Anda di halaman 1dari 28

Arsitektur Etnik Tradisional

Nusantara dan Tionghoa


Kelompok 1
- Atika Nabila
- Daniel Berzelius Halomoan
- Fabian Naufal
- Roland Dwi Kurniawan
Arsitektur Indonesia
Merupakan kumpulan berbagai bentuk dan teknik tradisi arsitektural yang mencerminkan
perbedaan kultur dari tiap daerah di Indonesia serta nilai-nilai sejarahnya.
Pengelompokan Arsitektur Indonesia Ancient Vernacular

Classical Heritage

Islamic Architecture

The Dutch and the New Indies


Style

Indonesian School of Modern


Architecture
Arsitektur Etnik Tradisional
(Ancient Vernacular)
(Abad ke-9 sampai sekarang)
Sejarah Singkat
Arsitektur Etnik Tradisional
Kebanyakan arsitektur etnik tradisional memiliki
kemiripan meskipun berada di daerah yang
berbeda-beda. Hal tersebut terjadi karena adanya
kesamaan nenek moyang, yaitu ras Austronesia yang
menyebar di berbagai tempat di Indonesia.
Nilai Sosial dan Budaya
Karakteristik Umum
● Rumah sebagai simbol tatanan struktur sosial
Rumah Austronesia yang menunjukkan ide dasar dan ekspresi
orientasi budaya masyarakat
Bentuk ● Ukuran dan properti menunjukkan tingkatan
status sosial pemilik. Pembagian koordinat ruang
● Berstruktur persegi panjang, memiliki posts menyesuaikan pembagian kategori sosial ( jenis
(tiang), dan beratap jerami kelamin, senior/junior, dsb.)
● Pondasi tiang yang ditinggikan, menyesuaikan ● Rumah sebagai perwujudan pendahulu dan
dengan keadaan iklim dan geografi merupakan warisan turun-temurun
● Bentuk bubungan atap diperpanjang ● Adanya ritual yang dilakukan selama
● Menggunakan teknik konstruksi post-beam pembangunan
dan material alam lokal
Contoh Arsitektur Etnik Tradisional
Tongkonan
Toraja
Umum ditemukan di Tana Toraja, Sulawesi
Selatan. Merupakan arsitektur vernakular
masyarakat Toraja. Ciri khas yaitu bentuk atap
yang agak membengkok ke atas melawan
gravitasi, serta dekorasi berupa pahatan dan
gambar.
Arsitektur
Batak
Ditemukan di daerah Sumatera Utara, dibagi
dalam 3 area utama yaitu Toba, Karo, dan
Simalungun. Merupakan kebudayaan
masyarakat Batak. Ciri khas berupa profil atap
yang menonjol dan penggunaan ornamen
pada bagian depan atap.
Rumah
Gadang
Ditemukan di daerah Sumatera Barat.
Merupakan kebudayaan masyarakat
Minang. Ciri khas berupa atap yang
berbentuk seperti pelana.
Uma
(Mentawai
Longhouse)
Uma adalah arsitektur vernakular yang
ditemukan di Kepulauan Mentawai.
Rumah ini dikenal karena bentuknya
yang memanjang.
Arsitektur Nias Tengah, Nias Selatan

Vernakular Nias
Di Nias terdapat beberapa jenis Arsitektur
Vernakular yang dibagi menjadi 3 lokasi yang
berbeda. Yaitu Nias Utara, Nias Tengah, dan
Nias Selatan. Rumah ini dikenal sebagai
bangunan yang kuat dalam menahan gempa.

Nias Utara
Uma Dadoq
(Kenyah
Longhouse)
Ditemukan di daerah Kalimantan.
Merupakan rumah yang memiliki ciri
khas berupa bentuk rumahnya yang
panjang dan ditinggali oleh beberapa
keluarga di dalamnya.
The kampung

Javanese
House
limasan
Arsitektur Vernakular ini banyak
ditemukan di Pulau Jawa. terdapat 3
jenis atap yang berbeda sebagai ciri
khas bangunan ini, yaitu Joglo,
Limasan, dan Kampung
joglo
The Balinese
House
Setiap aspek arsitektur Bali diatur oleh
serangkaian formula terperinci yang
berkaitan dengan ukuran, lokasi, dan
keselarasan jenis bangunan yang
tepat.
Perkembangan Bangunan
Etnis Tionghoa di Indonesia
(Akhir Abad ke 19 sampai tahun 1960-an)
Latar Belakang
Orang-orang Tionghoa di Indonesia sekarang, sebagian besar berasal dari propinsi-propinsi Tiongkok
Selatan (Guangdong dan Fujian). Kebanyakan mereka ini berasal dari kalangan pekerja (buruh, petani,
nelayan dan sebagainya). Maka arsitektur yang dibawanya menunjukkan tradisi kerakyatan.

Sejak th. 1835 pemerintah kolonial Belanda membuat undang-undang yang disebut sebagai wijkenstelsel,
yang sangat membatasi gerak orang Tionghoa dari daerah permukimannya (Pecinan).

Baru pada tahun 1910 an undang-undang tersebut dihapuskan. Itulah sebabnya sampai th. 1900 an
arsitektur Tionghoa di Nusantara pada umumnya terletak di daerah Pecinan.

Ditambah dengan dibukanya sekolah-sekolah Belanda yang boleh dimasuki oleh sebagian kecil orang
Tionghoa seperti HCS, MULO maupun AMS, maka pembangunan rumah-rumah modern orang Tionghoa
secara tidak langsung berakibat menipisnya unsur-unsur arsitektur tradisional Tionghoa nya, bahkan boleh
dibilang hilang sama sekali. Kejadian seperti ini terus berlanjut sampai setelah kemerdekaan 1945.
Ciri dari Arsitektur Tionghoa di daerah Pecinan sampai sebelum th. 1900.

1. Courtyard
merupakan ruang terbuka pada
rumah Tionghoa yang sifatnya privat
dan biasanya digabung dengan
kebun/taman.

Di Indonesia yaitu Pecinan


courtyard diganti dengan teras yang
berfungsi untuk memasukkan
cahaya alami siang hari atau untuk
ventilasi. Typical rumah cina yang
mempunyai courtyard
2. Penekanan pada bentuk atap yang khas

Di Indonesia jenis atap yang sering


digunakan adalah atap pelana dengan
ujung yang melengkung ke atas yang
Atap model Ngang Shan. Atap model ini yang sering
disebut sebagai model Ngang Shan. dipakai di daerah Pecinan Indonesia.

3. Elemen-elemen struktural yang terbuka


(yang kadang-kadang disertai dengan ornamen
ragam hias)
Terdapat detail-detail konstruktif seperti
penyangga atap (tou kung), pertemuan
antara kolom dan balok, juga rangka Struktur Kayu penyangga atap pada
atapnya dibuat sedemikian indah, sehingga kelenteng Cu An Kiong, Lasem.
Penyelesaian struktur diperlihatkan
tidak perlu ditutupi. sebagai bagian dari dekorasi ruangan
4. Penggunaan warna yang khas
Arsitektur Tionghoa mempunyai
makna simbolik seperti merah
(warna api dan darah) dan kuning
keemasan.

Merah: dekorasi interior, warna


pilar.

Merah juga simbol kebajikan,


kebenaran dan ketulusan. Warna Warna merah mendominasi warna
kelenteng Liong Tjwan Bio di
merah juga dihubungkan dengan Probolinggo.

arah, yaitu arah Selatan, serta


sesuatu yang positif
Jenis-Jenis Bangunan
Etnis Tionghoa di Indonesia
Kelenteng
Tempat kehidupan keagamaan berlangsung juga merupakan ungkapan
lahiriah masyarakat yang mendukungnya. Kelenteng ini diurus oleh para
opsir yang dipilih oleh pemerintahan kolonial sehingga opsir
merupakan orang yang sangat penting di dalam organisasi masyarakat.

Kelenteng pada umumnya terdiri dari 4 bagian:


● Halaman Depan: digunakan untuk upacara keagamaan
berlangsung (Cap Gomeh/sembayang dan barongsai).
● Bangunan Samping: untuk menyimpan peralatan yang sering
digunakan pada upacara atau perayaan keagamaan.
● Bangunan Tambahan: ruangan yang dibagun disebabkan
adanya kebutuhan, biasanya dibangun setelah rumah utama
berdiri.
● Ruang Suci Utama (ruang utama kelenteng)
Atapnya berbentuk perisai dengan ‘nok’ melengkung di tengah Kelenteng Tai Kak Sie di Gang Lombok
Semarang
serta ujungnya melengkung ke atas. Nok selalu sejajar dengan
jalan. Diatas nok tersebut biasanya terdapat sepasang naga yang
memperebutkan ‘mutiara surgawi’.
ruang suci
utama

bangunan
bangunan tambahan
samping

halaman depan
Ruko
● Merupakan ide kombinasi dari kepadatan yang tinggi dan intensitas dari kegiatan ekonomi di
daerah Pecinan.
● Merupakan bangunan khas atau Landmark sebuah kota.
● Merupakan perpaduan antara daerah bisnis di lantai bawah dan daerah tempat tinggal di lantai
atas.
● Ilmu ruang Tionghoa (Fengshui) sering diterapkan pada bangunan ruko pada masa lampau.
● Satu deretan ruko bisa terdiri dari belasan unit yang digandeng menjadi satu
● Bentuk dasar dari ruko di daerah Pecinan dindingnya terbuat dari bata dan atapnya berbentuk
perisai dari genting.
● lebar 3 sampai 6 meter, 8 dan panjangnya kurang lebih 5 sampai 8 kali lebarnya.
● setiap unit ruko terdapat satu atau dua meter teras sebagai transisi antara bagian ruko dan jalan
umum.
● Bentuk sempit dan memanjang, menyulitkan pencahayaan dan udara bersih yang sehat masuk
kebagian tengah dan belakang diatasi dengan courtyard dibagian tengahnya.
Karakteristik Rumah-Rumah Etnis
Tionghoa pada Akhir Abad ke-19
1. Lasem
● Hampir tidak mengalami perubahan.
● Tahun 1740 di Batavia terjadi peristiwa pembunuhan orang
Tionghoa secara besar-besaran sehingga menjadi sangat tertutup
dan tertinggal.

2. Pasuruan
● mengalami masa keemasan, akibat hasil gula dari daerah
hinterland nya.
● Opsir Tionghoa dan pedagang menjadi kaya dari hasil penjualan
tebu.
● Orang kaya membeli rumah dengan gaya baru yaitu gaya Bentuk arsitektur “Indische Empire”
arsitektur ”Indische Empire” (sedang populer). yang populer pada abad ke 19.
● Adanya hubungan dengan pejabat-pejabat Pribumi selama masa
Cultuurstelsel (1830-1870)
● Terjadi percampuran arsitektur Belanda (Indische Empire) dan
interior yang masih berbau Tionghoa serta barang-barang
kesenian Pribumi seperti gamelan, wayang, keris, tombak pusaka,
dsb.
Arsitek Modern Etnis Tionghoa Abad ke 20
Pada tahun 1930 terdapat tokoh arsitek terkenal yaitu Liem Bwan Tjie.

Bagian depan rumah Han Tiauw


Tjong di daerah Candi Semarang,
yang dirancang oleh Liem Bwan
Tjie pada tahun 1932.

Rumah milik Dr.Ir. Han Tiauw Tjong,


Liem Bwan Tjie Semarang. Dirancang oleh arsitek
Liem Bwan Tjie tahun 1932. Rumah
tersebut bergaya arsitektur modern.

Atap model
Ngang Shan
Terima kasih!

Referensi
Tjahjono, G., et. al. (2002). Indonesian Heritage: Arsitektur. Jakarta: Buku Antar Bangsa untuk Grolier International.
Idham, N. C. (2018). Javanese vernacular architecture and environmental synchronization based on the regional
diversity of Joglo and Limasan., Frontiers of Architectural Research, Vol. 7, 317-333.
Tjiook, W. (2018). Pecinan as an inspiration, the contribution of Chinese Indonesian architecture, Wacana, Vol. 18
No. 2 (2017): 556-580.
Handinoto, "Perkembangan Bangunan Etnis Tionghoa di Indonesia"

Anda mungkin juga menyukai