yang berusia produktif di Indonesia sekarang ini yakni penyakit
kista. Kista memiliki banyak jenis, diantaranya adalah kista folikel, kista korpus
luteum, kista denoma, kista dermoid, kista hemorrhage, kista lutein, kista
polikistik ovarium, kista coklat atau yang disebut juga dengan endometriosis
(Saol, 2010).
Pada dasarnya kista dimiliki setiap manusia, baik pria maupun wanita, akan
tetapi kista yang ada di dalam tubuh pria tidak berpotensi untuk menjadi sebuah
penyakit. Sedangkan pada wanita kista berpotensi menjadi penyakit yang
berbahaya apabila mulai aktif di dalam tubuh wanita.
Endometriosis dapat terjadi pada sekitar 5–15% wanita usia reproduktif pada
populasi umum, dan pada 40% wanita yang mencari pengobatan infertilitas.
Lebih sering terjadi pada wanita usia 25-35 tahun, jarang pada wanita premenars
dan postmenopause. Prevalensi endometriosis secara umum juga terlihat lebih
rendah pada wanita dengan ras hitam dan Asia dibandingkan dengan Kaukasia.
Prevalensi kejadian endometriosis berdasarkan visualisasi organ pelvis dapat
diestimasi dengan :
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari kista endometriosis dan laparotomy ?
2. Apa etiologi dari kista endometriosis?
3. Bagaimana anatomi fungsional pada anak kista endometriosis?
4. Bagaimana patofisiologi dari kista endometriosis?
5. Bagaimana tanda dan gejala dari kista endometriosis?
6. Bagaimana pencegahan dari kista endometriosis?
7. Bagaimana prognosis dari pasien kista endometriosis?
8. Bagaimana patient safety yang dilaksanakan?
9. Bagaimana underlying process pada kasus kista endometriosis?
10. Bagaimana proses fisioterapi pada kista endometriosis?
C. TUJUAN MAKALAH
PEMBAHASAN
A. DESKRIPSI KASUS
a. Definisi
1. Kista Endometriosis
Endometriosis adalah implan jaringan (sel-sel kelenjar dan stroma)
abnormal mirip endometrium yang tumbuh di sisi luar kavum uterus,dan
memicu reaksi peradangan menahun. (Heriansyah 2011)
Kista yang terbentuk dari jaringan endometriosis (jaringan mirip
dengan selaput dinding rahim yang tumbuh di luar rahim) menempel di
ovarium dan berkembang menjadi kista. Kista ini sering disebut juga sebagai
kista coklat endometriosis karena berisi darah coklat-kemerahan. Kista ini
berhubungan dengan penyakit endometriosis yang menimbulkan nyeri haid
dan nyeri senggama. Kista ini berasal dari sel-sel selaput perut yang disebut
peritoneum. (Safitri,2011)
2. Laparatomi
Bedah Laparatomi adalah tindakan operasi pada daerah abdomen
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dilakukan pada bedah digesif dan kandungan. Adapun tindakan digesif yang
sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi. (Smeltzer, 2001).
Tindakan bedah yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah
laparatomi adalah berbagai jenis operasi. Contohnya operasi uterus, operasi
ovarium, operasi ileus selain tindakan bedah dengan teknik sayatan laparatomi
dengan bedah digesif dan kandungan. (Smeltzert, 2001).
Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses pembedahan
pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan Potter (2005)
dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2 tahap yaitu
periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah fase post
operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post laparatomi.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang di
berikan kepada klien yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen.
b. Etiologi
Dari penjelasan yang ada di atas bahwa bisa ditarik kesimpulan bahwa
sebagian besar masalah yang ada ditimbulkan oleh kemajuan zaman yang
menuntut segala sesuatunya serba instan dan tuntutan rutinitas yang padat menjadi
faktor kuat penyebab kista endometriosis terjadi pada kaum wanita khususnya
wanita yang berusia produktif yang menjalani rutinitasnya sebagai wanita karir.
c. Anatomi Fungsional
Anatomi fisiologi sistem reproduksi wanita dibagi menjadi 2 bagian yaitu: alat
reproduksi wanita bagian dalam yang terletak di dalam rongga pelvis, dan alat
reproduksi wanita bagian luar yang terletak di perineum.
1. Alat genitalia wanita bagian luar
Gambar 2.1
a. Mons veneris / Mons pubis
Disebut juga gunung venus merupakan bagian yang menonjol di bagian depan
simfisis terdiri dari jaringan lemak dan sedikit jaringan ikat setelah dewasa
tertutup oleh rambut yang bentuknya segitiga. Mons pubis mengandung banyak
kelenjar sebasea (minyak) berfungsi sebagai bantal pada waktu melakukan
hubungan seks.
d. Klitoris
Merupakan bagian penting alat reproduksi luar yang bersifat erektil, dan
letaknya dekat ujung superior vulva. Organ ini mengandung banyak pembuluh
darah dan serat saraf sensoris sehingga sangat sensitive analog dengan penis laki-
laki. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan
seksual.
e. Vestibulum
Merupakan alat reproduksi bagian luar yang berbentuk seperti perahu atau
lonjong, terletak di antara labia minora, klitoris dan fourchette. Vestibulum terdiri
dari muara uretra, kelenjar parauretra, vagina dan kelenjar paravagina. Permukaan
vestibulum yang tipis dan agak berlendir mudah teriritasi oleh bahan kimia,
panas, dan friksi.
f. Perinium
Merupakan daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan
anus. Perinium membentuk dasar badan perinium.
g. Kelenjar Bartholin
Kelenjar penting di daerah vulva dan vagina yang bersifat rapuh dan mudah
robek. Pada saat hubungan seks pengeluaran lendir meningkat.
i. Fourchette
Merupakan lipatan jaringan transversal yang pipih dan tipis, terletak pada
pertemuan ujung bawah labia mayoradan labia minora. Di garis tengah berada di
bawah orifisium vagina. Suatu cekungan kecil dan fosa navikularis terletak di
antara fourchette dan himen.
2. Alat genitalia wanita bagian dalam
a. Vagina
Vagina adalah suatu tuba berdinding tipis yang dapat melipat dan mampu
meregang secara luas karena tonjolan serviks ke bagian atas vagina. Panjang
dinding anterior vagina hanya sekitar 9 cm, sedangkan panjang dinding posterior
11 cm. Vagina terletak di depan rectum dan di belakang kandung kemih. Vagina
merupakan saluran muskulo-membraneus yang menghubungkan rahim dengan
vulva. Jaringan muskulusnya merupakan kelanjutan dari muskulus sfingter ani
dan muskulus levator ani oleh karena itu dapat dikendalikan.
Pada dinding vagina terdapat lipatan-lipatan melintang disebut rugae dan
terutama di bagian bawah. Pada puncak (ujung) vagina menonjol serviks pada
bagian uterus. Bagian servik yang menonjol ke dalam vagina di sebut portio.
Portio uteri membagi puncak vagina menjadi empat yaitu: fornik anterior, fornik
posterior, fornik dekstra, fornik sinistra.
b. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat, berdinding tebal, muskular, pipih, cekung
dan tampak seperti bola lampu / buah peer terbalik yang terletak di pelvis minor
di antara kandung kemih dan rectum. Uterus normal memiliki bentuk simetris,
nyeri bila ditekan, licin dan teraba padat.
Uterus terdiri dari tiga bagian yaitu: fundus uteri yaitu bagian corpus uteri yang
terletak di atas kedua pangkal tuba fallopi, corpus uteri merupakan bagian utama
yang mengelilingi kavum uteri dan berbentuk segitiga, dan seviks uteri yang
berbentuk silinder. Dinding belakang, dinding depan dan bagian atas tertutup
peritoneum sedangkan bagian bawahnya berhubungan dengan kandung kemih.
Untuk mempertahankan posisinya uterus disangga beberapa ligamentum,
jaringan ikat dan peritoneum. Ukuran uterus tergantung dari usia wanita, pada
anak-anak ukuran uterus sekitar 2-3 cm, nullipara 6-8 cm, dan multipara 8-9 cm.
Dinding uterus terdiri dari tiga lapisan yaitu peritoneum, miometrium / lapisan
otot, dan endometrium.
1) Peritoneum
a. Meliputi dinding rahim bagian luar
b. Menutupi bagian luar uterus
c. Merupakan penebalan yang diisi jaringan ikat dan
d. pembuluh darah limfe dan urat saraf
e. Meliputi tuba dan mencapai dinding abdomen
2) Lapisan otot
a. Lapisan luar: seperti “Kap”melengkung dari fundus uteri menuju
ligamentum.
b. Lapisan dalam: berasal dari osteum tuba uteri sampai osteum uteri
internum.
c. Lapisan tengah: terletak di antara kedua lapisan tersebut membentuk
lapisan tebal anyaman serabut otot rahim. Lapisan tengah ditembus oleh
pembuluh darah arteri dan vena. Lengkungan serabut otot ini membentuk
angka dan sehingga saat terjadi kontraksi pembuluh darah terjepit rapat
dengan demikian perdarahan dapat terhenti.
3) Semakin ke arah serviks otot rahim makin berkurang dan jaringan ikatnya
bertambah. Bagian rahim yang terletak antara osteum uteri internum
anatomikum yang merupakan batas dan kavum uteri dan kanalis servikalis
dengan osteum uteri histologikum (dimana terjadi perubahan selaput lendir
kavum uteri menjadi selaput lendir serviks) disebut istmus. Istmus uteri ini
akan menjadi segmen bawah rahim dan meregang saat persalinan.
4) Kedudukan uterus dalam tulang panggul ditentukan oleh tonus otot rahim
sendiri, tonus ligamentum yang menyangga, tonus otot-otot dasar panggul,
ligamentum yang menyangga uterus adalah ligamentum latum, ligamentum
rotundum (teres uteri) ligamentum infindibulo pelvikum (suspensorium
ovarii) ligamentum kardinale machenrod, ligamentum sacro uterinum dan
ligamentum uterinum.
a) Ligamentum latum
1. Merupakan lipatan peritoneum kanan dan kiri uterus meluas sampai ke
dinding panggul
2. Ruang antara kedua lipatan berisi jaringan ikat longgar dan mengandung
pembuluh darah limfe dan ureter
3. Ligamentum latum seolah-olah tergantung pada tuba fallopi
4. Ligamentum rotundum (teres uteri)
5. Mulai sedikit kaudal dari insersi tuba menuju kanalis inguinalis dan
mencapai labia mayus
6. Terdiri dari otot polos dan jaringan ikat
7. Fungsinya menahan uterus dalam posisi antefleksi
b) Ligamentum infundibulo pelvikum
1. Terbentang dari infundibulum dan ovarium menuju dinding panggul
2. Menggantung uterus ke dinding panggul
3. Antara tuba fallopi dan ovarium terdapat ligamentum ovarii proprium
c) Ligamentum kardinale machenrod
1. Dari serviks setinggi osteum uteri internum menuju panggul
2. Menghalangi pergerakan uterus ke kanan dan ke kiri
3. Tempat masuknya pembuluh darah menuju uterus
4. Ligamentum sacro uterinum. Merupakan penebalan dari ligamentum
kardinale machenrod menuju os sacrum
c. Tuba Fallopi
Tuba fallopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterine
hingga suatu tempat dekat ovarium dan merupakan jalan ovum mencapai rongga
uterus. terletak di tepi atas ligamentum latum berjalan ke arah lateral mulai dari
osteum tubae internum pada dinding rahim. Panjang tuba fallopi 12cm diameter
3-8cm. Dinding tuba terdiri dari tiga lapisan yaitu serosa, muskular, serta mukosa
dengan epitel bersilia.
d. Ovarium
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum,
ovulasi, sintesis, dan sekresi hormon – hormon steroid. Letak: Ovarium ke arah
uterus bergantung pada ligamentum infundibulo pelvikum dan melekat pada
ligamentum latum melalui mesovarium.
Jenis: Ada 2 bagian dari ovarium yaitu:
1) Korteks ovarii
a. Mengandung folikel primordial
b. Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel de graff
c. Terdapat corpus luteum dan albikantes
2) Medula ovarii
a. Terdapat pembuluh darah dan limfe
b. Terdapat serat saraf
c. Parametrium ,
Parametrium adalah jaringan ikat yang terdapat di antara ke dua lembar
ligamentum latum.
Batasan parametrium
1. Bagian atas terdapat tuba fallopi dengan mesosalping
2. Bagian depan mengandung ligamentum teres uteri
3. Bagian kaudal berhubungan dengan mesometrium.
4. Bagian belakang terdapat ligamentum ovarii
d. Patofisiologi
Kista yang terbentuk dari jaringan endometriosis (jaringan mirip dengan
selaput dinding rahim yang tumbuh di luar rahim) menempel di ovarium dan
berkembang menjadi kista. Kista ini sering disebut juga sebagai kista coklat
endometriosis karena berisi darah coklat-kemerahan. Kista ini berhubungan
dengan penyakit endometriosis yang menimbulkan nyeri haid dan nyeri
senggama. Kista ini berasal dari sel-sel selaput perut yang disebut peritoneum.
Penyebabnya bisa karena infeksi kandungan menahun, misalnya keputihan yang
tidak ditangani sehingga kuman-kumannya masuk kedalam selaput perut melalui
saluran indung telur.Infeksi tersebut melemahkan daya tahan selaput perut,
sehingga mudah terserang penyakit. Gejala kista ini sangat khas karena berkaitan
dengan haid. Seperti diketahui, saat haid tidak semua darah akan tumpah dari
rongga rahim ke liang vagina, tapi ada yang memercik ke rongga perut. Kondisi
ini merangsang sel-sel rusak yang ada di selaput perut mengidap penyakit baru
yang dikenal dengan endometriosis. Karena sifat penyusupannya yang perlahan,
endometriosis sering disebut kanker jinak.
Dinding dari rongga kelenjar terdiri dari lapisan epitel kolumnar tinggi dan
dapat juga terdiri dari lebih satu lapisan. Bukti adanya perdarahan dapat diamati
di luar rongga kelenjar. Bentuk spindle atau sel stellate dapat diamati pada area
interstitial yang edematous di sekitar rongga kelenjar. Sel atipik tidak tampak
pada pemeriksaan sel-sel ini. Endometrioma adalah massa soliter, non neoplastik,
berbatas tegas yang mengandung jaringan endometrium dan juga seringkali darah.
Endometrioma secara klinis bisa dikenali dengan perabaan pada palpasi bila
massa berukuran besar atau hanya muncul sebagai nyeri pelvis kronik dan nyeri
abdomen. Kebanyakan kasus terjadi di dalam pelvis, namun pada endometrioma
atipikal, endometrioma dapat ditemukan pada usus, thorax, dan dinding abdomen.
Banyak dari pasien ini sebelumnya menjalani operasi ginekologi atau seksio sesar
dan histerektomi. Endometrioma dinding abdomen banyak dijumpai pada pasien
dengan riwayat operasi ginekologi. Penemuan khas dari kasus endometriosis
adalah dijumpainya implan endometriosis, endometrioma dan perlengketan atau
adhesi. Implan yang terbentuk dapat sangat kecil sampai dengan beberapa
sentimeter, dapat merupakan lesi implan superfisial ataupun tertanam cukup
dalam. Penampakan warna dari implantasi endometriosis ini bisa berubah selama
siklus menstruasi, dapat membesar dan mengalami kongesti dan mengalami
perdarahan seiring dengan perdarahan siklus menstruasi. Implan endometriosis
lebih mudah diamati saat fase sekresi siklus menstruasi. Saat ini lesi
endometriosis akan mengeluarkan respons inflamasi dengan pembentukan area
perdarahan, proses fibrotik dan pembentukan perlengketan.
f. Pencegahan
Berikut langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mencegah kista
endometriosis ini:
1. Rutin berolah raga, seperti senam aerobik, senam yoga, maupun lari pagi, agar
tubuh tetap sehat bugar, membakar lemak agar tidak obesitas, serta asupan
oksigen di dalam tubuh tercukupi.
2. Mengkonsumsi buah-buahan segar seperti: jeruk, kiwi, apel, pir, anggur,
stroberi. Begitu juga sayur-sayuran yang berserat seperti: kangkung, bayam,
brokoli agar proses pembuangan kotoran di dalam tubuh menjadi lancar.
3. Mengurangi kebiasaan pola mengkonsumsi makanan- makanan berlemak,
terlalu pedas, makanan olahan, dan yang berpengawet zat kimia, minum-
minuman bersoda seperti soft drink, karena zat kimia yang ada dalam
makanan maupun minuman berpengawet mampu memancing pertumbuhan
kista di dalam tubuh wanita.
g. Prognosis
Pada pasien yang mengalami pembedahan radikal, 3% akan mengalami
endometriosis kembali. Sedangkan pasien yang mengalami pembedahan
konservatif, 10% akan menderita kembali pada 3 tahun pertama dan 35% pada 5
tahun pertama. Pemeriksaan CA 125 secara serial mungkin berguna untuk
memperkirakan kemungkinan rekurensi setelah terapi.
Endometriosis tak dapat disembuhkan total, namun gejala dapat dikendalikan
dengan obat-obatan dan kemandulan sebagian besar dapat teratasi dengan
tindakan operatif. Umumnya penyakit akan mereda setelah menopause. Angka
kekambuhan dalam 5 tahun pasca operasi konservatif diperkirakan sekitar 20 – 40
%. (Syamsir dan Iwan, 2007).
Kesimpulan :
1. Quo ad vitam : baik
2. Quo ad sanam : baik
3. Quo ad functionam : baik
4. Quo ad cosmeticam : baik
h. Pasien Safety
Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan
yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan
pengelolaan hal yang berhubungan dengan resiko pasien,pelaporan dan analisis
insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk
meminimalkan resiko (Depkes 2008).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/ Menkes/ Per/ VIII/ 2011,
keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan
hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk
meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan
oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak
mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Tujuh Standar Keselamatan Pasien Standar keselamatan pasien menurut
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Pasal 7 ayat (2) meliputi:
1. Hak pasien
Standarnya adalah pasien & keluar ganya mempunyai hak untuk mendapatkan
informasi tentang rencana & hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). Kriterianya adalah sebagai berikut:
a. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
b. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan
c. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan yang jelas
dan benar kepada pasien dan keluarga tentang rencana dan hasil pelayanan,
pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya
KTD.
Komunikasi antara kepala klinik dan pelaksana sudah terjalin dengan baik.
i. Underlying Procces
Infeksi kandungan menahun (keputihan yang tidak
ditangani)
Elur
Gangguan Mobilisasi
B. DESKRIPSI PROBLEMATIKA FISIOTERAPI
1. Assessment Fisioterapi
a. Keterangan Umum Penderita
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
b. Anamnesis
√⃝Autoanamnesis⃝ Heteroanamnesis
1. Keluhan Utama
- Pasien mengeluh nyeri pada luka jahitan bekas bekas operasi dan
kesulitan bergerak
3. Riwayat Penyakit Dahulu dan Penyerta
- Tidak ada
c. Pemeriksaan Objektif
1. Vital Sign
Blood Pressure : 114/68 mmHg
Heart Rate : 110 x/menit
Respiratory Rate : x/mnt
Temperature :
2. Pemeriksaan Sistemik Khusus
Muskuloskeletal : Nyeri saat melakukan gerakan
- Dari tidur ke duduk
- Dari duduk ke berdiri
- Saat berjalan
: Tidak dilakukan Kardiopulmonal
: Tidak dilakukan Neuromuskuler
: Tidak dilakukan
Integument
3. Pengukuran Khusus
Muskuloskeletal : Skala VAS = 6
Kardiopulmonal : Tidak dilakukan
C. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI
1. Intervensi Fisioterapi
a) Posisi Pasien : Duduk
b) Posisi Terapis : Berdiri di samping pasien
c) Pelaksanaan Terapi
Terapis memberikan edukasi mengenai posisi mengangkat barang yang benar,
pasien tidak diperkenankan mengangkat barang berat, tidak
diperkenankan mengangkat kaki >45
d) Dosis: 2x sehari
2. Positioning
Tujuan : melatih transfer dari telentang ke miring.
Pelaksanaannya :
pasien diminta untuk berubah posisi dari terlentang ke posisi miring kanan
dan kiri secara bergantian dalam waktu 15 menit kemudian ganti posisi.
3. Gerak Aktif
Posisi pasien berbaring terlentang kedua tungkai lurus, kemudian pasien
diminta menekuk dan meluruskan pergelangan kaki (dorsi fleksi dan plantar
fleksi), gerakan memutar ke dalam dan ke luar (inversi dan eversi) dan
gerakan memutar pergelangan kaki kedalam dan keluar (sirkumduksi),
dilanjutkan dengan menekan lutut ke bawah secara bergantian kanan dan kiri.
Semua gerakan diatas dilakukan sebanyak 3x8 hitungan.
Gambar 2.4
Bentuk latihan aktif pada kaki (Mochtar, 1998)
4. Latihan duduk
Bila pasien tidak ada keluhan dapat dilanjutkan dengan latihan duduk.
Dari posisi tidur terlentang ke posisi duduk dilakukan dengan cara kedua
tungkai dirapatkan, salah satu lutut sedikit di tekuk, kemudian tubuh diputar
miring bersamaan dengan kedua tungkai kesisi tempat tidur. Kedua tungkai
bawah diturunkan dari Bed sambil mendorong tubuh ke posisi duduk dengan
menggunakan dorongan kedua tangan, kemudian terapis harus menanyakan
kepada pasien apabila pusing atau mual serta dapat dilihat pada wajah pasien
apakah pucat atau tidak.
5. Latihan berdiri
Untuk latihan berdiri dimulai dari urutan latihan duduk sampai pasien
sudah duduk di tepi Bed dengan kaki menggantung, dilanjutkan pasien
menggeser pantat dan tubuhnya ke salah satu sisi tangannya untuk
menapakkan salah satu kakinya di lantai, hal ini dilakukan dengan kedua
tungkai tetap merapat. Setelah menapak lalu berdiri tegak dan tetap harus
ditanyakan oleh terapis pada pasien adakah keluhan pusing dan mual. Jika
tidak ada keluhan dapat dilanjutkan dengan latihan berjalan di sekitar Bed.
6. Latihan relaksasi
Tidur terlentang, kedua tungkai lurus dan sedikit terbuka, kedua lengan
rileks di samping badan. Dibawah lutut dan kepala diganjal bantal. Tutup
mata, lemaskan seluruh tubuh, tenang, dilakukan pernafasan teratur dan
berirama.
Gambar 2.5
Gerakan-gerakan sebelumnya tetap dilakukan, kemudian dilanjutkan dengan :
1. Latihan jongkok-berdiri
Posisi awal berdiri tegak, kaki terbuka selebar bahu, tangan berpegangan
pada tepi bed, dilakukan gerakan jongkok dengan tangan masih berpegangan
dan berdiri kembali perlahan-lahan. Pada latihan ini sebatas toleransi pasien,
sehubungan dengan masih adanya nyeri.
Gambar 2.6
Latihan jongkok – berdiri (Mochtar, 1998) 2)
2. Latihan pembentukan sikap tubuh yang benar.
Posisi berdiri tegak kemudian dilakukan sikap membawa berat badan
langsung di atas lekukan kaki dan ratakan semua jari kaki di atas lantai, tekankan
lutut ke belakang secara perlahan. Otot-otot panggul dikencangkan, otot-otot perut
ditarik ke dalam, rongga dada dikembangkan, tarik kepala ke atas, luruskan
tengkuk. Pertahankan sikap ini sampai 8 hitungan kemudian rileks. Diulang
hingga 8 kali.
Gambar 2.7
Latihan pembentukan sikap tubuh yang benar (Mochtar, 1998)
2. Evaluasi Fisioterapi
Setelah dilakukan dua kali terapi diantaranya :
a. 3 Agustus 2016 : breathing exercise, mika miki, gerak aktif, edukasi
duduk setelah 2 jam dilakukan terapi latihan.
b. 4 Agustus 2016 : edukasi
ADL Diperoleh hasil bahwa :
Pasien mengalami peningkatan nyeri (ditunjukkan skala VAS 5 6).
ADL pasien mengalami peningkatan (pasien sudah mampu duduk, berdiri,
dan berjalan).
Tindak Lanjut :
PATOLOGI
A. Definisi
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering digunakan
untuk sekelompok penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh
peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya.
Ketiga penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan PPOK adalah :
Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale. (Smeltzer 2001)
B. Etiologi
Ada beberapa faktor risiko utama berkembangnya penyakit ini, yang dibedakan menjadi
faktor paparan lingkungan dan faktor host. Beberapa faktor paparan lingkungan antara
lain adalah:
1. Merokok
Merokok merupakan penyebab utama terjadinya PPOK, dengan resiko 30 kali lebih besar
pada perokok dibanding dengan bukan perokok, dan merupakan penyebab dari 85-90%
kasus PPOK. Kurang lebih 15-20% perokok akan mengalami PPOK. Kematian akibat
PPOK terkait dengan banyaknya rokok yang dihisap, umur mulai merokok, dan status
merokok yang terakhir saat PPOK berkembang. Namun demikian, tidak semua penderita
PPOK adalah perokok. 10% orang yang tidak merokok juga mungkin menderita PPOK.
Perokok pasif (tidak merokok tetapi sering terkena asap rokok) juga berisiko menderita
PPOK.
2. Pekerjaan
Para pekerja tambang emas atau batu bara, industri gelas dan keramik yang terpapar debu
silika, atau pekerja yang terpapar debu katun, debu gandum, dan debu asbes, mempunyai
risiko yang lebih besar daripada yang bekerja di tempat selain yang disebutkan di atas.
3. Polusi udara
Pasien yang mempunyai gangguan paru akan semakin memburuk gejalanya dengan
adanya polusi udara. Polusi ini bisa berasal dari asap dapur, asap pabrik, dll.
1. Usia
Semakin bertambah usia semakin besar risiko menderita PPOK. Pada pasien yang
didiagnosa PPOK sebelum usia 40 tahun, kemungkinan besar dia menderita gangguan
genetik berupa defisiensi α1 antitripsin. Namun kejadian ini hanya dialami < 1% pasien
PPOK.
2. Jenis kelamin
Laki-laki lebih berisiko terkena PPOK daripada wanita, mungkin ini terkait dengan
kebiasaan merokok pada pria. Namun ada kecenderungan peningkatan prevalensi PPOK
pada wanita karena meningkatnya jumlah wanita yang merokok.
C. Patofisiologi
Penyempitan saluran pernafasan terjadi pada bronkitis kronik maupun pada emfisema
paru. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda
obstruksi. Pada bronkitis kronik sesak nafas terutama disebabkan karena perubahan pada
saluran pernafaasan kecil, yang diameternya kurang dari 2 mm, menjadi lebih sempit,
berkelok-kelok dan kadang terjadi obliterasai.
Penyempitan lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran pernafasan besar juga
berubah. Timbul terutama karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus, sehingga
saluran pernafasan lebih menyempit. Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi
maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran
pernafasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita emfisema paru dan
bronchitis kronik, saluran-saluran pernafasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak
tertutup. Akibat cepatnya saluran pernafasan menutup serta dinding alveoli yang rusak,
akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari
kerusakannya, dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/ tidak ada, akan tetapi perfusi
baik. sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah alveoli, tidak sama dan
merata. Timbul hipoksia dan sesak nafas. Lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia. terjadi HT pulmonal, yang dalam
jangka lama dapat timbulkan kor pulmonal.
D. Manifestasi klinis
1. Batuk produktif
2. Dispnea
Terjadi secara bertahap dan biasanya disadari saat beraktivitas fisik. Berhubungan
dengan menurunnya fungsi paru-paru dan tidak selalu berhubungan dengan rendahnya
kadar oksigen di udara.
3. Batuk kronik
Batuk kronis umumnya diawali dengan batuk yang hanya terjadi pada pagi hari
saja kemudian berkembang menjadi batuk yang terjadi sepanjanghari. Batuk biasanya
dengan pengeluaran sputum dalam jumlah kecil(<60ml/hari) dan sputum biasanya jernih
atau keputihan.Produksi sputum berkurang ketika pasien berhenti
merokok (GOLD,2005)
E. Problematika Fisioterapi
BAB II
Nama : I. S
Umur : 72 Th
Agama : Islam
B. Segi Fisioterapi
1. Anamesis ( Auto)
a) Keluhan Utama :
Faktor yang memperberat, saat pasien melakukan aktivitas yang berat seperti mengangkat
barang,cuaca dingin, dan jalan jauh.
f) Riwayat pengobatan :
± 3 Tahun yang lalu pasien periksa di dokter spesialis penyakit dalam RSUP Dr. Kariadi
dengan keluhan sesak napas dan batuk-batuk, disana diberikan obat-obatan inhalasi saat
itu pasien mengkonsumsi obat selama 1 minggu,batuk hilang sementara setelah itu
kambuh lagi saat ini pasien kontrol rutin tiap 6 bulan sekali. Pasien menjalani Fisioterapi
± 1 tahun yang lalu sampai saat ini pasien sudah merasakan ada perubahan dari sesak dan
batuk sudah mulai berkurang.
2. Pemeriksaan Fisik
a) Tanda-Tanda Vital :
3.Pernapasan : 22 x / menit
b) Inspeksi :
c) Palpasi :
(1) Suhu pada dada dan punggung sama dengan suhu daerah lainnya.
d) Auskultasi :
(1) wheezing (+)
e) Gerakan Dasar :
(1) Gerak Aktif :
Rongga dada pasien mampu mengembang dan mengempis saat bernafas, namun
kurang maksimal karena sesak nafas dan adanya spasme otot bantu pernafasan.
3. Pemeriksaan Spesifik (Ft D)
Axilla 77 cm 76 cm 1 cm
Costa 4-5 75 cm 73 cm 2 cm
xyphoideus 70 cm 68 cm 2 cm
b)Spirometri
0 Tidak ada
1 Sangat ringan
2 Ringan
3 Sedang
4 Sedikit berat
5 Berat
6 Sangat berat
7 Sangat-sangat berat
8 maksimal
d) Auskultasi
(1) Wheezing (+)
a) Impairment :
b) Fungsional limitation :
a) Tujuan Fisioterapi
(1) Jangka pendek :
(2) Jangka panjang :
b) Modalitas Fisioterapi
(1) Teknologi alternatifexercise
c. Postural drainage
d. Tapotement
e. Batuk efektif
a. Infra Red.
Tujuan penyinaran untuk mendapatkan relaksasi lokal pada daerah dada dan punggung
juga untuk memperbaiki sirkulasi darah (fasodilatasi pmbuluh darah).
b. Breathing Exercise.
Latihan ini bertujuan untuk memperbaiki ventilasi udara, melatih pernafasan diafragma,
memelihara elastisitas jaringan paru-paru dan menjaga expansi thorax.
c. Postural Drinage
Merupakan suatu teknik untuk mengalirkan sekresi dari berbagai segmen menuju saluran
nafas yang lebih besar, dengan menggunakan pengaruh gravitasi dan pengaruh posisi
pasien yang sesuai dengan letak sputumnya. Sebelum dilakukan PD memperbanyak
minum dahulu, ± 1 jam sebelum dilakukan PD.
d. Tapotement
Tujuannya untuk memindahkan sputum ke cabang bronkus utama yang kemudian pasien
disuruh untuk batuk.
e. Batuk efektif
Batuk merupakan suatu gerakan reflek untuk mengeluarkan benda asing atau sputum dari
dalam saluran pernafasan
(3) Edukasi :
2) Istirahat jika terjadi keluhan sesak nafas / nyeri dada saat sedang aktifitas,
C. Pelaksanaan Fisioterapi :
1) Infra Merah
Pelaksanaan : Alat diatur sedemikian rupa, sehingga lampu sinar infra merah dapat
menjangkau daerah dada dan punggung dengan jarak 30-45 cm. Posisi lampu sinar infra
merah tegak lurus daerah yang akan diterapi. Setelah semuanya siap alat dihidupkan,
kemudian atur waktu 10- 15 menit. Selama proses terapi berlangsung fisioterapi harus
mengontrol rasa hangat yang diterima pasien, jika selama pengobatan rasa nyeri, pusing,
ketegangan otot meningkat.Dosis harus dikurangi dengan menurunkan intensitasnya,
dengan sedikit menjauhkan sinar infra merah. Hal ini berkaitan dengan adanya over dosis.
Setelah proses terapi selesai matikan alat dan alat dirapikan seperti semula.
2) Breathing Excercise
Terapis kemudian disuruh untuk mengulanginya, pasin disuruh ambil nafas panjang
melalui hidung bersamaan dengan itu pasien menggerakkan kedua lengannya keatas,
kemudian disuruh untuk menghembuskannya secara pelan-pelan
melalui mulut sambil kedua tangannya diturunkan. Ulangi 1-8 kali.
5) Batuk Efektif
D. EVALUASI
Axilla 78 cm 76 cm 2 cm
Costa 4-5 76 cm 73 cm 3 cm
xyphoideus 71 cm 68 cm 3 cm
0 Tidak ada
1 Sangat ringan
2 Ringan
3 Sedang
4 Sedikit berat
5 Berat
6 Sangat berat
7 Sangat-sangat berat
8 maksimal
E. HASIL TERAPI SESAAT :
PENUTUP
A. PEMBAHASAN
Adanya sputum dalam saluran pernafasan yang sulit keluar dan penurunan ekspansi
sangkar thoraxs, dengan postural drinage maka akan mengalirkan sekresi dari berbagai
segmen menuju saluaran nafas yang lebih besar kemudian lakukan tapotement untuk
memindahkan sputum ke bronkus utama setelah itu berikan breathing excercise dan
pasien disuruh batuk untuk mengeluarkan benda asing atau sputum dalam saluran nafas
dan instruksikan kepada pasien untuk mengerakan anggota gerak atas kombinasikan
dengan Breathing excercise maka ekspansi sangkar thorax akan bertambah.
B. KESIMPULAN
Untuk kesimpulan pasien atas nama I.S umur 72 tahun drngan diagnose PPOK
dengan keluhan sesak dan batuk dengan dahak sulit dikeluarkan mempunyai beberapa
permasalahan antara lain adanya sesak nafas, dahak yang sulit keluar, adanya spasme
pada otot bantu pernafasan dan dan penurunan ekspansi sangkar thorak yang akhirnya
menggangu aktivitas fungsional sehari- hari. Infra Merah, Breathing Exercise, Postural
drainage, Tapotement, batuk efektif dan mobilisasi sangkar thorak mempunyai peran
penting dalam mengatasi permasalahan fisioterapi tersebut.
C. SARAN
1. Fisioterapi
2. Pasien
a) Hendaknya pasien mau bekerja sama dengan terapis yaitu mau menghindari hal-hal
yang dapat memperparah kondisi.
b) Apabila dalam melakukan aktivitas merasa sesak nafas maka pasien segera untuk
istirahat.
c) Hendaknya pasien menghindari asap rokok atau merokok dan debu yang dapat
menimbulkan sesak.
3. Keluarga
c) Keluarga sebaiknya mengawasi semua aktivitas pasien agar tidak terjadi sesak nafas
saat beraktivitas.
4. Masyarakat
a) Menyarankan kepada masyarakat untuk segera mungkin berobat jika terjadi keluhan
seperti masalah diatas.
COMBUSTIO
BAB I
PENDAHULUAN
Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter.
Luka bakar berat dapat menyebabkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif
tinggi dibandingkan dengan cedera oleh sebab lain. Biaya yang dibutuhkan untuk
penanganannya pun tinggi. Di Amerika Serikat, kurang lebih 250.000 orang
mengalami luka bakar membutuhkan tindakan emergensi, dan sekitar 210
penderita luka bakar meninggal dunia. Di Indonesia, belum ada angka pasti
mengenai luka bakar, tetapi dengan bertambahnya jumlah penduduk serta industri,
angka luka bakar tersebut makin meningkat.
Kulit adalah organ terbesar di tubuh, tidak hanya berfungsi sebagai sawar mekanis
antara lingkungan eksternal dan jaringan dibawahnya, tetapi secara dinamis juga
terlibat dalam mekanisme pertahanan dan berbagai fungsi lain. Kulit terdiri dari
dua lapisan, epidermis disebelah luar dan dermis disebelah dalam.2
A. EPIDERMIS
Epidermis terdiri dari banyak lapisan sel epitel. Lapisan epidermis di
bagian dalam terdiri dari sel- sel berbentuk kubus yang hidup dan cepat
membelah diri, sementara sel-sel di lapisan luar mati dan menggepeng.
Epidermis tidak mendapatkan pasokan darah langsungr dan hanya
mendapatkan makanan melalui difus nutrien dari jaringan epidermis di
bawahnya. Sel-sel epidermis berikatan erat satu sama lain melalui pada
desmosom titik yang berhubungan dengan intrasel untuk membentuk
suatu lapisan pembungkus kohesif yang kuat. Selama pematangan sel
penghasil kreatinin, terjadi akumulasi filamen-filamen keratin secara
progresif yang saling berikatan silang di sitoplasma. Sewaktu sel-sel di
bagian luar mati, yang tertinggal hanya inti kreatinin fibrosa yang
membentuk skuama keras-gepeng dan menjadi lapisan kreatinisasi
protektif-kuat. Skuama pada lapisan keratinisasi paling luar yang
terkelupas atau tanggal akbiat abrasi, secara terus-menerus di ganti melalui
pembelahan sel dilapisan epidermis sebelah dalam. Lapisan
kreatinisasinya bersifat kedap udara, cukup kedap air dan sulit untuk
ditembus oleh sebagian besar bahan. Lapisan ini juga berfungsi menahan
lewatnya bahan dalam kedua arah antara tubuh dan lingkungan eksternal.
Epidermis mengandung empat jenis sel : 2
Sel kreatinosit
Melanosit
Sel langerhans
Sel granstein
1. Stratum dysjunctum
2. Stratum corneum
3. Stratum lucidum
4. Stratum granulosum
5. Stratum spinosum
6. Stratum basale
B. DERMIS
Dermis adalah lapisan jaringan ikat yang mengandung banyak serat elstin
(untuk peregangan) dan serat kolagen (untuk kekuatan), serta sejumlah
besar pembuluh darah dan ujung-ujung saraf khusus.Jaringan penyambung
padat berbentuk irregular yg mensupport epdermis dan berikatan dng
jar.subcutan ( hypodermis)
Tebal : 0,6 mm – 3 mm,pada wanita lebih tipis dibanding pria.2
Pembuluh darah dermis tidak hanya memasok darah kedermis dan
epidermis tetapi, juga berperan penting dalam mengatur suhu. Kaliber
pembuluh-pembuluh darah ini,dan dengan demikian volume darah yang
mengalir didalamnya dapat di kontrol untuk mengubah-ubah tingkat
pertukaran panas antara pembuluh permukaan kulit ini dengan lingkungan
eksternal. Reseptor-reseptor di ujung perifer serat saraf aferen di dermis
mendeteksi tekanan,suhu,nyeri,dan masukkan somatosensorik lainnya.
Ujung-ujung saraf eferen didermis mengontrol kaliber pembuluh darah,
ereksi rambut,dan sekresi oleh kelenjar eksokrin. Dermis dibagi mennjadi :
2
DEFINISI&ETIOLOGI
Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang
disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia,
listrik, dan radiasi. Luka bakar merupakan suatu jenis trauma dengan morbiditas
dan mortalitas tinggi yang memerlukan penatalaksanaan khusus sejak awal (fase
syok) sampai fase lanjut.
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak terjadi pada
kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik
maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka bakar. Secara garis besar,
penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi menjadi:3
Paparan api
o Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat
alami memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat
sintetik cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
o Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area tubuh
yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah luka bakar
akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau peralatan masak.
Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat dibedakan
berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan, luka umumnya
menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit
sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya melibatkan
keseluruhan ekstremitas dalam pola sirkumferensial dengan garis yang
menandai permukaan cairan.
Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan radiator
mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas panas yang
tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi. Apabila terjadi
inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga ke saluran napas
distal di paru.
Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas dan
oklusi jalan nafas akibat edema.
Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan tubuh.
Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik yang
menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat menyebabkan
luka bakar tambahan.
Zat kimia (asam atau basa)
Radiasi
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi
Patofisiologi
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel
darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia.
Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang
mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan
intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan
akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada
luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi
tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok
hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat,
nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi urin yang berkurang.
Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada
kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan
mukosa jalan napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring
yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala
sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.
Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. CO akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi
mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual
dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah
infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh
kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini membawa sistem
pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain
berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran
napas atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial
ini biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten
terhadap berbagai antibiotik.
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang
berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian dapat terjadi
invasi kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan
eksotoksin protease dari toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam
invasinya pada luka bakar. Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau
pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng
yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh
dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa
elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel
kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat II yang dalam
mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara estetik
jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami
kontraktur. Bila terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik.Pada fase akut,
peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase
mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat
menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala
yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak
Curling.
Dalam perjalanan penyakit, dapat dibedakan menjadi tiga fase pada luka
bakar, yaitu:
Diagnosis
Kedalaman luka bakar ditentukan oleh tinggi suhu dan lama pajanan suhu
tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar karena
kontak dengan api atau listrik juga memperdalam luka bakar. Bahan pakaian yang
dipakai penderita seperti nilon dan dakron, selain mudah terbakar juga mudah
meleleh oleh suhu tinggi, lalu menjadi lengket sehingga memperberat kedalaman
luka bakar.4
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar pasien. Luas
telapak tangan individu mewakili ± 1% luas permukaan tubuh. luas luka
bakar hanya dhitung pada pasien dengan derajat luka II (IIA & IIB) atau III.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan
kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih
kecil.Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda,
dikenal “Rumus 10” untuk bayi, dan “Rumus 10-15-20” untuk anak.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan:
1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah
2. Urinalisis
3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit
4. Analisis gas darah
5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS
6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan
MODS
Penatalaksanaan
Upaya pertama saat terbakar adalah mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutupi bagian yang terbakar untuk menghentikan
pasokan oksigen pada api yang menyala. Korban dapat mengusahakannya dengan
cepat menjatuhkan diri dan berguling agar bagian pakaian yang terbakar tidak
meluas. Kontak dengan bahan yang panas juga harus cepat diakhiri, misalnya
dengan mencelupkan bagian yang terbakar atau menceburkan diri ke air dingin
atau melepaskan baju yang tersiram air panas.
Pada luka bakar berat, selain penanganan umum seperti pada luka bakar
ringan, kalau perlu dilakukan resusitasi segera bila penderita menunjukkan gejala
syok. Bila penderita menunjukkan gejala terbakarnya jalan nafas, diberikan
campuran udara lembab dan oksigen. Kalau terjadi edema laring, dipasang
endotrakeal tube atau dibuat trakeostomi. Trakeostomi berfungsi untuk
membebaskan jalan nafas, mengurangi ruang mati dan memudahkan pembersihan
jalan nafas dari lendir atau kotoran.Bila ada dugaan keracunan CO, diberikan
oksigen murni.
Terdapat prinsip terapi pada luka bakar yang dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Terapi fase akut
1. Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar.
2. Menilai keadaan umum penderita: adanya sumbatan jalan nafas, nadi,
tekanan darah dan kesadaran (ABC)
- Bila terjadi obstruksijalan nafas: Bebaskan jalan nafas
- Bila terjadi shock: segera infuse (grojog) tanpa memperhitungkan
luas luka bakar dan kebutuhan cairan (RL).
- Bila tidak shok: segera diinfus sesuai dengan perhitungan
kebutuhan cairan.
3. Perawatan luka
- Luka dicuci dan dibersihkandengan air steril dan antiseptic
- Bersihkan luka dengan kasa atau handuk basah, inspeksi tanda-
tanda infeksi, keringkan dengan handuk bersih dan re-dress pasien
dengan menggunakan medikasi topikal. Luka bakar wajah
superficial dapat diobati dengan ointment antibacterial. Luka
sekitar mata dapat diterapi dengan ointment antibiotik mata topical.
Luka bakar yang dalam pada telinga eksternal dapat diterapi
dengan mafenide acetat, karena zat tersebut dapat penetrasi ke
dalam eschar dan mencegah infeksi purulen kartilago.
- Obat- obat topical yang digunakan untuk terapi luka bakar seperti:
silver sulfadiazine, contoh Silvaden, Burnazine, Dermazine, dll.
- Kulit yang terkelupas dibuang, bulae (2-3 cm) dibiarkan
- Bula utuh dengan cairan > 5 cc dihisap, < 5 cc dibiarkan
Bula sering terjadi pada jalur skin graft donor yang baru dan pada
luka yang ungraft. Membrane basal lapisan epitel baru kurang
berikatan dengan bed dari luka bakar.Struktur ini dapat mengalami
rekonstruksi sendiri dalam waktu beberapa bulan dan menjadi
bullae.Bulla ini paling baik diterapi dengan dihisap dengan jarum
yang bersih, memasang lagi lapisan epitel pada permukaan luka,
dan menutup dengan pembalut adhesif.Pembalut adhesive ini dapat
direndam.
- Pasien dipindahkan ke tempat steril
- Pemberian antibiotic boardspectrum bersifat profilaksis.
- Berikan analgetik untuk menghilangkan nyeri dan antacid untuk
menghindari gangguan pada gaster.
- Berikan ATS untuk menghindari terjadinya tetanus
- Pasang catheter folley untuk memantau produksi urine pasien
- Pasang NGT (Nasogastric tube), untuk menghindari ileus paralitic.
b. Terapi fase pasca akut
- Perawatan luka
- Eschar escharectom (Eschar : jaringan kulit yang nekrose,
kuman yang mati, serum, darah kering)
- Gangguan AVN distal karena tegang (compartment
syndrome)escharotomi atau fasciotomi
- Kultur dan sensitivity test antibiotikaAntibiotika diberikan
sesuai hasilnya
- Dimandikan tiap hari atau 2 hari sekali
- Kalau perlu pemberian Human Albumin
- Keadaan umum penderita
Dilihat keadaan umum penderita dengan menilai beberapa hal seperti
kesadaran, suhu tubuh, dan sirkulasi perifer.Jika didapatkan penurunan
kesadaran, febris dan sirkulasi yang jelek, hal ini menandakan adanya
sepsis.
- Diet dan cairan
Survei primer :
C (Circulation)
Setengah dari jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama dan sisanya
diberikan selama 16 jam berikutnya. Cairan yang diberikan biasanya RL
karena terjadi defisit ion Na.
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya dalam
16 jam berikutnya.
Survei Sekunder
Golongan obat ini digunakan untuk nyeri akibat luka bakar ringan sampai
sedang. Ibuprofen biasanya digunakan untuk terapi awal, tapi pilihan lain
seperti naproxen, ansaid dan anaprox dapat juga diberikan.
3. Antibiotik Topikal
Silvadene adalah krim topikal yang digunakan untuk luka bakar yang lebih
berat.Silvadene adalah obat golongan sulfa yang digunakan untuk mencegah dan
mengobati infeksi bakteri atau jamur.Silvadene harus dioleskan menggunakan
teknik steril ke tempat luka bakar dan tempat luka bakar tersebut harus dicuci
bersih sebelum pemakaian.Hindari menggunakan silvadene pada wajah dan
silvadene tidak boleh digunakan pada neonatus, bayi berumur kurang dari 2 tahun
atau pada kehamilan trimester akhir.
Silvadene digunakan untuk luka bakar pada kulit dan berguna dalam
pencegahan infeksi pada luka bakar derajat 2 dan 3.Obat ini harus dioleskan
pada kulit 1 atau 2x sehari dan semua obat yang diberikan sebelumnya harus
dibersihkan terlebih dahulu sebelum mengoleskan salep baru.Eritromicin
salep (bacitracin) digunakan untuk mencegah infeksi pada luka bakar yang
terdapat di bagian mata.
2. Analgetik
1. Terapi Cairan
Ringer Lactat biasanya digunakan untuk terapi.Ringer lactat adalah larutan
isotonik dan berfungsi sebagai pengganti volume cairan tubuh.Pemberiannya
melalui jalur intra vena dan harus dihentikan apabila terdapat tanda-tanda
edema pulmo.
2. Osmosis diuretik
Manitol adalah diuretik osmosis yang tidak dimetabolisme secara signifikan
dan melewati glomerulus tanpa direabsorpsi oleh ginjal.Manitol digunakan
untuk mengembalikan dan mempertahankan urin output.
Nutrisi
Memberikan kalori dan zat gizi yang adekuat adalah tugas yang sangat
sulit pada pasien luka bakar terutama pada anak-anak. Adalah sangat penting bagi
para tenaga kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dalam
rangka meminimalisasi efek buruk dari kehilangan masa tubuh,dan malnutrisi
energi protein. Kegagalan memenuhi kebutuhan ini dapat bermanifestasi sebagai
penyembuhan luka yang tidak sempurna, balance nitrogen yang negatif,
penurunan BB dan penurunan fungsi kekebalan tubuh.
Pemotongan eskar atau eskarotomi dilakukan pada luka bakar derajat tiga
yang melingkar pada ekstremitas atau tubuh karena pengerutan keropeng dan
pembengkakan yang terus berlangsung dapat mengakibatkan penjepitan yang
membahayakan sirkulasi sehingga bagian distal bisa mati.Tanda dini penjepitan
adalah nyeri, kemudian kehilangan daya rasa sampai kebas pada ujung-ujung
distal.Keadaan ini harus cepat ditolong dengan membuat irisan memanjang yang
membuka keropeng sampai jepitan terlepas.
Sebaiknya pada penderita luka bakar derajat dua dalam dan derajat tiga
dilakukan skin grafting untuk mencegah terjadinya keloid dan jaringan parut yang
hipertropik.Skin grafting dapat dilakukan sebelum hari kesepuluh, yaitu sebelum
timbulnya jaringan granulasi.
Saat ini telah banyak terdapat material pengganti kulit (skin subtitute) yang
dapat digunakan jika skin grafting tidak bisa dilakukan.Skin subtitute ini antara
lain integra, aloderm, dan dermagraft. Aloderm adalah dermis manusia yang
elemen-elemen epitelnya telah dibuang sehingga secara teoritis bersifat bebas
antigen, dan berfungsi sebagai kerangka pengganti dermis.Dermagraft merupakan
hasil pembiakan fibroblas neonatus yang digabung dengan membran silikon,
kolagen babi, dan jaring (mesh) nilon.Setelah dua minggu, membran silikon
dikelupas dan digantikan dengan STTG (split thickness skin graft).Integra
merupakan analog dermis yang terbuat dari lapisan kolagen dan kondroitin
ditambah lapisan silikon tipis.
Ada tiga jenis parut utama yang biasanya disebabkan oleh luka bakar:
Keloid, Parut hipertrofik dan kontraktur. Keloid adalah jaringan parut yang tebal
tak beraturan dan membesar secara progresif akibat pembentukan kolagen yang
berlebihan dalam lapisan korium selama pembentukan jaringan ikat pada bekas
luka. Parut akan tumbuh di luar lokasi yang luka. Parut ini biasanya berwarna
merah muda atau merah dan pada akhirnya akan menjadi berwarna coklat gelap.
Parut Hipertrofik biasanya berwarna merah, tebal, berbeda dengan keloid, parut
hipertrofik berada di luar lokasi dari luka. Kontraktur adalah suatu pengencangan
kulit yang permanen yang bisa mempengaruhi otot dan tendon dibawahnya
sehingga membatasi pergerakan dan mungkin merusak atau mengurangi fungsi
saraf.
1. Keloid
Keloid adalah suatu pertumbuhan yang terlalu cepat dari jaringan parut.
Parut akan tumbuh di luar lokasi luka. Parut ini biasanya berwarna merah muda
atau merah dan pada akhirnya akan menjadi berwarna coklat gelap. Keloid terjadi
ketika tubuh melanjutkan prosesnya untuk menghasilkan kolagen suatu protein
berserat kuat, setelah luka telah disembuhkan. Parut keloid biasanya tebal,
bersimpai, kaku dan gatal selama proses pembentukan dan perkembangannya.
Keloid yang luas bisa membatasi pergerakan. Apalagi, gesekan dari pakaian atau
jenis friksi lain bisa mengiritasi keloid. Orang-orang berkulit gelap lebih mudah
untuk mengalami Keloid dibanding mereka yang mempunyai kulit berwarna putih
dan angka kejadian terjadinya Keloid berkurang sesuai dengan umur.
Gambar 8. Keloid
2. Parut Hipertrofik
Parut Hipertrofik biasanya berwarna merah, tebal dan timbul, bagaimanapun
juga mereka berbeda dengan Keloid karena mereka tumbuh di bawah jaringan
yang mengalami luka. Apalagi, Parut Hipertrofik akan tumbuh dari waktu ke
waktu. Pertumbuhannya ini bagaimanapun juga dapat dikurangi dengan bantuan
steroid atau suntikan.
Permulaan Timbul setelah beberapa bulan atau tahun Timbul dalam beberapa
minggu
3. Kontraktur
Suatu parut kontraktur adalah suatu pengencangan kulit yang permanen
yang bisa mempengaruhi otot dan tendon dibawahnya sehingga membatasi
pergerakan dan mungkin merusak atau mengurangi fungsi saraf.Kontraktur terjadi
ketika jaringan elastis normal digantikan dengan jaringan berserat yang tidak
elastis.Hal ini membuat jaringan tersebut resisten terhadap regangan dan
mencegah pergerakan normal area yang terpengaruh.
a. Dermabrasi
Dermabrasi adalah prosedur bedah yang bertujuan meminimalisasi
penampilan jaringan parut, mengembalikan fungsi dan mengkoreksi kelainan
bentuk akibat dari luka.Dermabrasi digunakan untuk menghaluskan jaringan parut
dengan “mencukur” atau mengikis lapisan kulit teratas. Walaupun dermabrasi
dapat menghaluskan permukaan jaringan parut,proses ini tidak akan
menghilangkan jaringan parut tersebut. Jaringan parut akan tetap ada akan tetapi
penampilannya akan menjadi lebih baik seiring dengan waktu.
Gambar 9. Dermabrasi
b. Skin Graft
Skin graft adalah prosedur bedah dimana sepotong kulit yang berasal dari
tubuh pasien di transplantasikan ke daerah lain dari tubuh. Kulit dari orang lain
atau dari binatang mungkin digunakan sebagai penutup sementara pada luka bakar
luas untuk menghindari kehilangan cairan. Kulit yang diambil dari donor haruslah
kulit yang sehat dan diiplantasikan ke daerah kulit yang rusak dari resipien.
Pinch Graft : potongan kulit sebesar ¼ inchi dipasang pada donor. Bagian
kulit yang kecil ini kemudian akan tumbuh menutup area yang terluka.
Kulit ini akan tumbuh bahkan didaerah dengan suplai darah yang terbatas
dan dapat mencegah infeksi.
Split – thickness graft : terdiri dari lapisan superficial dan lapisan dalam
dari kulit yang berbentuk helaian. Graft yang diambil dari daerah donor
dapat mencapai lebar 4 inchi dan panjang 10 – 12 inchi. Graft ini
kemudian ditempel pada area resipien. Segera setelah graft ditanam daerah
tersebut dapat ditutup dengan balut tekan atau dibiarkan terbuka. Split
thickness graft digunakan pada bagian tubuh yang tidak menyangga berat
badan (non weight bearring).
Full – thickness graft : digunakan pada bagian tubuh yang menyangga
berat badan dan yang cenderung mengalami gesekan seperti telapak kaki
dan sendi. Full thickness graft terdiri dari semua lapisan kulit termasuk
pembuluh darah. Pembuluh darah dari area resipien akan tumbuh
menyambung area transplantasi dalam 36 jam.
Pedicle graft: dengan pedicle graft bagian dari kulit yang digunakan dari
daerah donor akan tetap menempel pada daerah tersebut dan sisanya akan
menempel pada daerah resipien. Suplai darah akan tetap utuh pada daerah
donor dan tidak akan dipotong sampai suplai pembuluh darah baru
terbentuk dengan lengkap. Prosedur ini pada umumnya dilakukan pada
tangan, wajah atau sekitar leher.
Medikamentosa
Luka bakar derajat satu dan dua yang menyisakan elemen epitel berupa
kelenjar sebasea, kelenjar keringat, atau pangkal rambut, dapat diharapkan
sembuh sendiri, asal dijaga supaya elemen epitel tersebut tidak hancur atau rusak
karena infeksi. Oleh karena itu, perlu dilakukan pencegahan infeksi.Pada luka
lebih dalam, perlu diusahakan secepat mungkin membuang jaringan kulit yang
mati dan memberi obat topikal yang daya tembusnya tinggi sampai mencapai
dasar jaringan mati.Perawatan setempat dapat dilakukan secara terbuka atau
tertutup.
Komplikasi
Gagal ginjal akut
Gagal respirasi akut
Syok
Sepsis
SIRS
MODS
Prognosis
Prognosis pada luka bakar tergantung dari derajat luka bakar, luas
permukaan badan yang terkena luka bakar, adanya komplikasi seperti infeksi, dan
kecepatan pengobatan medikamentosa.Luka bakar minor dapat sembuh 5-10 hari
tanpa adanya jaringan parut.Luka bakar moderat dapat sembuh dalam 10-14 hari
dan mungkin menimbulkan luka parut. Luka bakar mayor membutuhkan lebih
dari 14 hari untuk sembuh dan akan membentuk jaringan parut. Jaringan parut
akan membatasi gerakan dan fungsi. Dalam beberapa kasus, pembedahan
diperlukan untuk membuang jaringan parut
DAFTAR PUSTAKA
Sidharta, Priguna M.D. Ph.D. Neurologis Klinis dalam Praktek Umum. Hal 7
http://www.gigermd.com
http://www.drmunirel.com
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2005. Pocket Guide
to COPD Diagnosis, Management, and Prevention. Dari http//www.goldcopd.org.
diambil juli 2012.
Heimbach DM, Holmes JH. Burns. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR,
Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz’s principal surgery. 8 th ed.
USA: The McGraw-Hill Companies; 2007.