D
DENGAN DIAGNOSA MEDIS POST SECTIO CAESAREA ATAS
INDIKASI KETUBAN PECAH DINI DI RSUD DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
OLEH :
RAHMAH PEBRIANTI
2019. C.11a.1023
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN
NIM : 2019.C.11a.1023
1
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan
yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Ny. D Dengan Diagnosa
Medis Post Sectio Caesarea Atas Indikasi Ketuban Pecah Dini Di Rsud Doris Sylvanus”
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 2).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka
Raya
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes Eka
Harap Palangka Raya.
3. Ibu Elin Ria Resty, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Ibu Lidya Amiyani S.Kep.,Ners selaku dan pembimbing Klinik yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen
keperawatan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
RAHMAH PEBRIANTI
2
DAFTAR PUSTAKA
LEMBAR PERSETUJUAN..............................................................................................
KATA PENGANTAR.......................................................................................................
3
2.3.2 Diagnosa........................................................................................................
2.3.3 Intervensi.......................................................................................................
2.3.4 Impelementasi...............................................................................................
2.3.5 Evaluasi.........................................................................................................
BAB 4 PENUTUP..............................................................................................................
4.1 Kesimpulan.............................................................................................................
4.2 Saran .................................................................................................................
4
BAB 1
PENDAHULUAN
5
upaya tindakan SC berdasar indikasi, peningkatan pengetahuan ibu hamil mengenai
indikasi SC yang tepat (Selawati L, 2013).
Menurut Solehati & kosasih, (2013), masalah yang biasanya muncul setelah
dilakukannya operasi SC antara lain: terjadinya aspirasi (25-50%), emboli pulmonari,
perdarahan, infeksi pada luka, infeksi uterus, infeksi pada traktus urinarius, cedera pada
kandung kemih, tromboflebitis dan gangguan rasa nyaman nyeri. Apabila masalah-masalah
tersebut tidak segera diatasi, maka masalahnya menjadi panjang dan dapat menimbulkan
masalah baru seperti: pembentukan adhesion (perlengkatan), obstruksi usus, kesulitan
penggunaan otot untuk sit-up, dan nyeri pelvik. Pada kasus post SC masalah yang sering
muncul setelah tindakan operasi SC adalah nyeri. Rasa nyeri adalah pengalaman sensori
tidak menyenangkan. (Smeltzer, 2010).
Dari data-data di atas menunjukkan bahwa Post Partum SC ( Section Caesarea)
merupakan kasus yang sangat berbahaya saat ini, oleh sebab itu saya mengambil
kasus “ Asuhan Keperawatan Pada Ny. D Dengan Post SC (Section Caesarea A/I KPD)”.’
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Pada Ny.D Dengan Post Patum SC (Section
Caesarea)?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Intruksional Umum (TIU)
Adapun tujuan umum dari laporan ini adalah:
Mahasiswa mampu melakukan dan memberikan Asuhan Keperawatan Pada Ny.D
Dengan Post Patum SC (Section Caesarea).
1.3.2 Tujuan Intruksional Khusus (TIK)
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep dasar Post Partum SC (Section Caesarea.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Ny.D
Dengan Post Patum SC (Section Caesarea)
1.3.2.3 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada Ny.D Dengan Post Patum SC
(Section Caesarea).
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada Ny.D Dengan Post Patum SC
(Section Caesarea).
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan dan menyusun intervensi pada Ny.D Dengan Post
Patum SC (Section Caesarea).
6
1.3.2.6 Mahasiswa mampu melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny.D Dengan
Post Patum SC (Section Caesarea).
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada Ny.D Dengan Post Patum SC (Section
Caesarea).
1.3.2.8 Mahasiswa mampu menyusun dokumentasi keperawatan.
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan
menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh
selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan Stikes Eka Harap
Palangka Raya Post Partum SC (Section Caesarea).
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga kesehatannya
dan sebagai sumber informasi pada keluarga tentang Post Partum SC (Section
Caesarea).
1.4.3 Bagi Institusi
Menjadi sumber refrensi bagi institusi pendidikan maupun rumah sakit.
1.4.4 Bagi IPTEK
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam keperawatan
yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien dengan Post
Partum SC (Section Caesarea).
7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut(Kusuma, 2015).
Sectio Caesarea adalah jalan alternatif menyambut kelahiran seorang bayi melalui
operasi praktis. Pembedahan dilakukan pada perut dan rahim ibu. Sectio Caesarea
dilakukan sebagai tindakan penyelamatan terhadap kasus-kasus persalinan normal yang
berbahaya. Oleh karena itu tindakan ini hanya di lakukan ketika proses persalinan alamiah
melalui vagina tidak memungkinkan karena risiko medis tertentu (Wahyudi, 2016).
Sectio Caesarea adalah suatu cara melahirkan dengan membuat sayatan pada dinding
uterus melalui dinding depan perut. (amru sofian,2015).
Post Partum adalah suatau masa antara kelahiran sampai dengan organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan sebelum masa hamil. (Reeder, 2015). Post Partum
merupakan masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum kehamilan. Lama Post Partum ini antara 6-8
minggu. (Solehati & Kosasih, 2015 yang melaporkan penelitian tahun 2002 oleh Mochtar)
2.1.2 Etiologi
1. Etiologi yang berasal dari ibu
8
Yaitu pada primigravida dengan kelainan letak, primi para tua disertai kelainan letak
ada, disproporsi sefalo pelvik (disproporsi janin / panggul ), ada sejarah kehamilan
dan persalinan yang buruk, terdapat kesempitan panggul, Plasenta previa terutama
pada primigravida, solutsio plasenta tingkat I – II, komplikasi kehamilan yang
disertai penyakit ( jantung, DM ). Gangguan perjalanan persalinan (kista ovarium,
mioma uteri, dan sebagainya).
2. Etiologi yang berasal dari janin
Fetal distress / gawat janin, mal presentasi dan mal posisi kedudukan janin, prolapsus
tali pusat dengan pembukaan kecil, 8 9 kegagalan persalinan vakum atau forceps
ekstraksi. (Nurarif & Hardhi, 2015).
Manuaba (2002) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen,
perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah
fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuranukuran bidang panggul menjadi abnormal.
b. PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah
penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi
eklamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
9
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu.
d. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.
e. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek dan ibu sulit bernafas.
f. Kelainan Letak Janin
1) Kelainan pada letak kepala
a. Letak kepala tengadah , Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada
pemeriksaan dalam teraba UUB yang paling rendah. Etiologinya kelainan
panggul, kepala bentuknya bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar
panggul.
b. Presentasi muka , Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala
yang terletak paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-
0,5 %.
c. Presentasi dahi , Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada
posisi terendah dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya
dengan sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang
kepala.
g. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri. Dikenal
beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi bokong kaki,
sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki (Saifuddin,
2002).
2.1.3 Klasifikasi
10
Klasifikasi Sectio Caesarea menurut (Hary Oxorn dan Wiilliam R. Forte, 2010).
1. Segmen bawah : Insisi melintang
Karena cara ini memungkinkan kelahiran per abdominam yang aman sekalipun
dikerjakan kemudian pada saat persalinan dan sekalipun dikerjakan kemudian pada
saat persalinan dan sekalipun rongga Rahim terinfeksi, maka insisi melintang
segmenn bawah uterus telah menimbulkan revolusi dalam pelaksanaan obstetric.
2. Segmen bawah : Insisi membujur
Cara membuka abdomen dan menyingkapkan uterus sama seperti insisi melintang,
insisi membujur dibuat dengan scalpel dan dilebarkan dengan gunting tumpul untuk
menghindari cedera pada bayi.
3. Sectio Caesarea klasik
Insisi longitudinal digaris tengah dibuat dengan scalpel kedalam dinding anterior
uterus dan dilebarkan keatas serta kebawah dengan gunting yang berujung tumpul.
Diperlukan luka insisi yang lebar karena bayi sering dilahirkan dengan bokong
dahulu. Janin serta plasenta dikeluarkan dan uterus ditutup dengan jahitan tiga lapis.
Pada masa modern ini hamper sudah tidak dipertimbangkan lagi untuk mengerjakan
Sectio Caesarea klasik. Satu-satunya indikasi untuk prosedur segmen atas adalah
kesulitan teknis dalam menyingkapkan segmenn bawah.
4. Sectio Caesarea Extraperitoneal
Pembedahan Extraperitoneal dikerjakan untuk mennghindari perlunya histerektomi
pada kasus-kasus yang menngalami infeksi luas dengan mencegahh peritonitis
generalisata yang sering bersifat fatal. Ada beberapa metode Sectio Caesarea
Extraperitoneal, seperti metode Waters, Latzko, dan Norton, T. tekhnik pada
prosedur ini relative lebih sulit, sering tanpa sengaja masuk kedalam vacuum
peritoneal dan isidensi cedera vesica urinaria meningkat. Metode ini tidak boleh
dibuang tetapi tetap disimpan sebagai cadangan kasus-kasus tertentu.
Histerektomi Caesarea Pembedahan ini merupakan Sectio Caesarea yang dilanjutkan
denngan pengeluaran uterus. Jika mmuungkin histerektomi harus dikerjakan lengkap
(histerektomi total). Akan tetapi, karena pembedahan subtoral lebih mmudah dan dapatt
dikerjakan lebih cepat, maka pemmbedahan subtoral menjadi prosedur pilihan jika terdapat
perdarahan hebat dan pasien terjadi syok, atau jika pasien dalam keadaan jelek akibat
11
sebab-sebab lain. Pada kasus-kasus semacam ini lanjutan pembedahan adalah
menyelesaikannya secepat mungkin.
2.1.4 Patofisiologi
Ada beberapa kelainan atau hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak lahir normal atau spontan, misalnya disebabkan oleh panggul sempit dan
plasenta previa. Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anastesi yang akan
menyebabkan pasien mengalami imobilisasi, efek anastesi menyebabkan konstipasi. Dalam
proses pembedahan akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya jaringan merangsang area sensorik yang menyebabkan
gangguan rasa nyaman yaitu nyeri.
Setelah proses pembedahan berakhir daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan
luka post sectio caesarea, yang bila tidak dirawat dengan baik akan menyebabkan resiko
infeksi. Pada saat post partum mengalami penurunan hormon progesteron dan estrogen
akan terjadi kontraksi uterus dan involusi tidak adekuat sehingga terjadi pendarahan dan
bisa menyebabkan risiko syok, Hb menurun dan kekurangan O2 mengakibatkan
kelemahan dan menyebabkan defisit perawatan diri (Nurarif & Kusuma, 2015).
12
WOC
POST SC
B1 B2 B3 B4 B5 B6
(Breathing) (Blood) (Brain) (Bladder) (Bowel) (Bone)
Peningkatan Nifas
Kontraksi Uterus Penurunan kerja Peningkatan
Sekresi Mukosa Kelemahan otot
(post pembedahan) PONS Asam
Luka terbuka
post dientri
Atonia aliran Terputusnya Penurunan kerja Mual muntah
Reflex Batuk Bedrest
darah uteri kontinuitas jaringam otot-otot
eliminasi
Perawatan
Kurang Anoreksia
Akumulasi sekret Kontraksi Pengeluaran MK : MK:
berlebihan mediator nyeri Konstipasi
Hambatan
MK : Resiko Mobilitas Fisik
MK : Jalan Nafas Pendarahan Nyeri saat Intake Menurun
Infeksi
Tidak Efektif Meningkat beraktifitas
MK : Nutrisi
MK: Resiko MK : Nyeri Kurang dari
Syok Hipolemix Akut tubuh
13
2.1.5 Manifestasi Klinis
Persalinan dengan Sectio Caesaria, memerlukan perawatan yang lebih komprehensif
yaitu perawatan post operatif dan post partum, manifestasi klinis Sectio Caesarea menurut
Dongoes 20 yaitu :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus terletak di umbilicus
d. Aliran lockhea sedang bebas membeku yang tidak berlebihan
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 750 – 1000
f. Menahan batuk akibat rasa nyeri yang berlebihan
g. Biasanya terpasang kateter urinarius
h. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
i. Akibat nyeri terbatas untuk melakukan pergerakan
j. Bonding attachment pada anak yang baru lahir
2.1.6 Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul dari tindakan Sectio Caesarea adalah komplikasi
pembiusan, perdarahan pasca operasi Sectio Caesarea, syok perdarahan, obstruksi usus,
gangguan pembekuan darah, dan cedera organ abdomen seperti usus, ureter, kandung kemih,
pembuluh darah. Pada Sectio Caesarea juga bisa terjadi infeksi sampai sepsis apalagi pada
kasus dengan ketuban pecah dini. Dapat juga terjadi komplikasi pada bekas luka operasii
(Anggi, 2015).
Hal yang sangat mempengaruhi atau komplikasi pasca operasi yaitu infeksi jahitan
pasca Sectio Caesarea, infeksi ini terjadi karena banyak factor, seperti infeksi intrauteri,
adanya penyakit penyerta yang berhubungan dengan infeksi misalnya, abses tuboofaria,
apendiksitis akut/perforasi. Diabetes mellitus, gula darah tidak terkontrol, kondisi
imunokompromised misalnya, infeksi HIV, Tuberkulosis atau sedang mengkonsumsi
kortikosteroid jangka panjang, gisi buruk, termasuk anemia berat, sterilitas kamar operasi
dan atau alat tidak terjaga, alergi pada materi benang yang digunakan daan kuman resisten
terhadap antibiotic. Akibat infeksi ini luka bekas Sectio Caesarea akan terbuka dalam
minggu pertama pasca operasi. Terbukanya luka bisa hanya kulit dan subkulit saja, bisa juga
sampai fascia yang disebut dengan bust abdomen. Umumnya, luka akan bernanah atau ada
eksudat dan berbahaya jika dibiarkan karena kuman tersebut dapat menyebar melalui aliran
darah. Luka yang terbuka akibat infeksi itu harus dirawat, dibersihkan dan dilakukan kultur
dari caiiran luka tersebut. (Valleria, 2016).
14
2.1.7 Pemeriksaan penunjang
1) Pemantauan janin terhadap kesehatan janin
2) Pemantauan EKG
3) JDL dengan diferensial
4) Elektrolit
5) Hemoglobin/Hematokrit
6) Golongan Darah
7) Urinalis
8) Amniosentesis terhadap maturitas paru janin sesuai indikasi
9) Pemeriksaan sinar X sesuai indikasi.
10) Ultrasound sesuai pesanan. (Tucker,Susan martin,1998. Dalam buku Aplikasi Nanda
2015).
2.1.8 Penatalaksanaan medis
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan per
intavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi hipotermi,
dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa diberikan
biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah tetesan
tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai
kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan per infus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu dimulailah
pemberian minuman dan makanan per oral. Pemberian minuman dengan jumlah yang
sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 sampai 8 jam pasca operasi, berupa air putih dan
air teh.
c. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi : Miring kanan dan kiri dapat dimulai
sejak 6 sampai 10 jam setelah operasi, Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita
sambil tidur telentang sedini mungkin setelah sadar, Hari kedua post operasi, penderita
dapat didudukkan selama 5 menit dan diminta untuk bernafas dalam lalu
menghembuskannya, Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler), Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri
pada hari ke-3 sampai hari ke-5 pasca operasi.
15
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan rasa tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya
terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
e. Pemberian obat-obatan
Antibiotik cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda sesuai
indikasi.
f. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
Obat yang dapat di berikan melalui supositoria obat yang diberikan ketopropen sup
2x/24 jam, melalui orang obat yang dapat 14 diberikan tramadol atau paracetamol tiap
6 jam, melalui injeksi ranitidin 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu.
g. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan caboransia
seperti neurobian I vit C.
k. Perawatan luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post operasi, bila basah dan berdarah harus
dibuka dan diganti.
l. Pemeriksaan rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu, tekanan darah,
nadi,dan pernafasan.
m. Perawatan Payudara
Pemberian ASI dapat dimulai pada hari post operasi jika ibu memutuskan tidak
menyusui, pemasangan pembalut payudara yang mengencangkan payudara tanpa
banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi rasa nyeri.
16
2016). KPD adalah pecahnya ketuban sebelum waktu melahirkan yang terjadi pada saat
akhir kehamilan maupun jauh sebelumnya (Nugroho, 2010).
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ketuban pecah dini (KPD)
adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD preterm adalah KPD sebelum
usia kehamilan 37 minggu. KPD yang memanjang adalah KPD yang terjadi lebih dari 12 jam
sebelum waktunya melahirkan
2.2.2 Etiologi
Menurut Manuaba (2013), penyebab ketuban pecah dini antara lain :
a. Servik inkompeten (penipisan servikx) yaitu kelainan pada servik uteri dimana kanalis
servikalis selalu terbuka.
b. Ketegangan uterus yang berlebihan, misalnya pada kehamilan ganda dan hidroamnion
karena adanya peningkatan tekanan pada kulit ketuban di atas ostium uteri internum
pada servik atau peningkatan intra uterin secara mendadak.
c. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah, kelainan genetic.
d. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi disebut fase laten.
Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan infeksi
Makin muda kehamilan, makin sulit upaya pemecahannya tanpa menimbulkan
morbiditas janin
Komplikasi ketuban pecah dini makin meningkat
e. Kelainan letak janin dalam rahim, misalnya pada letak sunsang dan letak lintang,
karena tidak ada bagan terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat
17
menghalangi tekanan terhadap membrane bagian bawah. kemungkinan kesempitan
panggul, perut gantung, sepalopelvik, disproporsi.
f. Infeksi, yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun asenden dari vagina
atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini.
2.2.3 Klasifikasi
Menurut POGI (2014), KPD diklasifikasikan menjadi 2 kelompok ,yaitu KPD Preterm
dan KPD Aterm:
a. KPD Preterm
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang terbukti dengan vaginal
pooling , tes nitrazin dan tes fern atau IGFBP- (+) pada usia <37 minggu sebelum onset
persalinan. KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat umur kehamilan ibu
antara 24 sampai kurang dari 34 minggu , sedangkan KPD Preterm saat umur
kehamilan ibu antara 34 sampai kurang 37 minggu.
b. KPD Aterm
Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnyaa ketuban sebelum waktunya yang terbukti
dengan vaginal pooling , tes nitrazin dan tes fern (+), IGFBP-1(+) pada usia kehamilan
>37 minggu.
2.2.4 Patofisiologi
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai berikut:
1. Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat dan vaskularisasi
Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat lemah dan mudah pecah
dengan mengeluarkan air ketuban.
2. Kolagen terdapat pada lapisan kompakta amnion, fibroblas, jaringan retikuler korion
dan trofoblas. Sintesis maupun degradasi jaringan kolagen dikontrol oleh sistem
aktifitas dan inhibisi interleukin-1 (IL-1) dan prostaglandin. Jika ada infeksi dan
inflamasi, terjadi peningkatan aktifitas IL-1 dan prostaglandin, menghasilkan
kolagenase jaringan, sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada selaput korion /
amnion, menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah spontan.
3. Patofisiologi Pada infeksi intrapartum:
a. Ascending infection (naiknya mikroorganisme), pecahnya ketuban menyebabkan
ada hubungan langsung antara ruang intraamnion dengan dunia luar.
b. Infeksi intraamnion bisa terjadi langsung pada ruang amnion, atau dengan
penjalaran infeksi melalui dinding uterus, selaput janin, kemudian ke ruang
intraamnion.
18
c. Mungkin juga jika ibu mengalami infeksi sistemik, infeksi intrauterin menjalar
melalui plasenta (sirkulasi fetomaternal). Tindakan iatrogenik traumatik atau
higiene buruk, misalnya pemeriksaan dalam yang terlalu sering, dan sebagainya,
predisposisi infeksi (Prawirohardjo (2015).
2.2.5 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinik KPD menurut Mansjoer (2016) antara lain :
a. Keluar air ketuban berwarna putih keruh, jernih, kuning, hijau atau kecoklatan, sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak.
b. Dapat disertai demam bila sudah ada infeksi
c. Janin mudah diraba
d. Pada periksa dalam selaput ketuban tidak ada, air ketuban sudah kering
e. Inspekulo : tampak air ketuban mengalir atau selaput ketuban tidak ada dan air ketuban
sudah kering
f. Kecemasan ibu meningkat.
Menurut Manuaba (2013) mekanifestasi klinis ketuban pecah dini, antara lain:
1. jadi pembukaan prematur servik
2. Membran terkait dengan pembukaan terjadi:
a. Devaskularisasi
b. Nekrosis dan dapat diikuti pecah spontan
c. Jaringan ikat yang menyangga membran ketuban, makin berkurang
d. Melemahnya daya tahan ketuban dipercepat denga infeksi yang mengeluarkan
enzim preteolitik dan kolagenase.
2.2.6 Komplikasi
Terdapat tiga komplikasi utama yang terjadi pada ketuban pecah dini yaitu (a)
peningkatan morbiditas neonatal oleh karena prematuritas, (b) komplikasi selama persalinan
dan kelahiran, (c) resiko infeksi baik pada ibu maupun janin, dimana resiko infeksi karena
ketuban yang utuh merupakan barrier atau penghalang terhadap masuknya penyebab infeksi
(Sarwono, 2016)
2.2.7 Pemeriksaan penunjang
Diagnosis ketuban pecah dini tidak sulit ditegakkan dengan keterangan terjadi
pengeluaran cairan mendadak disertai bau yang khas. Selain keterangan yang disampaikan
pasien dapat dilakukan beberapa pemeriksaan yang menetapkan bahwa cairan yang keluar
adalah air ketuban, diantaranya tes ferning dan nitrazine tes. Langkah pemeriksaan untuk
menegakkan diagnosis ketuban pecah dini dapat dilakukan:
19
1. Pemeriksaan spekulum, untuk mengambil sampel cairan ketuban di froniks posterior
dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan pemeriksaan bakteriologis.
2. Melakukan pemeriksaan dalam dengan hati-hati, sehingga tidak banyak manipulasi
daerah pelvis untuk mengurangi kemungkinan-kemungkinan infeksi asenden dan
persalinan prematuritas. (Manuaba, 2013)
Menurut Nugroho (2015), pemeriksaan penunjang ketuban pecah dini dapat dilakukan
dengan pemeriksaan ultrasonografi (USG):
1. Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam kavum uteri.
2. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban yang sedikit. Namun sering terjadi
kesalahan pada penderita oligohidramnion.
2.2.8 Penatalaksanaan medis
Menurut Manuaba (2013) dalam buku ajar patologi obstetrik, kasus KPD yang cukup
bulan, kalau segera mengakhiri kehamilan akan menaikkan insidensi bedah sesar, dan kalau
menunggu persalinan spontan akan menaikkan insidensi chorioamnionitis. Kasus KPD yang
kurang bulan kalau menempuh cara-cara aktif harus dipastikan bahwa tidak akan terjadi
RDS, dan kalau menempuh cara konservatif dengan maksud untuk memberi waktu
pematangan paru, harus bisa memantau keadaan janin dan infeksi yang akan memperjelek
prognosis janin. Penatalaksanaan KPD tergantung pada umur kehamilan. Kalau umur
kehamilan tidak diketahui secara pasti segera dilakukan pemeriksaann ultrasonografi (USG)
untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Resiko yang lebih sering pada KPD
dengan janin kurang bulan adalah RDS dibandingkan dengan sepsis. Oleh karena itu pada
kehamilan kurang bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal
untuk persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru- paru sudah
matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsi pada janin merupakan sebab utama
meningginya morbiditas dan mortalitas janin. Pada kehamilan cukup bulan, infeksi janin
langsung berhubungan dengan lama pecahnya selaput ketuban atau lamanya perode laten
(Manuaba, 2013).
a. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan aterm (> 37 Minggu).
Beberapa penelitian menyebutkan lama periode laten dan durasi KPD keduanya
mempunyai hubungan yang bermakna dengan peningkatan kejadian infeksi dan
komplikasi lain dari KPD. Jarak antara pecahnya ketuban dan permulaan dari
persalinan disebut periode latent = L, P = “lag” period. Makin muda umur kehamilan
makin memanjang L.P-nya. Pada hakekatnya kulit ketuban yang pecah akan
menginduksi persalinan dengan sendirinya. Sekitar 70-80 % kehamilan genap bulan
20
akan melahirkan dalam waktu 24 jam setelah kulit ketuban pecah.bila dalam 24 jam
setelah kulit ketuban pecah belum ada tanda-tanda persalinan maka dilakukan induksi
persalinan, dan bila gagal dilakukan bedah caesar (Manuaba, 2013).
Pemberian antibiotik profilaksis dapat menurunkan infeksi pada ibu. Walaupun
antibiotik tidak berfaeadah terhadap janin dalam uterus namun pencegahan terhadap
chorioamninitis lebih penting dari pada pengobatanya sehingga pemberian antibiotik
profilaksis perlu dilakukan. Waktu pemberian antibiotik hendaknya diberikan segera
setelah diagnosis KPD ditegakan dengan pertimbangan : tujuan profilaksis, lebih dari 6
jam kemungkinan infeksi telah terjadi, proses persalinan umumnya berlangsung lebih
dari 6 jam. Beberapa penulis menyarankan bersikap aktif (induksi persalinan) segera
diberikan atau ditunggu sampai 6-8 jam dengan alasan penderita akan menjadi inpartu
dengan sendirinya. Dengan mempersingkat periode laten durasi KPD dapat
diperpendek sehingga resiko infeksi dan trauma obstetrik karena partus tindakan dapat
dikurangi (Manuaba, 2013).
Pelaksanaan induksi persalinan perlu pengawasan yang sangat ketat terhadap keadaan
janin, ibu dan jalannya proses persalinan berhubungan dengan komplikasinya.
Pengawasan yang kurang baik dapat menimbulkan komplikasi yang fatal bagi bayi dan
ibunya (his terlalu kuat) atau proses persalinan menjadi semakin kepanjangan (his
kurang kuat). Induksi dilakukan dengan mempehatikan bishop score jika > 5 induksi
dapat dilakukan, sebaliknya < 5, dilakukan pematangan servik, jika tidak berhasil
akhiri persalinan dengan seksio sesaria (Manuaba, 2013).
b. Penatalaksanaan KPD pada kehamilan preterm (< 37 minggu).
Pada kasus-kasus KPD dengan umur kehamilan yang kurang bulan tidak dijumpai
tanda-tanda infeksi pengelolaanya bersifat koservatif disertai pemberian antibiotik
yang adekuat sebagai profilaksi Penderita perlu dirawat di rumah sakit,ditidurkan
dalam posisi trendelenberg, tidak perlu dilakukan pemeriksaan dalam untuk mencegah
terjadinya infeksi dan kehamilan diusahakan bisa mencapai 37 minggu, obat-obatan
uteronelaksen atau tocolitic agent diberikan juga tujuan menunda proses persalinan
(Manuaba, 2013).
Tujuan dari pengelolaan konservatif dengan pemberian kortikosteroid pada penderita
KPD kehamilan kurang bulan adalah agar tercapainya pematangan paru, jika selama
menunggu atau melakukan pengelolaan konservatif tersebut muncul tanda-tanda
infeksi, maka segera dilakukan induksi persalinan tanpa memandang umur kehamilan
(Manuaba, 2013).
21
Induksi persalinan sebagai usaha agar persalinan mulai berlangsung dengan jalan
merangsang timbulnya his ternyata dapat menimbulkan komplikasi-komplikasi yang
kadang-kadang tidak ringan. Komplikasikomplikasi yang dapat terjadi gawat janin
sampai mati, tetani uteri, ruptura uteri, emboli air ketuban, dan juga mungkin terjadi
intoksikasi. Kegagalan dari induksi persalinan biasanya diselesaikan dengan tindakan
bedan sesar. Seperti halnya pada pengelolaan KPD yang cukup bulan, tidakan bedah
sesar hendaknya dikerjakan bukan semata-mata karena infeksi intrauterin tetapi
seyogyanya ada indikasi obstetrik yang lain, misalnya kelainan letak, gawat janin,
partus tak maju, dll (Manuaba, 2013).
Selain komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan aktif. Ternyata
pengelolaan konservatif juga dapat menyebabakan komplikasi yang berbahaya, maka perlu
dilakukan pengawasan yang ketat. Sehingga dikatakan pengolahan konservatif adalah
menunggu dengan penuh kewaspadaan terhadap kemungkinan infeksi intrauterin (Manuaba,
2013).
Sikap konservatif meliputi pemeriksaan leokosit darah tepi setiap hari, pem,eriksaan
tanda-tanda vital terutama temperatur setiap 4 jam, pengawasan denyut jamtung janin,
pemberian antibiotik mulai saat diagnosis ditegakkan dan selanjutnya stiap 6 jam. Pemberian
kortikosteroid antenatal pada preterm KPD telah dilaporkan secara pasti dapat menurunkan
kejadian RDS. The National Institutes of Health telah merekomendasikan penggunaan
kortikosteroid pada preterm KPD pada kehamilan 30-32 minggu yang tidak ada infeksi
intramanion. Sedian terdiri atas betametason 2 dosis masing-masing 12 mg i.m tiap 24 jam
atau dexametason 4 dosis masingmasing 6 mg tiap 12 jam (Ma nuaba, 2013).
1) Keluhan Utama :
Keluhan yang diungkapkan klien pada umumnya yaitu adanya rasa nyeri. Lokasi luka
biasanya terdapat pada daerah- daerah yang menonjol, misalnya pada daerah abdomen ,
daerah tangan , telapak kaki,.
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
22
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi keluhan,
intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat atau memperingan
serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai dan upaya- upaya yang telah
dilakukan perawat disini harus menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti:
gatal, panas, mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati
3) Riwayat Kesehatan masa lalu:
Apakah sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, darah tinggi, DM, dan
hiperlipidemia. Tanyakan obat-obatan yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
yang masih relevan. Catat adanya efek samping yang terjadi di masa lalu. Tanyakan
alergi obat dan reaksi alergi apa yang timbul
4) Riwayat penyakit keluarga
Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan luka dapat
dipengauhi oleh penyakit-penyakit yang diturunkan seperti : DM, alergi, Hipertensi
( CVA ). Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami klien. Hal ini
untuk memberikan informasi apakah perubahan pada kulit merupakan manifestasi dari
penyakit sistemik seperti : infeksi kronis, kanker, DM
2.3.1.3. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien biasanya baik atau compos mentis
(CM) dan umumnya penderita datang dengan keadaan sakit dan gelisah atau cema s
akibat adanya kerusakan integritas kulit yang dialami.
2) B1 (Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih dalam batas normal.
3) B2 (Blood)
Tekanan darah biasanya mengalami peningkatan atau dalam batas normal tidak ada
bunyi jantung tambahan dan tidak ada kelainan katup.
4) B3 (Brain)
Kaji adanya hilang gerakan atau sensasi, spasme otot, terlihat kelemahan/kehilangan
fungsi. Pergerakan mata atau kejelasan penglihatan, dilatasi pupil. Agitasi berhubungan
denan nyeri atau ansietas.
5) B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Perubahan pola kemih
seperti inkontinesia urin, disuria, distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan
kebersihan.
23
6) B5 (Bowel)
Kaji adanya konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising usus,
anoreksia, adanya anoreksia abdomen, dan nyeri tekan abdomen.
7) B6 ( Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Kaji adannya berat tiba-tiba mungkin
teralokasi pada area jaringan dapat berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi otot
,laserasi kulit dan perubahan warna.
Pemeriksaan fisik ibu
a. Keadaan umum, meliputi tentang kesadaran, nilai glasgow coma scale (GCS) yang
berisi penilaian eye, movement, verbal. Mencakup juga penampilan ibu seperti baik,
kotor, lusuh.
b. Tanda-tanda vital, meliputi pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu dan respirasi.
c. Antropometri, meliputi tinggi badan, berat badan sebelum hamil, berat badan saat hamil
dan berat badan setelah melahirkan.
d. Pemeriksaan Fisik Head to Toe
- Kepala, observasi bentuk kepala, apakah terdapat lesi atau tidak, persebaran
pertumbuhan rambut, apakah terdapat pembengkakan abnormal, warna rambut dan
nyeri tekan.
- Wajah, pada wajah ibu postpartum biasanya terdapat cloasma gravidarum sebagai
ciri khas perempuan yang pernah mengandung, apakah terdapat lesi atau tidak, nyeri
pada sinus, terdapat edema atau tidak.
- Mata, observasi apakah pada konjungtiva merah mudah atau pucat, ibu yang baru
mengalami persalinan biasanya banyak kehilangan cairan, bentuk mata kiri dan
kanan apakah simetris, warna sklera, warna pupil dan fungsi penglihatan.
- Telinga, dilihat apakah ada serumen, lesi, nyeri tekan pada tulang mastoid dan tes
pendengaran.
- Hidung, observasi apakah ada pernafasan cuping hidung, terdapat secret atau tidak,
nyeri tekat pada tulang hidung, tes penciuman.
- Mulut, dilihat apakah ada perdarahan pada gusi, jumlah gigi ada berapa, terdapat lesi
atau tidak, warna bibir dan tes pengecapan.
- Leher, pada leher dilihat apakah bentuknya proporsional, apakah terdapat
pembengkakan kelenjar getah bening atau pembengkakan kelenjar tiroid.
24
- Dada, observasi apakah bentuk dada simetris atau tidak, auskultasi suara nafas pada
paru-paru dan frekuensi pernafasan, auskultasi suara jantung apakah ada suara
jantung tambahan dan observasi pada payudara, biasanya pada ibu post partum
payudara akan mengalami pembesaran dan aerola menghitam serta normalnya ASI
akan keluar.
- Abdomen, pada abdomen observasi bentuk abdomen apakah cembung, cekung atau
datar. Observasi celah pada diastasis recti, tinggi fundus uteri pasca persalinan, pada
ibu yang mengalami kehamilan tanda khas pada abdomen terdapat linia nigra,
observasi juga pada blas apakah teraba penuh atau tidak.
- Punggung dan bokong, dilihat apakah ada kelainan pada tulang belakang, apakah
terdapat nyeri tekan.
- Genetalia, observasi perdarahan pervaginam, apakah terpasang dower cateter,
observasi apakah terdapat luka ruptur, episiotomi bagaimana keadaan luka, bersih
atau tidak.
- Anus, observasi apakah ada pembengkakan, terdapat lesi atau tidak, apakah terdapat
hemoroid.
- Ekstremitas Atas : pada ekstremitas atas dilihat tangan kiri dan kanan simetris atau
tidak, terdapat lesi atau tidak, edema, observasi juga apakah ada nyeri tekan serta
ROM.
- Bawah : pada ekstremitas bawah diobservasi apakah terdapat varises, edema,
pergerakan kaki serta ROM.
Pemeriksaan fisik bayi
a. Keadaan umum, meliputi tampilan, kesadaran bayi yang dinilai menggunakan
APGAR score.
b. Atropometri, meliputi pemeriksaan berat badan bayi, tinggi badan, lingkar kepala,
lingkar dada, lingkar lengan atas serta lingkar abdomen.
c. Pemeriksaan Fisik Head to Toe, pada pemeriksaan fisik pada bayi diobservasi apakah
ada kelainan pada kepala, seperti bentuknya, warna rambut apakah terdapat lesi,
kemudian dilihat pada wajah apakah bentuk mata hidung mulut proporsional atau
tidak, observasi bentuk telinga kanan dan kiri, bentuk leher apakah ada pertumbuhan
abnormal, observasi bentuk dada dan abdomen auskultasi pada suara jantung dan
suara nafas apakah ada penambahan suara atau tidak, bentuk punggung dan bokong,
genetalia apakah terdapat kelainan, observasi anus serta ekstremitas atas dan bawah.
25
2.3.2. Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Pencedera Fisik (D.0077. Hal 172)
2.3.2.2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan jaringan(D.0129. Hal
282)
2.3.2.3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan primer tubuh yang tidak adekuat.
(D.0142. Hal 304)
2.3.2.4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri(D.0055.Hal 126)
2.3.2.5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot(D.0056. Hal 128 )
2.3.2.6. Resiko Syok Hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang berlebihan,
pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler.(D.0039. Hal 92)
26
2.3.3. Intervensi
3. Skala nyeri berkurang 0-3 6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri
7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan
4. Kegelisahan pasien menurun.(5)
8. Monitor efek samping penggunaan analgesic
5. Ketegangan otot pasien.(5) Terapeutik :
1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa nyeri.
6. Kesulitan tidur pasien menurun
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
7. Kemampuan menuntaskan
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
aktivitas pasien meningkat. (5)
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi
8. TTV dalam batas normal meredakan nyeri
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab,periode,dan pemicu nyeri
27
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgesik secara tepat
5. Anjurkan teknik nonfamakologis untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgesic
5. Kemerahan pada kulit menurun. 3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau pembersih nontoksik, sesuai
(5) kebutuhan
28
6. Pasang balutan sesuai jenis luka
10. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-
1,5 g/kgBB/hari
Edukasi :
Kolaborasi :
29
berhubungan dengan keperawatan selama 1x8 jam Observasi :
pertahanan primer tubuh diharapkan pasien mengetahui dan
1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sitemik
yang tidak adekuat. mencegah resiko infeksi dengan
(D.0142 Hal 304) kriteria hasil : Terapeutik :
2. Kemampuan melakukan 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
strategi kontrol resiko lingkungan pasien
meningkat. (5)
4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
3. Kemampuan pasien mengubah
Edukasi :
prilaku meningkat. (5)
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
4. Kemampuan pasien
menghindari faktor resiko 2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
meningkat. (5)
3. Ajarkan etika batuk
5. Kemampuan mengenali
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
perubahan status kesehatan
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
meningkat.(5)
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi :
30
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
4. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan tindakan (Dukungan Tidur I. 05174, hal 48)
berhubungan dengan keperawatan selama 1x8 jam
Observasi :
nyeri (D.0055 Hal 126) diharapkan pola tidur pasien kembali
membaik dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2. Keluhan sering terjaga menurun. 3. Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur
31
3. Anjurkan menghindari makan/ minuman yang mengganggu
tidur
4. Kecemasan pasien menurun. (5) 1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
32
5. Kelemahan fisik menurun. (5) 2. Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
6. Gerakan terbatas pasien 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam meningkatkan
menurun. (5) pergerakan
6 Resiko Syok Setelah dilakukan tindakan ( Manajemen syok hipovolemik I.02050. hal. 222)
Hipovolemik keperawatan selama 1x8 jam
Observasi :
berhubungan dengan diharapkan Tingkat syok menurun
perdarahan yang dengan kriteria hasil : 1. Monitor status kardiopulmonal
33
5. Tekanan nadi membaik. (5) 1. Pertahankan jalan napas paten
8. Frekuensi nadi membaik. (5) 4. Lakukan penekanan langsung (direct pressure) pada
pendarahan eksternal
Kolaborasi :
34
35
2.3.4. Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya
berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya
(intervensi).
36
DAFTAR PUSTAKA
PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI): Definisi dan Kreteria
Hasil Keperawatan ((cetakan II) 1 ed.). Jakarta: DPP PPNI.
Abdul Bari Saifuddin. Buku Acuan Nasional Kesehatan Maternal Dan Maternal.Jakarta :
Smeltzer, S, C., & Bare, B, G. 2013. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
37
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
38
Agama : Kristen Protestan
Suku Bangsa : Batak/Indonesia
Pendidikan terakhir : SMA
Pekerjaan : Swasta
Gol. Darah :
Alamat : Jl. Pasendeng No.36-A
Status Kesehatan
a. Keluhan utama : pasien mengatakan nyeri pada luka post SC
b. Riwayat Kesehatan sekarang :
Pada tanggal 04 Oktober 2021 pukul 01:16 WIB Ny.D diantar oleh suami ke RSUD
Doris Sylvanus Palangkaraya dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir sejak
pukul 23:00 WIB, dan mulai muls-mules. Ny. D hamil anak pertama dan tidak
pernah melakukan aborsi. Pada tanggal 04 oktober 2021 pukul 10:10 WIB baru
dilakukan prosedur SC ,setelah prosedur SC pasien masuk ke ruang Cempaka. Saat
dilakukan pengkajian Di ruang cempaka klien mengeluh nyeri pada bagian luka post
SC. Nyeri pada bagian luka post Sc bagian perut, nyeri yang dirasakan pasien
seperti ditusuk-tusuk , skala nyeri 7(nyeri berat)nyeri terus menerus Hasil
pemeriksaan awal kesadaran compos menthis, Tanda-tanda vital: TD = 120/80, N=
75x/menit, RR=20x/menit, S= 36,5◦C,SPO2=99% , pasien tampak terpasang infus
Ringer Laktat ditangan sebelah kiri..
c. Riwayat Kesehatan yang lalu : pasien mengatakan tidak pernah opname
sebelumnya
d. Riwayat Kesehatan keluarga
Genogram 3 generasi :
Keterangan:
: Perempuan
: Laki – laki
: Pasien
: Meninggal
: Tinggal serumah
: Garis
keturunan
39
e. Riwayat obstetric dan ginekologi
1. Riwayat Ginekologi
a. Riwayat Menstruasi :
Menarche : 13 tahun
Lamanya haid : 4-7 hari
Siklus : 28 hari
Banyaknya : 2x ganti pembalut
Sifat darah : merah,kental
HPHT : 20 Desember 2020
Taksiran persalinan : 27 september 2021
2. Riwayat Obstetri
a. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu : G P1 A0
No Tgl Umu Jenis Tempat/ Jenis BB Masalah Keada
partus r partu Penolon kelami an
ham s g n Anak
40
Ha Lahi Nifa
il Bayi
mil r s
Hamil
Ini
41
Nadi :75x/menit
Pernapasan : 20x/menit
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
BB : 65 Kg
Tinggi badan : 160 cm
c. Kepala
Kesadaran : Compos Menthis
Turgor Kulit : Baik
d. Kepala
Warna rambut : hitam
Keadaan : bersih
e. Muka
Oedema : tidak ada
Cloasma gravidarum :tidak ada
f. Mulut
Mukosa mulut & bibir :Bersih
Keadaan gigi : normal
Fungsi pengecapan : normal
Keadaan mulut : bersih
Fungsi menelan : normal
g. Mata
Konjunctiva: : tidak pucat
Sklera : : putih dan bersih
Fungsi Pengelihatan : Normal
h. Hidung
Pendarahan/Peradangan :tidak ada
Keadaan/kebersihan : bersih
i. Telinga
Keadaan : bersih
Fungsi pendengaran : baik
j. Leher
Pembesaran kel. Tyroid : tdk ada
Distensi Vena Jugularis : tdk ada
Pemebesaran KGB : tidak ada
k. Daerah dada
Daerah dada : -
Suara napas : vesikuler
Jantung dan paru-paru :Bunyi jantung :S1 dan S2 Normal
Retraksi dada : tidak ada
42
l. Payudara
Perubahan : ada
Bentuk buah dada :bulat
Hyperigmentasi areola :tidak ada
Keadaan puting susu : kecoklatan
Cairan yang keluar : putih
Keadaan/Kebersihan : bersih
Nyeri/Tegang : nyeri
Skala nyeri : 2 (ringan)
m. Abdomen
Tinggi FU : 2 jari diatas pusat
Kontraksi Uterus : ada dan teraba keras
Konsistensi Uterus : baik
Posisi Uterus : 2 jari diatas pusat
Diastasis RA :-
Bising usus : 25x/menit
n. Genetalia Eksterna
Keluhan :-
Oedema : tdk terdapat edema
Varises : tidak ada
Pembesaran Kel Bartolin : tidak ada
Pengeluaran/lochea :
Warna : merah
Jumlah : sedikit
Bau : amis
Blas :
o. Anus
Haemorrhoid : tidak ada
p. Ekstermitas Atas & Bawah
Refleks patela : baik
Varises :
Oedema :
Simetris :
Kram :
3.2. Bayi
1. Keadaan umum : Baik
2. Tanda-tanda vital : Normal
43
3. Kepala : Simetris
4. Dada : Simetris
5. Abdomen : Normal
6. Genetalia : Normal
7. Anus : Normal
8. Ekstremitas : Normal
44
pada siang hari dari pukul 12.00-04.00WIB
Lama tidur/hari :Malam hari 8 jam dan pada siang hari 4jam
Kebiasaan pengantar tidur : tidak ada
Kebiasaan saat tidur : tidak ada
Kesulitan dalam tidur : tidak ada
45
- Apakah hamil ini diharapkan : sangat diharapkan
- Apakah ibu merencanakan untuk mengimunisasikan bayinya : iya
- Apakah ibu telah mengetahui cara memandikan dan merawat tali pusat :
Pasien mengatakan pasien sudah mengetahui cara merawat tali pusat dan
memandikan bayi
b. Persepsi diri
- Hal yang amat dipikirkan saat ini : nyeri pada bagian luka post SC
- Harapan setelah menjalani perawatan : pasien berharap nyeri pada luka post SC
berkurang dan pasien mampu melakukan aktifitas seperti biasa
- Perubahan yang dirasa setelah hamil : Tidak ada
c. Konsep diri
- Body image : pasien mengatakan bahwa pasien bahagia dengan kehidupan nya
sekarang
- Peran : pasien anak kedua dari 2 bersaudara dan seorang istri
- Ideal diri: pasien adalah seorang yang ramah, pasien berharap dapat cepat
pulang dan mengurus anak dan suami nya
- Identitas diri : pasien lulusan SMA dan sudah menikah
- Harga diri : pasien mengatakan pasien sangat berguna dan berarti
d. Hubungan/Komunikasi
- Bicara : jelas/relevan/mampu mengekpresikan/mampu mengerti orang lain :
- Bahasa utama : Indonesia
- Yang tinggal serumah : Suami
- Adat istiadat yang dianut :
- Yang memegang peranan penting dalam keluarga :Suami dan istri
- Motivasi daru suami : Suaminya selalu menyemangati pasien
- Apakah suami perokok : tidak
- Kesulitan dalam keluarga :tidak ada
e. Kebiasaan Seksual
- Gangguan hubungan seksual : tidak ada
- Pemahaman terhadap fungsi seksual post partum : -
f. Sistem nilai – kepercayaan
46
- Siapa dan apa sumber kekuatan : pasien mengtakan Tuhan
- Apakah Tuhan, agama, Kepercayaan penting untuk anda : Pasien mengatakan
penting
- Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan (macam frekuensi) sebutkan :
Ibadah
- Kegiatan agama atau kepercayaan yang dilakukan selama di Rumah Sakit,
sebutkan :
6. Pemerikasaan Penunjang
a. Darah
Tanggal Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
04/10/2021 WBC 17,23(10ˆ3/ uL) 4.50-11.00
04/10/2021 HGB 13,7 g/dL 10.05-18.0
b. Urine
- Protein :
- Sedimen :
- Reduksi :
c. Pemeriksaan tambahan
- Rontgent :-
I. PENGOBATAN
1. Injeksi cefotaxim 1 gr
2. Infus RL 20
47
RAHMAH PEBRIANTI
ANALISIS DATA
TD : 120/80 mmHg
Suhu : 36,5 0c
Nadi : 75 x/menit
RR: 20 x/menit ,
DS: Post Pembedahan SC Risiko Infeksi
- Pasien mengatakan nyeri pada luka bekas (D.0142 hal.
operasi 304)
- Pasien mengatakan Luka post sc belum Luka terbuka Post Dientri
pernah dilakukan perawatan luka
DO:
- Klien post sc hari ke 1
Perawatan Kurang
- Klien tampak meringis
48
- Terdapat luka post SC kurang lebih 10 cm
Tanda-tanda Infeksi
Risiko Infeksi
- Rubor : Nyeri Skala 5( Nyeri Sedang)
- Kalor : Suhu pada luka 37∘C
- Dolor : Tidak terdapat kemerahan
- Fungsi Laesa : Nyeri saat bergerak
TTV
- TD : 120/80 mmHg
- N: 75x/menit
- RR:20x/menit
Pemeriksaan Penunjang
- WBC: 17,23(10ˆ3/ uL)
Ds :- Post Pembedahan SC Intoleransi
aktivitas
Do :
(D.0056 hal.
- Pasien Bedrest selama 24 jam Kelemahan otot 128)
TTV
- TD : 120/80 mmHg
Bedrest
- 0
S: 36,5 c
- N: 75x/menit
- RR:20x/menit Intoleransi Aktivitas
49
PRIORITAS MASALAH
1. Risiko Infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasi yang ditandai dengan adanya
luka sc kurang lebih 10 cm pada bagian perut , risiko infeksi dibuktikan dengan adanya
efek prosedur invasi , tidak terdapat adanya tanda-tanda infeksi. (D.0142 hal. 304)
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedara fisik ditandai dengan pasien mengeluh
nyeri pada bagian luka post SC,pasien tampak meringis,pasien tampak gelisah (D.0077
hal. 172)
3. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilitas ditandai dengan bedrest selama 24
jam (D.0056 hal 128)
50
RENCANA KEPERAWATAN
51
pasien
DX 2: Nyeri Akut b/d Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi skala nyeri 1. Untuk mengetahui
agen pencedara fisik 2x8 jam diharapkan nyeri dapat terkontrol dengan 2. Anjurkan memonitor nyeri tingkat nyeri pasien
kriteria hasil : secara mandiri 2. Agar pasien mampu
3. Ajarkan Tekhnik relaksasi memonitor nyeri
1. Keluhan nyeri pasien menurun.
napas dalam ketika nyeri tiba-tiba
2. Meringis pasien menurun. 4. Anjurkan memonitor nyeri muncul
3. Skala nyeri berkurang 0-3 secara mandiri 3. Agar pasien mampu
5. Anjurkan untuk beristirahat mengurangi nyeri
4. Kegelisahan pasien menurun
ketika nyeri muncul dengan tekhnik
5. Ketegangan otot pasien.
6. Memberikan Pendidikan relaksasi
6. Kesulitan tidur pasien menurun kesehatan tentang nyeri 4. Agar dapat mengukur
7. Kolaborasi dalam tingkat nyeri
7. Kemampuan menuntaskan aktivitas pasien
pemberian analgesic 5. Istirahat akan
meningkat.
(I.08243) merelaksasi semua
(L.08066)
jaringan sehingga
akan meningkatkan
kenyamanan.
6. Agar pasien
mengetahui tentang
52
nyeri yang dialami
pasien.
7. Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
dalam mengurangi
rasa nyeri pasien.
DX 3 : Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi adanya nyeri 1. Mengidentifikasi
b/d imobilitas 1x24 jam diharapkan mobilisasi fisik meningkat atau keluhan fisik lainnya kelemahan pada
dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi toleransi fisik pasien
1. Kekuatan otot pasien cukup meningkat. melakukan pergerakan 2. Mengetahui faktor
2. Rentang gerak pasien cukup meningkat. 3. Monitor frekuensi jantung yang mempengaruhi
3. Nyeri menurun. dan tekanan darah sebelum intoleransi aktivitas
4. Kecemasan pasien menurun. memulai mobilisasi 3. Supaya tidak terjadi
5. Kelemahan fisik menurun. 4. Monitor kondisi umum cedera pada saat
6. Gerakan terbatas pasien menurun. selama melakukan melakukan
7. Kekakuan sendi menurun. mobilisasi mobilisasi
(L.05038) 5. Libatkan keluarga untuk 4. Mencegah terjadi nya
membantu pasien dalam cedeara yang dapat
meningkatkan pergerakan memperberat
6. Jelaskan tujuan dan mobilasasi
prosedur mobilisasi 5. Agar dapat dilakukan
53
(I.06171) oleh keluarga dalam
mengajar kan
mobilasasi pada
pasien
6. Agar menambah
pengetahuaan dan
wawasan pasien
54
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Diagnosa 1 1. Memonitor tanda –tanda infeksi S:
2. Membatasi Jumlah Pengunjung
Jumat, 04 Oktober 2021 - Pasien mengatakan luka bekas SC membaik
3. Membersihkan Luka dengan cairan
Pukul 11.00-11.30 Wib
NACL atau pembersih non O:
toksik,sesuai kebutuhan
- Masih tampak luka Post Sc ± 10 cm pada bagian
4. Mempertahan kan teknik steril saat
perut
perawatan luka
- Tidak terdapat kemerahan/peradangan
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
- Pasien dan keluarga mulai paham tanda dan gejala
6. Berkolaborasi pemberian antibiotik
infeksi
- Berkolaborasi pemberian injeksi antibiotic
Cefriaxone 1x2 gr
55
- Fungsi Laesa : Nyeri saat bergerak
TTV :
- TD : 120/80 mmHg
- Suhu : 36,5 0c
- Nadi : 75 x/menit
- RR: 20 x/menit ,
A:
P:
56
5. Menganjurkan untuk beristirahat ketika - Skala nyeri awal :5(nyeri sedang)
nyeri muncul Setelah diberikan Tindakan: 4( nyeri sedang)
6. Berkolaborasi dalam pemberian - Pasien tampak memonitor nyeri secara mandiri
analgesic - Pasien melakukan teknik napas dalam pada saat
nyeri timbul
- Pasien tampak beristirahat pada saat nyeri timbul
- Pasien tampak diberikan injeksi Keterolac 3x30mg
57
tekanan darah sebelum memulai TTV
mobilisasi
- TD : 120/80 mmHg
4. Memonitor kondisi umum selama
- S: 36,5 0c
melakukan mobilisasi
- N: 75x/menit
5. Melibatkan keluarga untuk membantu
- RR:20x/menit
pasien dalam meningkatkan pergerakan
6. Menjelaskan tujuan dan prosedur Pemeriksaan Penunjang
mobilisasi - HGB: 13,7 g/dL
P: Intervensi dilanjutkan 2, 4, 5
58
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sectio caesarea adalah suatu persalianan buatan di mana janin dilahirkan melalui suatu
insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan saraf rahim dalam keadaan utuh serta
berat badan di atas 500 gram. Seksio sesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut; seksio sesarea juga dapat
didefinisikan sebagai suatu histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Amru
sofian, 2015).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin
dari dalam rahim (Carpenito L. J, 2016).
1. Sectio primer (efektif) yaitu sectio dari semula telah direncanakan karena tidak
diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya panggul sempit conjugata vera (CV kurang
8 cm).
2. Sectio sekunder, dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa
(partus percobaan) dan bila tidak ada kemajuan atau partus percobaan gagal, baru
dilakukan sectio.
3. Sectio caesarea ulang (repeat caesarean section) ibu pada kehamilan yang lalu
mengalami sectio caesarea (previos caesarean secton) dan pada kehamilan
selanjutnya dilakukan sectio caesarea ulang.
4. Sectio caesarea histerektomi (caesarean section hysterectomy) adalah suatu operasi
dimana setelah janin dilahirkan dengan sectio caesarea, langsung dilakukan
histerektomi oleh karena suatu indikasi.
5. Operasi Porro (Porro operation) adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari
kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi,
misalnya pada keadaan infeksi rahim yang berat.
Post Partum adalah suatau masa antara kelahiran sampai dengan organ-organ
reproduksi kembali ke keadaan sebelum masa hamil. (Reeder, 2017). Post Partum merupakan
masa pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali
seperti keadaan sebelum kehamilan. Lama Post Partum ini antara 6-8 minggu. (Solehati &
Kosasih, 2015 yang melaporkan penelitian tahun 2002 oleh Mochtar).
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
59
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan
yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1 Keperawatan
Stikes Eka Harap Palangka Raya Post Partum SC (Section Caesarea).
4.2.2 Bagi Klien dan Keluarga
Diharapkan dapat mengedukasi keluarga untuk dapat selalu menjaga
kesehatannya dan sebagai sumber informasi pada keluarga tentang Post Partum
SC (Section Caesarea).
4.2.3 Bagi Institusi
Menjadi sumber refrensi bagi institusi pendidikan maupun rumah sakit.
4.2.4 Bagi IPTEK
Hasil laporan ini diharapkan dapat memberikan manfaat peraktis dalam
keperawatan yaitu sebagai panduan perawat dalam pengelolaan kasus pada pasien
dengan Post Partum SC (Section Caesarea).
60
LAMPIRAN
SATUAN ACARA PENYULUHAN
OLEH :
RAHMAH PEBRIANTI
2019.C.11a.1023
61
LAMPIRAN
A. TUJUAN :
1. Tujuan Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan ole instruktur, peserta dapat memahami
tentang pentingnya mobilisasi dini setelah dilakukan operasi caesar.
2. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran Mobilisasi Post Sectio Caesarea, peserta dapat
memahami materi tentang pentingnya mobilisasi post partum dengan kriteria :
1) Mengetahu pengertian mobilisasi.
2) Mengetahui tujuan mobilisasi post SC.
3) Mengetahui rentang gerak dalam mobilisasi post SC.
4) Mengetahui tahap-tahap mobilisasi.
5) Mengetahui manfaat dari mobilisasi post SC
6) Mengetahui kerugian dari mobilisasi post SC
B. METODE PEYAMPAIAN
1. Ceramah
2. Diskusi
3. Demonstrasi
C. MATERI
Terlampir
62
D. MEDIA
1. LCD dan Laptop
2. Leaflet
F. TUGAS PENGORGANISASIAN
1. Moderator : Rahmah Pebrianti
63
Moderator adalah orang yang bertindak sebagai penengah atau pemimpin sidang
(rapat,diskusi) yang menjadi pengarahan pada acara pembicara atau pendiskusi masalah
Tugas:
- Membuka acara penyuluhan.
- Memperkenalkan diri.
- Menjelaskan kontrak dan waktu disampaikan.
- Menjelaskan kontrak dan waktu presentasi
- Mengatur jalan diskusi
2. Penyaji : Rahmah Pebrianti
Penyaji adalah menyajikan materi diskusi kepada peserta dan memberitahukan kepada
moderator agar moderator dapat memberi arahan selanjutnya kepada peserta-peserta
diskusinya.
Tugas :
- Menyampaikan materi penyuluhan
- Mengevaluasi materi yang telah disampaikan.
- Mengucapkan salam penutup.
3. Fasilitator : Rahmah Pebrianti
Fasilitator adalah seseorang yang membantu sekelompok orang, memahami tujuan
bersama mereka dan membantu mereka membuat rencana guna mencapai tujuan
tersebut tanpa mengambil posisi tertentu dalam diskusi.
Tugas :
- Memotivasi peserta untuk berperan aktif selama jalannya kegaiatan.
- Memfasilitasi pelaksananan kegiatan dari awal sampai dengan akhir.
4. Simulator :Rahmah Pebrianti
Simulator adalah seseorang yang bertugas untuk menyimulasikan suatu peralatan
kepada audience.
Tugas :
- Memperagakan macam-macam gerakan.
5. Dokumentator : Rahmah Pebrianti
Dokumentator adalah orang yang mendokumentasikan suatu kegiatan yang berkaitan
dengan foto, pengumpulan data, dan menyimpan kumpulan dokumen pada saat
kegiatan berlangsung agar dapat disimpan sebagai arsip.
Tugas :
- Melakukan dokumentasi kegiatan penyuluhan dalam kegiatan pendidikan Somatitis.
64
6. Notulen : Rahmah Pebrianti
Notulen adalah sebutan tentang perjalanan suatu kegiatan penyuluhan, seminar, diskusi,
atau sidang yang dimulai dari awal sampai akhir acara. Ditulis oleh seorang Notulis
yang mencatat seperti mencatat hal-hal penting. Dan mencatat segala pertanyaan dari
peserta kegiatan.
Tugas :
- Mencatat poin-poin penting pada saat penyuluhan berlangsung.
- Mencatat pertanyaan-pertanyaan dari audience dalam kegiatan penyuluhan
G. TEMPAT
Setting Tempat :
Keterangan:
: Moderator
: Leader
: Klien
: Dokumentator
: Fasilitator
: Keluarga klien
H. EVALUASI
1. Evaluasi Struktur
1) Pasien dan keluarga hadir di tempat penyuluhan
2) Penyelenggaraan di ruang RS
65
3) Pengorganisasian penyelenggaraan di lakukan sebelumnya
2. Evaluasi Proses
1) Pasien antusiasi terhadap materi penyuluhan tentang “Mobilisasi Post Caesarea”.
2) Pasien tidak meninggalkan tempat penyuluhan
3) Pasien menjawab pertanyaan secara benar tentang materi penyuluhan
3. Evaluasi Hasil
7) Pasien dapat menyebutkan pengertian mobilisasi.
8) Pasien dapat menyebutkan tujuan mobilisasi post SC.
9) Pasien dapat menyabutkan rentang gerak dalam mobilisasi post SC.
10) Pasien dapat menyebutkan tahap-tahap mobilisasi.
11) Pasien dapat menyebutkan manfaat dari mobilisasi post SC
12) Pasien dapat menyabutkan kerugian dari mobilisasi post SC
66
LAMPIRAN MATERI
A. Definisi
Mobilisasi adalah suatu pergerakan dan posisi yang akan melakukan suatu aktivitas /
kegiatan. Mobilisasi ibu post partum adalah suatu pergerakan, posisi atau adanya kegiatan
yang dilakukan ibu setelah beberapa jam melahirkan dengan persalianan Caesar.
Mobilisasi pasca operasi adalah suatu pergerakan perubahan posisi atau adanya
kegiatan yang dilakukan setelah beberapa jam menjalani operasi (Sudiharjani, 2017). Contoh
sederhana saja ketika badan kita terlalu banyak tidur apa yang dirasakan ? Tentu yang
dirasakan adalah badan menjadi sakit semua, sedangkan kita tidak melakukan aktivitas yang
berat. Contoh yang lain adalah ketika kita memposisikan tubuh dalam posisi yang sama dan
dalam waktu yang lama tentu akan menjadikan tubuh kram atau bahasa jawanya gringingen.
Secara sederhana dilakukan mobilisasi dini adalah sebagai cara merilekskan tubuh setelah
tindakan pembedahan operasi, yang tentunya dilakukan dengan rentang gerak yang sederhana
(tidak membutuhkan energi yang banyak).
Mobilisasi dini merupakan faktor yang menonjol dalam mempercepat pemulihan pasca
bedah dan dapat mencegah komplikasi pasca bedah. Banyak keuntungan bisa diraih dari
latihan ditempat tidur dan berjalan pada periode dini pasca bedah. Mobilisasi sangat penting
dalam percepatan hari rawat dan mengurangi resiko-resiko karena tirah baring lama seperti
terjadinya dekubitus, kekakuan/penegangan otot-otot di seluruh tubuh dan sirkulasi darah dan
pernapasan terganggu, juga adanya gangguan peristaltik maupun berkemih. Sering kali
dengan keluhan nyeri di daerah operasi klien tidak mau melakukan mobilisasi ataupun
dengan alasan takut jahitan lepas klien tidak berani merubah posisi. Disinilah peran perawat
sebagai edukator dan motivator kepada klien sehingga klien tidak mengalami suatu
komplikasi yang tidak diinginkan.
B. Tujuan
67
terjadinya konstipasi (susah BAB). Bukan hanya itu lhoo Mobilisasi juga dapat meningkatkan
hubungan komunikasi antara pasien dengan perawat agar lebih akrab dong pastinya.
- Hari ke 1 :
lakukan miring ke kanan dank e kiri yang dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah
penderita / ibu sadar Latihan pernafasan dapat dilakukan ibu sambil tidur terlentang
sedini mungkin setelah sadar.
- Hari ke 2 :
Ibu dapat duduk 5 menit dan minta untuk bernafas dalam-dalam lalu
menghembuskannya disertai batuk- batuk kecil yang gunanya untuk melonggarkan
pernafasan dan sekaligus menumbuhkan kepercayaan pada diri ibu/penderita bahwa
ia mulai pulih. Kemudian posisi tidur terlentang dirubah menjadi setengah duduk.
Selanjutnya secara berturut-turut, hari demi hari penderita/ibu yang sudah
melahirkan dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan kemudian
berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai 5 hari setelah operasi.
1. Bagi pasien
Kepada pasien, setelah 6 jam selesai tindakan operasi anastesi umum dibantu dengan
perawat. Pasien mau melakukan tindakan mobilisasi dini dengan mengabaikan rasa
malas dan sedikit nyeri juga rumor yang berpendapat bahwa jika banyak bergerak
setelah operasi maka jahitan operasi akan lepas. Mobilisasi dilakukan untuk
mempercepat terjadinya platus, melancarkan peredaran darah dan menghindari
komplikasi lainnya.
2. Bagi Perawat.
Mobilisasi dini pada pasien post operasi anastesi umum sangat perlu dilakukan dimana
keuntungan yang didapat pasien dapat lebih cepat mengakhiri puasanya karena
peristaltik nya sudah baik dan mencegah komplikasi yang lain. Kepada perawat
diharapkan mampu melakukan mobilisasi secara terstruktur setelah 6 jam pasien selesai
dioperasi.
3. Bagi Pihak Rumah Sakit.
68
Mengingat efek yang ditimbulkan sangat fatal jika tidak dilakukan mobilisasi dini
setelah pasien 6 jam selesai di operasi, hal ini perlu menjadi perhatian yang sangat
penting bagi pihak Rumag Sakit yaitu diharapkan mobilisasi secara terstruktur dapat
menjadi protap yang harus dilakukan setalah 6 jam pasien selesai di operasi dengan
anastesi umum
C. Rentang Gerak Dalam Mobilisasi
1. Rentang gerak pasif Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-
otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien
2. Rentang gerak aktif Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya berbaring pasien
menggerakkan kakinya.
3. Rentang gerak fungsional Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktifitas yang diperlukan.
D. Tahap-tahap Mobilisasi Dini
Mobilisasi dini dilakukan secara bertahap berikut ini akan dijelaskan tahap mobilisasi
dini pada ibu post operasi seksio sesarea :
1. Setelah operasi, pada 6 jam pertama ibu paska operasi seksio sesarea harus tirah baring
dulu. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan, tangan,
menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,
menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.
2. Setelah 6-10 jam, ibu diharuskan untuk dapat miring kekiri dan kekanan mencegah
trombosis dan trombo emboli.
3. Setelah 24 jam ibu dianjurkan untuk dapat mulai belajar untuk duduk.
4. Setelah ibu dapat duduk, dianjurkan ibu belajar berjalan.
E. Manfaat Mobilisasi Dini
Manfaat mobilisasi bagi ibu post operasi adalah :
1. Penderita merasa lebih sehat dan kuat dengan early ambulation. Dengan bergerak, otot-
otot perut dan panggul akan kembali normal sehingga otot perutnya menjadi kuat
kembali dan dapat mengurangi rasa sakit dengan demikian ibu merasa sehat dan
membantu memperoleh kekuatan, mempercepat kesembuhan.Faal usus dan kandung
kencing lebih baik. Dengan bergerak akan merangsang peristaltic usus kembali normal.
Aktifitas ini juga membantu mempercepat organ- organ tubuh bekerja seperti semula.
69
2. Mobilisasi dini memungkinkan kita mengajarkan segera untuk ibu merawat anaknya.
Perubahan yang terjadi pada ibu pasca operasi akan cepat pulih misalnya kontraksi
uterus, dengan demikian ibu akan cepat merasa sehat dan bias merawat anaknya dengan
cepat.
3. Mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli, dengan mobilisasi sirkulasi darah
normal/lancar sehingga resiko terjadinya trombosis dan tromboemboli dapat
dihindarkan.
F. Kerugian Bila Tidak Melakukan Mobilisasi
1. Peningkatan suhu tubuhKarena adanya involusi uterus yang tidak baik sehingga sisa
darah tidak dapat dikeluarkan dan menyebabkan infeksi dan salah satu dari tanda
infeksi adalah peningkatan suhu tubuh.
2. Perdarahan yang abnormal. Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga
fundus uteri keras, maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena
kontraksi membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka
3. Involusi uterus yang tidak baik. Tidak dilakukan mobilisasi secara dini akan
menghambat engeluaran darah dan sisa plasenta sehingga menyebabkan terganggunya
kontraksi uterus
70
KELOMPOK 4 Rentang Gerak Dalam Mobilisasi
4
1. Peningkatan suhu
2. Perdarahan yang 72
abnormal
3. Involusi uterus yang tidak baik.