Anda di halaman 1dari 191

DAFTAR ISI

KONSEP DASAR KEPERAWATAN KOMUNITAS................................2


Konsep Keperawatan Komunitas.........................................................2
PENGANTAR KESEHATAN LINGKUNGAN..........................................4
Manfaat Menjaga Kesehatan Lingkungan............................................5
DINAMIKA KELOMOK............................................................................10
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESMAS.....................................17
DEFENISI KESEHATAN MASYARAKAT.....................................17
PENJELASAN KESEHATAN MASYARAKAT......................................18
STRATEGI DAN PROGRAM PEMBANGUNAN...................................22
TINGKAT PELAYANAN KESEHATAN.................................................25
LEMBAGA PELAYANAN KESEHATAN................................................27
LINGKUP SISTEM PELAYANAN KESEHATAN..................................28
PELAYANAN KEPERAWATAN DALAM PELAYANAN....................30
KESEHATAN...............................................................................................30
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAYANAN KESEHATAN...31
DESA SIAGA DAN RW SIAGA.................................................................33
Definisi........................................................................................................33
KEJADIAN LUAR BIASA............................................................................9
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA KESEHATAN...............17
USAHA KESEHAATAN SEKOLAH (UKS).............................................17
A.Tujuan usaha kesehatan sekolah.........................................................17
PERAWATAN KESEHATAN KERJA......................................................27
A.     Tujuan...............................................................................................27
B.    Metode................................................................................................27
C.     Sistematika........................................................................................27
Kesehatan Kerja....................................................................................29
B.  Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja...................................34
C. Upaya pencegahan............................................................................35
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS...................................40
E. INTI KOMUNITAS...........................................................................40
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS.............................................65
I. E.Rencana Keperawatan...............................................................77
J. F.Implementasi Keperawatan.......................................................83
K. G.Evaluasi Keperawatan...............................................................87
H.Rencana Tindak Lanjut......................................................................1
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................30
KONSEP DASAR KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. Konsep Keperawatan Komunitas

1. Pengertian Keperawatan Komunitas


Keperawatan komunitas terdiri dari tiga kata yaitu keperawatan,
kesehatan dan komunitas, dimana setiap kata memiliki arti yang cukup
luas. Azrul Azwar (2000) mendefinisikan ketiga kata tersebut sebagai
berikut :
a. Keperawatan adalah ilmu yang mempelajari penyimpangan atau
tidak terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang dapat
mempengaruhi perubahan, penyimpangan atau tidak berfungsinya
secara optimal setiap unit yang terdapat dalam sistem hayati tubuh
manusia, baik secara individu, keluarga, ataupun masyarakat dan
ekosistem.
b. Kesehatan adalah ilmu yang mempelajari masalah kesehatan
manusia mulai dari tingkat individu sampai tingkat ekosistem serta
perbaikan fungsi setiap unit dalam sistem hayati tubuh manusia
mulai dari tingkat sub sampai dengan tingkat sistem tubuh.
c. Komunitas adalah sekelompok manusia yang saling berhubungan
lebih sering dibandingkan dengan manusia lain yang berada
diluarnya serta saling ketergantungan untuk memenuhi keperluan
barang dan jasa yang penting untuk menunjang kehidupan sehari-
hari.

2.Tujuan dan Fungsi dan peran Keperawatan Komunitas


a.Tujuan keperawatan komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk
pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-
upaya sebagai berikut.
1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap
individu, keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks
komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat
(health general community) dengan mempertimbangkan
permasalahan atau isu kesehatan masyarakat yang dapat
memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat mempunyai kemampuan untuk:
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami
2) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah
tersebut
3) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan
4) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi
5) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka
hadapi, yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam
memelihara kesehatan secara mandiri (self care).

3.Fungsi keperawatan komunitas


1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan ilmiah
bagi kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam memecahkan
masalah klien melalui asuhan keperawatan.
2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai
dengan kebutuhannya dibidang kesehatan.
3) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan pemecahan
masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta melibatkan peran
serta masyarakat. Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat
berkaitan dengan permasalahan atau kebutuhannya sehingga
mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada
akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan (Mubarak, 2006).
a Peran Keperawatan Komunitas
1) Memberikan Pelayanan Kesehatan
Memberikan pelayanan secara langsung dan tidak langsung
kepada klien dengan menggunakan pendekatan proses
keperawatan terhadap individu, keluarga dan masyarakat.
Memberikan asuhan keperawatan melalui mengkaji masalah
keperawatan yang ada, merencanakan tindakan keperawatan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan mengevaluasi pelayanan
yang telah diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.

2)Pendidik
Memberikan pendidikan kesehatan kepada kelompok keluarga
yang beresiko tinggi, kader kesehatan dan lain-lain.
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik di rumah, puskesmas, dan di
masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan
perilaku sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang
diharapkan dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Proses pengajaran mempunyai 4 komponen yaitu : pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini sejalan dengan
proses keperawatan dalam fase pengkajian seorang perawat
mengkaji kebutuhan pembelajaran bagi pasien dan kesiapan untuk
belajar. Selama perencanaan perawat membuat tujuan khusus dan
strategi pengajaran. Selama pelaksanaan perawat menerapkan
strategi pengajaran dan selama evaluasi perawat menilai hasil
yang telah didapat (Mubarak, 2005).

3)Pengelola
Mengelola (merencanakan, mengorganisasi, menggerakkan dan
mengevaluasi) pelayanan keperawatan baik secara langsung
maupun tidak langsung dan menggunakan peran serta aktif
masyarakat dalam kegiatan keperawatan komunitas.

4)Konselor
Memberikan konseling/bimbingan kepada kader kesehatan,
keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan komunitas
sesuai prioritas.
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan
mengatasi tatanan psikologis atau masalah sosial untuk
membangun hubungan interpersonal yang baik dan untuk
meningkatkan perkembangan seseorang. Di dalamnya diberikan
dukungan emosional dan intelektual.

5)Pembelaan Klien
Melindungi dan memfasilitasi keluarga dan masyarakat dalam
pelayanan keperawatan komunitas.
Pembelaan dapat diberikan kepada individu, kelompok atau
tingkat komunitas. Pada tingkat keluarga, perawat dapat
menjalankan fungsinya melalui pelayanan sosial yang ada dalam
masyarakat. Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak
klien. Pembelaan termasuk di dalamnya peningkatan apa yang
terbaik untuk klien, memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan
melindungi hak-hak klien (Mubarak, 2005).
Tugas perawat sebagai pembela klien adalah bertanggung jawab
membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan
informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam
memberikan informasi hal lain yang diperlukan untuk mengambil
persetujuan (Informed Concent) atas tindakan keperawatan yang
diberikan kepadanya. Tugas yang lain adalah mempertahankan
dan melindungi hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang
sakit dan dirawat di rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak
petugas kesehatan (Mubarak, 2005).

6)Peneliti
Melakukan penelitian untuk mengembangkan keperawatan
komunitas

7)Sebagai kolaborator
Peran perawat sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan
cara bekerjasama dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter,
ahli gizi, ahli radiologi, dan lain-lain dalam kaitanya membantu
mempercepat proses penyembuhan klien Tindakan kolaborasi
atau kerjasama merupakan proses pengambilan keputusan dengan
orang lain pada tahap proses keperawatan. Tindakan ini berperan
sangat penting untuk merencanakan tindakan yang akan
dilaksanakan (Mubarak, 2005).

8) Sebagai perencana tindakan lanjut (Discharge Planner)


Perencanaan pulang dapat diberikan kepada klien yang telah
menjalani perawatan di suatu instansi kesehatan atau rumah sakit.
Perencanaan ini dapat diberikan kepada klien yang sudah
mengalami perbaikan kondisi kesehatan.

9) Sebagai pengidentifikasi masalah kesehatan (Case Finder)


Melaksanakan monitoring terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
menyangkut masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang
timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui
kunjungan rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan
pengumpulan data.
10) Koordinator Pelayanan Kesehatan (Coordinator of Services)
Peran perawat sebagai koordinator antara lain mengarahkan,
merencanakan dan mengorganisasikan pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada klien. Pelayanan dari semua anggota tim
kesehatan, karena klien menerima pelayanan dari banyak
profesional (Mubarak, 2005).

11) Pembawa perubahan atau pembaharu dan pemimpin


Pembawa perubahan adalah seseorang atau kelompok yang
berinisiatif merubah atau yang membantu orang lain membuat
perubahan pada dirinya atau pada sistem. Marriner torney
mendeskripsikan pembawa peubahan adalah yang
mengidentifikasikan masalah, mengkaji motivasi dan kemampuan
klien untuk berubah, menunjukkan alternative, menggali
kemungkinan hasil dari alternatif, mengkaji sumber daya,
menunjukkan peran membantu, membina dan mempertahankan
hubungan membantu, membantu selama fase dari proses
perubahan dan membimibing klien melalui fase-fase ini
(Mubarak, 2005).

Peningkatan dan perubahan adalah komponen essensial dari


perawatan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat
membantu klien untuk merencanakan, melaksanakan dan menjaga
perubahan seperti : pengetahuan, ketrampilan, perasaan dan
perilaku yang dapat meningkatkan kesehatan (Mubarak, 2005).

4.Perbedaan keperawatan komunitas dengan Bidang Keperawatan


Lainnya
Keperawatan kesehatan komunitas dapat dibedakan dari bidang
keperawatan lainnya berdasarkan delapan prinsip berikut:
1. Klien keperawatan kesehatan komunitas adalah populasi Walaupun
perawat komunitas memberikan asuhan pada individu, keluarga, dan
kelompok tetapi tanggung jawab tetap lebih dominan pada populasi
keseluruhan.
2. Klien dianggap sebagai mitra yang sejajar Mitra yang sejajar, artinya
perawat komunitas harus bekerjasama dengan klien dalam mengkaji
kebutuhan klien secara komprehensif. Perawat komunitas harus
memahami bagaimana perspektif, prioritas, dan nilai-nilai yang ada
dalam populasi tersebut dalam menginterpretasikan data dan
kebijakan, memutuskan program, serta memilih strategi yang sesuai
untuk dilaksanakan. Selain itu, klien berperan secara aktif. Pada
awalnya memang perawat komunitas berperan dominan. Akan tetapi
seiring waktu berjalan diharapkan klien semakin mandiri dan
perannya semakin meningkat.
3. Tugas utama adalah meraih yang terbaik bagi sejumlah orang atau
populasi keseluruhan .Mungkinkah ada individu yang kebutuhannya
ternyata tidak sesuai dengan prioritas kesehatan yang
menguntungkan bagi populasi keseluruhan. Tugas perawat
komunitas adalah untuk mengidentifikasinya.
4. Berfokus pada pencegahan primer Pencegahan primer meliputi
promosi kesehatan dan proteksi kesehatan, dimana outcomenya
adalah tercipta masyarakat yang mandiri dalam mengatasi masalah
kesehatan yang dialaminya.
5. Memilih strategi untuk menciptakan lingkungan yang sehat (fisik,
mental, sosial, ekonomi)
Intervensi keperawatan kesehatan komunitas meliputi pendidikan,
pengembangan masyarakat, perencanaan sosial, kebijakan
pengembangan, serta enforcement. Dalam melaksanakan
intervensinya, perawat komunitas mungkin berbenturan dengan
hukum, peraturan, kebijakan, dan prioritas dana. Untuk itu
kemampuan advokasi merupakan bagian yang sangat penting dalam
keperawatan kesehatan komunitas.
6. Tanggung jawab mencakup keseluruhan populasi yang memerlukan
intervensi atau pelayanan spesifik .
Ada beberapa faktor resiko yang tidak terdistribusi secara acak, jadi
subpopulasi yang memiliki faktor resiko tersebut lebih dapat
dipantau perkembangan penyakitnya. Atau ada bagian dari populasi
yang sulit menjangkau pelayanan kesehatan. Oleh karena itu
keperawatan kesehatan komunitas harus bersifat case finding, jadi
tidak terbatas pada masyarakat yang datang ke pelayanan kesehatan
saja.
7. Penggunaan sumber-sumber dengan optimal Perawat kesehatan
komunitas harus bergerak berdasarkan bukti-bukti ilmiah. Bukti-
bukti ilmiah didapatkan dari literatur maupun studi lapangan,
sehingga setiap aksi spesifik maupun program memiliki landasan
ilmiahnya yang kuat.
8. Kolaborasi dengan berbagai jenis profesi Komunitas yang sehat
merupakan proses yang sangat kompleks dan memerlukan sumber
daya yang intensif. Perawat kesehatan komunitas diharapkan
bekerjasama dengan berbagai disiplin ilmu dalam upaya peningkatan
kesehatan populasi.

5.Paradigma Teori Keperawatan


1.Pengertian paradigma
Paradigma adalah suatu cara pandang mendasar atau cara kita melihat,
memikirkan, memaknai, menyikapi serta memilih tindakan atas
fenomena yang ada. Paradigma merupakan suatu diagram atau
kerangka berpikir yang menjelaskan suatu fenomena. Paradigma
mengandung berbagai konsep yang terkait dengan fokus keilmuannya.
Paradigma keperawatan merupakan suatu pandangan global yang
dianut oleh mayoritas kelompok ilmiah (keperawatan) atau hubungan
berbagai teori yang membentuk suatu susunan yang mengatur
hubungan diantara teori tersebut guna mengembangkan model
konseptual dan teori-teori keperawatan sebagai kerangka kerja
keperawatan. Paradigma keperawatan terdiri atas 4 unsur, yaitu
keperawatan, manusia, sehat-sakit dan lingkungan. Keempat unsur
inilah yang membedakan paradigma keperawatan dengan teori lain.
Teori keperawatan didasarkan pada keempat konsep tersebut, yakni
konsep manusia, konsep sehat-sakit, konsep lingkungan dan konsep
keperawatan sebagai intinya. Hubungan keempat komponen tersebut
dapat dilihat pada gambar.

Klien/manusia

Keperawatan Sehat- Sakit

Lingkungan

1. konsep utama paradigma keperawatan


Konsep keperawatan dikembangkan berdasarkan filosofi dan
paradigma keperawatan. Pada filosofi keperawatan terdapat tiga unsur
utama yang menjadi keyakinan dan proses berpikir kritis dalam
mengembangkan ilmu keperawatan, yaitu humanism, holism dan
care. Dari ketiga unsur utama, diyakini bahwa manusia merupakan
pusat/sentral asuhan keperawatan dan care sebagai landasan utama
dalam praktik/asuhan keperawatan. Berdasarkan filosofi keperawatan,
maka dikembangkan empat konsep utama paradigma keperawatan,
yaitu:
1. Manusia 3. Kesehatan (Sehat-sakit)
2. Lingkungan 4. Keperawatan
Manusia dipandang sebaagi individu yang bersifat holistik dan
humanistik yang dalam kehidupannya selalu berinteraksi dengan
lingkungan, baik internal maupun eksternal yang akan berpengaruh
terhadap status kesehatannya, asuhan/pelayanan keperawatan.
Asuhan/pelayanan keperawatan merupakan praktik/tindakan
keperawatan mandiri yang diberikan karena adanya ketidakmampuan
manusia dalam memenuhi kebutuhannya.
1. Manusia
Merupakan makhluk bio-psiko-sosio-spiritual yang unik dan utuh
dalam arti merupakan satu kesatuan utuhdari aspek jasmani dan
rohani dan unik karena mempunyai berbagai macam kebutuhan
sesuai dengan tingkatan perkembangannya. (Konsorsium Ilmu
Kesehatan 1992)
Kebutuhan dasar berupa biologi, psikologi, sosial, budaya dan
spiritual. Manusia memiliki siklus hidup dan mempunyai kapasitas
untuk berpikir, belajar, bernalar, berkomunikasi dan
mengembangkan budaya serta nilai. Manusia berperan sebagai
sasaran pelayanan keperawtaan, berpotensi secara aktif terlibat
dalam pemenuhan kebutuhan dasarnya. Manusia adalah klien
sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Individu sebagai klien
adalah anggota keluarga yang unik sebagai satu kesatuan yang utuh
dari aspek biologi, psikologi, sosial dan spiritual. Kebutuhan
individu berdasarkan hierarki maslow:
a. Aktualisasi diri d. Keamanan dan
kenyamanan
b. Harga diri e. Fisiologi
c. Mencintai dan dicintai
Keluarga sebagai klien merupakan sekelompok individu yang
berhubungan erat secara terus-menerus dan terjadi interaksi satu
sama lain baik secara perorangan maupun bersama-sama di dalam
lingkungan sendiri atau masyarakat secara keseluruhan.
Mayarakat sebagia klien adalah pranata yang terbentuk karena
interaksi antara manusia dan budaya dalam lingkungannya,
bersifat dinamis yang terdiri dari individu, keluarga dan
masyarakat.
Sedangkan menurut Hildegard E.Peplau dalam konsep utama
paradigma keperawatan pada point pertama yaitu manusia bahwa
manusia adalah organisme yang hidup dalam keseimbangan yang
tidak stabil yang berjuang dengan caranya sendiri untuk
mengurangi ketegangan yang disebabkan oleh kebutuhan. Tiap
individu merupakan makhluk yang unik, mempunyai persepsi yang
dipelajari dan ide yang telah terbentuk dan penting untuk
interpersonal.
2. Lingkungan
Lingkungan adalah faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan
manusia, mencangkup lingkungan interna dan lingkungan eksterna.
Lingkungan interna adalah lingkungan yang berasal dari dalam
manusia itu sendiri, mencangkup faktor genetik, mutasi biologi,
jenis kelamin, psikologis, faktor prediposisi terhadap penyakit dan
faktor lingkungan. Sedangkan lingkungan eksterna adalah
lingkungan disekitar manusia yang mencangkup lingkungan fisik
dan biologis, lingkungan sosial, cultural dan spiritual. Untuk
memahami lingkungan, dapat digunakan model segitiga oleh
Leavel, 1965.
Agen

Lingkungan Hospes/manusia
Agen adalah faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
penyakit, contoh faktor biologi, mekanik dan kimiawi. Hospes
adalah makhluk hidup yang dapat tertular oleh penyakit.
Lingkungan adalah faktor yang dapat mempengaruhi derajat
kesehatan manusia dan agen.

3. Kesehatan (Sehat-sakit)
Sehat adalah keadaan sejahtera dari fisik, mental dan sosial tidak
hanya terbebas dari penyakit atau kelemahan (WHO). Sehat adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU no.23/92).
Sedangkan sakit merupakan keadaan terganggunyafungsi tubuh
yang normal, baik fungsi fisiologis maupun fungsi sosialnya.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kesehatan, yaitu:
 Perawatan diri yang baik
 Pencegahan terhadap penyakit/cedera
 Menggunakan potensial intelektual
 Manajemen stress dan mengekspresikan emosi
secara baik
 Hubungan interpersonal yang baik
 Peduli terhadap lingkungan dan kondisi sekitar
Peplau sendiri mendefinisikan kesehatan sebagai gerak
progresif individu dan proses makluk hidup secara terus
menerus dalam kelangsungan kreativitas, produktivitas dan
sikap individual dari kehidupan masyarakat.
4. Keperawatan
Lokakarya Keperawatan Nasional (1983) menyebutkan
bahwa keperawatan merupakan suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan,
dengan bentuk pelayanan mencangkup bio psikososio-
spiritual yang ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat baik sehat maupun sakit dalam
siklus kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan diberikan
secara humanistik, menghargai dan menghormati martabat
manusia, memberi perhatian pada klien serta menjunjung
tinggi keadilan bagi setiap manusia. Pelayanan keperawatan
ditunjukan untuk,
 Mempertahankan kesehatan
 Meningkatkan kesehatan
 Menolong klien untuk mengatasi secara tepat
masalah yang dihadapinya
Tujuan pelayanan keperawatan adalah untuk mencapai
kemandirian klien dalam meningkatkan status kesehatan
secara optimal dengan pencegahan sakit dan peningkatan
keadaan sehat. Pelayanan keperawatan juga ditujukan
kepada penyediaan pelayanan keseahatan utama dalam usaha
mengadakan perbaikan sistem pelayanan kesehatan sehingga
memungkinkan setiap orang mencapai hidup sehat dan
produktif. Keperawatan mempelajari bentuk dan sebab tidak
terpenuhinya kebutuhan dasar manusia serta mempelajari
berbagai upaya untuk mencaapi kebutuhan dasara tersebut.
Keperawatan menurut Hildegard E.Pelau yaitu proses
interpersoal yang bermakna, bersifat tarapeutik.
Keperawatan menurut Peplau yaitu alat pendidikan yang
kekuatannya bertujuan untuk mendukung kekuatan
seseorang dalam kreativitas langsung, produktivitas dan
sikap individual dari kehidupan masyarakat.
6.Sejarah perkembangan Keperawatan kesehatanKomunitas
        a.  Masyarakat Kuno (Sebelum 500 Sm)
  Penggalian di lokasi bebrapa peradaban awal yang terkenal telah
mengungkapkan bukti adanya aktivitas kesehatan komunitas.
 Temuan arkeologi dari lembah Indus di india utara,  sekitar 2000
SM, memberikan adanya kamar mandi dan system drainase
didalam rumah dan saluran pembuangan air yang terletak lebih
rendah dari permukaan jalan.
 System drainase juga ditemukan diantara reruntahan kerajaan mesir
kuno pertengan (2700-2000 SM). Orang-orang myceneans, yang
tinggal di Crete  pada 1600 SM telah memiliki toilet, system
penggelontoran, dan saluran pembuangan air.
 Resep obat tertulis untuk obat-obatan berhasil ditafsirkan dari
lempeng tanah liat (prasasti) orang Sumerian sekitar 2100 SM.
Sampai sekitar 1500 SM sudah lebih dari 700 obat yang dikenal
orang mesir.
Budaya klasik (500 SM-500 M)
     Selama abad ke 13 dan ke 12 SM, orang Yunani mulai
bepergian ke Mesir dan terus melakukannya sampai beberapa abad
selanjutnya. Ilmu pengetahuan dari orang Babilonia, Mesir, Yahudi
dan suku lainnya di Mediterania Timur tercakup didalam filosofi
kesehatan dan kedoteran Yunani.

   Selama “zaman keemasan” Yunani kuno (di abad ke 5 dan ke 6


SM), para pria berpartisipasi dalam permainan adu kekuatan dan
keahlian dan berenang di fasilitas umum.  

   Orang-orang Yunani juga aktif menjalankan sanitasi


komunikasi.Mereka memasok sumur-sumur kota setempat dengan
air yang diambil dari pegunungan yang berjarak sejauh 10 mil.
Setidaknya dalam satu kota, air yang berasal dari sumber yang jauh
disimpan dalam reservoir dengan ketinggian 370 kaki diatas
permukaan laut.
    Orang-orang romawi mengembangkan teknologi yunani itu dan
membangun saluran air yang dapat mengalirkan sampai bermil-mil
jauhnya. Bukti sekitar 200 saluran air di Romawi masih ada sampai
sekarang, di Spanyol ke Syiria dan dari Eropa Utara sampai Afrika
utara.
    Orang Romawi juga membangun saluran air dan merintis
aktivitas kesehatan komunitas yang lain, diantaranya pengaturan
pembangunan gedung, pembuangan sampah, dan pembersihan
jalan dan perbaikkannya.

b. Abad Pertengahan (500-1500 M)


    Periode dari akhir Kekaisaran Romawi di wilayah Barat sampai
tahun 1500 M dikenal sebagai Abad Pertengahan

     Pendekatan terhadap kesehatan dan penyakit pada zaman ini


sangat berbeda dengan pendekatan di zaman Kekaisaran Romawi.
Selama masa itu semakin berkembang paham materialism Romawi
dan kesadaran Spiritual. Masalah kesehatan dipandang memiliki
penyebab spiritual dan solusi spiritual

     Pandangan ini memang benar pada awal abad pertengahan,


selama periode yang dikenal   sebagai “zaman kegelapan” (500-
1000 M). baik kepercayaan ritual maupun umat kristiani
menyalahkan kekuatan supranatural sebagai penyebab penyakit.

     Ajaran St. Augustine misalnya, menyatakan penyakit disebabkan


oleh setan yang dikirim untuk menyiksa jiwa manusia, dan
kebanyakan umat kristiani percaya bahwa penyakit merupakan
hukuman atas dosa mereka.
    Tidak diperhitungkan peran lingkungan fisik dan biologis
kedalam hubungan sebab-akibat penyakit menular menyebabkan
epidemic yang ganas dan tidak terkendali selama era spiritual
kesehatan masyarakat ini. Epidemic ini menyebabkan penderitaan dan
kematian jutaan orang. Salah satu awal epidemic yang berhasil dicatat
adalah epidemic penyakit lepra. Sampai tahun 1200 M,
memperkirakan terdapat sekitar 19.000 tempat penampungan
penderita lepra dan leprasaria di eropa.
   Penyakit epidemi yang paling mematikan pada periode itu adalah
pes. Sulit bagi kita, yang hidup diawal abad ke-21, untuk
membayangkan dampak epidemic pes yang terjadi di Eropa.
  Selama abad pertengahan inijuga terjadi epidemic penyakit yang
lain, diantaranya, cacar, difteri, campak, influenza, tuberculosis,
antraks dan trakoma. Banyak penyakit lain, yang saat ini belum
terdeteksi, mengambil giliran. Penyakit epidemic terakhir selama
periode itu adalah sifilis, yang muncul pada tahun 1492.

c. Zaman Renaissance dan Penjelajahan


  Periode Renaissance merupakan periode yang ditandai dengan
lahirnya kembali pemikiran tentang karakteristik alam dan
kemanusiaan. Perdagangan antarkota dan antarnegara sudah
berkembang dan terjadi pertambahan penduduk dikota-kota besar.
  Periode ini juga ditandai dengan adanya penjelajahan dan
penemuan. Perjalanan Columbus, Magellan, dan penjelajah lainnya
pada akhirnya mengarah pada peride kolonialisme (penjajahan).
Dampak Renaissance terhadap kesehatan komunitas sangat besar.
Pengkajian yang lebih cermat terhadap kejadian Luar Biasa (KLB)
penyakit yang terjadi selama periode itu mengungkap bahwa
penyakit disebabkan oleh factor-faktor lingkungan, bukan factor
spiritual, semakin berkembang.
   Observasi yang lebih kritis terhadap penyakit menghasilkan
penjelasan yang lebih akurat mengenai gejala dan akibat suatu
penyakit. Observasi ini mengarah kepada pengenalan awal penyakit
batuk rejan, tifus, scarlet fever, dan malaria, sebagai penyakit yang
khas dan berbeda.
  Epidemic penyakit cacar, malaria, dan pes masi menjamur di
Inggris dan seluruh Eropa. Pada tahun 1665, epidemic pes menelan
korban 68.596 jiwa di London, yang pada saat itu berpenduduk
460.000 jiwa (15 % dari populasi menjadi korban).  

d. Abad Ke- 20
Saat dimulainya abad ke-20, angka harapan hidup masih kurang dari 50
tahun. Penyebab utama kematian adalah penyakit menular-influenza,
pneumonia, tuberculosis, dan infeksi saluran pencernaan. Penyakit
menular yang lain, misalnya, demam tifoid, malaria, dan difteri juga
banyak menelan korban.
Masalah kesehatan yang juga terjadi. Jutaan anak mengalami kondisi
yang ditandai dengan diare , penyakit tak menular atau kelainan bentuk
tulang.  
Defisiensi vitamin dan salah satu kondisi pemicunya, kesehatan gigi
yang buruk, merupakan hal yang sangat umum dijumpa di daerah
kumuh kota-kota Amerika dan Eropa.  
Tidak tersedianya layanan prenatal dan pascanatal yang memadai
menyebabkan tingginya angka kematian yang berkaitan dengan
kehamilan dan kelahiran.
Perkembangan Kesehatan Masyarakat di Indonesia Abad Ke-16 –
Pemerintahan Belanda mengadakan upaya pemberantasan cacar dan
kolera. Dengan melakukan upaya-upaya kesehatan masyarakat.

Tahun 1807 – Pemerintahan Jendral Daendels, melakukan pelatihan


dukun bayi dalam praktek persalinan dalam rangka upaya penurunan
angka kematian bayi, tetapi tidak berlangsung lama karena langkanya
tenaga pelatih. Tahun 1888 – Berdiri pusat laboratorium kedokteran di
Bandung, kemudian berkembang pada tahun-tahun berikutnya di
Medan, Semarang, surabaya, dan Yogyakarta. Laboratorium ini
menunjang pemberantasan penyakit seperti malaria, lepra, cacar, gizi
dan sanitasi.
Tahun 1925 – Hydrich, seorang petugas kesehatan pemerintah Belanda
mengembangkan daerah percontohan dengan melakukan propaganda
(pendidikan) penyuluhan kesehatan di Purwokerto, Banyumas, karena
tingginya angka kematian dan kesakitan.

Tahun 1927 – STOVIA (sekolah untuk pendidikan dokter pribumi)


berubah menjadi sekolah kedokteran dan akhirnya sejak berdirinya UI
tahun 1947 berubah menjadi FKUI. Sekolah dokter tersebut punya andil
besar dalam menghasilkan tenaga-tenaga (dokter-dokter) yang
mengembangkan kesehatan masyarakat Indonesia.

Tahun 1930 – Pendaftaran dukun bayi sebagai penolong dan perawatan


persalinan Tahun 1935 – Dilakukan program pemberantasan pes,
karena terjadi epidemi, dengan penyemprotan DDT dan vaksinasi
massal.

Tahun 1951 -Diperkenalkannya konsep Bandung (Bandung Plan) oleh


Dr.Y. Leimena dan dr Patah (yang kemudian dikenal dengan Patah-
Leimena), yang intinya bahwa dalam pelayanan kesehatan masyarakat,
aspek kuratif dan preventif tidak dapat dipisahkan. konsep ini kemudian
diadopsi oleh WHO.

Gagasan inilah yang kemudian dirumuskan sebagai konsep


pengembangan sistem pelayanan kesehatan tingkat primer dengan
membentuk unit-unit organisasi fungsional dari Dinas Kesehatan
Kabupaten di tiap kecamatan yang mulai dikembangkan sejak tahun
1969/1970 dan kemudian disebut Puskesmas.
Tahun 1952 - Pelatihan intensif dukun bayi
Tahun 1956 - Dr.Y.Sulianti mendirikan “Proyek Bekasi” sebagai
proyek percontohan/model pelayanan bagi pengembangan kesehatan
masyarakat dan pusat pelatihan, sebuah model keterpaduan antara
pelayanan kesehatan pedesaan dan pelayanan medis.

Tahun 1967 – Seminar membahas dan merumuskan program kesehatan


masyarakat terpadu sesuai dengan masyarakat Indonesia. Kesimpulan
seminar ini adalah disepakatinya sistem Puskesmas yang terdiri dari
Puskesmas tipe A, tipe B, dan C.

Tahun 1968 – Rapat Kerja Kesehatan Nasional, dicetuskan bahwa


Puskesmas adalah merupakan sistem pelayanan kesehatan terpadu, yang
kemudian dikembangkan oleh pemerintah (Depkes) menjadi Pusat
Pelayanan Kesehatan Masyarakat (Puskesmas). Puskesmas disepakati
sebagai suatu unit pelayanan kesehatan yang memberikan pelayanan
kuratif dan preventif secara terpadu, menyeluruh dan mudah dijangkau,
dalam wilayah kerja kecamatan atau sebagian kecamatan di
kotamadya/kabupaten.

Tahun 1969 : Sistem Puskesmas disepakati dua saja, yaitu tipe A


(dikepalai dokter) dan tipe B (dikelola paramedis). Pada tahun 1969-
1974 yang dikenal dengan masa Pelita 1, dimulai program kesehatan
Puskesmas di sejumlah kecamatan dari sejumlah Kabupaten di tiap
Propinsi.

Tahun 1979 Tidak dibedakan antara Puskesmas A atau B, hanya ada


satu tipe Puskesmas saja, yang dikepalai seorang dokter dengan
stratifikasi puskesmas ada 3 (sangat baik, rata-rata dan standard).
Selanjutnya Puskesmas dilengkapi dengan piranti manajerial yang lain,
yaitu Micro Planning untuk perencanaan, dan Lokakarya Mini
(LokMin) untuk pengorganisasian kegiatan dan pengembangan
kerjasama tim.
Tahun 1984 Dikembangkan program paket terpadu kesehatan dan
keluarga berencana di Puskesmas (KIA, KB, Gizi, Penaggulangan
Diare, Immunisasi)

Awal tahun 1990-an Puskesmas menjelma menjadi kesatuan organisasi


kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan
masyarakat yang juga memberdayakan peran serta masyarakat, selain
memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada
masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok .dan
salah satu bentuk peran serta masyarakat adalah pelayanan posyandu
untuk ibu / balita dan lansia

Dalam ilmu kesehatan masyarakat tidak terlepas dari 2 tokoh yakni,


Asclepius dan Higela, yang kemudian muncul dua aliran atau
pendekatan dalam menangani masalah-masalah kesehatan.
Pertama aliran kuratif dari kelompok Aclepius dan aliran preventiv dari
golongan Higela, dua lairan tersebut saling berbeda dalam
pengaplikasiannya pada kehidupan masyarakat. Aliran kuratif bersifat
rektif yang sasarannya per-individu, pelaksanaanya jarak jauh dan
kontak langsung dengan sasaran cukup sekali,kelompok ini pada
umumnya terdiri dari dokter, dokter gig, psikiater, dan praktisi-praktisi
lain yang melakukan pengobatan baik fisik, psikis, mental maupun
sosial.

Sedangkan aliran prevevtiv lebih bersifat proaktif atau kemitraan yang


sasarannya masyarakat luas, Para petugas kesehatan masyarakat lulusan
sekolah atau institusi masyarakat bebagai jenjang masuk dalam
kelompok ini. 
7.Falsafah Keperawatan Komunitas

1.pengertian falsafah keperawatan komunitas

Falsafah merupakan Keyakinan terhadap nilai kemanusiaan yang menjadi


pedoman dalam melaksanakan asuhan keperawatan kesehatan masyarakat
baik untuk individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Berdasarkan pada asumsi dasar dan keyakinan yang mendasar tersebut,


maka dapat dikembangkan falsafah keperawatan komunitas sebagai
landasan praktik keperawatan komunitas. Dalam falsafah keperawatan
komunitas, keperawatan komunitas merupakan pelayanan yang
memberikan perhatian terhadap pengaruh lingkungan (bio-psiko-sosio-
kultural-spiritual) terhadap kesehatan komunitas dan membrikan prioritas
pada strategi pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Falsafah
yang melandasi keperawatan komunitas mengacu kepada paradigma
keperawatan yang terdiri dari 4 hal penting, yaitu: manusia, kesehatan,
lingkungan dan keperawatan sehingga dapat dirumuskan sebagai berikut:

a.Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat adalah pekerjaan yang


luhur dan manusiawi yang ditujukan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
b.Perawatan kesehatan masyarakat adalah suatu upaya berdasarkan
kemanusiaan untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
bagi terwujudnya manusia yang sehat khususnya dan masyarakat yang
sehat pada umumnya.
c.Pelayanan perawatan kesehatan masyarakat harus terjangkau dan
dapat diterima oleh semua orang dan merupakan bagian integral dari
upaya kesehatan.
d.Upaya preventif dan promotif merupakan upaya pokok tanpa
mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif.
e.Pelayanan keperawatan kesehatan masyarakat yang diberikan
berlangsung secara berkesinambungan.
f.Perawatan kesehatan masyarakat sebagai provider dan klien sebagai
consumer pelayanan keperawatan dan kesehatan, menjamin suatu
hubungan yang saling mendukung dan mempengaruhi perubahan
dalam kebijaksanaan dan pelayanan kesehatan ke arah peningkatan
status kesehatan masyarakat.
g.Pengembangan tenaga keperawatan kesehatan masyarakat
direncanakan secara berkesinambungan dan terus-menerus.
h.Individu dalam suatu masyarakat ikut bertanggung jawab atas
kesehatannya, ia harus ikut dalam upaya mendorong, mendidik dan
berpartisipasi aktif dalam pelayanan kesehatan mereka sendiri.

Berdasarkan falsafah di atas maka dikembangkan : tujuan, sasaran dan


strategi intervensi keperawatan komunitas.

2.Tujuan Keperawatan Kesehatan Komunitas

a.Tujuan Umum

Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat sehingga


tercapai derajat kesehatan yang optimal agar dapat menjalankan fungsi
kehidupan sesuai dengan kapasitas yang mereka miliki.

b.Tujuan Khusus

Untuk meningkatkan berbagai kemampuan individu, keluarga,


kelompok khusus dan masyarakat dalam hal:

a. Mengidentifikasi masalah kesehatan dan keperawatan yang


dihadapi.

b. Menetapkan masalah kesehatan/keperawatan dan prioritas masalah.

c. Merumuskan berbagai alternatif pemecahan masalah kesehatan/


keperawatan.
d. Menanggulangi masalah kesehatan/keperawatan yang mereka
hadapi.

e. Penilaian hasil kegiatan dalam memecahkan masalah kesehatan/


keperawatan.

f. Mendorong dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam


pelayanan kesehatan/keperawatan.

g. Meningkatkan kemampuan dalam memelihara kesehatan secara


mandiri (self care).

h. Menanamkan perilaku sehat melalui upaya pendidikan kesehatan.

i. Menunjang fungsi puskesmas dalam menurunkan angka kematian


bayi, ibu dan balita serta diterimanya norma keluarga kecil bahagia
dan sejahtera.

j. Tertanganinya kelompok-kelompok resiko tinggi yang rawan


terhadap masalah kesehatan

Sasaran

Sasaran perawatan kesehatan komunitas adalah individu, keluarga,


kelompok dan masyarakat, baik yang sehat maupun yang sakit yang
mempunyai masalah kesehatan/perawatan.

Individu

Individu adalah bagian dati anggota keluarga. Apabila individu


tersebut mempunyai masalah kesehatan/keperawatan karena
ketidakmampuan merawat diri sendiri oleh suatu hal dan sebab, maka
akan dapat mempengaruhi anggota keluarga lainnya baik secara fisik,
mental maupun sosial.
Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat, terdiri atas kepala


keluarga, anggota keluarga lainnya yang berkumpul dan tinggal dalam
suatu rumah tangga karena pertalian darah dan ikatan perkawinan atau
adopsi, satu dengan lainnya saling tergantung dan berinteraksi. Bila
salah satu atau beberapa anggota keluarga mempunyai masalah
kesehatan/keperawatan, maka akan berpengaruh terhadap anggota
keluarga lainnya dan keluarga-keluarga yang aada di sekitarnya.

Kelompok Khusus

Kelompok hkusus adalah kumpulan individu yang mempunyai


kesamaan jenis kelamin, umur, permasalahan, kegiatan yang
terorganisasi yang sangat rawan terhadap masalah kesehatan.
Termasuk diantaranya adalah:

1. Kelompok khusus dengan kebutuhan khusus sebagai akibat


perkembangan dan pertumbuhannya, seperti;

a. Ibu hamil

b. Bayi baru lahir

c. Balita

d. Anak usia sekolah

e. Usia lanjut

2. Kelompok dengan kesehatan khusus yang memerlukan pengawasan


dan bimbingan serta asuhan keperawatan, diantaranya adalah:

3. Penderita penyakit menular, seperti TBC, lepra, AIDS, penyakit


kelamin lainnya.
4. Penderita dengan penynakit tak menular, seperti: penyakit diabetes
mellitus, jantung koroner, cacat fisik, gangguan mental dan lain
sebagainya.

5.Kelompok yang mempunyai resiko terserang penyakit, diantaranya:

a. Wanita tuna susila

b. Kelompok penyalahgunaan obat dan narkoba


c. Kelompok-kelompok pekerja tertentu, dan lain-lain.

6. Lembaga sosial, perawatan dan rehabilitasi, diantaranya adalah:

a. Panti wredha
b. Panti asuhan
c. Pusat-pusat rehabilitasi (cacat fisik, mental dan sosial)
d. Penitipan balita

Masyarakat

Masyarakat adalah sekelompok manusia yang hidup dan bekerjasama


cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan
menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial dengan batas-
batas yang telah ditetapkan dengan jelas. Masyarakat merupakan
kelompok individu yang saling berinteraksi, saling tergantung dan
bekerjasama untuk mencapai tujuan. Dalan berinteraksi sesama
anggota masyarakat akan muncul banyak permasalahan, baik
permasalahan sosial, kebudayaan, perekonomian, politik maupun
kesehatan khususnya.

Strategi

Strategi intervensi keperawatan komunitas meliputi :

a. Proses kelompok.
b. Pendidikan kesehatan.
c. Kerja sama (partnership).

Ruang Lingkup Perawatan Komunitas

Ruang lingkup praktik keperawatan komunitas meliputi: upaya-upaya


peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif),
pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan
kesehatan (rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan
kembali baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke
lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi).

Dalam memberikan asuhan keperawatan komunitas, kegiatan yang


ditekankan adalah upaya preventif dan promotif dengan tidak
mengabaikan upaya kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif.

Upaya Promotif

Upaya promotif dilakukan untuk meningkatkan kesehatan individu,


keluarga, kelompok dan masyarakat dengan jalan memberikan:

a. Penyuluhan kesehatan masyarakat


b. Peningkatan gizi
c. Pemeliharaan kesehatan perseorangan
d. Pemeliharaan kesehatan lingkungan
e. Olahraga secara teratur
f. Rekreasi
g. Pendidikan seks.

Upaya Preventif

Upaya preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya penyakit dan


gangguan terhadap kesehatan individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat melalui kegiatan:
a. Imunisasi massal terhadap bayi, balita serta ibu hamil
b. Pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui posyandu,
puskesmas maupun kunjungan rumah
c. Pemberian vitamin A dan yodium melalui posyandu,
puskesmas ataupun di rumah.
d. Pemeriksaan dan pemeliharaan kehamilan, nifas dan
menyusui.

Upaya Kuratif

Upaya kuratif ditujukan untuk merawat dan mengobati anggota-


anggota keluarga, kelompok dan masyarakat yang menderita penyakit
atau masalah kesehatan, melalui kegiatan:

a. Perawatan orang sakit di rumah (home nursing)


b. Perawatan orang sakit sebagai tindak lanjut perawatan dari
puskesmas dan rumah sakit
c. Perawatan ibu hamil dengan kondisi patologis di rumah, ibu
bersalin dan nifas
d. Perawatan payudara
e. Perawatan tali pusat bayi baru lahir.

Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif merupakan upaya pemulihan kesehatan bagi


penderita-penderita yang dirawat di rumah, maupun terhadap
kelompok-kelompok tertentu yang menderita penyakit yang sama,
misalnya kusta, TBC, cacat fisik dan lainnya., dilakukan melalui
kegiatan:
a. Latihan fisik, baik yang mengalami gangguan fisik
seperti penderita kusta, patah tulang maupun kelainan
bawaan

b. Latihan-latihan fisik tertentu bagi penderita-penderita


penyakit tertentu, misalnya TBC, latihan nafas dan
batuk, penderita stroke: fisioterapi manual yang
mungkin dilakukan oleh perawat.

Upaya Resosialitatif

Upaya resosialitatif adalah upaya mengembalikan individu, keluarga


dan kelompok khusus ke dalam pergaulan masyarakat, diantaranya
adalah kelompok-kelompok yang diasingkan oleh masyarakat karena
menderita suatu penyakit, misalnya kusta, AIDS, atau kelompok-
kelompok masyarakat khusus seperti Wanita Tuna Susila (WTS), tuna
wisma dan lain-lain. Di samping itu, upaya resosialisasi meyakinkan
masyarakat untuk dapat menerima kembali kelompok yang
mempunyai masalah kesehatan tersebut dan menjelaskan secara benar
masalah kesehatan yang mereka derita. Hal ini tentunya membutuhkan
penjelasan dengan pengertian atau batasan-batasan yang jelas dan
dapat dimengerti.
PENGANTAR KESEHATAN LINGKUNGAN

A. Pengantar Kesehatan Lingkungan


1.pengertian Pengantar Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan adalah suatu ilmu dan seni dalam mencapai
keseimbangan antara lingkungan dan manusia, ilmu dan juga seni dalam
pengelolaan lingkungan sehingga dapat tercapai kondisi yang bersih, sehat,
nyaman dan aman serta terhindar dari gangguan berbagai macam penyakit.

Ilmu Kesehatan Lingkungan mempelajari dinamika hubungan interaktif


antara kelompok penduduk dengan berbagai macam perubahan komponen
lingkungan hidup yang menimbulkan ancaman/berpotensi mengganggu
kesehatan masyarakat umum.

2.Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Inilah ruang lingkupnya menurut WHO, diantaranya ada 17 (tujuh belas):

1. Penyediaan Air Minum.


2. Pengelolaan air buangan & pengendalian pencemaran.
3. Pembuangan sampah padat.
4. Pengendalian vektor. (Pengendalian vektor adalah semua usaha yang
dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan populasi vektor dengan
maksud mencegah atau pemberantas penyakit yang ditularkan vektor
atau gangguan yang diakibatkan oleh vektor.)
5. Pencegahan atau pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta
manusia. (Ekskreta maksudnya semua zat yang tidak dipakai lagi oleh
tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh.)
6. Higiene makanan, termasuk higiene susu.
7. Pengendalian pencemaran udara.
8. Pengendalian radiasi.
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan.
11. Perumahan & pemukiman.
12. Aspek kesling & transportasi udara.
13. Perencanaan daerah & perkotaan.
14. Pencegahan kecelakaan.
15. Rekreasi umum & pariwisata.
16. Tindakan – tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemic atau wabah, bencana alam & perpindahan penduduk.
17. Dan yang terakhir, Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk
menjamin lingkungan.

3.Fungsi Kesehatan Lingkungan


1. Menentukan dan Melaksanakan pemeriksaan/pengukuran komponen
lingkungan secara tepat serta Menetapkan dan Menginformasikan
penyimpangan lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia
berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan.
2. Menganalisis dan Menginterpretasikan hasil pengukuran komponen
lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
3. Merancang dan merekayasa penanggulangan masalah lingkungan
yang mempengaruhi kesehatan manusia.
4. Mengorganisasi dan Mengevaluasi hasil penanggulangan masalah
kesehatan lingkungan.
5. Mengorganisasi penanggulangan masalah kesehatan lingkungan.
6. Menginventarisasi, Menentukan, Merencanakan bentuk,
Melaksanakan dan Mengevaluasi intervensi terhadap pengetahuan, sikap,
dan perilaku masyarakat yang tidak sesuai dengan kaidah kesehatan.
7. Menentukan dan Melaksanakan kegiatan penelitian teknologi tepat
guna dalam bidang kesehatan lingkungan.
4.Manfaat Menjaga Kesehatan Lingkungan
Menurut sebuah pepatah, kebersihan merupakan sebagian dari iman.
Kebersihan meliputi kebersihan diri dan kebersihan lingkungan.
Kebersihan lingkungan meliputi lingkungan tempat tinggal, tempat
bekerja, sarana umum, dan lingkungan lain. Selain sebagian dari iman,
kebersihan lingkungan kunci utama kesehatan tubuh.
Kebersihan merupakan unsur terpenting dalam ilmu kesehatan.
Kebersihan lingkungan diwujudkan melalui penciptaan lingkungan yang
sehat. Hal ini agar manusia terhindar dari berbagai macam penyakit,
seperti malaria, demam berdarah, diare, dan penyakit lain.
Lingkungan yang bersih akan membuat orang yang tinggal di situ
kesehatannya terjaga. Kebersihan lingkungan merupakan jaminan bagi
kesehatan seseorang. Lingkungan yang kotor sedkit saja dapat menjadi
sumber penyakit. Oleh karena itu, kebersihan lingkungan harus selalu
diperhatikan.
Ada banyak manfaat yang bisa didapat dari menjaga kebersihan
lingkungan.

5.Terhindar dari Berbagai Penyakit.


Lingkungan yang bersih tentu akan memengaruhi kehidupan orang-orang
di lingkungan tersebut. Sebagai sebagian dari iman, kebersihan membuat
tubuh lebih sehat dan segar. Pun, dengan kenyamanan di lingkungan
tempat tinggal, dapat memperpanjang umur seseorang karena efek
bahagia yang dirasakannya.
Lingkungan yang tidak sehat tentu akan menimbulkan berbagai penyakit.
Namun, dengan senantiasa menjaga kebersihan, lingkungan akan berubah
sehat dan nyaman untuk ditinggali. Oleh karena itu, rajin-rajinlah
membersihkan lingkungan agar terhindar dari berbagai penyakit.

6.Bebas Polusi Udara.


Lingkungan yang bebas dari polusi udara merupakan cermin lingkungan
bersih. Meminimalisasi asap kendaraan dan menjauhkan lingkungan dari
asap pabrik sangat baik bagi kebersihan dan kesehatan lingkungan.
7.Air Menjadi Lebih Bersih.
Air yang bersih aman untuk dikonsumsi sebagai kebutuhan sehari-hari.
Air bersih tidak bisa didapat apabila lingkungan tidak bersih. Dengan
pengelolaan yang tepat, air dapat menjadi lebih aman digunakan.

8. Lebih Tenang dalam Menjalankan Aktivitas Sehari-Hari.


Manfaat lain dari kebersihan lingkungan adalah diperolehnya efek
ketenangan hidup. Ketenangan hidup akan berdampak pada ketenangan
dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Orang yang menjalani hidupnya
dengan tenang dpercaya dapat menambah usia hidup menjadi lebih
panjang.

9.Lingkungan Menjadi Sejuk, Segar, dan Nyaman.


Lingkungan bersih membuat kondisi menjadi sejuk, segar, dan nyaman.
Hal ini sangat dapat terasa di pagi hari ketika bangun tidur. Hirupan
napas pertama akan terasa sangat nikmat apabila lingkungan bersih.

10. Kesehatan Lebih Terjaga.


Lingkungan yang bersih membuat paru-paru menjadi lebih sehat. Hal ini
karena paru-paru selalu menghirup udara yang bersih. Kesehatan paru-
paru akan berdampak pada kesehatan organ lain sehingga kesehatan
tubuh menjadi lebih terjaga.

11. Mencegah Terjadinya Bencana.


Dengan memiliki lingkungan yang bersih, sehat, dan terjaga, lingkungan
akan terhindar dari berbagai macam bencana. Tidak adanya sampah di
selokan maupun sungai membuat lingkungan terhindar dari banjir. Selain
itu, ada banyak bencana lain yang dapat dicegah dengan lingkungan yang
bersih. Air yang bersih akan menghindarkan pemakainya dari risiko
diare.
Hal-hal di atas baru sedikit dari manfaat menjaga kebersihan lingkungan.
Ada banyak manfaat lain dari menjaga kebersihan lingkungan. Seperti
diketahui, lingkungan adalah pendukung kehidupan makhluk hidup.
Menjaga kebersihan lingkungan sama pentingnya dengan menjaga
kelestarian makhluk hidup.

B. Ruang lingkup
1.Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan

Inilah ruang lingkupnya menurut WHO, diantaranya ada 17 (tuju belas):

1. pariwisataPenyediaan Air Minum.


2. Pengelolaan air buangan & pengendalian pencemaran.
3. Pembuangan sampah padat.
4. Pengendalian vektor. (Pengendalian vektor adalah semua usaha
yang dilakukan untuk mengurangi atau menurunkan populasi
vektor dengan maksud mencegah atau pemberantas penyakit yang
ditularkan vektor atau gangguan yang diakibatkan oleh vektor.)
5. Pencegahan atau pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta
manusia. (Ekskreta maksudnya semua zat yang tidak dipakai lagi
oleh tubuh dan yang harus dikeluarkan dari dalam tubuh.)
6. Higiene makanan, termasuk higiene susu.
7. Pengendalian pencemaran udara.
8. Pengendalian radiasi.
9. Kesehatan kerja
10. Pengendalian kebisingan.
11. Perumahan & pemukiman.
12. Aspek kesling & transportasi udara.
13. Perencanaan daerah & perkotaan.
14. Pencegahan kecelakaan.
15. Rekreasi umum.
16. Tindakan – tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemic atau wabah, bencana alam & perpindahan penduduk.
17. Dan yang terakhir, Tindakan pencegahan yang diperlukan untuk
menjamin lingkungan.

2.Fungsi Kesehatan Lingkungan


1. Menentukan dan Melaksanakan pemeriksaan/pengukuran
komponen lingkungan secara tepat serta Menetapkan dan
Menginformasikan penyimpangan lingkungan yang
mempengaruhi kesehatan manusia berdasarkan prosedur
yang telah ditetapkan.
2. Menganalisis dan Menginterpretasikan hasil pengukuran
komponen lingkungan yang mempengaruhi kesehatan
manusia.
3. Merancang dan merekayasa penanggulangan masalah
lingkungan yang mempengaruhi kesehatan manusia.
4. Mengorganisasi dan Mengevaluasi hasil penanggulangan
masalah kesehatan lingkungan.
5. Mengorganisasi penanggulangan masalah kesehatan
lingkungan.
6. Menginventarisasi, Menentukan, Merencanakan bentuk,
Melaksanakan dan Mengevaluasi intervensi terhadap
pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat yang tidak
sesuai dengan kaidah kesehatan.
7. Menentukan dan Melaksanakan kegiatan penelitian
teknologi tepat guna dalam bidang kesehatan lingkungan.
DINAMIKA KELOMOK

1.Pengertian Dinamika Kelompok


Dinamika kelompok berasal dari kata dinamika dan kelompok. Dinamika
berati interaksi atau interdependensi antara kelompok satu dengan yang
lain, sedangkan Kelompok adalah kumpulan individu yang saling
berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama.Maka Dinamika Kelompok
merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang
memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan
yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami.

2.Fungsi Dinamika Kelompok


Dinamika kelompok merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang
hidup dalam sebuah kelompok. Fungsi dari dinamika kelompok itu antara
lain:
1. Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi
persoalan hidup. (Bagaimanapun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain.)
2. Memudahkan segala pekerjaan. 
(Banyak pekerjaan yang tidak dapat dilaksanakan tanpa bantuan orang
lain)
3. Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan
mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga seleseai lebih
cepat, efektif dan efesian. 
(pekerjaan besar dibagi-bagi sesuai bagian kelompoknya masing-masing /
sesuai keahlian)
4. Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat
(setiap individu bisa memberikan masukan dan berinteraksi dan memiliki
peran yang sama dalam masyarakat) 
3. Jenis Kelompok Sosial
Kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang terdiri dari dua atau lebih
individu yang mengadakan interaksi sosial agara ada pembagian tugas,
struktur dan norma yang ada.
Berdasarkan pengertian tersebut kelompok sosial dapat dibagi menjadi
beberapa, antara lain:
1. Kelompok Primer
Merupakan kelompok yang didalamnya terjadi interaksi sosial yang
anggotanya saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan.

Sedangkan menurut Goerge Homan kelompok primer merupakan sejumlah


orang yang terdiri dari beberapa orang yang acapkali berkomunikasi
dengan lainnya sehingga setiap orang mampu berkomunikasi secara
langsung (bertatap muka) tanpa melalui perantara. 
2. Kelompok Sekunder
Jika interaksi sosial terjadi secara tidak langsung, berjauhan, dan sifatnya
kurang kekeluargaan. Hubungan yang terjadi biasanya bersifat lebih
objektiv.
3. Kelompok Formal
Pada kelompok ini ditandai dengan adanya peraturan atau Anggaran Dasar
(AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) yang ada. Anggotanya diangkat
oleh organisasi.

4.Kelompok Informal
Merupakan suatu kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik,
dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Keanggotan kelompok biasanya
tidak teratur dan keanggotaan ditentukan oleh daya tarik bersama dari
individu dan kelompok Kelompok ini terjadi pembagian tugas yang jelas
tapi bersifat informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan dan simpati
5.Ciri Kelompok Sosial
Suatu kelompok bisa dinamakan kelompok sosial bila memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Memiliki motive yang sama antara individu satu dengan yang lain.
(menyebabkan interkasi/kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama)
2. Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan antara individu satu
dengan yang lain
(Akibat yang ditimbulkan tergantung rasa dan kecakapan individu yang
terlibat)
3. Adanya penugasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok
yang jelas dan terdiri dari peranan serta kedudukan masing-masing
4. Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok
yang mengatur interaksi dalam kegiatan anggota kelompok untuk
mencapai tujuan bersama.

6. Pembentukan Kelompok
Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau persepsi
yang sama dalam memenuhi kebutuhan. Setelah itu akan timbul motivasi
untuk memenuhinya, sehingga ditentukanlah tujuan yang sama dan
akhirnya interaksi yang terjadi akan membentuk sebuah kelompok.
Pembentukan kelompok dilakukan dengan menentukan kedudukan
masing-masing anggota (siapa yang menjadi ketua atau anggota). Interaksi
yang terjadi suatu saat akan memunculkan perbedaan antara individu satu
dengan lainnya sehingga timbul perpecahan (konflik). Perpecahan yang
terjadi bisanya bersifat sementara karena kesadaran arti pentingnya
kelompok tersebut, sehingga anggota kelompok berusaha menyesuaikan
diri demi kepentingan bersama. Akhirnya setelah terjadi penyesuaian,
perubahan dalam kelompok mudah terjadi.
Langkah proses pembentukan Tim diawali dengan pembentukan
kelompok, dalam proses selanjutnya didasarkan adanya hal-hal berikut:
1. Persepsi
Pembagian kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan intelegensi
yang dilihat dari pencapaian akademis. Misalnya terdapat satu atau lebih
punya kemampuan intelektual, atau yang lain memiliki kemampuan
bahasa yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan anggota yang
memiliki kelebihan tertentu bisa menginduksi anggota lainnya.
2. Motivasi
Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi anggota kelompok
untuk berkompetisi secara sehat dalam mencapai tujuan kelompok.
Perbedaan kemampuan yang ada pada setiap kelompok juga akan memicu
kompetisi internal secara sehat. Dengan demikian dapat memicu anggota
lain melalui transfer ilmu pengetahuan agar bisa memotivasi diri unuk
maju.
3. Tujuan
Terbentuknya kelompok karena memiliki tujuan untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugas kelompok atau individu.
4. Organisasi
Pengorganisasian dilakukan untuk mempermudah koordinasi dan proses
kegiatan kelompok. Dengan demikian masalah kelompok dapat
diselesaikan secara lebih efesien dan efektif.
5. Independensi
Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok. Kebebasan
disini merupakan kebebasan setiap anggota untuk menyampaikan ide,
pendapat, serta ekspresi selama kegiatan. Namun demikian kebebasan
tetap berada dalam tata aturan yang disepakati kelompok.
6. Interaksi
Interaksi merupakan syarat utama dalam dinamika kelompok, karena
dengan interaksi akan ada proses transfer ilmu dapat berjalan secara
horizontal yang didasarkan atas kebutuhan akan informasi tentang
pengetahuan tersebut.
7. Pertumbuhan dan Perkembangan Kelompok
Indikator yang dijadikan pedoman untuk mengukur tingkat perkembangan
kelompok adalah sebagai berikut :

1. Adaptasi
Proses adaptasi berjalan dengan baik bila:
a. Setiap individu terbuka untuk memberi dan menerima informasi yang
baru.
b. Setiap kelompok selalu terbuka untuk menerima peran baru sesuai
dengan
dinamika kelompok tersebut.
c. Setiap anggota memiliki kelenturan untuk menerima ide, pandangan,
norma dan
kepercayaan anggota lain tanpa merasa integritasnya terganggu.

2. Pencapaian tujuan
Dalam hal ini setiap anggota mampu untuk:
a. menunda kepuasan dan melepaskan ikatan dalam rangka mencapai
tujuan bersama.
b. membina dan memperluas pola
c. terlibat secara emosional untuk mengungkapkan pengalaman,
pengetahuan dan kemampuannya.
Selain hal diatas, perkembangan kelompok dapat ditunjang oleh
bagaimana komunikasi yang terjadi dalam kelompok. Dengan demikian
perkembangan kelompok dapat dibagi menjadi tiga tahap, antara lain
1. Tahap pra afiliasi
Merupakan tahap permulaan, diawali dengan adanya perkenalan semua
individu akan saling mengenal satu sama lain. Kemudian hubungan
berkembang menjadi kelompok yang sangat akrab dengan saling
mengenal sifat dan nilai masing-masing anggota.
2. Tahap fungsional
Ditandai dengan adanya perasaan senang antara satu dengan yang lain,
tercipta homogenitas, kecocokan, dan kekompakan dalam kelompok. Pada
akhirnya akan terjadi pembagian dalam menjalankan fungsi kelompok.
3. Tahap disolusi
Tahap ini terjadi apabila keanggotaan kelopok sudah mempunyai rasa
tidak membutuhkan lagi dalam kelompok. Tidak ada kekompakan maupun
keharmonisan yang akhirnya diikuti dengan pembubaran kelompok.

8.Keunggulan dan Kelemahan dalam Kelompok


Dalam proses dinamika kelompok terdapat faktor yang menghambat
maupun memperlancar proses tersebut yang dapat berupa kelebihan
maupun kekurangan dalam kelompok tersebut.
1. Kelebihan Kelompok
• Keterbukaan antar anggota kelompok untuk memberi dan menerima
informasi & pendapat anggota yang lain.
• Kemauan anggota kelompok untuk mendahulukan kepentingan
kelompoknya dengan menekan kepentingan pribadi demi tercapainya
tujuan kelompok
• Kemampuan secara emosional dalam mengungkapkan kaidah dan norma
yang telah disepakati kelompok.
2. Kekurangan Kelompok
Kelemahan pada kelompok bisa disebabkan karena waktu penugasan,
tempat atau jarak anggota kelompok yang berjauhan yang dapat
mempengaruhi kualitas dan kuantitas pertemuan.

9.Pentingnya Dinamika Kelompok dalam Perawatan


Profesi Keperawatan merupakan bagian dari profesi kesehatan yang
anggotanya terdiri atas perawat dalam satu ikatan profesi yang memiliki
tujuan dan kepentingan yang sama dalam bidang keperawatan
Profesi keperawatan terbentuk dari adanya suatu kelompok-kelompok
perawat yang memiliki tradisi, norma, prosedur dan aktivitas yang sama.
Setiap anggota saling tergantung satu dengan yang lain karena saling
membutuhkan bantuan.
Setiap anggota profesi memiliki ciri-ciri yang berbeda dan dapat dibagi
dalam beberapa kelompok, yaitu: 
a. Anggota Psikologis
Secara psikologis memiliki minat untuk berpartisifasi dalam kelompok
norma.
b. Anggota Marginal
Kelompok menerima baik keanggotaannya tetapi bersikap menjauh atau
tidak ingin terlalu terlibat dalam kelompoknya.
c. Anggota Pemberontak
Anggota kelompok yang bersikap menentang dan tidak bersedia menerima
norma yang ada.
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESMAS

B. DEFENISI KESEHATAN MASYARAKAT

Dalam dunia keperawatan materi kelompok sangat diperlukan, akal pikir


kelompok sangat mendukung kinerja kerja yang dilakukan oleh para
petugas kesehatan dalam menjalankan proses keperawatan.
Dalam lingkup keperawatan ada yang dinamakan Dinamika Kelompok,
dimana dinamika kelompok berasal dari kata dinamika dan kelompok
Dinamika berati interaksi atau interdependensi antara kelompok satu
dengan yang lain, sedangkan Kelompok adalah kumpulan individu yang
saling berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama.
Namun dalam dinamika kelompok harus ditanamkan bagaimana
memotifikasi anggota kelompok, dan mengarahkan arah atau tujuan yang
dapat dijalankan melalui proses interaksi dalam kelompok dan
pembentukan struktur, dan mencari ada tidaknya masalah yang dihadapi
dan sama-sama mencari solusi yang terbaik.
Dan dari dinamika kelompoklah kita sebagai calon perawat bias
melaksanakan tugas dalam dunia kesehatan baik dalam individu maupun
kelompok. 
PENJELASAN KESEHATAN MASYARAKAT

A. Pengertian Dinamika Kelompok


Dinamika kelompok berasal dari kata dinamika dan kelompok. Dinamika
berati interaksi atau interdependensi antara kelompok satu dengan yang
lain, sedangkan Kelompok adalah kumpulan individu yang saling
berinteraksi dan mempunyai tujuan bersama.Maka Dinamika Kelompok
merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang
memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan
yang lain dan berlangsung dalam situasi yang dialami.

B. Fungsi Dinamika Kelompok


Dinamika kelompok merupakan kebutuhan bagi setiap individu yang
hidup dalam sebuah kelompok. Fungsi dari dinamika kelompok itu antara
lain:
1. Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi
persoalan hidup. (Bagaimanapun manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa
bantuan orang lain.)
2. Memudahkan segala pekerjaan. (Banyak pekerjaan yang tidak dapat
dilaksanakan tanpa bantuan orang lain)
3. Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan
mengurangi beban pekerjaan yang terlalu besar sehingga seleseai lebih
cepat, efektif dan efesian. (pekerjaan besar dibagi-bagi sesuai bagian
kelompoknya masing-masing / sesuai keahlian)
4. Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat
(setiap individu bisa memberikan masukan dan berinteraksi dan memiliki
peran yang sama dalam masyarakat) 
C.mengidentifikasi pengaruh dan Jenis Kelompok Sosial
Kelompok sosial adalah kesatuan sosial yang terdiri dari dua atau lebih
individu yang mengadakan interaksi sosial agara ada pembagian tugas,
struktur dan norma yang ada.
Berdasarkan pengertian tersebut kelompok sosial dapat dibagi menjadi
beberapa, antara lain:
1.Kelompok Primer
Merupakan kelompok yang didalamnya terjadi interaksi sosial yang
anggotanya saling mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan.
Sedangkan menurut Goerge Homan kelompok primer merupakan sejumlah
orang yang terdiri dari beberapa orang yang acapkali berkomunikasi
dengan lainnya sehingga setiap orang mampu berkomunikasi secara
langsung (bertatap muka) tanpa melalui perantara. 
2. Kelompok Sekunder
Jika interaksi sosial terjadi secara tidak langsung, berjauhan, dan sifatnya
kurang kekeluargaan. Hubungan yang terjadi biasanya bersifat lebih
objektiv.
3. Kelompok Formal
Pada kelompok ini ditandai dengan adanya peraturan atau Anggaran Dasar
(AD), Anggaran Rumah Tangga (ART) yang ada. Anggotanya diangkat
oleh organisasi.
4. Kelompok Informal
Merupakan suatu kelompok yang tumbuh dari proses interaksi, daya tarik,
dan kebutuhan-kebutuhan seseorang. Keanggotan kelompok biasanya
tidak teratur dan keanggotaan ditentukan oleh daya tarik bersama dari
individu dan kelompok Kelompok ini terjadi pembagian tugas yang jelas
tapi bersifat informal dan hanya berdasarkan kekeluargaan dan simpati,
Suatu kelompok bisa dinamakan kelompok sosial bila memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:
1. Memiliki motive yang sama antara individu satu dengan yang lain.
(menyebabkan interkasi/kerjasama untuk mencapai tujuan yang sama)
2. Terdapat akibat-akibat interaksi yang berlainan antara individu satu
dengan yang lain
(Akibat yang ditimbulkan tergantung rasa dan kecakapan individu yang
terlibat)
3. Adanya penugasan dan pembentukan struktur atau organisasi kelompok
yang jelas dan terdiri dari peranan serta kedudukan masing-masing
4. Adanya peneguhan norma pedoman tingkah laku anggota kelompok
yang mengatur interaksi dalam kegiatan anggota kelompok untuk
mencapai tujuan bersama.

E. Pembentukan Kelompok
Pembentukan kelompok diawali dengan adanya perasaan atau persepsi
yang sama dalam memenuhi kebutuhan. Setelah itu akan timbul motivasi
untuk memenuhinya, sehingga ditentukanlah tujuan yang sama dan
akhirnya interaksi yang terjadi akan membentuk sebuah kelompok.
Pembentukan kelompok dilakukan dengan menentukan kedudukan
masing-masing anggota (siapa yang menjadi ketua atau anggota). Interaksi
yang terjadi suatu saat akan memunculkan perbedaan antara individu satu
dengan lainnya sehingga timbul perpecahan (konflik). Perpecahan yang
terjadi bisanya bersifat sementara karena kesadaran arti pentingnya
kelompok tersebut, sehingga anggota kelompok berusaha menyesuaikan
diri demi kepentingan bersama. Akhirnya setelah terjadi penyesuaian,
perubahan dalam kelompok mudah terjadi.
Langkah proses pembentukan Tim diawali dengan pembentukan
kelompok, dalam proses selanjutnya didasarkan adanya hal-hal berikut:
1. Persepsi
Pembagian kelompok didasarkan pada tingkat kemampuan intelegensi
yang dilihat dari pencapaian akademis. Misalnya terdapat satu atau lebih
punya kemampuan intelektual, atau yang lain memiliki kemampuan
bahasa yang lebih baik. Dengan demikian diharapkan anggota yang
memiliki kelebihan tertentu bisa menginduksi anggota lainnya.
2.Motivasi
Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi anggota kelompok
untuk berkompetisi secara sehat dalam mencapai tujuan kelompok.
Perbedaan kemampuan yang ada pada setiap kelompok juga akan memicu
kompetisi internal secara sehat. Dengan demikian dapat memicu anggota
lain melalui transfer ilmu pengetahuan agar bisa memotivasi diri unuk
maju.
3.Tujuan
Terbentuknya kelompok karena memiliki tujuan untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugas kelompok atau individu.
4. Organisasi
Pengorganisasian dilakukan untuk mempermudah koordinasi dan proses
kegiatan kelompok. Dengan demikian masalah kelompok dapat
diselesaikan secara lebih efesien dan efektif.
5. Independensi
Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok. Kebebasan
disini merupakan kebebasan setiap anggota untuk menyampaikan ide,
pendapat, serta ekspresi selama kegiatan. Namun demikian kebebasan
tetap berada dalam tata aturan yang disepakati kelompok.
6. Interaksi
Interaksi merupakan syarat utama dalam dinamika kelompok, karena
dengan interaksi akan ada proses transfer ilmu dapat berjalan secara
horizontal yang didasarkan atas kebutuhan akan informasi tentang
pengetahuan tersebut.
STRATEGI DAN PROGRAM PEMBANGUNAN

A.Sistem Pelayanan Kesehatan

Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam


meningkatkan derajat kesehatan. Melalui system ini tujuan pembangunan
kesehatan dapat tercapai dengan cara efektif, efisien dan tepat sasaran.
Keberhasilan system pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai komponen
yang masuk dalam pelayanan diantara perawat dokter atau tim kesehatan lain
yang satu dengan yang lain saling menunjang. System ini akan memberikan
kualitas pelayanan kesehatan yang efektif dengan melihat nilai-nilai yang ada
di masyarakat. Dalam pelayanan keperawatan yang merupakan bagian
penting dalam pelayanan kesehatan, para perawat diharapkan juga dapat
memberikan layanan secara berkualitas.

TEORI SISTEM

Teori tentang sistem akan memudahkan dalam memecahkan persoalan


yang ada dalam system. System tersebut terdiri dari subsistem yang
membentuk sebuah system yang antara satu dengan lainnya harus saling
mempengaruhi.

Dalam teori system disebutkan bahwa system itu terbentuk dari


subsistem yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Bagian
tersebut terdiri dari input, proses, output, dampak, umpan balik dan
lingkungan yang kesemuanya saling berhubungan dan saling mempengaruhi,
sehingga dapat digambarkan sebagai berikut:

feedback
input Proses output Dampak

Lingkungan

Input

Merupakan subsistem yang memberikan segala masukan untuk


berfungsinya sebuah system, seperti system pelayanan kesehatan, maka
masukan dapat berupa potensi masyarakat, tenaga kesehatan , sarana
kesehatan, dan lain lain.

Proses

Suatu kegiatan yang berfungsi untuk mengubah sebuah masukan


untuk menjadikan sebuah hasil yang diharapkan dari system tersebut,
sebagaimana contoh dalam system pelayanan kesehatan, maka yang
dimaksud proses adalah berbagai kegiatan dalam pelayanan kesehatan.

Output

Hasil yang diperoleh dari sebuah proses, dalam system pelayanan


kesehatan hasilnya dapat berupa pelayanan kesehatan yang berkualitas,
efektif dan efisien serta dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat
sehingga pasien sembuh dan sehat secara optimal.

Dampak

Merupakan akibat yang dihasilkan sebuah hasil dari system, yang


terjadi relative lama waktunya. Setelah hasil dicapai, sebagaimana dalam
system pelayanan kesehatan, maka dampaknya akan menjadikan masyarakat
sehat dan mengurangi angka kesakitan dan kematian karena pelayanan
terjangkau oleh masyarakat.
Umpan balik

Merupakan suatu hasil yang sekaligus menjadikan masukan dan ini


terjadi dari sebuah system yang saling berhubungan dan saling
mempengaruhi. Umpan balik dalam system pelayanan kesehatan dapat berupa
kualitas tenaga kesehatan yang juga dapat menjadikan input yang selalu
meningkat.

Lingkungan

Lingkungan disini adalah semua keadaan diluar system tetapi dapat


mempengaruhi pelayanan kesehatan sebagaimana dalam system kesehatan,
lingkungan yang dimaksud dapat berupa lingkungan geografis, atau situasi
kondisi social yang ada di masyarakat seperti instusi dari luar pelayanan
kesehatan.
TINGKAT PELAYANAN KESEHATAN

Melalui tingkat pelayanan kesehatan akan dapat diketahui kebutuhan


dasar manusia tentang kesehatan. Menurut Leavel dan Carlk dalam
memberikan pelayanan kesehatan harus memandang pada tingkat pelayanan
kesehatan yang akan diberikan, diantara tingkat pelayanan kesehatan adalah
sebagai berikut :

1. Health Promotion (Promosi Kesehatan)


Merupakan tingkat pertama dalam memberikan pelayanan melalui
peningkatan kesehatan.Bertujuan untuk meningkatkan status
kesehatan agar masyarakat atau sasarannya tidak terjadi gangguan
kesehatan.Tingkat pelayanan ini meliputi kebersihan
perseorangan, perbaikan sanitasi lingkungan, layanan prenatal,
layanan lansia, dan semua kegiatan yang berhubungan dengan
peningkatan status kesehatan.
2. Spesific Protection ( Perlindungan Khusus )
Perlindungan Khusus ini dilakukan dalam melindungi masyarakat
dari bahaya yang akan menyebabkan penurunan status kesehatan,
atau bentuk perlindungan terhadap penyakit-penyakit tertentu,
ancaman kesehatan, yang termasuk dalam tingkat pelayanan
kesehatan ini adalah pemberian imunisasi yang digunakan untuk
perlindungan pada penyakit tertentu seperti imunisasi BCG, DPT,
Hepatitis, campak, dan lain-lain. Pelayanan perlindungan
keselamatan kerja diamana pelayanan kesehatan yang diberikan
kepada seseorang yang bekerja di tempat risiko kecelakaan tinggi
seperti kerja dibagian produksi bahan kimia, bentuk perlindungan
khusus berupa pelayanan pemakaian alat pelindung diri dan lain
sebagainya.
3. Early Diagnosis and Prompt Treatment ( Diagnosis dini dan
pengobatan segera )
Tingkat pelayanan kesehatan ini sudah masuk ke dalam tingkat
dimulainya atau timbulnya gejala dari suatu penyakit.Tingkat
pelayanan ini dilaksanakan dalam mencegah meluasnya penyakit
yang lebih lanjut serta dampak dari timbulnya penyakit sehingga
tidak terjadi penyebaran.Bentuk tingkat pelayanan kesehatan ini
dapat berupa kegiatan dalam rangka survey pencarian kasus baik
secara individu maupun masyarakat, survey penyaringan kasus
serta pencegahan terhadap meluasnya kasus.

4. Disability Limitation ( Pembatasan Cacat )


Dilakukan untuk mencegah agar pasien atau masyarakat tidak
mengalami dampak kecacatan akibat penyakit yang
ditimbulkan.Tingkat ini dilaksanakan pada kaus atau penyakit
yang mengalami potensi kecacatan.Bentuk kegiatan yang dapat
dilakukan dapat berupa perawatan untuk menghentikan penyakit,
mencegah komplikasi lebih lanjut, pemberian segala fasilitas
untuk mengatasi kecacatan dan mncegah kematian.

5. Rehabilitation ( Rehabilitasi )
Tingkat pelayanan ini dilaksanakan setelah pasien didiagnosis
sembuh.Sering pada tahap ini dijumpai pada fase pemulihan
terhadap kecacatan sebagaimana program latihan-latihan yang
diberikan kepada pasien, kemudian memberikan fasilitas agar
pasien memiliki keyakinan kembali atau gairah hidup kembali ke
masyarakat dan masyarakat mau menerima dengan senang hati
karena kesadaran yang dimilikinya.
LEMBAGA PELAYANAN KESEHATAN

Lembaga pelayanan kesehatan merupakan tempat pemberian pelayanan


kesehatan pada masyarakat dalam rangka meningkatkan kesehatan.Tempat
pelayanan kesehatan ini sangat bervariasi berdasarkan tujuan pemberian
pelayanan kesehatan. Tempat pelayanan kesehatan dapat berupa rawat jalan,
imstitusi kesehatan, community based agency dan hospice.

 Rawat Jalan
Lembaga pelayanan kesehatan ini bertujuan untuk memberikan
kesehatan pada tingkat pelaksanaan diagnosis dan pengobatan pada
penyakit akut atau mendadak dan kronis yang dimungkinkan tidak
terjadi rawat inap.Lembaga ini dapat dilaksanakan pada klinik-klinik
kesehatan seperti klinik dokter spesialis, klinik keperawatan spesialis
dan lain-lain.
 Institusi
Merupakan lembaga pelayanan keehatan yang fasilitasnya cukup
dalam memberikan berbagai tingkat pelayanan kesehatan, seperti
rumah sakit, pusat rehabilitasi, dan lain-lain.
 Hospice
Lembaga ini bertujuan untuk meberikan pelayanan kesehatan yang
difokuskan pada klien yang sakit terminal agar lebih tenang dan dapat
melewati masa-masa terminalnya dengan tenang.Lembaga ini
digunakan dalam home care.
 Community Based Agency
Merupakan bagian dari lembaga pelayanan kesehatan yang dilakukan
pada klien pada keluarganya sebagaimana pelaksanaan perawatan
keluarga seperti praktek perawat keluarga, dan lain-lain.
LINGKUP SISTEM PELAYANAN KESEHATAN

Dalam system pelayanan kesehatan dapat mencakup pelayanan dokter,


pelayanan keperawatan, dan pelayanan kesehatan masyarakat.Dokter
merupakan subsistem dari pelayanan kesehatan.Subsistem pelayanann
kesehatajn tersebut memiliki tujuan masing-masing dengan tidak
meninggalkan tujuan umum dari pelayanan kesehatan.Pelayanan kesehatan
yang ada sekarang ini dapat diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun
swasta.

Dalam pelayanan kesehatan terdapat tiga bentuk yaitu primary helath


care (pelayanan kesehatan tingkat pertama) , secondary health care
((pelayanan kesehatan tingkat ke dua) , dan tertiary health services
((pelayanan kesehatan tingkat ketiga). Ketiga bentuk pelayanan kesehatan
terbagi dalam pelayanan dasar yang dilakukan di puskesmas dan pelayanan
rujukan yang dilakukan di rumah sakit.

1. Primary Helath Care (pelayanan kesehatan tingkat pertama)


Dibutuhkan atau dilaksanakan pada masyarakat yang memiliki
masalah kesehatan yang ringan atau masyarakat sehat tetapi ingin
mendapatkan peningkatan kesehatan agar menjadi optimal dan
sejahtera sehingga sifat pelayanan kesehatan adalah pelayanan
kesehatan dasar.Pelayanan kesehatan ini dapat dilakukan oleh
puskesmas atau balai kesehatan masyarakat dan lain-lain.
2. Secondary health care ((pelayanan kesehatan tingkat ke dua)
Dibutuhkan bagi masyarakat atau klien yang membutuhkan perawatan
di rumah sakit atau rawat inap dan tidak dilaksanakan di pelayanan
kesehatan utama.Pelayanan kesehatan ini dilaksanakan di rumah sakit
yang tersedia tenaga spesialis atau sejenisnya.
3. Tertiary health services ((pelayanan kesehatan tingkat
ketiga)Merupakan tingkat pelayanan tertinggi dimana tingkat
pelayanan ini apabila tidak lagi dibutuhkan pelayanan pada tingkat
pertama dan kedua. Biasanya pelayanan ini membutuhkan tenaga-
tenaga yang ahli atau subspesialis dan sebagai rujukan utama seperti
rumah sakit yang tipe A atau tipe B.
PELAYANAN KEPERAWATAN DALAM

PELAYANAN

KESEHATAN

Merupakan bagian dari pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan


dasar dan pelayanan rujukan.Semuanya dapat dilaksanakan oleh
tenaga keperawatan dalam meningkatkan derajat kesehatan.Sebagai
bagian dari pelayanan kesehatan, maka pelayanan keperawatan yang
dilakukan oleh tenaga perawat dalam pelayanannya memiliki tugas,
diantaranya memberikan asuhan keperawatan keluarga, komunitas
dalam pelayanan kesehatan dasar dan memberikan asuhan
keperawatan secara umum pada pelayanan rujukan. Sebagaimana
contoh pelayanan keperawatan dalam keperawatan keluarga dan
komunitas yang berorientasi pada tugas keluarga dalam kesehatan
diantaranya mengenal masalah kesehatan secara dini, mengambil
keputusan dalam kesehatan, menanggulangi keadaan darurat bila
terjadi kecelakaan atau penyakit yang sifatnya mendadak,
memberikan pelayanan keperawatan dasar pada anggota keluarga
yang sakit serta memodifikasi lingkungan untuk menunjang
peningkatan status kesehatan serta memanfaatkan pelayanan
kesehatan.
Demikian juga pada lingkup pelayanan rujukan , tugas perawat adalah
memberikan asuhan keperawatan pada ruang atau lingkup rujukannya
seperti pada anak, maka perawat akan memberikan asuhan
keperawatan pada anak melalui pendekatan proses keperawatan anak,
untuk lingkup keperawatan jiwa, pada kasus medik dan bedah perawat
akan memberikan asuhan keperawatan pada kasus medik dan bedah,
pada kasus obstetric dan gynekologi perawat akan memberikan
asuhan keperawatan pada maternitas dengan tingkat kasus tertentu,
pada kasus gawat darurat perawat akan memberikan asuhan
keperawatan pada keadaan gawat darurat dan lain-lain.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELAYANAN

KESEHATAN

Pelaksanaan pelayanan kesehatan juga akan lebih berkembang atau


sebaliknya akan terhambat karena dipengaruhi oleh beberapa factor
seperti adanya peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi baru ,
pergeseran nilai masyarakat, aspek legal dan etik, ekonomi dan
politik.
1. Ilmu pengetahuan dan teknologi baru
Pelaksanaan system pelayanan kesehatan dapat dipengaruhi oleh
ilmu pengetahuan dan teknologi baru, mengingat perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, maka akan diikuti oleh
perkembangan pelayanan kesehatan atau juga sebagai dampaknya
pelayanan kesehatan jelas lebih mengikuti perkembangan dan
teknologi seperti dalam pelayanan kesehatan untuk mengatasi
masalah penyakit-penyakit yang sulit dapat digunakan alat seperti
laser, terapi pengubahan gen, dan lain-lain. Berdasarkan itu
pelayanan kesehatan membutuhkan biaya yang cukup mahal dan
pelayanan akan lebih professional dan butuh tenaga-tenaga yang
ahli dalam bidang tertentu.
2. Pergeseran Nilai Masyarakat
Berlangsungnya system pelayanan kesehatan juga dapat
dipengaruhi oleh nilai yang ada di masyarakat sebagai pengguna
jasa pelayanan, dimana dengan beragamnya masyarakat, maka
dapat menimbulkan pemanfaatan jasa pelayanan kesehatan yang
berbeda. Masyarakat yang sudah maju dengan pengetahuan yang
tinggi, maka akan memiliki kesadaran yang lebih dalam
penggunaan atau pemanfaatan pelayanan kesehatan , demikian
juga sebaliknya pada masyarakat yang memiliki pengetahuan yang
kurang akan memiliki kesadaran yang rendah terhadap pelayanan
kesehatan.

3. Aspek Legal dan Etik


Dengan tingginya kesadaran masyarakat terhadap penggunaan
atau pemanfaatan pelayanan kesehatan , maka akan semakin tinggi
pula tuntutan hokum dan etik dalam pelayanan kesehatan,
sehingga pelaku pemberi pelayanan kesehatan harus dituntut untuk
memberikan pelayanan kesehatan secara professional dengan
memperhatikan nilai-nilai hokum yang ada di masyarakat.
4. Ekonomi
Pelaksanaan pelayanan kesehatan akan dipengaruhi oleh tingkat
ekonomi di masyarakat. Semakin tinggi ekonomi seseorang ,
pelayanan kesehatan akan lebih diperhatikan dan mudah dijangkau
, demikian juga sebaliknya apabila tingkat ekonomi seseorang
rendah maka sangat sulit menjangkau pelayanan kesehatan
mengingat biaya dalam jasa pelayanan kesehatan membutuhkan
biaya yang cukup mahal. Keadaan ekonomi ini yang akan dapat
mempengaruhi dalam system pelayanan kesehatan.
DESA SIAGA DAN RW SIAGA

C. Definisi
Desa siaga adalah desa yang penduduknya memiliki kesiapan
sumber daya dan kemampuan serta kemauan untuk mencegah dan
mengatasi masalah-masalah kesehatan, bencana dan kegawatdaruratan
kesehatan, secara mandiri. Desa siaga ini merupakan program
pemerintah Indonesia untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010. Desa
yang dimaksud dalam desa siaga adalah kelurahan / istilah lain bagi
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas wilayah,
yang berwenang untuk mengatur dan mengukur kepentingan
masyarakat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem
pemerintahan RI.

18. UPAYA PEMELIHARAN ESA SIAGA


Pengembangan desa siaga memiliki beberapa tujuan :
Tujuan umum : Terwujudnya desa dengan masyarakat yang sehat,
peduli,
dan tanggap terhadap masalah-masalah kesehatan,
bencana, dan kegawatdaruratan di desanya.
Tujuan khusus :
1. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat desa tentang pentingnya kesehatan
dan melaksanakan PHBS (Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat).
2. Meningkatnya kemampuan dan kemauan
masyarakat desa untuk menolong dirinya sendiri
di bidang kesehatan.
3. Meningkatnya kesehatan di lingkungan desa.
4. Meningkatnya kesiagaan dan kesiapsediaan
masyarakat desa terhadap risiko dan bahaya yang
dapat menimbulkan gangguan kesehatan
(bencana, wabah penyakit, dsb).

19. Landasan hukum desa siaga

Dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 574 /


Menkes / SK / IV / 2000 telah ditetapkan Visi Pembangunan
Kesehatan, yaitu Indonesia Sehat 2010. Visi tersebut menggambarkan
bahwa pada tahun 2010 bangsa Indonesia hidup dalam lingkungan
yang sehat, berperilaku hidup bersih dan sehat serta mampu
menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil  dan
merata, sehingga memiliki derajat kesehatan yang setinggi - tingginya.
Beberapa landasan hukum pelaksanaan desa siaga :
- UU No.23 Th.1992 tentang kesehatan
- UU No.32 Th.2004 tentang Pemerintah Daerah
- UU No.25 Th.2005 tentang Perencanaan Pembangunan
- PP No.25 Th.2004 tentang Otonomi Daerah
- Keputusan Menkes No.128 / Menkes / SK / II /2004 Th.2004
tentang Kebijakan Dasar Puskesmas
- Keputusan Menkes No.131 / Menkes / SK / II/ 2004 tentang
SKN.

20. Sasaran Desa Siaga


Sasaran desa siaga dibedakan menjadi tiga jenis untuk mempermudah
strategi intervensi, yaitu :
1. Semua individu dan keluarga di desa, yang diharapkan mampu
melaksanakan hidup sehat, serta peduli dan tanggap terhadap
permasalahan kesehatan di wilayah desanya.
2. Pihak-pihak yang mempunyai pengaruh terhadap perubahan
perilaku individu dan keluarga atau dapat menciptakan iklim yang
kondusif bagi perubahan perilaku tersebut, seperti tokoh
masyarakat, termasuk tokoh agama, tokoh perempuan, dan
pemuda, kader, serta petugas kesehatan.
3. Pihak-pihak yang diharapkan memberi dukungan kebijakan,
peraturan perundang-undangan, dana, tenaga, sarana, dll. Seperti
kepala desa, camat, para pejabat terkait, swasta, para donatur, dan
pemangku kepentingan lain.

21. Komponen Desa Siaga


Kriteria desa siaga :
Poskesdes merupakan upaya kesehatan bersumber daya masyarakat
(UKBM) yang dibentuk di desa dalam rangka
mendekatkan/menyediakan pelayanan kesehatan dasar bagi
masyarakat desa. Poskesdes dapat dikatakan sebagai suatu sarana
kesehatan yang merupakan pertemuan antara upaya-upaya masyarakat
dan dukungan pemerintah. Pelayanan di poskesdes dapat meliputi
upaya preventif (pencegahan), promotif (penyuluhan), dan kuratif
pengobatan yang dilaksanakan oleh tenaga kesehatan (terutama bidan)
dengan melibatkan kader atau tenaga sukarela lainnya.

Kegiatan-kegiatan dalam sebuah poskesdes merupakan kegiatan


pelayanan kesehatan bagi masyarakat, secara minimal berupa :
1. Pengamatan epidemologis sederhana terhadap penyakit, terutama
penyakit menular dan penyakit yang berpotensi menimbulkan
kejadian luar biasa (KLB), dan faktor-faktor risikonya (termasuk
status gizi) serta kesehatan ibu hamil yang berisiko.
2. Penanggulangan penyakit, terutama penyakit menular dan
penyakit yang berpotensi menimbulkan KLB, serta faktor
risikonya (termasuk status gizi).
3. Kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana dan
kegawatdaruratan kesehatan.
4. Pelayanan medis dasar, sesuai dengan kompetensinya.
5. Kegiatan-kegiatan lain yaitu promosi kesehatan untuk peningkatan
keluarga sadar gizi (kadarzi), peningkatan PHBS, penyehatan
lingkungan, dll, merupakan kegiatan pengembangan.

Poskesdes diselenggarakan oleh tenaga kesehatan (minimal seorang


bidan), dengan dibantu minimal 2 orang kader kesehatan. Untuk
penyelenggaraan poskesdes, harus tersedia sarana fisik yang meliputi
bangunan, perlengkapan, dan peralatan kesehatan. Beberapa alternatif
pembangunan poskesdes dapat dilakukan dengan urutan sebagai
berikut :
1. Mengembangkan rumah pondok bersalin desa (polindes) yang
telah ada di poskesdes.
2. Memanfaatkan bangunan yang sudah ada, yaitu misalnya balai
RW, balai desa, balai pertemuan desa, dan lain-lain.
3. Membangun bangunan baru, yaitu dengan pendanaan dari
pemerintah (pusat atau daerah), donatur, dunia usaha, atau
swadaya masyarakat.

22. Pendekatan Pengembangan Desa Siaga


Pengembangan desa siaga dilaksanakan dengan membantu /
memfasilitasi masyarakat untuk menjalani proses pembelajaran
melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang terorganisasi,
yaitu dengan menempuh tahap-tahap :
1. Mengidentifikasi masalah, penyebab masalah, dan sumber daya
yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah.
2. Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif
pemecahan masalah.
3. Menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak,
merencanakan, dan melaksanakannya.
4. Memantau, mengevaluasi, dan membina kelestarian upaya-
upaya yang telah dilakukan.

23. Langkah – langkah pengembangan desa siaga


Pengembangan Desa siaga dilaksanakan dengan membantu /
memfasilitasi / mendampingi masyarakat untuk menjalani proses
pembelajaran melalui siklus atau spiral pemecahan masalah yang
terorganisasi yang dilakukan oleh forum  masyarakat desa
( pengorganisasian masyarakat ). Yaitu dengan menempuh tahap-
tahap :
1. Mengindentifikasi masalah, penyebab masalah, dan sumberdaya
yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi masalah
2. Mendiagnosis masalah dan merumuskan alternatif-alternatif
pemecahan masalah.
3. Menetapkan alternatif pemecahan masalah yang layak
merencanakan dan melaksanakannya, serta
4. Memantau, mengevaluasi dan  membina kelestarian upaya-
upaya yang telah dilakukan.

Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun


secara garis besar langkah-langkah pokok yang perlu ditempuh
adalah sebagai berikut :
1. Pengembangan Tim Petugas
Langkah ini merupakan awal kegiatan, sebelum kegiatan-
kegiatan lainnya dilaksanakan. Tujuan langkah ini adalah
mempersiapkan para petugas kesehatan  yang berada di
wilayah Puskesmas, baik petugas teknis maupun petugas
administrasi. Persiapan para petugas ini bisa berbentuk
sosialisasi ,pertemuan atau pelatihan yang bersifat
konsolidasi, yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Keluaran atau output dari  langkah ini adalah para petugas
yang memahami tugas dan fungsinya, serta siap
bekerjasama dalam satu tim untuk melakukan pendekatan
kepada pemangku kepentingan dan masyarakat.

2. Pengembangan Tim di Masyarakat


Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan para
petugas, tokoh masyarakat, serta masyarakat ( forum
masyarakat  desa ), agar mereka tahu dan mau bekerjasama
dalam satu tim untuk mengembangkan Desa Siaga. Dalam
langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para
penentu kebijakan, agar mereka mau memberikan
dukungan, baik berupa kebijakan, agar mereka mau
memberikan dukungan, baik berupa  kebijakan atau
anjuran, serta restu, maupun dana atau sumber daya lain,
sehingga pengembangan Desa Siaga dapat berjalan dengan
lancar. Sedangkan pendekatan kepada tokoh - tokoh
masyarakat bertujuan agar mereka memahami dan
mendukung, khususnya dalam membentuk opini publik
guna menciptakan iklim yang kondusif bagi
pengembangan Desa Siaga. Jadi dukungan yang
diharapkan dapat berupa dukungan moral, dukungan
finasial atau dukungan material, sesuai kesepakatan dan
persetujuan masyarakat dalam rangka pengembangan desa
siaga.
Jika di daerah tersebut telah terbentuk wadah - wadah
kegiatan masyarakat di bidang kesehatan seperti forum
Kesehatan Desa, konsil Kesehatan Kecamatan atau Badan
Penyantun Puskesmas, Lembaga Pemberdayaan Desa,
PKK, serta organisasi kemasyarakatan lainnya, hendaknya
lembaga-lembaga ini diikutsertakan dalam setiap
pertemuan dan kesepakatan.

3. Survei Mawas Diri


Survei Mawas diri (SMD) atau Telaah Mawas Diri (TMD)
atau Community Self Survey (CSS)  bertujuan agar
pemuka - pemuka masyarakat mampu melakukan telaah
mawas diri untuk desanya. Survei  harus dilakukan oleh
pemuka-pemuka masyarakat setempat dengan bimbingan
tenaga kesehatan. Dengan demikian, diharapkan mereka
menjadi sadar akan permasalahan yang dihadapi di
desanya, serta bangkit niat atau tekat untuk mencari
solusinya, termasuk membangun Poskesdes sebagai upaya
mendekatkan pelayanan kesehatan dasar kepada
masyarakat desa. Untuk itu, sebelumnya perlu dilakukan
pemilihan dan pembekalan keterampilan bagi  mereka.
Keluaran  atau output dari SMD ini berupa identifikasi
masalah - masalah kesehatan serta daftar potensi di desa
yang dapat didayagunakan dalam mengatasi masalah -
masalah kesehatan tersebut, termasuk dalam rangka
membangun Poskesdes.

4. Musyawarah Masyarakat Desa


Tujuan penyelenggaraan Musyawarah Masyarakat
Desa (MMD) ini adalah mencari alternatif penyelesaian
masalah kesehatan dan upaya membangun Poskesdes
dikaitkan dengan potensi yang dimiliki desa. Disamping
itu juga untuk menyusun rencana jangka panjang
pengembangan Desa Siaga.
Inisiatif penyelenggaraan musyawarah sebaiknya
berasal dari tokoh masyarakat yang telah sepakat
mendukung pengembangan Desa Siaga. Peserta
musyawarah adalah tokoh - tokoh masyarakat, tokoh -
tokoh perempuan dan generasi muda setempat. Bahkan
sedapat mungkin dilibatkan pula kalangan dunia usaha
yang mau mendukung pengembangan Desa Siaga dan
kelestariannya (untuk itu diperlukan advokasi).
Data serta temuan lain yang diperoleh pada saat SMD
disampaikan , utamanya adalah daftar masalah kesehatan,
data potensi, serta harapan masyarakat.
Hasil pendataan tersebut dimusyawarahkan untuk
penentuan prioritas, serta langkah - langkah solusi untuk
pembangunan Poskesdes dan Pengembangan Desa Siaga.

24. Pelaksanaan Kegiatan


Secara operasional pembentukan Desa Siaga dilakukan dengan
kegiatan sebagai berikut :

 Pemilihan Pengurus dan Kader Desa Siaga, Pemilihan Pengurus


dan kader Desa siaga dilakukan melalui pertemuan khusus para
pimpinan  formal desa dan tokoh masyarakat serta beberapa
wakil masyarakat. Pemilihan dilakukan secara musyawarah dan
mufakat, sesuai dengan tata cara dan kriteria yang berlaku,
dengan difasilitasi oleh Puskesmas.
 Orientasi / Pelatihan Kader Desa Siaga.
Sebelum melaksanakan tugasnya, kepada pengelola dan kader
desa yang telah ditetapkan perlu diberikan orientasi atau
pelatihan. Orientasi / pelatihan dilaksanakan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota sesuai dengan  pedoman
orientasi/pelatihan yang berlaku.
Materi orientasi / pelatihan mencakup kegiatan yang akan
dilaksanakan di desa dalam rangka pengembangan Desa Siaga
(sebagaimana telah dirumuskan dalam rencana operasional) ,
yaitu meliputi pengelolaan Desa Siaga secara umum,
pembangunan dan pengelolaan Poskesdes, pembangunan dan
pengelolaan UKBM lain serta hal-hal penting terkait seperti
kehamilan dan persalinan sehat, Siap – Antar - Jaga, Keluarga
Sadar Gizi, posyandu, kesehatan lingkungan, pencegahan
penyakit menular, penyediaan air bersih dan penyehatan
lingkungan pemukiman ( PAB – PLP ), kegawat -daruratan
sehari - hari, kesiap siagaan bencana, keadian luar biasa (KLB),
Pos Obat Desa (POD), diversifikasi pertanian tanaman pangan
dan pemanfaatan pekarangan melalui Taman Obat Keluarga
(TOGA), kegiatan surveilans, perilaku hiup bersih dan sehat
(PHBS), dan lain-lain.
 Pengembangan Poskesdes dan UKBM lain.
Dalam hal ini pembangunan Poskesdes bisa dikembangkan dari
polindes yang sudah ada. Apabila tidak ada Polindes, maka perlu
dibahas dan dicantumkan dalam rencana kerja kerja alternatif
lain pembangunan Poskesdes. Dengan demikian diketahui
bagaimana Poskesdes tersebut akan diadakan- membangun baru
dengan fasilitas dari Pemerintah, membangun baru dengan
bantuan dari donatur, membangun baru dengan swadaya
masyarakat atau memodifikasi bangunan lain yang ada.
Bila mana Poskesdes sudah berhasil diselenggarakan, kegiatan
dilanjutkan dengan membentuk UKBM-UKBM lain seperti
Posyandu dan lain-lain dengan berpedoman kepada panduan
yang berlaku.
 Penyelenggaraan Kegiatan Desa  Siaga
Dengan telah adanya Poskesdes, maka desa yang bersangkutan
telah ditetapkan sebagai Desa Siaga . Setelah  Desa siaga resmi
dibentuk, dilanjutkan dengan pelaksanaan kegiatan Poskesdes
secara rutin, yaitu pengembangan sistem surveilans berbasis
masyarakat, pengembangan kesiapsiagaan dan penanggulangan
kegawat-daruratan dan bencana, pemberantasan penyakit
menular dan penyakit yang yang berpotensi menimbulkan KLB,
peggalangan dana , pemberdayaan masyarakat menuju kadarzi
dan PHBS serta penyehatan lingkungan. Di Poskesdes
diselenggarakan pula pelayanan UKBM - UKBM lain seperti
Posyandu dan lain - lain dengan berpedoman kepada panduan
yang berlaku. Secara berkala kegiatan Desa Siaga dibimbing dan
dipantau oleh Puskesmas, yang  hasilnya dipakai sebagai
masukan untuk perencanaan dan pengembangan Desa Siaga
selanjutnya secara lintas sektoral.
 Pembinaan dan Peningkatan
Mengingat permasalahan kesehatan sangat dipengaruhi oleh
kinerja sektor lain, serta adanya keterbatasan sumberdaya, maka
untuk memajukan Desa Siaga perlu adanya pengembangan
jejaring kerjasama dengan berbagai pihak. Perwujudan dari
pengembangan jejaring Desa Siaga dapat dilakukan melalui
Temu Jejaring UKBM secara internal di dalam desa sendiri  dan
atau Temu Jejaring antar desa siaga ( minimal sekali dalam
setahun ).  Upaya ini selain memantapkan kerjasama, juga
diharapkan dapat menyediakan wahana tukar - menukar
pengalaman dan memecahkan masalah -masalah yang dihadapi
bersama. Yang juga tidak kalah pentingnya adalah pembinaan
jejaring lintas sektor, khususnya dengan program - program
pembangunan yang bersasaran desa.
Salah satu kunci keberhasilan dan kelestarian Desa Siaga adalah
keaktifan para kader. Oleh karena itu, dalam  rangka pembinaan
perlu dikembangkan upaya-upaya untuk memenuhi kebutuhan
pada kader agar tidak drop- out ,kader-kader yang memiliki
motivasi memuaskan kebutuhan sosial psikologisnya harus
diberi kesempatan seluas- luasnya untuk mengembangkan
kreativitasnya. Sedangkan  kader-kader yang masih dibebani
dengan  pemenuhan kebutuhan dasarnya, harus dibantu untuk
memperoleh  pendapatan tambahan, misalnya dengan pemberian
gaji/insentif atau fasilitas agar dapat berwirausaha.
Untuk dapat melihat perkembangan Desa Siaga, perlu dilakukan
pemantauan dan evaluasi. Berkaitan dengan itu, kegiatan -
kegiatan di Desa Siaga perlu dicatat oleh kader, misalnya dalam
buku Register UKBM ( contohnya  Sistem Informasi 
Posyandu )
Secara garis besar, langkah pokok yang perlu ditempuh untuk
mengembangkan desa siaga meliputi :
1. Pengembangan tim petugas
2. Pengembangan tim masyarakat
3. Survei mawas diri (SMD)
4. Musyawarah mufakat desa (MMD)

25. Pembinaan dan Peningkatan


Untuk dapat melihat perkembangan desa siaga perlu dilakukan
pemantauan dan evaluasi, sehingga seluruh kegiatan-kegiatan di desa
siaga perlu dicatat oleh para kader, misalnya buku register UKBM.
Kegiatan posyandu dicatat dalam buku register ibu dan anak tingkat
desa atau RIAD dalam sistem informasi posyandu.

26. Indikator Keberhasilan Desa Siaga


1. Indikator Masukan
Yaitu untuk mengukur seberapa besar masukan telah diberikan
dalam rangka pengembangan desa siaga meliputi :
a. Ada / tidaknya forum masyarakat desa.
b. Ada / tidaknya poskesdes dan sarana bangunan serta
perlengkapannya.
c. Ada / tidaknya UKBM yang dibutuhkan masyarakat.
d. Ada / tidaknya tenaga kesehatan (minimal seorang bidan).

2. Indikator Proses
Yaitu indikator untuk mengukur seberapa aktif upaya yang
dilaksanakan di suatu desa dalam rangka pengembangan desa
siaga, meliputi :
a. Frekuensi pertemuan forum masyarakat desa.
b. Berfungsi / tidaknya sistem kegawatdaruratan dan
penanggulangan kegawatdaruratan dan bencana.
c. Berfungsi / tidaknya sistem surveilans berbasis masyarakat.
d. Ada / tidaknya kegiatan kunjungan rumah untuk kadarzi dan
PHBS.

3. Indikator Keluaran
Indikator keluaran untuk mengukur seberapa besar hasil kegiatan
yang dicapai di suatu desa dalam rangka pengembangan desa
siaga, meliputi :
a. Cakupan pelayanan kesehatan dasar poskesdes.
b. Cakupan pelayanan UKBM lain.
c. Jumlah kasus kegawatdaruratan dan KLB yang dilaporkan.
d. Cakupan rumah tangga yang mendapat kunjungan rumah
untuk kadarzi dan PHBS.

4. Indikator Dampak
Indikator ini mengukur seberapa besar dampak dan hasil kegiatan
di desa dalam rangka pengembangan desa siaga, meliputi :
a. Jumlah penduduk yang menderita sakit
b. Jumlah penduduk yang mengalami gangguan jiwa
c. Jumlah ibu melahirkan yang meninggal dunia
d. Jumlah bayi dan balita yang meninggal dunia
e. Jumlah balita dengan gizi buruk.
No Indikator Pratama Madya Utama
1 Forum Masyarakat Desa V V V
2 Sarana/fasilitas pelayanan kesehatan dasar V V V
(Poskesdes atau UKBM lain) dengan tenaga dan
sistem rujukannya.
3 Posyandu, UKBM maternal dan UKBM lain sesuai V V V
kebutuhan.
4 Sistem pengamatan berbasis masyarakat (KIA, gizi, V V V
penyakit, faktor risiko lingkungan dan perilaku).

5 Sistem kesiapsiagaan kegawatdaruratan dan bencana V* V


berbasis masy.
6 Upaya menciptakan dan terwujudnya lingkungan V* V
sehat.
7 Upaya menciptakan dan terwujudnya PHBS. V* V
8 Upaya menciptakan dan terwujudnya Kadarzi. V* V
f. Keterangan :
g. Strata Pratama : memenuhi indikator 1 s/d 4
h. Strata Madya : memenuhi indikator 1 s/d 4 dan dua indikator
tambahan (*)
i. Strata Utama : memenuhi semua (8) indikator
j. Desa Siaga Aktif : memenuhi minimal indikator 1 s/d 5.

27. Peran Tokoh Masyarakat dan Fungsi Tokoh Masyarakat


1. Pemberdaya masyarakat
Berperan memotivasi masyarakat untuk mau dan mampu
mengatasi masalahnya secara mandiri dengan melakukan
PHBS dalam kehidupan sehari-hari.
2. Penggali sumber daya
Diharapkan toma mampu menggali semua potensi yang ada di
masyarakat baik materiil maupun non materiil yang dapat
dimanfaatkan dalam peningkatan desa siaga aktif menuju
masyarakat yang ber-PHBS.

Adapun fungsinya adalah:


1. Menggali sumber daya untuk kelangsungan kegiatan
2. Menaungi dan membina kegiatan-kegiatan masyarakat
3. Menggerakkan masyarakat untuk berperan aktif dalam
kegiatan
4. Memberi dukungan dalam pengelolaan kegiatan
5. Menggkoordinir gerakan masyarakat agar mau memanfaatkan
sarana pelayanan kesehatan dan upaya kesehatan
bersumberdaya masyarakat (UKBM)
6. Memberi dukungan sarana dan prasarana

28. Peran Kader dan Fungsi Kader


1. Pelaku penggerakan masyarakat dalam
 Pendataan PHBS, kadarzi dan kondisi rumah.
 Pengamatan sederhana berbasis masyarakat
 Peningkatan PHBS, Kadarzi dan kesehatan lingkungan
 Peningkatan kesehatan ibu, bayi dan balita

2. Peran tambahan, membantu dalam :


 Penanggulangan kegawat-daruratan sehari-hari
 Penyiapan untuk menghadapi bencana
 Pengelolaan pos kesehatan desa (poskesdes) atau UKBM
lainnya
Adapun fungsinya adalah:
 Melakukan pencatatan, memantau dan evaluasi kegiatan
Poskesdes bersama Bidan
 Mengembangkan dan mengelola UKBM (PHBS, Kesling,
KIBB-Balita, Kadarzi, Dana Sehat, TOGA, dll)
 Mengidentifikasi dan melaporkan kejadian masyarakat
yang berdampak terhadap kesehatan masyarakat
(surveilance ber-basis masyarakat).
 Pemecahan masalah bersama masyarakat

29. Peran jajaran kesehatan


1. Peran Puskesmas
Dalam rangka Pengembangan Desa Siaga, Puskesmas
merupakan ujung tombak dan bertugas ganda, yaitu sebagai
penyelenggara PONED (atau melakukan pemberdayaan
masyarakat untuk deteksi dini risiko tinggi ibu hamil dan
neonatal) dan penggerak masyarakat desa. Namun demikian,
dalam menggerakkan masyarakat desa, Puskesmas akan
dibantu oleh Petugas Fasilitator dari Dinas Kesehatan
Kabupaten / Kota yang telah dilatih di Provinsi.
Adapun peran Puskesmas adalah sebagai berikut :
 Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar, termasuk
Pelayanan Obstetrik & Neonatal Emergensi Dasar
( PONED) bagi Puskesmas yang sudan dilatih,
Puskesmas yang belum melayani PONED diharapkan
merujuk ke Puskesmas PONED / RS terdekat untuk
wilayah desa-desanya.
 Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat
Kecamatan dan desa dalam rangka pengembangan Desa
Siaga dan Poskesdes.
 Menfasilitasi pengembangan Desa Siaga dan Poskesdes
 Melakukan monitoring evaluasi dan pembinaan Desa
Siaga.
2. Peran Rumah Sakit
Rumah Sakit memegang peran penting sebagai sarana rujukan
dan pembina teknis pelayanan medik. Oleh karena itu  Rumah 
Sakit diharapkan berperan :
 Menyelenggarakan pelayanan rujukan , termasuk
Pelayana Obstetrik & Neonatal Emergensi Komprehensif
(PONEK). Melaksanakan bimbingan teknis medis,
khususnya dalam rangka pengembangan kesiap-siagaan
dan penanggulangan kedaruratan dan bencana di desa
siaga
 Menyelenggarakan promosi kesehatan di Rumak Sakit
dalam rangka pengembangan kesiapsiagaan dan
penanggulangan kedarutan dan bencana

3. Peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota


Sebagai penyelia dan pembina Puskesmas dan Rumah Sakit,
peran Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota meliputi :
 Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat
Kabupaten/Kota dalam rangka pengembangan Dese 
Siaga
 Merevitalisasi Puskesmas dan jaringannya  sehingga
mampu menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar
dengan baik, termasuk PONED, dan pemberdayaan
masyarakat.
 Mendorong peningkatan kualitas  Rumah Sakit sehingga
mampu menyelenggarakan pelayanan rujukan dengan
baik, termasuk PONEK, dan promosi kesehatan di
Rumah  Sakit.
 Merekrut/menyediakan calon-calon fasilitator untuk
dilatih menjadi fasilitator pengembangan Desa Siaga
 Menyelenggarakan pelatihan bagi petugas kesehatan dan
kader.
 Melakukan advokasi ke berbagai pihak ( pemangku
kepentingan ) tingkat Kabupaten/Kota dalam rangka
pengembangan Desa Siaga.
 Bersama Puskesmas melakukan pemantauan, evaluasi
dan bimbingan teknis terhadap Desa Siaga.
 Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi
kelestarian desa Siaga.

4. Peran Dinas Kesehatan Propinsi


Sebagai penyelia dan pembina Rumah Sakit dan Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota, Dinas Kesehatan Propinsi
berperan :
 Mengembangkan komitmen dan kerjasama tim di tingkat
propvinsi dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
 Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
mengembangkan kemampuan melalui pelatihan-
pelatihan manajemen, pelatihan pelatih teknis, dan cara-
cara lain.
 Membantu Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
mengembangkan  kemampuan Puskesmas dan Rumah
Sakit di bidang konseling kunjungan rumah, dan
pengorganisasian masyarakat serta promosi kesehatan,
dalam rangka pengembangan Desa Siaga.
 Menyelenggarakan pelatihan fasilitator pengembangan
Desa Siaga dengan metode kalakarya
 Melakukan advokasi ke berbagai pihak ( pemangku
kepentingan ) tingkat provinsi dalam rangka
pengembangan Desa Siaga
 Bersama Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan
pemantauan evaluasi dan bimbingan teknis terhadap
Desa Siaga.
 Menyediakan anggaran dan sumber daya lain bagi
kelestarian Desa Siaga.
KEJADIAN LUAR BIASA

A. Pengertian
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1501/MENKES/PER/X/2010, Kejadian Luar Biasa adalah
timbulnya atau meningkatnyakejadian kesakitan dan/atau kematian
yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerahdalam kurun
waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada
terjadinyawabah.Selain itu, Mentri Kesehatan RI (2010) membatasi
pengertian wabah sebagai berikut:

“Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam


masyarakat yang jumlah penderitanyameningkat secara nyata
melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu
serta dapat menimbulkan malapetaka”.

Istilah wabah dan KLB memiliki persamaan, yaitu peningkatan


kasus yang melebihisituasi yang lazim atau normal, namun wabah
memiliki konotasi keadaan yang sudah kritis,gawat atau berbahaya,
melibatkan populasi yang banyak pada wilayah yang lebih luas

B. Kriteria Kejadian Luar Biasa


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1501/MENKES/PER/X/2010, suatu derah dapat ditetapkan dalam
keadaan KLB apabilamemenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak


ada atau tidak dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus-menerus selama 3 (tiga)
kurun waktu dalam jam, hariatau minggu berturut-turut menurut
jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan
dengan periode sebelumnyadalam kurun waktu jam, hari, atau
minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan
menunjukkan kenaikan dua kaliatau lebih dibandingkan dengan
angka rata-rata jumlah per bulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu)
tahun menunjukkan kenaikandua kali atau lebih dibandingkan
dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan padatahun
sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1
(satu) kurun waktu tertentumenunjukkan kenaikan 50% (lima
puluh persen) atau lebih dibandingkan dengan angka kematian
kasus suatu penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang
sama.
7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru pada
satu periode menunjukkankenaikan dua kali atau lebih dibanding
satu periode sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

C. Penyakit – Penyakit Yang Berpotensi Menjadi Kejadian Luar


Biasa
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.1501/MENKES/PER/X/2010, penyakit menular tertentu yang
menimbulkan wabah adalah:

1. Demam Berdarah
2. Campak
3. Polio
4. Difteri
5. Pertusis
6. Rabies
7. Hepatitis
8. Influenza dll.

Penyakit yang berpotensi wabah:

1. Penyakit karantina/penyakit wabah penting: kholera, pes, yellow


fever.
2. Penyakit potensi wabah/KLB yang menjalar dalam waktu cepat/
mempunyai memerlukan tindakan segera: DHF, campak, rabies,
tetanus neonatorum, diare, pertusis, poliomyelitis.
3. Penyakit potensial wabah/KLB lainnya dan beberapa penyakit
penting: malaria, frambosia,influenza, anthrax, hepatitis, typhus
abdominalis, meningitis, keracunan, encephalitis, tetanus.
4. Penyakit-penyakit menular yang tidak berpotensi wabah dan atau
KLB, tetapi masuk program:kecacingan, kusta, tuberkulosa,
syphilis, gonorrhoe, filariasis.

D. Klasifikasi Kejadian Luar Biasa


Menurut Bustan (2002), Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi
berdasarkan penyebabdan sumbernya, yakni sebagai berikut:

1. Berdasarkan penyebab
a. Toxin:
1) Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh: Staphylococcus
aureus, Vibrio, Kholera, Eschorichia, Shigella
2) Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh:
Clostridium botulinum, Clostridium perfringens
3) Endotoxin
b. Infeksi
1) Virus
2) Bakteri
3) Protozoa
4) Cacing
c. Toxin Biologis
1) Racun jamur
2) Alfatoxin
3) Plankton
4) Racun ikan
5) Racun tumbuh-tumbuhan
d. Toxin Kimia
1) Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah),
logam-logam lain cyanida, nitrit, pestisida.
2) Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.
2. Berdasarkan Sumber:
a. Sumber dari manusia Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air
seni, muntahan seperti: Salmonella, Shigella, hepatitis.
b. Bersumber dari kegiatan manusia Misalnya: toxin dari
pembuatan tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran
lingkungan.
c. Bersumber dari binatang Misalnya: binatang peliharaan, rabies
dan binatang mengerat.
d. Bersumber pada serangga (lalat, kecoak)Misalnya: Salmonella,
Staphylococcus, Streptococcus
e. Bersumber dari udara Misalnya: Staphylococcus,
Streptococcus virus
f. Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat
Misalnya: Salmonella
g. Bersumber dari makanan dan minuman Misalnya: keracunan
singkong, jamur, makanan dalam kaleng.
E. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulnya Kejadian Luar Biasa
(KLB)
Menurut Notoatmojo (2003), faktor yang mempengaruhi
timbulnya Kejadian Luar Biasa adalah:

1. Herd Immunity Yang Rendah


Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi timbulnya
KLB/Wabah adalah Herd Immunity. Secara umum dapat
dikatakan bahwa herd immunity ialah kekebalan yang dimiliki
oleh sebagian penduduk yang dapat menghalangi penyebaran. Hal
ini dapat disamakan dengan tingkat kekebalan individu yaitu
makin tinggi tingkat kekebalan seseorang, makin sulit terkena
penyakit tersebut. Demikian pula dengan herd immunity, makin
banyak proporsi penduduk yang kebal berarti makin tinggi tingkat
herd immunity-nya hingga penyebaran penyakit menjadi semakin
sulit.

Kemampuan mengadakan perlingangan atau tingginya herd


immunity untuk menghindari terjadi epidemi bervariasi untuk tiap
penyakit tergantung pada:

1. Proporsi penduduk yang kebal,


2. Kemampuan penyebaran penyakit oleh kasus atau
karier, dan
3. Kebiasaan hidup penduduk.
Pengetahuan tentang herd immunity bermanfaat untuk
mengetahui bahwa menghindarkan terjadinya epidemi tidak perlu
semua penduduk yang rentan tidak dapat dipastikan, tetapi
tergantung dari jenis penyakitnya, misalnya variola dibutuhkan
90%-95% penduduk kebal.

2. Patogenesitas
merupakan kemampuan bibit penyakit untuk menimbulkan reaksi
pada pejamu sehingga timbul sakit.

3. Lingkungan Yang Buruk


Seluruh kondisi yang terdapat di sekitar organism, tetapi
mempengaruhi kehidupanataupun perkembangan organisme
tersebut.

F. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa


Penanggulangan KLB adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk
menangani penderita, mencegah perluasan KLB, mencegah timbulnya
penderita atau kematian baru pada suatu KLB yang sedang terjadi.

Penanggulangan KLB dikenal dengan nama Sistem Kewaspadaan


Dini (SKD-KLB), yang dapat diartikan sebagai suatu upaya
pencegahan dan penanggulangan KLB secara dini dengan melakukan
kegiatan untuk mengantisipasi KLB. Kegiatan yang dilakukan berupa
pengamatan yang sistematis dan terus-menerus yang mendukung
sikap tanggap/waspada yang cepat dan tepat terhadap adanya suatu
perubahan status kesehatan masyarakat. Kegiatan yang dilakukan
adalah pengumpulan data kasus baru dari penyakit-penyakit yang
berpotensi terjadi KLB secara mingguan sebagai upaya SKD-KLB.
Data-data yang telah terkumpul dilakukan pengolahan dan analisis
data untuk penyusunan rumusan kegiatan perbaikan oleh tim
epidemiologi (Dinkes Kota Surabaya, 2002). Upaya penanggulangan
KLB yaitu :

1. Penyelidikan epidemilogis.
2. Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita
termasuk tindakan karantina.
3. Pencegahan dan pengendalian.
4. Pemusnahan penyebab penyakit.
5. Penanganan jenazah akibat wabah.
6. Penyuluhan kepada masyarakat.
7. Upaya penanggulangan lainnya.

Indikator keberhasilan penanggulangan KLB:

1. Menurunnya frekuensi KLB.

2. Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB.

3. Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB.

4. Memendeknya periode KLB.

5. Menyempitnya penyebarluasan wilayah KLB.

G. Prosedur Penanggulangan Kejadian Luar Biasa


1. Masa Pra KLB
Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah
dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat,
selain itu melakukakukan langkah-langkah lainnya :

a. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD,


tenaga dan logistic
b. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas.
c. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat
d. Memperbaiki kerja laboratorium
e. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain.
Tim Gerak Cepat (TGC) : Sekelompok tenaga kesehatan yang
bertugas menyelesaikan pengamatan dan penanggulangan wabah
di lapangan sesuai dengan data penderita puskesmas atau data
penyelidikan epideomologis.
2. Pengendalian Kejadian Luar Biasa
Tindakan pengendalian KLB meliputi pencegahan terjadinya KLB
pada populasi, tempat dan waktu yang berisiko (Bres, 1986).
Dengan demikian untuk pengendalian KLB selain diketahuinya
etiologi, sumber dan cara penularan penyakit masih diperlukan
informasi lain. Informasi tersebut meliputi :

a. Keadaan penyebab KLB


b. Kecenderungan jangka panjang penyakit
c. Daerah yang berisiko untuk terjadi KLB (tempat)
d. Populasi yang berisiko (orang, keadaan imunitas)

H. PERAN PERAWAT DALAM KEJADIAN LUAR BIASA

a.peran perawat dalam KLB

Dalam 24 jam penuh, perawat hampir selalu beriteraksi dengan


masyarakat, engan keluarga pasien, baik itu dirumah maupun di
pelayanan kesehatan terekat. Hubungan antara perawat dengan
masyarakat ini tidak terjalin secara fisik saja. Akan tetapi juga terjalin
secara emosional. Untuk itulah, kedekatan dan hubungan terjalin
antara perawat dan masyarakat ini sangat bisa i manfaatkan dalam
memberikan promosi kesehatan masyarakat, memberikan edukasi
ddan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan.
PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

KESEHATAN

USAHA KESEHAATAN SEKOLAH (UKS)

D. A.Tujuan usaha kesehatan sekolah


Secara umum UKS bertujuan meningkatkan mutu pendidikan dan
prestasi belajar peserta didik dengan meningkatkan perilaku hidup bersih
dan sehat serta derajat kesehatan peserta didik.Selain itu juga
menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan
pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam
rangka pembentukan manusia Indonesia berkualitas.Sedangkan secara
khusus tujuan UKS adalah menciptakan lingkungan kehidupan sekolah
yang sehat, meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan membentuk
perilaku masyarakat sekolah yang sehat dan mandiri.Di samping itu juga
meningkatkan peran serta peserta didik dalam usaha peningkatan
kesehatan di sekolah dan rumah tangga serta lingkungan masyarakat,
meningkatkan keteramplan hidup sehat agar mampu melindungi diri dari
pengaruh buruk lingkungan. 

3. Sasaran usaha kesehatan sekolah


Sasaran pelayanan UKS adalah seluruh peserta didik dari tingkat
pendidikan:
a. Sekolah taman kanak-kanak
b. Pendidikan dasar
c. Pendidikan menengah
d. Pendidikan agama
e. Pendidikan kejuruan
f. Pendidikan khusus(sekolah luar biasa)
Untuk sekolah dasar pendidikan sekolah dasar di prioritaskan
kelas I, III, dan kelas VI.Alasannya adalah kelas I, merupakan fase
penyusuaian dalam lingkungan sekolah yang baru dan lepas dari
pengawasan orang tua, kemungkinan kontak dengan berbagai penyebab
penyakit lebih besar karena ketidaktahuan dan ketidakmengertian tentang
kesehatan.Di samping itu kelas satu adalah yang lebih baik untuk di
berika imunisasi ulangan.Pada kelas I ini di lakukan penjaringan untuk
mendeteksi kemungkinan adanya kelainan yang mungkin timbul sehingga
mempermudah pengawasan untuk jenjang selanjutnya. Kelas III, di
laksanakan di kelas III untuk mengevaluasi hasil pelaksanaan hasil
pelaksanaan uks di kelas satu dahulu dan langkah-langkah selanjutnya
yang akan di lakukan dalam program pembinaan uks. Kelas VI,  dalam
rangka mempersiapkan kesehatan peserta didik ke jenjang pendidikan
selanjutnya, sehingga memerlukan pemeliharaan dan pemeriksaan
kesehatan yang ckup.
Untuk belajar dengan efektif peserta didik sebagai sasaran UKS
memerlukan kesehatan yang baik.Kesehatan menunjukkan keadaan yang
sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomis.Kesehatan bagi peserta didik
merupakan sangat menentukan keberhasilan belajarnya di sekolah, karena
dengan kesehatan itu peserta didik dapat mengikuti pembelajaran secara
terus menerus.Kalau peserta didik tidak sehat bagaimana bisa belajar
dengan baik.Oleh karena itu kita mencermati konsep yang dikemukakan
oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bahwa salah satu indikator
kualitas sumber daya manusia itu adalah kesehatan, bukan hanya
pendidikan.Ada tiga kualitas sumber daya manusia, yaitu pendidikan yang
berkaitan dengan berapa lama mengikuti pendidikan, kesehatan yang
berkaitan sumber daya manusianya, dan ekonomi yang berkaitan dengan
daya beli.Untuk tingkat ekonomi Indonesia masih berada pada urutan atau
ranking yang sangat rendah yaitu 108 pada tahun 2008, dibandingkan
dengan negara-negara tetangga.Kemajuan ekonomi suatu bangsa biasanya
berkorelasi dengan tingkat kesehatan masyarakatnya.Semakin maju
perekonomiannya, maka bangsa itu semakin baik pula tingkat
kesehatannya.Oleh karena itu, jika tingkat ekonomi masih berada di
urutan yang rendah, maka tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya
belum sesuai dengan harapan. Begitu pula dengan sumber daya
manusianya yang diharapkan berkualitas masih memerlukan proses dan
usaha yang lebih keras lagi.

4. Kegiatan  usaha kesehatan sekolah


Nemir mengelompokkan usaha kesehatan sekolah menjadi 3 kegiatan
pokok, yaitu:
a. Pendidikan kesehatan sekolah
A. Kegiatan intra kurikuler,  maksudnya adalah pendidikan
kesehatan merupakan bagian dari kurikulum sekolah, dapat
berupa mata pelajaran yang berdiri sendiri seperti mata pelajaran
ilmu kesehatan atau disisipkan dalam ilmu-ilmu laen seperti olah
raga dan kesehatan, ilmu pengetahuan alam, dan sebagainya.
B. Kegiatan ekstra kurikuler, maksudnya adalah pendidikan
kesehatan yang di masukan dalam kegiatan-kegiatan
ekstarakulikuler dalam rangka menanamkan prilaku sehat peserta
didik.
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dapat berupa :
a. Penyuluhan kesehatan dari petugas puskesmas yang berkaitan
dengan :
1) Higien personal yang meliputi pemeliharaan gigi, dan mulut,
kebersihan kulit dan kuku, mata, telinga dan sebagainya.
2) Lomba poster sehat
3) Perlombaan kebersihan kelas
b. Pemeliharaan kesehatan sekolah
Pemeliharaan kesehatan sekolah, di maksudkan untuk
memelihara , meningkatkan, dan menemukan secara dini gangguan
kesehatan yag mungkin terjadi terhadap peserta didik maupun
gurunya.
Pemeliharaan kesehatan di sekolah di lakukan oleh petugas
pusekesmas yang merupakan tim yang di bentuk di bawah
coordinator UKS yang terdiri dari dokter, perawat, juru imunisasi
dan sebagainya. Dan untuk koordinasi untuk tingkat kecamatan di
bentuk tim Pembina usaha kesehatan sekolah (TPUKS). Kegitan-
kegiatan yang di lakukan adalah :
a. Pemeriksaan kesehatan, yang meliputi gigi dan mulut, mata
telingan dan tenggorokan, kulit dan rambut dsb
b. Pemeriksaan perkembangan kecerdasan
c. Pemberian imunisasi
d. Penemuan kasus-kasus dini yang mungkin terjadi
e. Pengobatan sederhana
f. Pertolongan pertama
g. Rujukan bila menemukan kasus yang tidak dapat di tanggulangi
di sekolah termasuk juga adalah pemeliharaan dan pemeriksaan
kesehatan guru.
 
5. Peran sekolah dalam meningkatkan kesehatan
Pada era globalisasi ini banyak tantangan bagi peserta didik yang
dapat mengancam kesehatan fisik dan jiwanya.Tidak sedikit anak yang
menunjukkan perilaku tidak sehat, seperti lebih suka mengkonsumsi
makanan tidak sehat yang tinggi lemak, gula, garam, rendah serat,
meningkatkan risiko hipertensi, diabetes melitus dan obesitas, dan
sebagainya.Apalagi sebelum makan tidak mencuci tangan terlebih dahulu,
sehingga memungkinkan masukkan bibit penyakit ke dalam tubuh. Selain
itu meningkatnya perokok pemula, usia muda, atau usia peserta didik
sekolah sehingga risikonya akan mengakibatkan penyakit degeneratif.
Perilaku tidak sehat lainnya yang mengkhawatirkan adalah melakukan
pergaulan bebas, sehingga terjerumus ke dalam penyakit masyarakat
seperti penggunaan narkoba atau tindakan kriminal.Apalagi perilaku tidak
sehat ini, disebabkan lingkungan yang tidak sehat, seperti kurang
bersihnya rumah, sekolah, atau lingkungan masyarakatnya.
Tantangan lain tentang perilaku tidak sehat muncul dari diri peserta
didik sendiri. Aktifitas fisik mereka kurang bergerak, olahraga pun
kurang, malas sehingga tidak bergairah baik di rumah maupun atau di
sekolah. Peserta didik pun cenderung lebih menyukai dan banyak
menonton televisi, bermain videogames, dan play station, sehingga
mengakibatkan fisiknya kurang bugar. Akibatnya mereka rentan
mengalami sakit dan beresiko terhadap berbagai penyakit degeneratif di
usia dini. Untuk itu diperlukan fasilitas dan program pendidikan jasmani
atau olah raga memadai dan terprogram dengan baik, di sekolah dan di
lingkungan masyarakat sekitar. Hal ini sangat mendukung dan
memungkinkan peserta didik untuk bergerak, berkreasi, dan berolah raga
dengan bebas, menyenangkan dan bermanfaat bagi kesehatan dan
kebugaran fisiknya. Kesehatan fisik peserta didik berkorelasi positif
terhadap kematangan emosi sosialnya. Guru atau orang tua perlu
memberikan bekal yang penting bagi peserta didik yaitu menciptakan
kematangan emosi-sosialnya agar dapat berhasil dalam menghadapi
segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara
akademik. Peserta didik pun akan mampu mengendalikan stress yang
dialaminya, karena jika stress tidak dikendalikan akan menyebabkan
timbulnya berbagai penyakit dan akan menjadi kendala untuk
keberhasilan belajarnya.
Untuk menghadapi berbagai tantangan yang dapat mengancam
kesehatan fisik dan jiwanya tersebut sekolah memilkki peran yang penting
untuk menciptakan dan meningkatkan kesehatan peserta didik. Upaya
yang dilakukan antara lain dengan menciptakan lingkungan “Sekolah
Sehat” (Health Promoting School/HPS) melalui UKS. Konsep inilah yang
oleh Badan Kesehatan Dunia WHO disebut HPS (Health Promoting
Schools) atau Sekolah Promosi Kesehatan sehingga “a health setting for
living, learning and working” dengan tujuan (goal) “Help School Become
Health Promoting Schools.”Program UKS ini hendaknya dilaksanakan
dengan baik sehingga sekolah menjadi tempat yang dapat meningkatkan
atau mempromosikan derajat kesehatan peserta didiknya.
Menurut WHO (Depkes, 2008) ada enam ciri utama sekolah yang
dapat mempromosikan atau meningkatkan kesehatan, yaitu
1. Melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan
sekolah, yaitu peserta didik, orang tua, dan para tokoh masyarakat
maupun organisasi-organisasi di masyarakat.
2. Berusaha keras untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman,
meliputi sanitasi dan air yang cukup, bebas dari segala macam bentuk
kekerasan, bebas dari pengaruh negatif dan penyalahgunaan zat-zat
berbahaya, suasana yang mempedulikan pola asuh, rasa hormat dan
percaya. Diciptakannya pekarangan sekolah yang aman, adanya
dukungan masyarakat sepenuhnya.
3. Memberikan pendidikan kesehatan dengan mengembangkan
kurikulum yang mampu meningkatkan sikap dan perilaku peserta
didik yang positif terhadap kesehatan, serta dapat mengembangkan
berbagai keterampailan hidup yang mendukung kesehatan fisik,
mental dan sosial. Selain itu, memperhatikan pentingnya pendidikan
dan pelatihan untuk guru maupun orang tua.
4. Memberikan akses (kesempatan) untuk dilaksanakannya pelayanan
kesehatan di sekolah, yaitu penyaringan, diagnose dini, pemantauan
dan perkembangan, imunisasi, serta pengobatan sederhana. Selain itu,
mengadakan kerja sama dengan puskesmas setempat, dan
mengadakan program-program makanan begizi dengan
memperhatikan ‘keamanan’ makanan.
5. Menerapkan kebijakan-kebijakan dan upaya-upaya di sekolah untuk
mempromosikan atau meningkatkan kesehatan, yaitu kebijakan yang
didukung oleh seluruh staf sekolah termasuk mewujudkan proses
pembelajaran yang dapat menciptakan lingkungan psikososial yang
sehat bagi seluruh masyarakat sekolah. Kebijakan berikutnya
memberikan pelayanan yang ada untuk seluruh peserta didik.
Terakhir. kebijakan-kebijakan dalam penggunaan rokok,
penyalahgunaan narkotika termasuk alkohol serta pencegahan segala
bentuk kekerasan/pelecehan.
6. Bekerja keras untuk ikut atau berperan serta meningkatkan kesehatan
masyarakat, dengan cara memperhatikan masalah kesehatan yang
terjadi di masyarakat. Cara lainnya berpartisipasi dalam kegiatan-
kegiatan kesehatan masyarakat.
Upaya mengembangkan “Sekolah Sehat” (Health Promoting
School/HPS) melalui program UKS perlu disosialisasikan dan dilakukan
dengan baik.melalui pelayanan kesehatan (yankes) yang didukung secara
mantap dan memadai oleh sektor terkait lainnya, seperti partisipasi
masyarakat, dunia usaha, dan media massa. Sekolah sebagai tempat
berlangsungnya proses pembelajaran harus menjadi HPS, yaitu sekolah
yang dapat meningkatkan derajat kesehatan warga sekolahnya. Upaya ini
dilakukan karena sekolah memiliki lingkungan kehidupan yang
mencerminkan hidup sehat. Selain itu, mengupayakan pelayanan
kesehatan yang optimal, sehingga terjamin berlangsungnya proses
pembelajaran dengan baik dan terciptanya kondisi yang mendukung
tercapainya kemampuan peserta didik untuk beperilaku hidup sehat.
Semua upaya ini akan tercapai bila sekolah dan lingkungan dibina dan
dikembangkan. Pembinaan lingkungan sekolah sehat dilakukan melalui
pemeliharaan sarana fisik dan lingkungan sekolah, melakukan pengadaan
sarana sekolah yang mendukung terciptanya lingkungan yang bersih dan
sehat, melakukan kerja sama dengan masyarakat sekitar sekolah yang
mengandung lingkungan besih dan sehat, dan melakukan penataan
halaman, pekarangan, apotik hidup dan pasar sekolah yang aman.
Upaya lain yang dilakukan dalam pembinaan lingkungan sekolah
sehat dan promosi gaya hidup sehat melalui pendekatan life skills
education atau pendidikan kecakapan hidup. Setiap individu akan
mengalami kehidupan yang sehat fisik dan mentalnya apabila dapat
menuntaskan tugas-tugas perkembangan sesuai dengan usianya. Implikasi
tugas perkembangan ini terhadap pendidikan adalah bahwa dalam
penyelenggaraan pendidikan perlu disusun struktur kurikulum yang
muatannya dapat memfasilitasi perkembangan kesehatan sebagai suatu
kecakapan hidup (life skills).Kecakapan hidup adalah kecakapan yang
diperlukan untuk hidup.yang meliputi pengetahuan, mental, fisik, sosial,
dan lingkungan untuk mengembangkan dirinya secara menyeluruh untuk
bertahan hidup dalam berbagai keadaan dengan berhasil, produktif,
bahagia, dan bermartabat. WHO atau World Health Organization)
mendefinisikan kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan
untuk dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan
seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam
kehidupan secara lebih efektif.Selain itu, dapat membantu seseorang
menarik keputusan yang tepat, berkomunikasi secara efektif, dan
membangun keterampilan mengelola diri sendiri yang dapat membantu
mereka mencapai hidup yang sehat dan produktif.Sedangkan UNICEF
memberikan definisi tentang kecakapan hidup yang merujuk pada
kecakapan psiko-sosial dan interpersonal yang dapat membantu orang
untuk mengambil keputusan yang tepat, berkomunikasi secara effektif,
memecahkan masalah, mengatur diri sendiri, dan mengembangkan sikap
hidup sehat dan produktif.
Pendidikan kecakapan hidup didasarkan atas konsep bahwa peserta
didik perlu learning to be (belajar untuk menjadi), learning to learn
(belajar untuk belajar) atau learning to know (belajar untuk mengetahui),
learning to live with others (belajar untuk hidup bersama), dan learning to
do (belajar untuk melakukan). Berdasarkan konsep ini, kecakapan hidup
terbagi atas empat kategori yaitu kecakapan hidup personal learning to
be), kecakapan hidup social (learning live with others), kecakapan hidup
akademik (learning to learn/ learning to know), dan kecakapan hidup
vokasional (learning to do).
Kecakapan personal (personal skill), meliputi kecakapan dalam
memahami diri (self awareness skill) dan kecakapan berfikir (thinking
skill). Bagi peserta didik mempraktekkan kecakapan personal penting
untuk membangun rasa percaya diri, mengembangkan akhlak yang mulia,
mengembangkan potensi, dan  menanamkan kasih sayang dan rasa hormat
kepada orang lain. Kecakapan sosial (social skill), meliputi kecakapan
berkomunikasi (communication skill) dan kecakapan bekerja sama
(collaboration skill). Mempraktekkan kecakapan sosial penting untuk
membantu peserta didik mengembangkan hubungan yang positif, secara
konstruktif mengelola emosi dan meningkatkan partisipasi dalam kegiatan
yang menguntungkan masyarakat.Kecakapan akademik (academic skill)
atau kecakapan intelektual. Mempraktekkan kecakapan akademik penting
untuk membantu peserta didik memperoleh kecakapan  ilmiah, teknologi
dan analitis yang diperlukan untuk mencapai keberhasilan dalam lembaga
pendidikan formal dan tempat kerja. Kecakapan vokasional (vocational
skill) atau kemampuan kejuruan terbagi atas kecakapan vokasional dasar
(basic vocational skill) dan kecakapan vokasional khusus (occupational
skill).Mempraktekkan kecakapan vokasional penting untuk membekali
peserta didik dengan kecakapan teknis dan sikap yang dituntut oleh
perusahaan atau lembaga yang menyediakan lapangan kerja.
 Keempat jenis kecakapan hidup itu menghasilkan individu yang
memiliki kesehatan jasmani dan rokhani, lahir atau bathin yang
diperlukan untuk bertahan dalam lingkungan apa pun. Peserta didik
memiliki kemampuan untuk memanfaatan semua sumber daya secara
optimal, sehingga akan meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas
hidupnya. Kecakapan hidup yang diperoleh oleh peserta didik melalui
proses belajar bukan terjadi begitu saja, dapat dipraktekkan oleh peserta
didik dalam kehidupan sehari-harinya dengan diberi contohnya oleh guru,
orang tua dan anggota masyakarat. Kecakapan hidup membantu peserta
didik secara positif dan adaptif mengatasi situasi dan tuntutan hidup
sehari-hari. Untuk itu sekolah mengembangan kecakapan hidup peserta
didik antara lain menciptakan lingkungan sekolah yang sehat, bekerja
sama dengan masyarakat menyediakan berbagai keperluan sekolah
menciptakan dan meningkatkan kesehatan peserta didiknya, baik fisik
maupun non fisik.
PERAWATAN KESEHATAN KERJA

A.     Tujuan

Makalah ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui dan memahami kesehatan pekerja (okupasi)


2. Mengetahui dan memahami langkah diagnosis penyakit akibat
kerja.
3. Mengetahui dan memahami manajerial kesehatan kerja

B.    Metode

Metode yang digunakan dalam pembuatan makalah ini adalah pencarian


(browsing) internet.

C.     Sistematika

Makalah ini disusun secara sistematis, yaitu:

1. Kata Pengantar
2. Daftar isi
3. BAB I Pendahuluan

a.       Latar Belakang


b.      Rumusan Masalah
c.       Tujuan
d.      Metode
e.       Sistematika
4. BAB II Pembahasan

a.       Kesehatan pekerja


b.      Langkah Diagnosis Penyakit akibat kerja
c.       Manajerial  kesehatan kerja

5. BAB III Penutup

a.       Kesimpulan
b.      Saran
Kesehatan Kerja

a.     Pengertian
kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan /kedokteran
beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja /masyarakat pekerja
memperoleh derajat kesehatan setinggitingginya, baik fisik, mental maupun
sosial, dengan usaha-usaha
preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit / gangguan-gangguan
kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja,
serta terhadap penyakit-penyakit umum
sasaran / lingkupnya : manusia pekerja & sekitar
sifat : medis
higene perusahaan / lingk. kerja adalah spesialisasi dlm ilmu higene
beserta prakteknya yang dengan mengadakan penilaian kepada faktor-faktor
penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan
perusahaan melalui
pengukuran yang hasinya dipergunakan unt dasar tindakan korektif
kepada lingkungan tersebut serta bila perlu pencegahan, agar pekerja dan
masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja serta
dimungkinkan mengecap derajat kesehatan setinggi-tingginya
sasaran/lingkup : lingkungan kerja
sifat : teknik

keselamatan kerja adalah keselamatan yg bertalian dg mesin, pesawat,


alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan
lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan.

b.      Landasan Hukum Kesehatan kerja.


a. U.U No.14 tahun.1969 tentang  ketentuan Pokok Tenaga
Kerja.
b. U.U No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
c. U.U No.23 tahun 1992 tentang Kesehatan.
d. U.U No.3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
e. Beberapa keputusan bersama antara Departemen Kesehatan
dengan Departemen lain yang berkaitan dengan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja.
f. P.P No.32 tahun. 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
g. Permenkes RI No 986/ 1992 dan Keputusan Dirjen P2M-PL
No. HK.00.06.44  dan No.00.06.6.598 mengenai beberapa
Aspek Persyaratan Lingkungan Rumah Sakit.
h.  SK Menkes No.43 Tahun 1988 tentang cara pembuatan obat
yang baik (CPOB). 
i. Konvensi No. 155/1981, ILO menetapkan kewajiban setiap
negara untuk  merumuskan melaksanankan dan mengevaluasi
kebijaksanaan nasionalnya di bidang kesehatan dan
keselamatan kerja serta lingkungannya.

c.       Gangguan Kesehatan Dan Daya Kerja


      Beberapa factor yang mempengaruhi kesehatan dan daya kerja :

1)   Beban kerja :


         Fisik
      Mental
      Sosial

2) Beban tambahan akibat lingk.kerja :


      gol. fisik -gol. Fisiologis
      gol. kimia -gol. Psikologis
      gol. Biologis
3) kapasitas kerja :
         ketrampilan
         jenis kelamin
         keserasian/fittness –usia
         gizi
         ukuran tubuh

4) faktor bahaya
         Suara
         Suhu
         Cahaya
         Radiasi ro / ra, infrared, ult. Violet
         Tekanan tinggi
         Getaran
         Bahan kimia
         Debu, uap, gas, larutan
         biologics
         fisiologis
         mental-psikologis
         tuli, ggn komunikasi
         heat stroke, heat cramps,
         hyperpyrexia
         frostbite
         ggn penglihatan, silau, kecelakaan
         kelainan kulit, kelainan ssn darah
         katarak pada lensa mata
         conjunctivitis photoelectrica
         caisson disease
         kelelahan, ggn. gerak, penglihatan
         pneumoconiosis, dermatosis
         keracunan, dermatitis, metal fume
         fever
         hewan, tumb, parasit, kuman dll
         konstruksi mesin, sikap, cara kerja
         hubungan sosial tk, monoton

5) Faktor Fisik
faktor fisik adalah faktor didalam tempat kerja yg bersifat fisika
diantaranya
adalah :
         iklim kerja
         kebisingan
         pencahayaan
         Getaran
         gelombang mikro, dll

6) Faktor Kimia
Debu : menyebabkan pneumoconiosis,silicosis
uap menyebabkan                                : metal fume fever, dermatitis,
keracunan
gas menyebabkan                                : keracunan mis h2s, co dll
larutan menyebabkan                          : dermatitis, keracunan dll
awan, kabut  menyebabkan                 : keracunan

7) Ergonomi
              Mempermasalahkan hal-ihkwal manusia kerja dg tujuan membina
keserasian antara kesanggupan tenaga kerja dg sarana kerjanya, tata kerja dan
lingkungannya shg diperoleh efisiensi dan produktivitas kerja tinggi dan
akhirnya meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan pekerja.sikap tubuh dlm
kerja :
         semua pekerjaan sebaiknya dalam sikap duduk / duduk – berdiri
bergantian
         semua sikap tubuh yang tak alami – hindari. bila tak mungkin
usahakan beban statik diperkecil
         tempat duduk harus menjamin relaksasi otot-otot, tidak ada
penekanan pada paha shg terjaga sirkulasi darah dan sensibilitas pada paha.

8) Gizi Kerja
gizi kerja adalah nutrisi (zat makanan) yg diperlukan pekerja unt
memenuhi kebutuhan  sesuai dg jenis pekerjaan, sehingga kesehatan dan
daya kerja menjadi setinggi-tingginya.
gizi pd umumnya: mempelajari bgmn memberikan makanan sebaik-
baiknya shg kesehatan tubuh optimal
dipertimbangkan dlm menyusun menu :
         pola makan                        : kebiasaan makanan pokok
         kepercayaan / agama       : pantang makanan tertentu
         keuangan                           : ekonomis tetapi tetap bergizi
         daya cerna                         : makanan yg biasa dimakan masyarakat
sekitar
         praktis                                : mudah diselenggarakan
          volume                              : cukup mengenyangkan
         variatif                               : jenis menu bervariasi

9) Faktor Internal Mempengaruhi Tenaga Kerja :


         ekonomi
         pengetahuan ttg. Gizi
         prasangka buruk thd. bahan makanan
         faddisme: kesukaan berlebihan thd. jenis makanan tertentu
         Lingkungan kerja :
         tekanan panas: air 1,9 - 2,8 l, garam 0,1- 0,2 %
         pengaruh kronis bahan kimia: vit c mengurangi pengaruh racun
         logam berat, larutan organik, fenol, sianida dll
         parasit & mikro organism
         psikologis
         kesejahteraan tinggi, tanpa perhatian gizi & olah raga

B.  Langkah Diagnosis Penyakit Akibat Kerja

1.      Gol. Fisik


a.      Suara              : tuli
b.      Radiasi            :
1)                      Rontgen           : penyakit darah. Kelainan kulit
2)                      infra merah     : katarak
3)                      ultraviolet       : konjungtivitis fotoelektrik
c.       suhu:
1)                      panas   : heat stroke, heat cramps
2)                      dingin  : frostbite
d.      tekanan udara            : tinggi (caisson disease)
e.      cahaya                        : silau, asthenopia, myopia

2.      Golongan kimia


a.      Debu               : silikosis, pneumoconosis, asbestosis
b.      Uap                 : metal fume fever, dermatitis
c.       Gas                 : H2S, CO
d.      Larutan           : dermatitis
e.      awan/kabut    : insektisida, racun jamur

3.      Golongan biologis


a.      Anthrax
b.      brucella (kulit), dll

4.      Golongan fisiologis (ergonomi)


a.      konstruksi mesin / tata letak / tata ruang
b.      sikap badan, dll

5.      Golongan mental psikologis


a.      Monotoni
b.      hubungan kerja (stress psikis), organisasi, dll

C. Upaya pencegahan

Upaya kesehatan kerja adalah upaya penyerasian kapasitas kerja, beban


kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat
tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun lingkungan agar diperoleh
produktifitas kerja yang optimal.Kesehatan kerja adalah semua upaya untuk
menyerasikan kapasitas kerja, beban kerja agar setiap pekerja dapat bekerja
secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat yang
ada di sekelilingnya (Depekes, 1995; 2) Hygiene Perusahaan dan Kesehatan
kerja (Hyperkes) adalah bagian dari usaha kesehatan masyarakat yang
ditujukan kepada masyarakat pekerja, masyarakat sekitar perusahaan dan
masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil produksi perusahaan
tersebut sehingga dapat terhindar dari penyakit-penyakit atau gangguan
kesehatan yang diakibatkan pekerjaan dan lingkungan pekerjaan, dan dapat
meningkatkan derajat kesehatan. Langkah-langkah Manajerial Keperawatan
Kerja Dalam pelaksanaan kesehatan kerja memerlukan langkah- langkah
manajerial untuk menjamin kesehatan dan keselamatan pekerja. Langkah-
langkah Usaha Kesehatan Kerja (UKK) merupakan langkah utama dalam
manajemen keperawatan okupasi. UKK yang dapat dilakukan di perusahaan
adalah :
a.      Pencegahan dan pemberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-
kecelakaan akibat kerja
b.      Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan tenaga kerja
c.       Perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga
kerja
d.      Pemberantasan kelelahan tenaga kerja
e.      Meningkatkan kegairahan serta kenikmatan kerja
f.        Perlindungan masyarakat sekitar perusahaan dari bahaya-bahaya
pencemaran yang berasal dari perusahaan
g.      Perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin
ditimbulkan oleh produk-produk industri
h.      Pemeliharaan dan peningkatan higiene dan sanitasi perusahaan seperti
kebersihan, pembuangan limbah, sumber air bersih dan sebagainya

Ruang lingkup kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian


antara pekerja dengan pekerja dan lingkungan kerjanya baik secara fisik
maupun psikis dalam hal cara/metoda kerja, proses kerja dan kondisi kerja
yang bertujuan untuk:
1.      Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat pekerja di
semua lapangan pekerjaan yang setinggi-tingginya baik secara fisik, mental
maupun kesejahteraan sosialnya.
2.      Mencegah gangguan kesehatan masyarakat pekerja yang diakibatkan
oleh keadaan/kondisi lingkungan kerjanya.
3.      Memberikan perlindungan bagi pekerja didalam pekerjaannya dari
kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh faktor-faktor yang
membahayakan kesehatan.
4.      Menempatkan dan memelihara pekerja disuatu lingkungan pekerjaannya
yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjaannya.

Kapasitas Kerja, Beban kerja dan Lingkungan Kerja Kapasitas kerja,


beban kerja dan lingkungan kerja merupakan tiga komponen utama dalam
kesehatan kerja, dimana hubungan interaktif dan serasi antara ketiga
komponen tersebut akan menghasilkan kesehatan kerja yang baik dan
optimal. Kapasitas kerja yang baik seperti status kesehatan kerja dan gizi
kerja yang baik serta kemampuan fisik yang prima diperlukan agar seseorang
pekerja dapat melakukan pekerjaannya secara baik. Beban kerja meliputi
beban kerja fisik maupun mental. Akibat beban kerja yang terlalu berat atau
kemampuan fisik yang terlalu lemah dapat mengakibatkan seorang pekerja
menderita gangguan atau penyakit akibat kerja. Kondisi lingkungan kerja
(misalnya panas, bising, debu, zat kimia, dll) dapat merupakan beban
tambahan terhadap pekerja. Beban tambahan tersebut secara sendiri-sendiri
maupun bersama-sama dapat menimbulkan gangguan atau penyakit
akibatnya. Gangguan kesehatan pada pekerja dapat disebabkan oleh faktor-
faktor yang berhubungan dengan pekerjaan maupun yang tidak berhubungan
dengan pekerjaan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa status kesehatan
kerja dari masyarakat pekerja dipengaruhi tidak hanya oleh bahaya-bahaya
kesehatan ditempat kerja dan kingkungan kerja tetapi juga faktor-faktor
pelayanan kesehatan kerja, perilaku kerja serta faktor-faktor lainnya.
Lingkungan Kerja dan Penyakit Yang Ditimbulkannya Penyakit akibat
kerja dan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan dapat
disebabkan oleh pemaparan terhadap lingkungan kerja. Dewasa ini terhadap
kesenjangan antara pengetahuan ilmiah tentang bagaimana bahaya-bahaya
kesehatan berperan dan usaha-usaha untuk mencegahnya. Juga masih terdapat
pendapat yang sesat bahwa dengan mendiagnosis secara benar penyakit-
penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh zat/bahan yang berbahaya
dilingkungan kerja, sudah membuat sutuasi terkendalikan. Walaupun
merupakan langkah yang penting namun hal ini bukan memecahkan masalah
yang sebenarnya. Pendekatan tersebut tetap membiarkan lingkungan kerja
yang tidak sehat tetap tidak berubah, dengan demikian potensi untuk
menimbulkan gangguan kesehatan yang tidak diinginkan juga tidak berubah'
Hanya dengan diagnosa" dan "pengobatan/ penyembuhan" dari lingkungan
kerja, yang dalam hal ini disetarakan berturut-turut dengan
"pengenalan/evaluasi" dan "pengendalian efektif" dari bahaya-bahaya
kesehatan yang ada dapat membuat lingkungan kerja yang sebelumnya tidak
sehat menjadi sehat. Untuk dapat mengantisipasi dan mengetahui
kemungkinan bahaya-bahaya dilingkungan kerja yang diperkirakan dapat
menimbulkan penyakit akibat kerja utamanya terhadap para pekerja,
ditempuh 3 langkah utama yaitu :
1.      Pengenalan lingkungan kerja
2.      evaluasi lingkungan kerja dan
3.      pengendalian lingkungan dari berbagai bahaya dan resiko kerja.
 Pengenalan lingkungan kerja Pengenalan dari berbagai bahaya dan risiko
kesehatan dilingkungan kerja biasanya pada waktu survai pendahuluan
dengan cara melihat dan mengenal ("walk-through survey"), yang salah satu
langkah dasar yang pertama-tama harus dilakukan dalam upaya program
kesehatan kerja. Beberapa diantara bahaya dan resiko tersebut dapat
denganmudah dikenali, seperti masalah kebisingan disuatu tempat, bilamana
sebuah percakapan sulit untuk didengar, atau masalah panas disekitar tungku
pembakaran atau peleburan yang dengan segara dapat kita rasakan.
Beberapa hal lainnya yang tidak jelas atau sulit untuk dikenali seperti zat-
zat kimia yang berbentuk dari suatu rangkaian proses produksi tanpa adanya
tanda-tanda sebelumnya. Untuk dapat mengenal bahaya dan resiko
lingkungan kerja dengan baik dan tepat, sebelum dilakukan survai
pendahuluan perlu didapatkan segala informasi mengenai proses dan cara
kerja yang digunakan, bahan baku dan bahan tambahan lainnya, hasil antara
hasil akhir hasil sampingan serta limbah yang dihasilkan.
Kemungkinan terbentuknya zat-zat kimia yang berbahaya secara tak
terduga perlu pula dipertimbangkan. Hal-hal lain yang harus diperhatikan
pula yaitu efek-efek terhadap kesehatan dari semua bahaya-bahaya
dilingkungan kerja termasuk pula jumlah pekerja yang potensial terpapar,
sehingga langkah yang ditempuh, evaluasi serta pengendaliannya dapat
dilakukan sesuai dengan prioritas kenyataan yang ada.

Evaluasi Lingkungan kerja  menguatkan dugaan adanya zat/bahan yang


berbahaya dilingkungan kerja, menetapkan karakteristik-karakteristiknya
serta memberikan gambaran cakupan besar dan luasnya pemajanan. Tingkat
pemajanan dari zat/bahan yang berbahaya dilingkungan kerja yang terkendali
selama survai pendahuluan harus ditentukan secara kualitatif dan atau
kuantitatif, melalui berbagai teknik misalnya pengukuran kebisingan,
penentuan indeks tekanan panas, pengumpulan dan analisis dari sampel udara
untuk zat-zat kimia dan partikelpartikel (termasuk ukuran partikel) dan lain-
lain. Hanya setelah didapatkan gambaran yang lengkap dan menyeluruh dari
proses pemajanan kemudian dapat dibandingkan dengan standar kesehatan
kerja yang berlaku, maka penilaian dari bahaya atau risiko yang sebenarnya
terdapat dilingkungan kerja yang telah tercapai.

Pengendalian lingkungan kerja dimaksudkan untuk mengurangi atau


menghilangkan pemajanan terhadap zat atau bahan yang berbahaya
dilingkungan kerja. kedua tahapan sebelumnya pengenalan dan evaluasi,
tidak dapat menjamin sebuah lingkungan kerja yang sehat. Jadi hal ini hanya
dapat dicapai dengan teknologi pengendalian yang adekuat untuk mencegah
efek kesehatan yang merugikan dikalangan para pekerja. Walaupun setiap
kasus mempunyai keunikan masing-masing, terdapat prinsip-prinsip dasar
teknologi pengendalian yang dapat diterapkan, baik secara sendiri maupun
dalam bentuk kombinasi, terhadap sejumlah besar situasi tempat kerja untuk
memulainya ada beberapa pertanyaan yang perlu dikemukakan, dan
jawabanya diharapkan dapat memberi pedoman terhadap jenis teknologi
pengendalian yang paling tepat dan mungkin untuk dilaksanakan.
PENGKAJIAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

E. INTI KOMUNITAS
Keperawatan komunitas adalah suatu dalam keperawatan yang
merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat
dengan dukungan peran serta aktif masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat dengan menekankan
kepada peningkatan peran serta masyarakat dalam melakukan upaya
promotif dan perventif dengan tidak melupakan tindakan kuratif dan
rehabilitatif sehingga diharapkan masyarakat mampu mengenal,
mengambil keputusan dalam memelihara kesehatannya (Mubarak, 2011).
Selain menjadi subjek, masyarakat juga menjadi objek yaitu
sebagai klien yang menjadi sasaran dari keperawatan kesehatan
komunitas terdiri dari individu dan masyarakat. Berdasarkan pada model
pendekatan totalitas individu dari Neuman (2010) dalam Anderson (2013)
untuk melihat masalah pasien, model komunitas sebagai klien
dikembangkan untuk menggambarkan batasan keperawatan kesehatan
masyarakat sebagai sintesis kesehatan masyarakat dan keperawatan.
Model tersebut telah diganti namanya menjadi model komunitas sebagai
mitra, untuk menekankan filosofi pelayanan kesehatan primer yang
menjadi landasannya.

LINGKUNGAN
1. Tingkat individu

Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila


individu tersebut mempunyai masalah kesehatan maka perawat akan
memberikan asuhan keperawatan pada individu tersebut. Pelayanan
pada tingkat individu dapat dilaksanakan pada rumah atau puskesmas,
meliputi penderita yang memerlukan pelayanan tindak lanjut yang
tidak mungkin dilakukan asuhan keperawatan di rumah dan perlu
kepuskesmas, penderita resiko tinggi seperti penderita penyakit
demam darah dan diare. Kemudian individu yang memerlukan
pengawasan dan perawatan berkelanjutan seperti ibu hamil, ibu
menyusui, bayi dan balita.
2. Tingkat keluarga
Keperawatan kesehatan komunitas melalui pendekatan
keperawatan keluarga memberikan asuhan keperawatan kepada
keluarga yang mempunyai masalah kesehatan terutama keluarga
dengan resiko tinggi diantaranya keluarga dengan sosial ekonomi
rendah dan keluarga yang anggota keluarganya menderita penyakit
menular dan kronis. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan unit
utama masyarakat dan lembaga yang menyakut kehidupan
masyarakat. Dalam pelaksanaannya, keluarga tetap juaga berperan
sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan
anggotanya.
3. Tingkat komunitas
Keperawatan kesehatan komunitas di tingkat masyarakat
dilakukan dalam lingkup kecil sampai dengan lingkup yang luas
didalam suatu wilayah kerja puskesmas. Pelayanan ditingkat
masyarakat dibatasi oleh wilayah atau masyarakat yang mempunyai
ciri-ciri tertentu misalnya kebudayaan, pekerjaan, pendidikan dan
sebagainya. Asuhan keperawatan komunitas diberikan dengan
memandang komunitas sebagai klien dengan strategi intervensi
keperawatan komunitas yang mencakup tiga aspek yaitu primer,
sekunder dan tertier melalui proses individu dan kelompok dengan
kerja sama lintas sektoral dan lintas program. Pelayanan yang
diberikan oleh keperawatan komunitas mencakup kesehatan
komunitas yang luas dan berfokus pada pencegahan yang terdiri dari
tiga tingkat yaitu:
a. Pencegahan primer
Pelayanan pencegahan primer ditunjukkan kepada penghentian
penyakit sebelum terjadi karena itu pencegahan primer mencakup
peningkatan derajat kesehatan secara umum dan perlindungan
spesifik. Promosi kesehatan secara umum mencakup pendidikan
kesehatan baik pada individu maupun kelompok.
Pencegahan primer juga mencakup tindakan spesifik yang
melindungi individu melawan agen-agen spesifik misalnya
tindakan perlindungan yang paling umum yaitu memberikan
imunisasi pada bayi, anak balita dan ibu hamil, penyuluhan gizi
bayi dan balita.

PELAYANAN KESEHATAN

b. Pencegahan sekunder
Pelayanan pencegahan sekunder dibuat untuk menditeksi
penyakit lebih awal dengan mengobati secara tepat. Kegiatan-
kegiatan yang mengurangi faktor resiko dikalifikasikansebagai
pencegahan sekunder misalnya memotivasi keluarga untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui
posyandu dan puskesmas.
c. Pencegahan tersier
Mencakup pembatasan kecacatan kelemahan pada
seseorang dengan stadium dini dan rehabilitasi pada orang yang
mengalami kecacatan agar dapat secara optimal berfungsi sesuai
dengan kemampuannya, misalnya mengajarkan latihan fisik pada
penderita patah tulang. Selanjutnya agar dapat memberikan arahan
pelaksanaan kegiatan, berikut ini diuraikan falsafah keperawatan
komunitas dan pengorganisasian masyarakat (Mubarak, 2011):
1) Falsafah Keperawatan
Kesehatan Komunitas Keperawatan kesehatan
komunitas merupakan pelayanan yang memberikan perhatian
terhadap pengaruh lingkungan (bio-psiko-sosio-kultural-
spiritual) terhadap kesehatan masyarakat dan memberikan
prioritas pada strategi pada pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan. Falsafah yang melandasi yang
mengacu pada paradigma keperawatan secar umum dengan
empat komponen dasar yaitu; manusia, kesehatan, lingkungan
dan keperawatan.

2) Pengorganisasian masyarakat
Tiga model pengorganisasian masyarakat menurut
Rothman meliputi peran serta masyarakat (localiti
developmen), perencanaan sosial melalui birokrasi pemerintah
(social developmant) dan aksi sosial berdasarkan kejadian saat
itu (social action) (Mubarak, 2011). Pelaksanaan
pengorganisasian masyarakat dilakukan melalui tahapan-
tahapan berikut:
a) Tahap persiapan Dilakukan dengan memilih area atau
daerah yang menjadi prioritas, menentukan cara untuk
berhubungan dengan masyarakat , mempelajari dan
bekerjasama dengan masyarakat.
b) Tahap pengorganisasian Dengan persiapan pembentukan
kelompok dan penyesuaian dengan pola yang ada
dimasyarakat dengan pembentukan kelompok kerja
kesehatan.
c) Tahap pendidikan dan pelatihan Melalui kegiatan-kegiatan
pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat melalui
pengkajian, membuat pelayanan keperawatan langsung
pada individu, keluarga dan masyarakat.
d) Tahap formasi kepemimpinan Memberikan dukungan
latihan dan mengembangkan keterampialan yang
mengikuti perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan
pengawasan kegiatan pendidikan kesehatan.
e) Tahap koordinasi Kerjasama dengan sektor terkait dalam
upaya memandirikan masyarakat
f) Tahap akhir Suverpisi bertahap dan diakhiri dengan
evaluasi dan pemberian umpan balik dan masing-masing
evaluasi untuk perbaikan untuk kegiatan kelompok
kesehatan kerja selanjutnya.

F. Konsep Keperawaatan Komunitas


1. Definisi
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang
mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang
merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas,
dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Sumijatun, 2010).
Misalnya di dalam kesehatan di kenal kelompok ibu hamil, kelompok
ibu menyusui, kelompok anak balita, kelompok lansia, kelompok
masyarakat dalam suatu wilayah desa binaan dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam kelompok masyarakat ada masyarakat petani,
masyarakat pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan
sebagainya (Mubarak, 2011).
Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan
yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan
masyarakat (public health) dengan dukungan peran serta masyarakat
secara aktif serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif
secara berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan
rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh
melalui proses keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan
fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri
dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2011). Proses keperawatan
komunitas merupakan metode asuhan keperawatan yang bersifat
alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan dalam
rangka memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok
serta masyarakat melalui langkah-langkah seperti pengkajian,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan (Wahyudi,
2010).

2. Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas


a. Tujuan keperawatan komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk
pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-
upaya sebagai berikut.
1) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap
individu, keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks
komunitas.
2) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat
(health general community) dengan mempertimbangkan
permasalahan atau isu kesehatan masyarakat yang dapat
memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat mempunyai kemampuan untuk:
1) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami
2) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah
tersebut
3) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan
4) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi
5) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka
hadapi, yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam
memelihara kesehatan secara mandiri (self care).
b. Fungsi keperawatan komunitas
1) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan
ilmiah bagi kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam
memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan.
2) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai
dengan kebutuhannya dibidang kesehatan.
3) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan
pemecahan masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta
melibatkan peran serta masyarakat.
4) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan
dengan permasalahan atau kebutuhannya sehingga
mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada
akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan (Mubarak,
2011).

3. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas


Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
a. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit,
tentunya setelah belajar dari pengalaman sebelumnya, selain
faktor pendidikan/pengetahuan individu, media masa, Televisi,
penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan sebagainya.
Begitu juga dengan masalah kesehatan di lingkungan sekitar
masyarakat, tentunya gambaran penyakit yang paling sering
mereka temukan sebelumnya sangat mempengaruhi upaya
penangan atau pencegahan penyakit yang mereka lakukan. Jika
masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat individual tidak
akan mampu mencegah, apalagi memberantas penyakit tertentu,
maka mereka telah melakukan pemecahan-pemecahan masalah
kesehatan melalui proses kelompok.
b. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku
yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar
proses transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan
pula seperangkat prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi
adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok atau
masyarakat sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan
menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun
WHO yaitu ”meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik fisik,
mental dan sosialnya; sehingga produktif secara ekonomi maupun
secara sosial.
c. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam
lingkungan masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan
menjadi ancaman bagi lingkungan masyarakat luas. Oleh karena
itu, kerja sama sangat dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan
asuhan keperawatan komunitas melalui upaya ini berbagai
persoalan di dalam lingkungan masyarakat akan dapat diatasi
dengan lebih cepat.
4. Pusat Kesehatan Komunitas
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan komunitas dapat
dilakukan di:
a. Sekolah atau Kampus
Pelayanan keperawatan yang diselenggarakan meliputi
pendidikan pencegahan penyakit, peningkatan derajat kesehatan
dan pendidikan seks. Selain itu perawata yang bekerja di sekolah
dapat memberikan perawatan untuk peserta didik pada kasus
penyakit akut yang bukan kasus kedaruratan misalnya penyakit
influensa, batu dll. Perawat juga dapat memberikan rujukan pada
peserta didik dan keluarganya bila dibutuhkan perawatan
kesehatan yang lebih spesifik.
b. Lingkungan kesehatan kerja
Beberapa perusahaan besar memberikan pelayanan
kesehatan bagi pekerjanya yang berlokasi di gedung perusahaan
tersebut. Asuhan keperawatan di tempat ini meliputi lima bidang.
Perawatan menjalankan program yang bertujuan untuk:
1) Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dengan
mengurangi jumlah kejadian kecelakaan kerja
2) Menurunkan resiko penyakit akibat kerja
3) Mengurangi transmisi penyakit menular anatar pekerja
4) Memberikan program peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, dan pendidikan kesehatan.
5) Mengintervensi kasus-kasus lanjutan non kedaruratan dan
memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan (Mubarak,
2011).
c. Lembaga perawatan kesehatan di rumah
Klien sering kali membutuhkan asuhan keperawatan
khusus yang dapat diberikan secara efisien di rumah. Perawat di
bidang komunitas juga dapat memberikan perawatan kesehatan di
rumah misalnya: perawata melakukan kunjungan rumah, hospice
care, home care dll. Perawat yang bekerja di rumah harus
memiliki kemampuan mendidik, fleksibel, berkemampuan, kreatif
dan percaya diri, sekaligus memiliki kemampuan klinik yang
kompeten.
d. Lingkungan kesehatan kerja lain
Terdapat sejumlah tempat lain dimana perawat juga dapat
bekerja dan memiliki peran serta tanggungjawab yang bervariasi.
Seorang perawat dapat mendirikan praktek sendiri, bekerja sama
dengan perawata lain, bekerja di bidang pendididkan, penelitian,
di wilayah binaan, puskesmas dan lain sebagainya. Selain itu,
dimanapun lingkungan tempat kerjanya, perawat ditantang untuk
memberikan perawatan yang berkualitas (Mubarak, 2011).

G. Peran Perawat Komunitas


Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan
masyarakat diantaranya adalah:
a. Penyedia pelayanan (Care provider)
Memberikan asuhan keperawatan melalui mengkaji masalah
keperawatan yang ada, merencanakan tindakan keperawatan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan mengevaluasi pelayanan
yang telah diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
b. Pendidik dan konsultan (Educator and Counselor)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik di rumah, puskesmas, dan di
masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku
sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan
dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan
mengatasi tatanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun
hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan
perkembangan seseorang. Di dalamnya diberikan dukungan emosional
dan intelektual.
Proses pengajaran mempunyai 4 komponen yaitu : pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini sejalan dengan proses
keperawatan dalam fase pengkajian seorang perawat mengkaji
kebutuhan pembelajaran bagi pasien dan kesiapan untuk belajar.
Selama perencanaan perawat membuat tujuan khusus dan strategi
pengajaran. Selama pelaksanaan perawat menerapkan strategi
pengajaran dan selama evaluasi perawat menilai hasil yang telah
didapat (Mubarak, 2011).
c. Role Model
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh
yang baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat
yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.
d. Advokasi (Advocate)
Pembelaan dapat diberikan kepada individu, kelompok atau
tingkat komunitas. Pada tingkat keluarga, perawat dapat menjalankan
fungsinya melalui pelayanan sosial yang ada dalam masyarakat.
Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan
termasuk di dalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien,
memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien
(Mubarak, 2011).
Tugas perawat sebagai pembela klien adalah bertanggung
jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan
informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan
informasi hal lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan
(Informed Concent) atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepadanya. Tugas yang lain adalah mempertahankan dan melindungi
hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di
rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan
(Mubarak, 2011).
e. Manajer kasus (Case Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola
berbagai kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat
sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya.
f. Kolaborator
Peran perawat sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan
cara bekerjasama dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli
gizi, ahli radiologi, dan lain-lain dalam kaitannya membantu
mempercepat proses penyembuhan klien. Tindakan kolaborasi atau
kerjasama merupakan proses pengambilan keputusan dengan orang
lain pada tahap proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat
penting untuk merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan
(Mubarak, 2011).
g. Perencana tindak lanjut (Discharge Planner)
Perencanaan pulang dapat diberikan kepada klien yang telah
menjalani perawatan di suatu instansi kesehatan atau rumah sakit. 
Perencanaan ini dapat diberikan kepada klien yang sudah mengalami
perbaikan kondisi kesehatan.
h. Penemu masalah kesehatan (Case Finder)
Melaksanakan monitoring  terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
menyangkut masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang
timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan
rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.
i. Koordinator pelayanan kesehatan (Coordinator of Services)
Peran perawat sebagai koordinator antara lain mengarahkan,
merencanakan dan mengorganisasikan pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada klien. Pelayanan dari semua anggota tim kesehatan,
karena klien menerima pelayanan dari banyak profesional (Mubarak,
2011).
j. Pembawa perubahan atau pembaharu dan pemimpin (Change Agent
and Leader)
Pembawa perubahan adalah seseorang atau kelompok yang
berinisiatif merubah atau yang membantu orang lain membuat
perubahan pada dirinya atau pada sistem. Marriner torney
mendeskripsikan pembawa peubahan adalah yang
mengidentifikasikan masalah, mengkaji motivasi dan kemampuan
klien untuk berubah, menunjukkan alternative, menggali
kemungkinan hasil dari alternatif, mengkaji sumber daya,
menunjukkan peran membantu, membina dan mempertahankan
hubungan membantu, membantu selama fase dari proses perubahan
dan membimbing klien melalui fase-fase ini (Mubarak, 2011).
Peningkatan dan perubahan adalah komponen essensial dari
perawatan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat
membantu klien untuk merencanakan, melaksanakan dan menjaga
perubahan seperti : pengetahuan, keterampilan, perasaan dan perilaku
yang dapat meningkatkan kesehatan (Mubarak, 2011).
k. Pengidentifikasi dan pemberi pelayanan komunitas (Community Care
Provider and Researcher)
Peran ini termasuk dalam proses pelayanan asuhan
keperawatan kepada masyarakat yang meliputi pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi masalah kesehatan dan
pemecahan masalah yang diberikan. Tindakan pencarian atau
pengidentifikasian masalah kesehatan yang lain juga merupakan
bagian dari peran perawat komunitas.

H. Asuhan Keperawatan Komunitas


Keperawatan komunitas merupakan suatu bidang khusus
keperawatan yang merupakan gabungan dari ilmu keperawatan, ilmu
kesehatan masyarakat dan ilmu sosial yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada individu, keluarga,
kelompok khusus dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit
(mempunyai masalah kesehatan/keperawatan), secara komprehensif
melalui upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif
dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat secara terorganisir
bersama tim kesehatan lainnya untuk dapat mengenal masalah kesehatan
dan keperawatan yang dihadapi serta memecahkan masalah-masalah yang
mereka miliki dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
sesuai dengan hidup sehat sehingga dapat meningkatkan fungsi kehidupan
dan derajat kesehatan seoptimal mungkin dan dapat diharapkan dapat
mandiri dalam memelihara kesehatannya (Chayatin, 2011).
Menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
dan melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan
profesional yang merupakan perpaduan antara konsep kesehatan
masyarakat dan konsep keperawatan yang ditujukan pada seluruh
masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi (Efendi,
2012).
Keperawatan komunitas merupakan Pelaksanaan keperawatan
komunitas dilakukan melalui beberapa fase yang tercakup dalam proses
keperawatan komunitas dengan menggunakan pendekatan pemecahan
masalah yang dinamis. Fase-fase pada proses keperawatan komunitas
secara langsung melibatkan komunitas sebagai klien yang dimulai dengan
pembuatan kontrak/partner ship dan meliputi pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi (Efendi, 2010). Asuhan
keperawatan yang diberikan kepada komunitas atau kelompok adalah
(Mubarak, 2011):
a. Pengkajian
Pengkajian merupakan upaya pengumpulan data secara
lengkap dan sistematis terhadap mesyarakat untuk dikaji dan
dianalisis sehingga masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat
baik individu, keluarga atau kelompok yang menyangkut permasalah
pada fisiologis,
psikologis, sosial ekonomi, maupun spiritual dapan ditentukan.
1) Pengumpulan Data Hal yang perlu dikaji pada komunitas atau
kelompok antara lain :
a) Inti (Core) meliputi : Data demografi kelompok atau
komunitas yang terdiri atas usia yang beresiko, pendidikan,
jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, keyakinan, serta
riwayat
timbulnya kelompok atau komunitas.
b) Mengkaji 8 subsistem yang mempengaruhi komunitas, antara
lain:
i. Perumahan, bagaimana penerangannya, sirkulasi,
bagaimana kepadatannya karena dapat menjadi stresor
bagi penduduk
ii. Pendidikan komunitas, apakah ada sarana pendidikan
yang dapat digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat
iii. Keamanan dan keselamatan, bagaimana keselamatan
dan keamanan tempat tinggal, apakah masyarakat
merasa nyaman atau tidak, apakag sering mengalami
stres akibat keamanan dan keselamatan yang tidak
terjamin
iv. Kualiti dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan,
apakah cukup menunjang, sehingga memudahkan
masyarakat mendapatkan pelayanan di berbagai bidang
termasuk kesehatan
v. Pelayanan kesehatan yang tesedia, untuk diteksi dini
atau memantau gangguan yang terjadi
vi. Pelayanan kesehatan yang tersedia, untuk melakukan
deteksi dini dan merawat atau memantau gangguan
yang terjadi
vii. Sistem komunikasi, serta komunikasi apa saja yang
dapat dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan
pengetahuan yang terkait dengan gangguan penyakit
viii. Sistem ekonomi, tingkat sosial ekonomi masyarakat
secara keseluruhan, apakah pendapatan yang terima
sesuai dengan Upah Minimum Registrasi (UMR) atau
sebaliknya.
ix. Rekreasi, apakah tersedia sarana rekreasi, kapan saja
dibuka, apakah biayanya dapat dijangkau masyarakat.
2) Jenis Data
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari data subjektif
dan data objektif (Mubarak, 2011):
a) Data Subjektif Yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau
masalah yang dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok,
dan komunitas, yang diungkapkan secara langsung melalui
lisan.
b) Data Objektif Data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan,
pengamatan dan pengukuran
c) Sumber Data
i. Data primer
Data yang dikumpulkan oleh pengkaji dari
individu,keluarga, kelompok, masyarakat berdasarkan
hasil pemeriksaan atau pengkajian.
ii. Data sekunder
Data yang diperoleh dari sumber lain yang
dapat dipercaya, misalnya: kelurahan, catatan riwayat
kesehatan pasien atau medical record.
3) Cara Pengumpulan Data
a) Wawancara yaitu: kegiatan timbale balik berupa Tanya jawab
b) Pengamatan yaitu: melakukan observasi dengan panca indra
c) Pemeriksaan fisik: melakukan pemeriksaan pada tubuh
individu
d) Pengelolaan Data
i. Klasifikasi data atau kategorisasi data
ii. Perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan
telly
iii. Tabulasi data
iv. Interpretasi data
e) Analisa Data
Kemampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan
data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat
diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang dihadapi
oleh masyarakat apakah itu masalah kesehatan atau masalah
keperawatan.
f) Penentuan Masalah atau Perumusan Masalah Kesehatan
Berdasarkan analisa data dapat diketahui masalah kesehatan
dan masalah keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat
sehingga dapat dirumuskan masalah kesehatan.
g) Prioritas Masalah Prioritas masalah dapat ditentukan
berdasarkan hierarki kebutuhan Abraham H Maslow:
i. Keadaan yang mengancam kehidupan
ii. Keadaan yang mengancam kesehatan
iii. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan

b. Diagnosa Keperawatan
Kesehatan Diagnosis keperawatan ialah respon individu pada
masalah kesehatan baik yang actual maupun potensial. Diagnose
keperawatan komunitas akan memberikan gambaran tentang masalah
dan status kesehatan masyarakat baik yang nyata dan yang mungkin
terjadi. Diagnosa ditegakkan berdasarkan tingkat rekreasi komunitas
terhadap stresor yang ada. Selanjutnya dirumuskan dalam tiga
komponen, yaitu problem/masalah (P), etiology atau penyebab (E),
dan symptom atau manifestasi/data penunjang (S) (Mubarak, 2011).
c. Perencanaan/Intervensi
1) Perencanaan keperawatan merupakan penyusunan rencana
tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi
masalah sesuai dengan diagnosis keprawatan yang sudah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.
Perencanaan intervensi yang dapat dilakukan berkaitan dengan
diagnosa keperawatan komunitas yang muncul diatas adalah
(Mubarak, 2011):
2) Lakukan pendidikan kesehatan tentang penyakit
3) Lakukan demonstrasi ketrampilan cara menangani penyakit
4) Lakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan penyakit
5) Lakukan kerja sama dengan ahli gizi dalam mennetukan diet yang
tepat
6) Lakukan olahraga secara rutin
7) Lakukan kerja sama dengan pemerintah atau aparat setempat
untuk memperbaiki lingkungan komunitas
8) Lakukan rujukan ke rumah sakit bila diperlukan
d. Pelaksanaan/Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun. Dalam pelaksanaannya tindakan
asuhen keperawatan harus bekerjasama dengan angoota tim kesehatan
lain dalam hal melibatkan pihak puskesmas, bidan desa, dan anggota
masyarakat (Mubarak, 2011). Perawat bertanggung jawab dalam
melaksanakan tindakan yang telah direncanakan yang bersifat (Efendi,
2009), yaitu:
1) Bantuan untuk mengatasi masalah gangguan penyakit
2) Mempertahankan kondisi yang seimbang dalam hal ini perilaku
hidup sehat dan melaksanakan upaya peningkatan kesehatan
3) Mendidik komunitas tentang perilaku sehat untuk mencegah
gangguan penyakit
4) Advocat komunitas yang sekaligus memfasilitasi terpenuhinya
kebutuhan komunitas
e. Penilaian/Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan
membandingkan antara proses dengan dengan pedoman atau rencana
proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan tingkat kemandirian masyarakat dalam perilaku
kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan masyarakat komunitas
dengan tujuan yang sudah ditentukan atau dirumuskan sebelumnya
(Mubarak, 2011). Adapun tindakan dalam melakukan evaluasi adalah:
1) Menilai respon verbal dan nonverbal komunitas setelah dilakukan
intervensi.
2) Menilai kemajuan oleh komunitas setelah dilakukan intervensi
keperawatan.
3) Mencatat adanya kasus baru yang dirujuk ke rumah sakit.

I. Teori Perubahan Komunitas


1. Teori Redin
Menurut Redin sedikitnya ada empat hal yang harus di lakukan
seorang manajer sebelum melakukan perubahan, yaitu :
a. Ada perubahan yang akan dilakukan
b. Apa keputusan yang dibuat dan mengapa keputusan itu dibuat
c. Bagaimana keputusan itu akan dilaksanakan
d. Bagaimana kelanjutan pelaksanaannya
Redin juga mengusulkan tujuh teknik untuk mencapai
perubahan :
a. Diagnosis
b. Penetapan objektif bersama
c. Penekanan kelompok
d. Informasi maksimal
e. Diskusi tentang pelaksanaan
f. Penggunaan upacara ritual
Intervensi penolakan tiga teknik pertama dirancang bagi
orang-orang yang akan terlibat atau terpengaruh dengan perubahan.
Sehingga diharapkan mereka mampu mengontrol perubahan tersebut.
2. Teori roger (1962 )
Roger (1962) mengembangkan teori dari Lewin (1951) tentang
3 tahap perubahan dengan menekankan pada latar belakang individu
yang terlibat dalam perubahan dan lingkungan di mana perubahan
tersebut dilaksanakan. Roger (1962) menjelaskan 5 tahap dalam
perubahan,yaitu: kesadaran,keinginan,evaluasi,mencoba, dan
penerimaan atau dikenal juga sebagai AIETA (Awareness, Interest,
Evaluation, Trial, Adoption).
Roger (1962) percaya bahwa proses penerimaan terhadap
perubahan lebih kompleks dari pada 3 tahap yang dijabarkan Lewin
(1951). Terutama pada setiap individu yang terlibat dalam proses
perubahan dapat menerima atau menolaknya. Meskipun perubahan
dapat diterima, mungkin saja suatu saat akan ditolak setelah
perubahan tersebut dirasakan sebagai hal yang menghambat
keberadaanya.
Roger mengatakan bahwa perubahan yang efektif tergantung
individu yang terlibat, tertarik, dan berupaya untuk selalu berkembang
dan maju serta mempunyai suatu komitmen untuk bekerja dan
melaksanakannya
3. Teori lipitts (1973)
Lippit (1973) mendefinisikan perubahan sebagai sesuatu yang
direncanakan atau tidak direncanakan terhadap status quo dalam
individu, situasi atau proses, dan dalam perencanaan perubahan yang
diharapkan, disusun oleh individu, kelompok, organisasi atau sistem
sosial yang memengaruhi secara langsung tentang status quo,
organisasi lain, atau situasi lain.
Lippit (1973) menekankan bahwa tidak seorang pun bisa lari
dari perubahan. Pertanyaannya adalah bagaimana seseorang mengatasi
perubahan. Kunci untuk menghadapi perubahan tersebut menurut
Lippit (1973) adalah mengidentifikasi 7 tahap dalam proses
perubahan:
a. Tahap 1: Menentukan masalah
Pada tahap ini, setiap individu yang terlibat dalam
perubahan harus membuka diri dan menghindari keputusan
sebelum semua fakta dapat dikumpulkan. Individu yang terlibat
juga harus sering berpikir dan mengetahui apa yang salah serta
berusaha menghindari data -data yang dianggap tidak sesuai.
Semakin banyak informasi tentang perubahan dimiliki seorang
manajer, maka semakin akurat data yang dapat diidentifikasi
sebagai masalah. Semua orang yang mempunyai kekuasaan, harus
diikutkan sedini mungkin dalam proses perubahan tersebut,
karena setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk selalu
menginformasikan tentang fenomena yang terjadi.
b. Tahap 2: Mengkaji motivasi dan kapasitas perubahan
Perubahan merupakan sesuatu yang mudah, tetapi
perubahan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang lebih baik
akan memerlukan kerja keras dan komitmen yang tinggi dari
semua orang yang terlibat di dalamnya. Pada tahap ini, semua
orang yang terlibat dan lingkungan yang tersedia harus dikaji
tentang kemampuan, hambatan yang mungkin timbul, dan
dukungan yang akan diberikan.Mengingat mayoritas praktik
keperawatan berada pada suatu organisasi/instansi, maka struktur
organisasi harus dikaji apakah peraturan yang ada, kebijakan,
budaya organisasi, dan orang yang terlibat akan membantu proses
perubahan atau justru menghambatnya. Fokus perubahan pada
tahap ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung
dan menghambat terhadap proses perubahan tersebut.
c. Tahap 3: Mengkaji motivasi change agent dan sarana yang
tersedia
Pada tahap ini, diperlukan suatu komitmen dan motivasi
manajer dalam proses perubahan.Pandangan manajer tentang
perubahan harus dapat diterima oleh staf dan dapat dipercaya.
Manajer harus mampu menunjukkan motivasi yang tinggi dan
keseriusan dalam pelaksanaan perubahan dengan selalu
mendengarkan masukan-masukan dari staf dan selalu mencari
solusi yang terbaik.
d. Tahap 4: Menyeleksi tujuan perubahan
Pada tahap ini, perubahan harus sudah disusun sebagai
suatu kegiatan secara operasional,terorganisasi, berurutan, kepada
siapa perubahan akan berdampak, dan kapan waktu yang tepat
untuk dilaksanakan. Untuk itu diperlukan suatu target waktu dan
perlu dilakukan ujicoba sebelum menentukan efektivitas
perubahan.
e. Tahap 5: Memilih peran yang sesuai dilaksanakan oleh agen
pembaharu
Pada tahap ini, perlu ada suatu pemilihan seorang
pemimpin atau manajer yang ahli dan sesuai di bidangnya.
Manajer tersebut akan dapat memberikan masukan dan solusi
yang terbaik dalam perubahan serta dia bisa berperan sebagai
seorang “mentor yang baik.” Perubahan akan berhasil dengan baik
apabila antara manajer dan staf mempunyai pemahaman yang
sama dan memiliki kemampuan dalam melaksanakan perubahan
tersebut.
f. Tahap 6: Mempertahankan perubahan yang telah dimulai
Sekali perubahan sudah dilaksanakan, maka harus
dipertahankan dengan komitmen yang ada.Komunikasi harus
terbuka dan terus diinformasikan supaya setiap pertanyaan yang
masuk dan permasalahan yang terjadi dapat diambil solusi yang
terbaik oleh kedua belah pihak.
g. Tahap 7: Mengakhiri bantuan
Selama proses mengakhiri perubahan, maka harus selalu
diikuti oleh perencanaan yang berkelanjutan dari seorang manajer.
Hal ini harus dilaksanakan secara bertahap supaya individu yang
terlibat mempunyai peningkatan tanggung jawab dan dapat
mempertahankan perubahan yang telah terjadi. Manajer harus
terus-menerus bersedia menjadi konsultan dan secara aktif terus
terlibat dalam perubahan
4. Teori Havelock
Teori ini merupakan modifikasi dari teori Lewin dengan
menekankan perencanaan yang akan mempengaruhi perubahan. Enam
tahap sebagai perubahan menurut Havelock.
a. Membangun suatu hubungan
b. Mendiagnosis masalah
c. Mendapatkan sumber-sumber yang berhubungan
d. Memilih jalan keluar
e. Meningkatkan penerimaan
f. Stabilisasi dan perbaikan diri sendiri
5. Teori Spradley
Spradley menegaskan bahwa perubahan terencana harus secara
konstan dipantau untuk mengembangkan hubungan yang bermanfaat
antara agen berubah dan sistem berubah. Berikut adalah langkah dasar
dari model Spradley.
a. Mengenali gejala
b. Mendiagnosis masalah
c. Menganalisa jalan keluar
d. Memilih perubahan
e. Merencanakan perubahan
f. Melaksanakan perbahan
g. Mengevaluasi perubahan
h. Menstabilkan perubahan
Tabel 1. Perbandingan Teori Perubahan
No Redin Lewin Lippit Rogers Havelock Spradley
1 Diagnosa Unfreezi Mendiagnosa Kesadara Membangun Mengenali
ng masalah n hubungan masalah
2 Penetapa Mengkaji Mendiagnosa Mendiagnos
n tujuan motivasi dan masalah a
bersama kemampuan menganalisa
untuk berubah jalan keluar
3 Penekana Moving Mengkaji Minat Mendapatkan Memilih
n motivasi evaluasi sumber yang perubahan
kelompok denga sumber percobaa berhubungan
agen berubah n
4 Informasi Menyeleksi Memilih Merencanak
maksimal objek akhir jalan an
perubahan perubahan
yang progresif
5 Diskusi Memilih peran Melaksanak
tentang yang sesuai an
penatalak untuk agen perubahan
sanaan berubah
6 Pengguna Mempertahan Meningkatka Mengevalua
an upaya kan perubahan n penerimaan si perubahan
ritual
7 Intervensi Refreezin Mengakhiri Adopsi Stabilisasi Menstabilka
penolaka g hubungan dan n perubahan
n saling perbaikan
membantu diri
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS

A. Pengkajian
1. Pengkajian Inti (Core)
a. Riwayat atau sejarah perkembangan komunitas

Teknik Pengkajian Hal yang dikaji


Wawancara Riwayat wilayah RT 04 RW 02 Desa Debegan
(TOMA, TOGA) dahulu merupakan salah satu daerah kumuh yang
Data Sekunder
terletak di dekat sungai Bengawan Solo. Dahulu
tidak terdapat sanitasi yang baik dan merupakan RT
dengan tingkat kepadatan penduduk nomer 2
setelah RT 05 di wilayah RW 02. Usia penduduk
mayoritas 50 tahun keatas dan berprofesi sebagai
buruh di pabrik.

b. Data demografi

Jenis Kelamin
Perempuan
Laki-laki
Usia
Lansia
13% Balita
Pertengahan 6%
40% Remaja
23%

Dewasa
18%

Agama
Islam
Katholik

Pendidikan
SMA SMP SD PT
7%
12%
51%
30%

Teknik Pengkajian Hal yang dikaji


Data Sekunder 1. Usia
(angket, KK) Balita : 17
Remaja : 66
Dewasa : 52
Pertengahan : 116
Lansia : 37
2. Jenis Kelamin
Laki-laki : 48,5% (184 orang)
Perempuan :52,1% (196 orang)
3. Suku Bangsa : Jawa
4. Agama : Islam 90%, Katholik 10%
5. Tingkat Pendidikan : status pendidikan di
RT 04 mayoritas SMP-SMA

c. Statistik vital

Teknik Pengkajian Hal yang dikaji


Data Primer Berdasarakan hasil pengkajian melalui angket
(Angket) didapatkan hasil :
- mayoritas warga mengalami masalah
kesehatan hipertensi, DM dan Stroke. Dan
sebagian kecil hanya mengalami masalah
kesehatan seperti batuk dan flu.
- lansia mengatakan tidak tahu bagaimana
menjaga kesehatan dan cara menangani
penyakit seperti : hipertensi, dan diabetes
mellitus.
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan hasil :
- Ketua Kader RW 02 mengatakan dari
jumlah penduduk orang dewasa mayoritas
mempunyai riwayat HT .
- Warga RT 04 mengatakan belum dilakukan
senam rutin hipertensi
Data Sekunder
(catatan medis
Puskesmas)
JENIS PENYAKIT
HIPERTENSI FLU STROKE DM
25%
50%
15%

10%

2. Pengkajian sub-sistem komunitas


a. Lingkungan

Teknik Pengkajian Hal yang dikaji


Data Primer - Keadaan lingkungan rumah mayoritas
- Observasi kurang bersih dan ada beberapa yang
- Wawancara bersih
- Keadaan perumahan cukup bersih
tidak ada genangan air
- Jarak antar rumah satu dengan yang
lain sangat dekat, tidak ada pagar
- Kualitas air bersih berasal dari sumur
dan PDAM
- Kualitas udara kurang baik dekat
dengan area pabrik dan dekat sungai
- Pengkajian sampah :
Terdapat tong sampah di setiap rumah
warga, pembuangan sampah per 3 hari
dikelola oleh petugas TPA. Tetapi
masyarakat tidak melakukan
pemilahan sampah bahkan kadang
membakarnya (5%).
- Terdapat vektor nyamuk (35%), tikus
(30%), kecoa (25%), dan kucing
(10%). Serta saat dilakukan
pemeriksaan ditemukan jentik nyamuk
pada 8 rumah warga.

BANGUNAN
PERMANEN SEMI PERMANEN

4%

96%

VEKTOR
NYAMUK TIKUS KECOA KUCING
10%

35%
25%

30%

pembuangan sampah
diambil petugas sampah dibakar

5%

95%

b. Pendidikan

Teknik Pengkajian Hal yang dikaji


Data Primer - Tidak terdapat sekolah di lingkungan RT
- Observasi 04 RW 02, sekolah terletak dikawasan
- Wawancara kelurahan dan kota
- Terdapat sekolah non formal yaitu TPQ di
masjid RT 04

c. Keamanan dan transportasi

Teknik Pengkajian Hal yang dikaji


Data Primer - Masyarakat menggunakan transportasi
- Angket/kuisi pribadi 88% dan kendaraan umum 12%
oner dalam mobilisasi
- Akses mendapatkan transportasi mudah
dekat dengan jalan raya, pasar, dan
penggunaan aplikasi online.
- Observasi - Kondisi lalulintas jalan ramai lancar dan
kondisi jalanan baik.
- Dekat dengan kantor pemadam kebakaran
dan SatpolPP
- Tidak ada alat pemadam kebakaran
- Wawancara Kondisi lingkungan sekitar warga aman.

d. Politik dan pemerintahan

Teknik Pengkajian Hal yang dikaji


Data Primer - Kegiatan politik yang ada di masyarakat :
- Wawancara - Kebijakan kesehatan oleh Puskesmas
Sibela difasilitasi oleh kader kesehatan per
RT
- Masyarakat ikut serta dalam pengambilan
keputusan melalui musyawarah warga
- Jenis pelayanan kesehatan posyandu lansia
dan balita, dilakukan sebulan sekali yang
diikuti seluruh lansia dan balita RW : 02.
- Angket - masyarakat ikut serta dalam posyandu
lansia dan balita
- ikut serta dalam kegiatan posyandu 1 kali
sebulan
- masyarakat ikut serta dalam JKN
- Observasi - Akses menuju pelayanan kesehatan mudah
dan dekat

e. Komunikasi

Teknik Pengkajian Hasil yang dikaji


Data Primer Mendapatkan informasi layanan kesehatan dari
- Angket kader posyandu
- Observasi - Perkumpulan warga melalui acara
pengajian dan PKK
- Penyebaran informasi melalui grup
whatsapp masing-masing kader

KOMUNIKASI
PERKUMPULAN RT
RW
TV
EDARAN

f. Ekonomi

Teknik Pengkajian Hasil yang dikaji


Data Primer Tingkat ekonomi rendah-menengah dengan
- Angket penghasilan rata-rata > Rp. 1.668.700,-
- Observasi Dekat dengan kawasan pabrik, pertokoan dan
dekat dengan Pasar Mojosongo
PENDAPATAN
< Rp. 1.668.700,-
> Rp. 1.668.700,-

g. Rekreasi

Teknik Pengkajian Hasil yang dikaji


Data Primer - Masyarakat sering menghabiskan waktu
- Angket luang dengan menonton TV (90%)
- Wawancara - Wilayah RT 04 RW 02 dekat dengan
Taman Jurug
- Observasi - Anak-anak bermain di tanah kosong dekat
rumah warga
- Tidak ada fasilitas rekreasi bagi warga

Rekreasi
Tidak rekreasi
10%
TV
90%

3. Persepsi

Teknik Pengkajian Hasil yang dikaji


Data Primer - Masyarakat mengatakan pentingnya
- Wawancara bersosialisasi antar warga dalam suatu
dengan TOGA, komunitas
TOMA, Petugas - Masyarakat mengatakan jika sumber
Puskesmas dan kekuatan yang dimiliki adalah dukungan
beberapa dan kerjasama dari semua warga RT 04
masyarakat - Masalah kesehatan yang sering dialami
dan dikeluhkan warga yaitu hipertensi,
DM, dan Stroke.

B. Analisa Data

No Data Fokus Diagnosa Keperawatan


1 DS : Manajemen Kesehatan Tidak
- Ketua RT 04 mengatakan bahwa Efektif (D.0116)
posyandu lansia diadakan 1x
sebulan.
- Lansia mengatakan tidak tahu
bagaimana menjaga kesehatan dan
cara menangani penyakit seperti :
hipertensi, dan diabetes mellitus.
- Ketua Kader RW 02 mengatakan
dari jumlah penduduk orang dewasa
mayoritas mempunyai riwayat HT .
- Warga RT 04 mengatakan belum
dilakukan senam rutin hipertensi
DO :
- setelah dilakukan pemeriksan TD
rata-rata warga lansia RT 04
mengalami hipertensi
2 DS : Pemeliharaan Kesehatan Tidak
- warga ibu X mengatakan jika di Efektif (D.0117)
lingkungannya sudah disediakan
tempat sampah, tetapi tidak dapat
memilah jenis sampah dan
kadang membakarnya di dekat
lahan
DO :
- Terdapat jentik nyamuk di 8
rumah warga
- Lingkungan sekitar rumah
tampak kurang bersih
- Terdapat vektor nyamuk 35%,
kecoa 15%, tikus 30% dan
kucing 10% di lingkungan
sekitar

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan


1. Presentasi populasi dalam masalah kesehatan/ukuran masalah

Prosentasi populasi dalam masalah


Nilai
keperawatan

25 % atau lebih 9 atau 10

10 % - 24,9 % 7 atau 8

1 % - 9,9 % 5 atau 6

0,1 % - 0,9 % 3 atau 4

< 0,01 % 1 atau 2

2. Keseriusan masalah
Kriteria untuk skoring keseriusan masalah kesehatan :

Tingkat keseriusan Nilai


Sangat serius 9 atau 10
Serius 6,7, atau 8
Cukup serius 3,4, atau 5
Tidak serius 0, 1, atau 2

3. Penilaian keefektivan intervensi


Kriteria skoring untuk keefektifan masalah kesehatan :
Keefektifan Nilai
Sangat efektif (800-100%) 9 atau 10
Relatif efektif (60-80%) 7 atau 8
Efektif (40-60%) 5 atau 6
Cukup efektif (20-40%) 3 atau 4
Relatif tidak efektif (5-20%) 1 atau 2
Hampir tidak efektif 0

Prioritas Masalah

Masalah keperawatan Komponen BPR Skor Urutan/


A B C
(A+2B)xC ranking
Manajemen Kesehatan 9 9 8 216 1
Tidak Efektif (D.0116)
Pemeliharaan Kesehatan 7 5 6 102 2
Tidak Efektif (D.0117)

Keterangan :
A = Presentasi populasi yang mengalami masalah kesehatan
B = Keseriusan masalah
C = Keefektivan intervensi

D. Diagnosa Keperawatan
1. Manajemen Kesehatan Tidak Efektif (D.0116)
2. Pemeliharaan Kesehatan Tidak Efektif (D.0117)
I. E.Rencana Keperawatan
Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Tindakan / Intervensi Metode Evaluator
No
Keperawatan (NOC) (NIC) Evaluasi

1 Manajemen Setelah dilakukan penyuluhan Skrining Kesehatan (6520) Psikomotor Mahasisw


Kesehatan Tidak selama 30 menit diharapkan 1. Ukur tekanan darah. a
Efektif ( D.0116) Manajemen Kesehatan Tidak 2. Beri saran kepada Kader
Efektif Teratasi Dengan Kriteria masyarakat dengan hasil
Hasil : yang lebih dari normal untuk
melakukan alternatif
Pemeliharaan Kesehatan
pengobatan.
(L.12106)

1. Perilaku kesehatan Edukasi Kesehatan ( L.12383)


masyarakat dari yang buruk 1. Ajarkan perilaku hidup
membaik. bersih dan sehat
2. Kemampuan masyarakat 2. Ajarkan strategi yang dapat
dalam menjalankan perilaku digunakan untuk
sehat dari kurang menjadi meningkatkan perilaku hidup
meningkat. bersih dan sehat.
Perilaku Promosi Kesehatan
(1602)
1. Peningkatan skrining
kesehatan masyarakat
yang kurang menjadi
meningkat.
2. Terjadi peningkatan
keseimbangan aktivitas
dan latihan masyarakat
dari kurang menjadi
meningkat (160221)
2 Perilaku Setelah dilakukan tindakan Peningkatan efikasi diri (5395) Kognitif Mahasisw
kesehatan selama 30 menit diharapkan Psikomotor a
1. Identifikasi hambatan
cenderung Perilaku kesehatan cenderung masyaraka
untuk merubah perilaku
beresiko (00188) beresiko dapat teratasi dengan t
2. Bantu individu untuk
Kriteria Hasil : berkomitmen terhadap
Kepercayaan Mengenai rencana tindakan untuk
kesehatan : kontrol yang merubah perilaku
diterima (1702) 3. Berikan contoh atau
1. Kemampuan masyarakat tunjukan perilaku yang
dalam menerima dan diinginkan
melaksanakan tanggung 4. Berikan informasi
jawab terkait dengan mengenai perilaku yang
keputusan kesehatan dari diinginkan
kurang menjadi
meningkat (170201)
2. Peningkatan keyakinan
bahwa tindakan sendiri
yang mengontrol hasil
kesehatan yang semula
kurang menjadi
meningkat(170205)
3. Keterlibatan masyarakat
dalam keputusan
kesehatan yang kurang
menjadi meningkat
(170202)
PLAN OF ACTION ( POA ) INTERVENSI MASALAH KESEHATAN
MASYARAKAT DESA DEBEGAN KELURAHAN MOJOSONGO KECAMATAN JEBRES

No. Waktu & Penanggung


Masalah Tujuan Kegiatan Tempat
Dx sasaran Jawab
1 Manajemen kesehatan Setelah diakukan tindakan 1. Ukur tekanan darah. Posko Setiap hari Mahasiswa
tidak efektif keperawatan selama 4 minggu di kesehatan warga dan Tokoh
Desa Debegan Kelurahan Mojosongo Masyarakat
Kecamatan Jebres diharapkan : 2. Beri saran kepada pasien Posko
Setiap hari
- Diharapkan meningkat derajat dengan hasil yang lebih kesehatan Mahasiswa
kesehatan masyarakat dari normal untuk Warga dan Kader
melakukan alternatif
pengobatan. Mahasiswa
Lapangan Minggu,14 dan Kader
3. Mengadakan dan mengajak Maret 2020
lansia untuk mengikuti
warga
senam Hipertensi
Posko Mahasiswa
kesehatan dan warga ka
4. Melakukan kegiatan
penyuluhan kesehatan
2. Pemeliharaan Setelah diakukan tindakan 1. Lakukan pemantauan untuk Posko Setiap hari Mahasiswa
kesehatan tidak efektif keperawatan selama 4 minggu di menentukan kebutuhan kesehatan Warga
Desa Debegan Kelurahan Mojosongo rujukan
Kecamatan Jebres diharapkan : Mahasiswa
- Masyarakat memelihara tempat 2. Bantu kelompok untuk Lingkup
pembuangan air limbah. untuk merubah perilaku Desa
1. Tidak ada air limbah yang terhadap rencana tindakan Debegan
tergenang (kerja bakti). Tanggal 20
2. Tidak ada lagi media untuk Maret 2020 Mahasiswa
perkembangbiakan nyamuk Warga Kader
3. Masyarakat mampu menerapkan 3. Mengajak kelompok untuk
PHBS menanan TOGA Tanggal 23 Mahasiswa
Maret 2020
4. Ajarkan warga untuk Warga
melakukan PHBS dengan
cuci tangan 6 langkah Setiap Mahasiswa
minggu Kader

5. Pemantauan jentik nyamuk

J. F.Implementasi Keperawatan
No Hari/Tanggal Waktu Jenis Kegiatan Evaluasi Formatif
1 Jumat, 6 11.00 WIB Melakukan Evaluasi Struktur :
Maret 2020 pemeriksaan tekanan - Pemeriksaan dilakukan oleh
darah mahasiswa praktikan yang bertempat
di posko kesehatan
- Kegiatan dilakukan setiap hari
Evaluasi Proses :
- Pengecekan tekanan darah
menggunakan sphygnomanometer dan
stetoskop
- Warga yang melakukan pemeriksaan
sebelumnya didata dan dicek berat
badan
- Setelah dilakukan pemeriksaan
kemudian diberikan pendidikan
kesehatan.
Evaluasi Hasil :
- Masyarakat sangat antusias dan
mendatangi posko kesehatan untuk
pengecekan tekanan darah
- Tekanan darah pasien 140/90 mmHg
- Dilakukan pengukuran berat badan,
dan pendidikan kesehatan hipertensi
2 Minggu, 8 09.00 WIB Pemantauan jentik Evaluasi Struktur :
Maret 2020 nyamuk - Pemeriksaan dilakukan bersama
dengan ibu kader PKK dan mahasiswa
- Pemeriksaan ditujukan bagi seluruh
rumah warga RT 04
- Mahasiswa menyiapkan senter dan
ceklist pemeriksaan
Evaluasi Proses :
- Kegiatan dimulai pukul 09.00 WIB
- Kelompok dibagi menjadi 3 tim untuk
melakukan pengecekan rumah di 3
wilayah pembagian. Masing-masing
tim ditemani oleh ibu kader PKK
Evaluasi Hasil :
- Ditemukan 8 rumah terdapat jentik
nyamuk
- Warga dihimabau untuk
memperhatikan kebersihan
lingkungan
- Warga diberikan ceklist pemeriksaan
jentik yang ditempelkan pada depan
rumah
K. G.Evaluasi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Evaluasi
1 Manajemen kesehatan tidak S : warga X mengatakan jika tidak tahu tentang penyakit hipertensinya
efektif dan mengeluh kepala pening, dan belum mengerti senam hipertensi
O : TD 150/90 mmHg, saat ditanya riwayat darah tinggi pasien tidak
mampu menjawab
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
2 Pemeliharaan kesehatan S : warga X mengatakan jika belum mampu memilah sampahnya dan
tidak efektif mengatakan jika dirumahnya banyak nyamuk
O : terdapat jentik nyamuk di genangan air, di kamar mandi, dan
wadah penyimpanan air
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi
H.Rencana Tindak Lanjut
Masalah Tujuan Kegiatan Sasaran Waktu Tempat Dana Tanggung
Kesehatan jawab
Manajemen Untuk meningkatkan 1. Cek kesehatan Warga 17 Maret Posko Mahasiswa
kesehatan tidak kesadaran 2. Pendidikan 2020 kesehatan Warga
efektif masyarakat akan kesehatan
kesehatan mengenai 3. Senam
pencegahan dan hipertensi
penanganan penyakit
Pemeliharaan Untuk meningkatkan 1. Pendidikan Warga 23 Maret RT Mahasiswa
kesehatan tidak kesadaran kesehatan 2020 04/RW Warga
efektif masyarakat dalam 2. Pemeriksaan 02
menerapkan pola jentik nyamuk
hidup bersih dan 3. Penanaman
sehat TOGA
4. Kerja bakti
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Komunitas adalah kelompok sosial yang tinggal dalam suatu
tempat, saling berinteraksi satu sama lain, saling mengenal serta
mempunyai minat dan interest yang sama (WHO). Komunitas adalah
kelompok dari masyarakat yang tinggal di suatu lokasi yang sama
dengan dibawah pemerintahan yang sama, area atau lokasi yang sama
dimana mereka tinggal, kelompok sosial yang mempunyai interest yang
sama (Riyadi, 2013).
Keperawatan komunitas adalah suatu dalam keperawatan yang
merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat
dengan dukungan peran serta aktif masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat dengan
menekankan kepada peningkatan peran serta masyarakat dalam
melakukan upaya promotif dan perventif dengan tidak melupakan
tindakan kuratif dan rehabilitatif sehingga diharapkan masyarakat
mampu mengenal, mengambil keputusan dalam memelihara
kesehatannya (Mubarak, 2011).
Praktik keperawatan komunitas akan berfokus kepada pemberian
asuhan keperawatan komunitas pada masalah kesehatan yang banyak
diderita oleh komunitas tersebut. Dengan terlebih dahulu melakukan
screening kesehatan untuk mengetahui masalah kesehatan apa yang
banyak diderita oleh masyarakat. Masalah kesehatan adalah suatu
masalah yang sangat kompleks, yang saling berkaitan dengan masalah –
masalah lain diluar kesehatan sendiri. Demikian pula pemecahan
masalah kesehatan masalah, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya
sendiri, tapi harus dilihat dari segi – segi yang ada pengaruhnya
terhadap masalah “ sehat sakit “ atau kesehatan tersebut (Sumijatun,
2012).
Selama 2 Maret – 28 Maret 2020 mahasiswa Program Studi
Keperawatan Universitas Kusuma Husada Surakarta akan menjalani
praktik keperawatan komunitas dan keluarga di wilayah Debegan RT
04 RW 02 Mojosongo Jebres, Surakarta untuk memberikan asuhan
keperawatan komunitas dan keluarga secara holistic untuk
meningkatkan status kesehatan masyarakat setempat.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mampu mengaplikasikan konsep dan teori keperawatan komunitas
yang telah diperoleh pada tahap akademik secara nyata dalam
memberikan Asuhan Keperawatan Komunitas Desa Debegan RT 04
RW 02 Mojosongo.
2. Tujuan Khusus
a) Melakukan pengumpulan data hasil pengkajian pada masyarakat
di Desa Debegan RT 04 RW 02.
b) Melakukan analisa data hasil pengkajian pada masyarakat di
Desa Debegan RT 04 RW 02
c) Menentukan diagnosa keperawatan hasil pengkajian pada
masyarakat di Desa Debegan RT 04 RW 02
d) Menginformasikan tentang prioritas masalah yang ada di Desa
Debegan RT 04 RW 02
e) Menginformasikan perencanaan Asuhan Keperawatan
Komunitas di Desa Debegan RT 04 RW 02
f) Menginformasikan pelaksanaan Asuhan Keperawatan
Komunitas di Desa Debegan RT 04 RW 02
C. Manfaat
1. Bagi pemerintah
Dapat dijadikan sebagai bahan ataupun data untuk menyusun
kebijaksanaan dalam program kerja dibidang kesehatan.
2. Bagi pendidikan
Sebagai sarana untuk mengimplementasikan ilmu pengetahuan
dalam kehidupan bermasyarakat.
3. Bagi masyarakat
Masyarakat dapat mengerti dan menyadari permasalahan kesehatan
yang ada dan mencoba menanggulanginya serta masyarakat dapat
mengerti gambaran tentang status kesehatannya.
4. Untuk mahasiswa
Untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat diperkuliahan dengan
keadaan permasalahan yang ada dimasyarakat untuk mendapatkan
pengalaman belajar mengenai masalah dimasyarakat dan mampu
menentukan langkah-langkah penyelesaiannya.
BAB II
TINJAUAN TEORI

J. Pelayanan Kesehatan Utama


Keperawatan komunitas adalah suatu dalam keperawatan yang
merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan masyarakat
dengan dukungan peran serta aktif masyarakat yang bertujuan untuk
meningkatkan dan memelihara kesehatan masyarakat dengan menekankan
kepada peningkatan peran serta masyarakat dalam melakukan upaya
promotif dan perventif dengan tidak melupakan tindakan kuratif dan
rehabilitatif sehingga diharapkan masyarakat mampu mengenal,
mengambil keputusan dalam memelihara kesehatannya (Mubarak, 2011).
Selain menjadi subjek, masyarakat juga menjadi objek yaitu
sebagai klien yang menjadi sasaran dari keperawatan kesehatan
komunitas terdiri dari individu dan masyarakat. Berdasarkan pada model
pendekatan totalitas individu dari Neuman (2010) dalam Anderson (2013)
untuk melihat masalah pasien, model komunitas sebagai klien
dikembangkan untuk menggambarkan batasan keperawatan kesehatan
masyarakat sebagai sintesis kesehatan masyarakat dan keperawatan.
Model tersebut telah diganti namanya menjadi model komunitas sebagai
mitra, untuk menekankan filosofi pelayanan kesehatan primer yang
menjadi landasannya. Secara lebih rinci dijabarkan sebagai berikut :
4. Tingkat individu
Individu adalah bagian dari anggota keluarga. Apabila
individu tersebut mempunyai masalah kesehatan maka perawat akan
memberikan asuhan keperawatan pada individu tersebut. Pelayanan
pada tingkat individu dapat dilaksanakan pada rumah atau puskesmas,
meliputi penderita yang memerlukan pelayanan tindak lanjut yang
tidak mungkin dilakukan asuhan keperawatan di rumah dan perlu
kepuskesmas, penderita resiko tinggi seperti penderita penyakit
demam darah dan diare. Kemudian individu yang memerlukan
pengawasan dan perawatan berkelanjutan seperti ibu hamil, ibu
menyusui, bayi dan balita.
5. Tingkat keluarga
Keperawatan kesehatan komunitas melalui pendekatan
keperawatan keluarga memberikan asuhan keperawatan kepada
keluarga yang mempunyai masalah kesehatan terutama keluarga
dengan resiko tinggi diantaranya keluarga dengan sosial ekonomi
rendah dan keluarga yang anggota keluarganya menderita penyakit
menular dan kronis. Hal ini dikarenakan keluarga merupakan unit
utama masyarakat dan lembaga yang menyakut kehidupan
masyarakat. Dalam pelaksanaannya, keluarga tetap juaga berperan
sebagai pengambil keputusan dalam memelihara kesehatan
anggotanya.
6. Tingkat komunitas
Keperawatan kesehatan komunitas di tingkat masyarakat
dilakukan dalam lingkup kecil sampai dengan lingkup yang luas
didalam suatu wilayah kerja puskesmas. Pelayanan ditingkat
masyarakat dibatasi oleh wilayah atau masyarakat yang mempunyai
ciri-ciri tertentu misalnya kebudayaan, pekerjaan, pendidikan dan
sebagainya. Asuhan keperawatan komunitas diberikan dengan
memandang komunitas sebagai klien dengan strategi intervensi
keperawatan komunitas yang mencakup tiga aspek yaitu primer,
sekunder dan tertier melalui proses individu dan kelompok dengan
kerja sama lintas sektoral dan lintas program. Pelayanan yang
diberikan oleh keperawatan komunitas mencakup kesehatan
komunitas yang luas dan berfokus pada pencegahan yang terdiri dari
tiga tingkat yaitu:
d. Pencegahan primer
Pelayanan pencegahan primer ditunjukkan kepada penghentian
penyakit sebelum terjadi karena itu pencegahan primer mencakup
peningkatan derajat kesehatan secara umum dan perlindungan
spesifik. Promosi kesehatan secara umum mencakup pendidikan
kesehatan baik pada individu maupun kelompok.
Pencegahan primer juga mencakup tindakan spesifik yang
melindungi individu melawan agen-agen spesifik misalnya
tindakan perlindungan yang paling umum yaitu memberikan
imunisasi pada bayi, anak balita dan ibu hamil, penyuluhan gizi
bayi dan balita.
e. Pencegahan sekunder
Pelayanan pencegahan sekunder dibuat untuk menditeksi
penyakit lebih awal dengan mengobati secara tepat. Kegiatan-
kegiatan yang mengurangi faktor resiko dikalifikasikansebagai
pencegahan sekunder misalnya memotivasi keluarga untuk
melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala melalui
posyandu dan puskesmas.
f. Pencegahan tersier
Mencakup pembatasan kecacatan kelemahan pada
seseorang dengan stadium dini dan rehabilitasi pada orang yang
mengalami kecacatan agar dapat secara optimal berfungsi sesuai
dengan kemampuannya, misalnya mengajarkan latihan fisik pada
penderita patah tulang. Selanjutnya agar dapat memberikan arahan
pelaksanaan kegiatan, berikut ini diuraikan falsafah keperawatan
komunitas dan pengorganisasian masyarakat (Mubarak, 2011):
3) Falsafah Keperawatan
Kesehatan Komunitas Keperawatan kesehatan
komunitas merupakan pelayanan yang memberikan perhatian
terhadap pengaruh lingkungan (bio-psiko-sosio-kultural-
spiritual) terhadap kesehatan masyarakat dan memberikan
prioritas pada strategi pada pencegahan penyakit dan
peningkatan kesehatan. Falsafah yang melandasi yang
mengacu pada paradigma keperawatan secar umum dengan
empat komponen dasar yaitu; manusia, kesehatan, lingkungan
dan keperawatan.
4) Pengorganisasian masyarakat
Tiga model pengorganisasian masyarakat menurut
Rothman meliputi peran serta masyarakat (localiti
developmen), perencanaan sosial melalui birokrasi pemerintah
(social developmant) dan aksi sosial berdasarkan kejadian saat
itu (social action) (Mubarak, 2011). Pelaksanaan
pengorganisasian masyarakat dilakukan melalui tahapan-
tahapan berikut:
g) Tahap persiapan Dilakukan dengan memilih area atau
daerah yang menjadi prioritas, menentukan cara untuk
berhubungan dengan masyarakat , mempelajari dan
bekerjasama dengan masyarakat.
h) Tahap pengorganisasian Dengan persiapan pembentukan
kelompok dan penyesuaian dengan pola yang ada
dimasyarakat dengan pembentukan kelompok kerja
kesehatan.
i) Tahap pendidikan dan pelatihan Melalui kegiatan-kegiatan
pertemuan teratur dengan kelompok masyarakat melalui
pengkajian, membuat pelayanan keperawatan langsung
pada individu, keluarga dan masyarakat.
j) Tahap formasi kepemimpinan Memberikan dukungan
latihan dan mengembangkan keterampialan yang
mengikuti perencanaan, pengorganisasian, pergerakan dan
pengawasan kegiatan pendidikan kesehatan.
k) Tahap koordinasi Kerjasama dengan sektor terkait dalam
upaya memandirikan masyarakat
l) Tahap akhir Suverpisi bertahap dan diakhiri dengan
evaluasi dan pemberian umpan balik dan masing-masing
evaluasi untuk perbaikan untuk kegiatan kelompok
kesehatan kerja selanjutnya.
K. Konsep Keperawaatan Komunitas
5. Definisi
Komunitas (community) adalah sekelompok masyarakat yang
mempunyai persamaan nilai (values), perhatian (interest) yang
merupakan kelompok khusus dengan batas-batas geografi yang jelas,
dengan norma dan nilai yang telah melembaga (Sumijatun, 2010).
Misalnya di dalam kesehatan di kenal kelompok ibu hamil, kelompok
ibu menyusui, kelompok anak balita, kelompok lansia, kelompok
masyarakat dalam suatu wilayah desa binaan dan lain sebagainya.
Sedangkan dalam kelompok masyarakat ada masyarakat petani,
masyarakat pedagang, masyarakat pekerja, masyarakat terasing dan
sebagainya (Mubarak, 2011).
Keperawatan komunitas sebagai suatu bidang keperawatan
yang merupakan perpaduan antara keperawatan dan kesehatan
masyarakat (public health) dengan dukungan peran serta masyarakat
secara aktif serta mengutamakan pelayanan promotif dan preventif
secara berkesinambungan tanpa mengabaikan perawatan kuratif dan
rehabilitatif secara menyeluruh dan terpadu yang ditujukan kepada
individu, keluarga, kelompok serta masyarakat sebagai kesatuan utuh
melalui proses keperawatan (nursing process) untuk meningkatkan
fungsi kehidupan manusia secara optimal, sehingga mampu mandiri
dalam upaya kesehatan (Mubarak, 2011). Proses keperawatan
komunitas merupakan metode asuhan keperawatan yang bersifat
alamiah, sistematis, dinamis, kontiniu, dan berkesinambungan dalam
rangka memecahkan masalah kesehatan klien, keluarga, kelompok
serta masyarakat melalui langkah-langkah seperti pengkajian,
perencanaan, implementasi, dan evaluasi keperawatan (Wahyudi,
2010).
6. Tujuan dan Fungsi Keperawatan Komunitas
c. Tujuan keperawatan komunitas
Tujuan proses keperawatan dalam komunitas adalah untuk
pencegahan dan peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya-
upaya sebagai berikut.
3) Pelayanan keperawatan secara langsung (direct care) terhadap
individu, keluarga, dan keluarga dan kelompok dalam konteks
komunitas.
4) Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat
(health general community) dengan mempertimbangkan
permasalahan atau isu kesehatan masyarakat yang dapat
memengaruhi keluarga, individu, dan kelompok.
Selanjutnya, secara spesifik diharapkan individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat mempunyai kemampuan untuk:
6) Mengidentifikasi masalah kesehatan yang dialami
7) Menetapkan masalah kesehatan dan memprioritaskan masalah
tersebut
8) Merumuskan serta memecahkan masalah kesehatan
9) Menanggulangi masalah kesehatan yang mereka hadapi
10) Mengevaluasi sejauh mana pemecahan masalah yang mereka
hadapi, yang akhirnya dapat meningkatkan kemampuan dalam
memelihara kesehatan secara mandiri (self care).
d. Fungsi keperawatan komunitas
5) Memberikan pedoman dan bimbingan yang sistematis dan
ilmiah bagi kesehatan masyarakat dan keperawatan dalam
memecahkan masalah klien melalui asuhan keperawatan.
6) Agar masyarakat mendapatkan pelayanan yang optimal sesuai
dengan kebutuhannya dibidang kesehatan.
7) Memberikan asuhan keperawatan melalui pendekatan
pemecahan masalah, komunikasi yang efektif dan efisien serta
melibatkan peran serta masyarakat.
8) Agar masyarakat bebas mengemukakan pendapat berkaitan
dengan permasalahan atau kebutuhannya sehingga
mendapatkan penanganan dan pelayanan yang cepat dan pada
akhirnya dapat mempercepat proses penyembuhan (Mubarak,
2011).

7. Strategi Intervensi Keperawatan Komunitas


Strategi intervensi keperawatan komunitas adalah sebagai berikut:
d. Proses kelompok (group process)
Seseorang dapat mengenal dan mencegah penyakit,
tentunya setelah belajar dari pengalaman sebelumnya, selain
faktor pendidikan/pengetahuan individu, media masa, Televisi,
penyuluhan yang dilakukan petugas kesehatan dan sebagainya.
Begitu juga dengan masalah kesehatan di lingkungan sekitar
masyarakat, tentunya gambaran penyakit yang paling sering
mereka temukan sebelumnya sangat mempengaruhi upaya
penangan atau pencegahan penyakit yang mereka lakukan. Jika
masyarakat sadar bahwa penangan yang bersifat individual tidak
akan mampu mencegah, apalagi memberantas penyakit tertentu,
maka mereka telah melakukan pemecahan-pemecahan masalah
kesehatan melalui proses kelompok.
e. Pendidikan Kesehatan (Health Promotion)
Pendidikan kesehatan adalah proses perubahan perilaku
yang dinamis, dimana perubahan tersebut bukan hanya sekedar
proses transfer materi/teori dari seseorang ke orang lain dan bukan
pula seperangkat prosedur. Akan tetapi, perubahan tersebut terjadi
adanya kesadaran dari dalam diri individu, kelompok atau
masyarakat sendiri. Sedangkan tujuan dari pendidikan kesehatan
menurut Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 maupun
WHO yaitu ”meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan; baik fisik,
mental dan sosialnya; sehingga produktif secara ekonomi maupun
secara sosial.
f. Kerjasama (Partnership)
Berbagai persoalan kesehatan yang terjadi dalam
lingkungan masyarakat jika tidak ditangani dengan baik akan
menjadi ancaman bagi lingkungan masyarakat luas. Oleh karena
itu, kerja sama sangat dibutuhkan dalam upaya mencapai tujuan
asuhan keperawatan komunitas melalui upaya ini berbagai
persoalan di dalam lingkungan masyarakat akan dapat diatasi
dengan lebih cepat.
8. Pusat Kesehatan Komunitas
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan komunitas dapat
dilakukan di:
e. Sekolah atau Kampus
Pelayanan keperawatan yang diselenggarakan meliputi
pendidikan pencegahan penyakit, peningkatan derajat kesehatan
dan pendidikan seks. Selain itu perawata yang bekerja di sekolah
dapat memberikan perawatan untuk peserta didik pada kasus
penyakit akut yang bukan kasus kedaruratan misalnya penyakit
influensa, batu dll. Perawat juga dapat memberikan rujukan pada
peserta didik dan keluarganya bila dibutuhkan perawatan
kesehatan yang lebih spesifik.
f. Lingkungan kesehatan kerja
Beberapa perusahaan besar memberikan pelayanan
kesehatan bagi pekerjanya yang berlokasi di gedung perusahaan
tersebut. Asuhan keperawatan di tempat ini meliputi lima bidang.
Perawatan menjalankan program yang bertujuan untuk:
6) Meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dengan
mengurangi jumlah kejadian kecelakaan kerja
7) Menurunkan resiko penyakit akibat kerja
8) Mengurangi transmisi penyakit menular anatar pekerja
9) Memberikan program peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, dan pendidikan kesehatan.
10) Mengintervensi kasus-kasus lanjutan non kedaruratan dan
memberikan pertolongan pertama pada kecelakaan (Mubarak,
2011).
g. Lembaga perawatan kesehatan di rumah
Klien sering kali membutuhkan asuhan keperawatan
khusus yang dapat diberikan secara efisien di rumah. Perawat di
bidang komunitas juga dapat memberikan perawatan kesehatan di
rumah misalnya: perawata melakukan kunjungan rumah, hospice
care, home care dll. Perawat yang bekerja di rumah harus
memiliki kemampuan mendidik, fleksibel, berkemampuan, kreatif
dan percaya diri, sekaligus memiliki kemampuan klinik yang
kompeten.
h. Lingkungan kesehatan kerja lain
Terdapat sejumlah tempat lain dimana perawat juga dapat
bekerja dan memiliki peran serta tanggungjawab yang bervariasi.
Seorang perawat dapat mendirikan praktek sendiri, bekerja sama
dengan perawata lain, bekerja di bidang pendididkan, penelitian,
di wilayah binaan, puskesmas dan lain sebagainya. Selain itu,
dimanapun lingkungan tempat kerjanya, perawat ditantang untuk
memberikan perawatan yang berkualitas (Mubarak, 2011).

L. Peran Perawat Komunitas


Banyak peranan yang dapat dilakukan oleh perawat kesehatan
masyarakat diantaranya adalah:
l. Penyedia pelayanan (Care provider)
Memberikan asuhan keperawatan melalui mengkaji masalah
keperawatan yang ada, merencanakan tindakan keperawatan,
melaksanakan tindakan keperawatan dan mengevaluasi pelayanan
yang telah diberikan kepada individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
m. Pendidik dan konsultan (Educator and Counselor)
Memberikan pendidikan kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat baik di rumah, puskesmas, dan di
masyarakat secara terorganisir dalam rangka menanamkan perilaku
sehat, sehingga terjadi perubahan perilaku seperti yang diharapkan
dalam mencapai derajat kesehatan yang optimal.
Konseling adalah proses membantu klien untuk menyadari dan
mengatasi tatanan psikologis atau masalah sosial untuk membangun
hubungan interpersonal yang baik dan untuk meningkatkan
perkembangan seseorang. Di dalamnya diberikan dukungan emosional
dan intelektual.
Proses pengajaran mempunyai 4 komponen yaitu : pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Hal ini sejalan dengan proses
keperawatan dalam fase pengkajian seorang perawat mengkaji
kebutuhan pembelajaran bagi pasien dan kesiapan untuk belajar.
Selama perencanaan perawat membuat tujuan khusus dan strategi
pengajaran. Selama pelaksanaan perawat menerapkan strategi
pengajaran dan selama evaluasi perawat menilai hasil yang telah
didapat (Mubarak, 2011).
n. Role Model
Perawat kesehatan masyarakat harus dapat memberikan contoh
yang baik dalam bidang kesehatan kepada individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat tentang bagaimana tata cara hidup sehat
yang dapat ditiru dan dicontoh oleh masyarakat.
o. Advokasi (Advocate)
Pembelaan dapat diberikan kepada individu, kelompok atau
tingkat komunitas. Pada tingkat keluarga, perawat dapat menjalankan
fungsinya melalui pelayanan sosial yang ada dalam masyarakat.
Seorang pembela klien adalah pembela dari hak-hak klien. Pembelaan
termasuk di dalamnya peningkatan apa yang terbaik untuk klien,
memastikan kebutuhan klien terpenuhi dan melindungi hak-hak klien
(Mubarak, 2011).
Tugas perawat sebagai pembela klien adalah bertanggung
jawab membantu klien dan keluarga dalam menginterpretasikan
informasi dari berbagai pemberi pelayanan dan dalam memberikan
informasi hal lain yang diperlukan untuk mengambil persetujuan
(Informed Concent) atas tindakan keperawatan yang diberikan
kepadanya. Tugas yang lain adalah mempertahankan dan melindungi
hak-hak klien, harus dilakukan karena klien yang sakit dan dirawat di
rumah sakit akan berinteraksi dengan banyak petugas kesehatan
(Mubarak, 2011).
p. Manajer kasus (Case Manager)
Perawat kesehatan masyarakat diharapkan dapat mengelola
berbagai kegiatan pelayanan kesehatan puskesmas dan masyarakat
sesuai dengan beban tugas dan tanggung jawab yang dibebankan
kepadanya.
q. Kolaborator
Peran perawat sebagai kolaborator dapat dilaksanakan dengan
cara bekerjasama dengan tim kesehatan lain, baik dengan dokter, ahli
gizi, ahli radiologi, dan lain-lain dalam kaitannya membantu
mempercepat proses penyembuhan klien. Tindakan kolaborasi atau
kerjasama merupakan proses pengambilan keputusan dengan orang
lain pada tahap proses keperawatan. Tindakan ini berperan sangat
penting untuk merencanakan tindakan yang akan dilaksanakan
(Mubarak, 2011).
r. Perencana tindak lanjut (Discharge Planner)
Perencanaan pulang dapat diberikan kepada klien yang telah
menjalani perawatan di suatu instansi kesehatan atau rumah sakit. 
Perencanaan ini dapat diberikan kepada klien yang sudah mengalami
perbaikan kondisi kesehatan.
s. Penemu masalah kesehatan (Case Finder)
Melaksanakan monitoring  terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang
menyangkut masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang
timbul serta berdampak terhadap status kesehatan melalui kunjungan
rumah, pertemuan-pertemuan, observasi dan pengumpulan data.
t. Koordinator pelayanan kesehatan (Coordinator of Services)
Peran perawat sebagai koordinator antara lain mengarahkan,
merencanakan dan mengorganisasikan pelayanan kesehatan yang
diberikan kepada klien. Pelayanan dari semua anggota tim kesehatan,
karena klien menerima pelayanan dari banyak profesional (Mubarak,
2011).
u. Pembawa perubahan atau pembaharu dan pemimpin (Change Agent
and Leader)
Pembawa perubahan adalah seseorang atau kelompok yang
berinisiatif merubah atau yang membantu orang lain membuat
perubahan pada dirinya atau pada sistem. Marriner torney
mendeskripsikan pembawa peubahan adalah yang
mengidentifikasikan masalah, mengkaji motivasi dan kemampuan
klien untuk berubah, menunjukkan alternative, menggali
kemungkinan hasil dari alternatif, mengkaji sumber daya,
menunjukkan peran membantu, membina dan mempertahankan
hubungan membantu, membantu selama fase dari proses perubahan
dan membimbing klien melalui fase-fase ini (Mubarak, 2011).
Peningkatan dan perubahan adalah komponen essensial dari
perawatan. Dengan menggunakan proses keperawatan, perawat
membantu klien untuk merencanakan, melaksanakan dan menjaga
perubahan seperti : pengetahuan, keterampilan, perasaan dan perilaku
yang dapat meningkatkan kesehatan (Mubarak, 2011).
v. Pengidentifikasi dan pemberi pelayanan komunitas (Community Care
Provider and Researcher)
Peran ini termasuk dalam proses pelayanan asuhan
keperawatan kepada masyarakat yang meliputi pengkajian,
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi masalah kesehatan dan
pemecahan masalah yang diberikan. Tindakan pencarian atau
pengidentifikasian masalah kesehatan yang lain juga merupakan
bagian dari peran perawat komunitas.

M. Asuhan Keperawatan Komunitas


Keperawatan komunitas merupakan suatu bidang khusus
keperawatan yang merupakan gabungan dari ilmu keperawatan, ilmu
kesehatan masyarakat dan ilmu sosial yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada individu, keluarga,
kelompok khusus dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit
(mempunyai masalah kesehatan/keperawatan), secara komprehensif
melalui upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan resosialitatif
dengan melibatkan peran serta aktif masyarakat secara terorganisir
bersama tim kesehatan lainnya untuk dapat mengenal masalah kesehatan
dan keperawatan yang dihadapi serta memecahkan masalah-masalah yang
mereka miliki dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan
sesuai dengan hidup sehat sehingga dapat meningkatkan fungsi kehidupan
dan derajat kesehatan seoptimal mungkin dan dapat diharapkan dapat
mandiri dalam memelihara kesehatannya (Chayatin, 2011).
Menjamin keterjangkauan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan
dan melibatkan klien sebagai mitra kerja dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi pelayanan kesehatan. Pelayanan keperawatan
profesional yang merupakan perpaduan antara konsep kesehatan
masyarakat dan konsep keperawatan yang ditujukan pada seluruh
masyarakat dengan penekanan pada kelompok resiko tinggi (Efendi,
2012).
Keperawatan komunitas merupakan Pelaksanaan keperawatan
komunitas dilakukan melalui beberapa fase yang tercakup dalam proses
keperawatan komunitas dengan menggunakan pendekatan pemecahan
masalah yang dinamis. Fase-fase pada proses keperawatan komunitas
secara langsung melibatkan komunitas sebagai klien yang dimulai dengan
pembuatan kontrak/partner ship dan meliputi pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi dan evaluasi (Efendi, 2010). Asuhan
keperawatan yang diberikan kepada komunitas atau kelompok adalah
(Mubarak, 2011):
f. Pengkajian
Pengkajian merupakan upaya pengumpulan data secara
lengkap dan sistematis terhadap mesyarakat untuk dikaji dan
dianalisis sehingga masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat
baik individu, keluarga atau kelompok yang menyangkut permasalah
pada fisiologis,
psikologis, sosial ekonomi, maupun spiritual dapan ditentukan.
4) Pengumpulan Data Hal yang perlu dikaji pada komunitas atau
kelompok antara lain :
c) Inti (Core) meliputi : Data demografi kelompok atau
komunitas yang terdiri atas usia yang beresiko, pendidikan,
jenis kelamin, pekerjaan, agama, nilai-nilai, keyakinan, serta
riwayat
timbulnya kelompok atau komunitas.
d) Mengkaji 8 subsistem yang mempengaruhi komunitas, antara
lain:
x. Perumahan, bagaimana penerangannya, sirkulasi,
bagaimana kepadatannya karena dapat menjadi stresor
bagi penduduk
xi. Pendidikan komunitas, apakah ada sarana pendidikan
yang dapat digunakan untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat
xii. Keamanan dan keselamatan, bagaimana keselamatan
dan keamanan tempat tinggal, apakah masyarakat
merasa nyaman atau tidak, apakag sering mengalami
stres akibat keamanan dan keselamatan yang tidak
terjamin
xiii. Kualiti dan kebijakan pemerintah terkait kesehatan,
apakah cukup menunjang, sehingga memudahkan
masyarakat mendapatkan pelayanan di berbagai bidang
termasuk kesehatan
xiv. Pelayanan kesehatan yang tesedia, untuk diteksi dini
atau memantau gangguan yang terjadi
xv. Pelayanan kesehatan yang tersedia, untuk melakukan
deteksi dini dan merawat atau memantau gangguan
yang terjadi
xvi. Sistem komunikasi, serta komunikasi apa saja yang
dapat dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan
pengetahuan yang terkait dengan gangguan penyakit
xvii. Sistem ekonomi, tingkat sosial ekonomi masyarakat
secara keseluruhan, apakah pendapatan yang terima
sesuai dengan Upah Minimum Registrasi (UMR) atau
sebaliknya.
xviii. Rekreasi, apakah tersedia sarana rekreasi, kapan saja
dibuka, apakah biayanya dapat dijangkau masyarakat.
5) Jenis Data
Jenis data secara umum dapat diperoleh dari data subjektif
dan data objektif (Mubarak, 2011):
d) Data Subjektif Yaitu data yang diperoleh dari keluhan atau
masalah yang dirasakan oleh individu, keluarga, kelompok,
dan komunitas, yang diungkapkan secara langsung melalui
lisan.
e) Data Objektif Data yang diperoleh melalui suatu pemeriksaan,
pengamatan dan pengukuran
f) Sumber Data
iii. Data primer
Data yang dikumpulkan oleh pengkaji dari
individu,keluarga, kelompok, masyarakat berdasarkan
hasil pemeriksaan atau pengkajian.
iv. Data sekunder
Data yang diperoleh dari sumber lain yang
dapat dipercaya, misalnya: kelurahan, catatan riwayat
kesehatan pasien atau medical record.
6) Cara Pengumpulan Data
h) Wawancara yaitu: kegiatan timbale balik berupa Tanya jawab
i) Pengamatan yaitu: melakukan observasi dengan panca indra
j) Pemeriksaan fisik: melakukan pemeriksaan pada tubuh
individu
k) Pengelolaan Data
v. Klasifikasi data atau kategorisasi data
vi. Perhitungan presentase cakupan dengan menggunakan
telly
vii. Tabulasi data
viii. Interpretasi data
l) Analisa Data
Kemampuan untuk mengkaitkan data dan menghubungkan
data dengan kemampuan kognitif yang dimiliki sehingga dapat
diketahui tentang kesenjangan atau masalah yang dihadapi
oleh masyarakat apakah itu masalah kesehatan atau masalah
keperawatan.
m) Penentuan Masalah atau Perumusan Masalah Kesehatan
Berdasarkan analisa data dapat diketahui masalah kesehatan
dan masalah keperawatan yang dihadapi oleh masyarakat
sehingga dapat dirumuskan masalah kesehatan.
n) Prioritas Masalah Prioritas masalah dapat ditentukan
berdasarkan hierarki kebutuhan Abraham H Maslow:
iv. Keadaan yang mengancam kehidupan
v. Keadaan yang mengancam kesehatan
vi. Persepsi tentang kesehatan dan keperawatan

g. Diagnosa Keperawatan
Kesehatan Diagnosis keperawatan ialah respon individu pada
masalah kesehatan baik yang actual maupun potensial. Diagnose
keperawatan komunitas akan memberikan gambaran tentang masalah
dan status kesehatan masyarakat baik yang nyata dan yang mungkin
terjadi. Diagnosa ditegakkan berdasarkan tingkat rekreasi komunitas
terhadap stresor yang ada. Selanjutnya dirumuskan dalam tiga
komponen, yaitu problem/masalah (P), etiology atau penyebab (E),
dan symptom atau manifestasi/data penunjang (S) (Mubarak, 2011).
h. Perencanaan/Intervensi
9) Perencanaan keperawatan merupakan penyusunan rencana
tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan untuk mengatasi
masalah sesuai dengan diagnosis keprawatan yang sudah
ditentukan dengan tujuan terpenuhinya kebutuhan pasien.
Perencanaan intervensi yang dapat dilakukan berkaitan dengan
diagnosa keperawatan komunitas yang muncul diatas adalah
(Mubarak, 2011):
10) Lakukan pendidikan kesehatan tentang penyakit
11) Lakukan demonstrasi ketrampilan cara menangani penyakit
12) Lakukan deteksi dini tanda-tanda gangguan penyakit
13) Lakukan kerja sama dengan ahli gizi dalam mennetukan diet yang
tepat
14) Lakukan olahraga secara rutin
15) Lakukan kerja sama dengan pemerintah atau aparat setempat
untuk memperbaiki lingkungan komunitas
16) Lakukan rujukan ke rumah sakit bila diperlukan
i. Pelaksanaan/Implementasi
Pelaksanaan merupakan tahap realisasi dari rencana asuhan
keperawatan yang telah disusun. Dalam pelaksanaannya tindakan
asuhen keperawatan harus bekerjasama dengan angoota tim kesehatan
lain dalam hal melibatkan pihak puskesmas, bidan desa, dan anggota
masyarakat (Mubarak, 2011). Perawat bertanggung jawab dalam
melaksanakan tindakan yang telah direncanakan yang bersifat (Efendi,
2009), yaitu:
5) Bantuan untuk mengatasi masalah gangguan penyakit
6) Mempertahankan kondisi yang seimbang dalam hal ini perilaku
hidup sehat dan melaksanakan upaya peningkatan kesehatan
7) Mendidik komunitas tentang perilaku sehat untuk mencegah
gangguan penyakit
8) Advocat komunitas yang sekaligus memfasilitasi terpenuhinya
kebutuhan komunitas
j. Penilaian/Evaluasi
Evaluasi memuat keberhasilan proses dan keberhasilan
tindakan keperawatan. Keberhasilan proses dapat dilihat dengan
membandingkan antara proses dengan dengan pedoman atau rencana
proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan
membandingkan tingkat kemandirian masyarakat dalam perilaku
kehidupan sehari-hari dan tingkat kemajuan masyarakat komunitas
dengan tujuan yang sudah ditentukan atau dirumuskan sebelumnya
(Mubarak, 2011). Adapun tindakan dalam melakukan evaluasi adalah:
4) Menilai respon verbal dan nonverbal komunitas setelah dilakukan
intervensi.
5) Menilai kemajuan oleh komunitas setelah dilakukan intervensi
keperawatan.
6) Mencatat adanya kasus baru yang dirujuk ke rumah sakit.

N. Teori Perubahan Komunitas


6. Teori Redin
Menurut Redin sedikitnya ada empat hal yang harus di lakukan
seorang manajer sebelum melakukan perubahan, yaitu :
h. Ada perubahan yang akan dilakukan
i. Apa keputusan yang dibuat dan mengapa keputusan itu dibuat
j. Bagaimana keputusan itu akan dilaksanakan
k. Bagaimana kelanjutan pelaksanaannya
Redin juga mengusulkan tujuh teknik untuk mencapai
perubahan :
g. Diagnosis
h. Penetapan objektif bersama
i. Penekanan kelompok
j. Informasi maksimal
k. Diskusi tentang pelaksanaan
l. Penggunaan upacara ritual
Intervensi penolakan tiga teknik pertama dirancang bagi
orang-orang yang akan terlibat atau terpengaruh dengan perubahan.
Sehingga diharapkan mereka mampu mengontrol perubahan tersebut.
7. Teori roger (1962 )
Roger (1962) mengembangkan teori dari Lewin (1951) tentang
3 tahap perubahan dengan menekankan pada latar belakang individu
yang terlibat dalam perubahan dan lingkungan di mana perubahan
tersebut dilaksanakan. Roger (1962) menjelaskan 5 tahap dalam
perubahan,yaitu: kesadaran,keinginan,evaluasi,mencoba, dan
penerimaan atau dikenal juga sebagai AIETA (Awareness, Interest,
Evaluation, Trial, Adoption).
Roger (1962) percaya bahwa proses penerimaan terhadap
perubahan lebih kompleks dari pada 3 tahap yang dijabarkan Lewin
(1951). Terutama pada setiap individu yang terlibat dalam proses
perubahan dapat menerima atau menolaknya. Meskipun perubahan
dapat diterima, mungkin saja suatu saat akan ditolak setelah
perubahan tersebut dirasakan sebagai hal yang menghambat
keberadaanya.
Roger mengatakan bahwa perubahan yang efektif tergantung
individu yang terlibat, tertarik, dan berupaya untuk selalu berkembang
dan maju serta mempunyai suatu komitmen untuk bekerja dan
melaksanakannya
8. Teori lipitts (1973)
Lippit (1973) mendefinisikan perubahan sebagai sesuatu yang
direncanakan atau tidak direncanakan terhadap status quo dalam
individu, situasi atau proses, dan dalam perencanaan perubahan yang
diharapkan, disusun oleh individu, kelompok, organisasi atau sistem
sosial yang memengaruhi secara langsung tentang status quo,
organisasi lain, atau situasi lain.
Lippit (1973) menekankan bahwa tidak seorang pun bisa lari
dari perubahan. Pertanyaannya adalah bagaimana seseorang mengatasi
perubahan. Kunci untuk menghadapi perubahan tersebut menurut
Lippit (1973) adalah mengidentifikasi 7 tahap dalam proses
perubahan:
a. Tahap 1: Menentukan masalah
Pada tahap ini, setiap individu yang terlibat dalam
perubahan harus membuka diri dan menghindari keputusan
sebelum semua fakta dapat dikumpulkan. Individu yang terlibat
juga harus sering berpikir dan mengetahui apa yang salah serta
berusaha menghindari data -data yang dianggap tidak sesuai.
Semakin banyak informasi tentang perubahan dimiliki seorang
manajer, maka semakin akurat data yang dapat diidentifikasi
sebagai masalah. Semua orang yang mempunyai kekuasaan, harus
diikutkan sedini mungkin dalam proses perubahan tersebut,
karena setiap orang mempunyai tanggung jawab untuk selalu
menginformasikan tentang fenomena yang terjadi.
b. Tahap 2: Mengkaji motivasi dan kapasitas perubahan
Perubahan merupakan sesuatu yang mudah, tetapi
perubahan keberhasilan dalam mencapai tujuan yang lebih baik
akan memerlukan kerja keras dan komitmen yang tinggi dari
semua orang yang terlibat di dalamnya. Pada tahap ini, semua
orang yang terlibat dan lingkungan yang tersedia harus dikaji
tentang kemampuan, hambatan yang mungkin timbul, dan
dukungan yang akan diberikan.Mengingat mayoritas praktik
keperawatan berada pada suatu organisasi/instansi, maka struktur
organisasi harus dikaji apakah peraturan yang ada, kebijakan,
budaya organisasi, dan orang yang terlibat akan membantu proses
perubahan atau justru menghambatnya. Fokus perubahan pada
tahap ini adalah mengidentifikasi faktor-faktor yang mendukung
dan menghambat terhadap proses perubahan tersebut.
c. Tahap 3: Mengkaji motivasi change agent dan sarana yang
tersedia
Pada tahap ini, diperlukan suatu komitmen dan motivasi
manajer dalam proses perubahan.Pandangan manajer tentang
perubahan harus dapat diterima oleh staf dan dapat dipercaya.
Manajer harus mampu menunjukkan motivasi yang tinggi dan
keseriusan dalam pelaksanaan perubahan dengan selalu
mendengarkan masukan-masukan dari staf dan selalu mencari
solusi yang terbaik.
d. Tahap 4: Menyeleksi tujuan perubahan
Pada tahap ini, perubahan harus sudah disusun sebagai
suatu kegiatan secara operasional,terorganisasi, berurutan, kepada
siapa perubahan akan berdampak, dan kapan waktu yang tepat
untuk dilaksanakan. Untuk itu diperlukan suatu target waktu dan
perlu dilakukan ujicoba sebelum menentukan efektivitas
perubahan.
l. Tahap 5: Memilih peran yang sesuai dilaksanakan oleh agen
pembaharu
Pada tahap ini, perlu ada suatu pemilihan seorang
pemimpin atau manajer yang ahli dan sesuai di bidangnya.
Manajer tersebut akan dapat memberikan masukan dan solusi
yang terbaik dalam perubahan serta dia bisa berperan sebagai
seorang “mentor yang baik.” Perubahan akan berhasil dengan baik
apabila antara manajer dan staf mempunyai pemahaman yang
sama dan memiliki kemampuan dalam melaksanakan perubahan
tersebut.
m. Tahap 6: Mempertahankan perubahan yang telah dimulai
Sekali perubahan sudah dilaksanakan, maka harus
dipertahankan dengan komitmen yang ada.Komunikasi harus
terbuka dan terus diinformasikan supaya setiap pertanyaan yang
masuk dan permasalahan yang terjadi dapat diambil solusi yang
terbaik oleh kedua belah pihak.
n. Tahap 7: Mengakhiri bantuan
Selama proses mengakhiri perubahan, maka harus selalu
diikuti oleh perencanaan yang berkelanjutan dari seorang manajer.
Hal ini harus dilaksanakan secara bertahap supaya individu yang
terlibat mempunyai peningkatan tanggung jawab dan dapat
mempertahankan perubahan yang telah terjadi. Manajer harus
terus-menerus bersedia menjadi konsultan dan secara aktif terus
terlibat dalam perubahan
9. Teori Havelock
Teori ini merupakan modifikasi dari teori Lewin dengan
menekankan perencanaan yang akan mempengaruhi perubahan. Enam
tahap sebagai perubahan menurut Havelock.
g. Membangun suatu hubungan
h. Mendiagnosis masalah
i. Mendapatkan sumber-sumber yang berhubungan
j. Memilih jalan keluar
k. Meningkatkan penerimaan
l. Stabilisasi dan perbaikan diri sendiri
10. Teori Spradley
Spradley menegaskan bahwa perubahan terencana harus secara
konstan dipantau untuk mengembangkan hubungan yang bermanfaat
antara agen berubah dan sistem berubah. Berikut adalah langkah dasar
dari model Spradley.
i. Mengenali gejala
j. Mendiagnosis masalah
k. Menganalisa jalan keluar
l. Memilih perubahan
m. Merencanakan perubahan
n. Melaksanakan perbahan
o. Mengevaluasi perubahan
p. Menstabilkan perubahan

Tabel 1. Perbandingan Teori Perubahan


No Redin Lewin Lippit Rogers Havelock Spradley
1 Diagnosa Unfreezi Mendiagnosa Kesadara Membangun Mengenali
ng masalah n hubungan masalah
2 Penetapa Mengkaji Mendiagnosa Mendiagnos
n tujuan motivasi dan masalah a
bersama kemampuan menganalisa
untuk berubah jalan keluar
3 Penekana Moving Mengkaji Minat Mendapatkan Memilih
n motivasi evaluasi sumber yang perubahan
kelompok denga sumber percobaa berhubungan
agen berubah n
4 Informasi Menyeleksi Memilih Merencanak
maksimal objek akhir jalan an
perubahan perubahan
yang progresif
5 Diskusi Memilih peran Melaksanak
tentang yang sesuai an
penatalak untuk agen perubahan
sanaan berubah
6 Pengguna Mempertahan Meningkatka Mengevalua
an upaya kan perubahan n penerimaan si perubahan
ritual
7 Intervensi Refreezin Mengakhiri Adopsi Stabilisasi Menstabilka
penolaka g hubungan dan n perubahan
n saling perbaikan
membantu diri

DAFTAR PUSTAKA
Effendy, Nasrul.1998. DASAR-DASAR KEPERAWATAN KESEHATAN
MASYARAKAT. EGC:Jakarta

http://www.reditapratwi.blogspot.com/p/konsep-desa-siaga.html?m=1 diakses
pada tanggal 28 Februari 2013

http://www.puskesmaku.blogspot.com/2009/01/desa-siaga.html?m=1 diakses
tanggal 27 Februsri 2013

http://www.tyovillage.blogspot.com/2011/04/makalah-desa-siaga.html?m=1
diakses pada tanggal 28 Februsri 2013

http://www.scribd.com/doc/67541642/Makalah-Desa-Siaga-Klmpok-IITim di
unduh tanggal 27 Februari 2013

Dinkes Jawa Barat, 2010. BUKU PEDOMAN DESA SIAGA AKTIF. Dinkes
Jawa Barat, Bandung.
Anderson,ET.(2006).Buku Ajar Keperawatan Komunitas Teori dan Praktik

Jakarta :EGC

Mubarak W.I (2005).pengantar Keperawatan Komunitas I Jakarta:CV.Sagung Seto

Cangara, Hafied. 2007. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta : PT Raja

Grafindo Persada

http://kuliah.dagdigdug.com/2008/07/12/prinsip-dasar-komunikasi-dalam-

kelompok/

http://www.lusa.web.id/unsur-unsur-komunikasi/

Poeter, Patricia A, dkk. 2005. Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC


Anggra. 2015. Peran dan Fungsi Komunitas 5. Diakses pada tanggal 23 Juni
2016. http://dokumen.tips/documents/peran-dan-fungsi-perawat-komunitas-
5.html
Makhfudli & Efendi, F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Selviana. 2015. Sejarah Keperawatan Komunitas Konsep Model
Keperawatan Komunitas. Diakses pada tanggal 23 Juni 2016.
http://dokumen.tips/documents/sejarah- keperawatan-komunitas-konsep-
model-keperawatan-komunitas-5608d8c6d271d.html
Wahit Iqbal Mubarak, Nurul Chayatin. 2009. Ilmu Keperawatan Komunitas :
Pengantar dan Teori. Jakarta : Salemba Medika.

Notoatmodjo, 2005, Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Jakarta, Rineka


Cipta

Fisher, Augrey, 1986, Theories of Communication (Terjemahan Soejono


Trimo), Bandung, Remaja Karya

Green, 1980, Health Education Planning, A Diagnostic Approach, The John


Hopkins University, Maryland, Mayfield Publishing Company

http://sulfaoktafiani.blogspot.com/2013/05/6keperawatan-keluarga.html
http://www.gobookee.org/ruang-lingkup-keperawatan-keluarga/
http://www.gobookee.org/ebook/bab-i-pendahuluan-perpustakaan-upn-
veteran-jakarta-6a1eta/
http://www.scribd.com/doc/174448272/PP-Ruang-Lingkup-Keperawatan-
Keluarga-2
http://masithatabode.blogspot.com/2013/10/makalah-keperawatan-
keluarga.html
http://derenyy.wordpress.com/2013/09/28/kejadian-luar-biasa/

http://windaamelia.wordpress.com/2010/12/13/kejadian-luar-biasa-
klb/

http://fajarasma.wordpress.com/2010/12/16/wabah-kejadian-luar-
biasa-klb/
http://dunia-khayalanqyu.blogspot.com/2010/12/kejadian-luar-
biasa.html

http://decha-ariani.blogspot.com/2013/07/kejadian-luar-biasa.html

Anda mungkin juga menyukai