PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gagal ginjal merupakan salah satu penyakit kronis yang semakin meningkat
di era globalisasi ini. Diagnose awal dari penyakit ini adalah adanya kandungan
ureum dalam darah yang sangat tinggi yang di sebut uremia. Uremia ini terjadi karena
tubuh sudah tidak dapat membuang zat sisa metabolisme dalam tubuh serta
keseimbangan cairan dan elektrolit yang terganggu karena kerusakan pada ginjal yang
irrefersibel. (Smeltzer, et al, 2010). Chronik Kidney disease (CKD) adalah kerusakan
yang progresiv, Irreversible, dan kerusakan fungsi pada ginjal. Hal ini di definisikan
juga dengan kerusakan struktur dan fungsi yang lebih dari 3 bulan. Ketika fungsi
ginjal dan eliminasi sampah menjadi rusak atau tidak normal maka CKD memasuki
tahap End stage Kidney Disease (ESKD). (IIgnatius, workman, rebar, 2017).
Gangguan fungsi ginjal ini di tandai dengan adanya protein dalam urine, hipertensi,
dan penurunan kecepatan laju glomerulus hingga kurang dari 15 ml/menit disertai
dengan keadaan umum pasien yang semakin memburuk. (Tjokoprawiro ett al, 2015).
Chronik kidney disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
tidak dapat pulih Kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme,
keseimbangan aliran, dan elektrolit yang mrningkatkan aliran ureum dalam darah.
Pada pasien gagal ginjal kronik mempunyai bersifat menetap, tidak dspst
2014).
Prevelensi gagal ginjal kronik menurut Word health Organization (2018) merupakan
salah satu masalah kesehatan utama di dunia, secara global sekitar 1 dari 10 populasi
Organization (2018) mengeluarkan sebuah fakta bahwa lebih dari 500 juta orang di
dunia mengalami penyakit gagal ginjal kronik dan pada tahun tersebut angka
peningkatan penderita gagal ginjal kronik mencapai 50% dari tahun sebelumnya.
usia lanjut dan penyakit diabetes melitus dan hipertensi. Hasil systematic review dan
meta-analisis yang dilakukan oleh hill et all (2016) mendapatkan prevelensi global
peningkatan dari tahun 2013 yaitu dari 2 % menjadi 3,8%. Kelompok umur 65 – 74
tahun mempunyai prevalensi kejadian penyakit ginjal kronik lebih tinggi dari pada
kelompok umur lainnya yaitu 8,23%. Menurut Indonesian Renal Regitery (IRR)
tahun 2017 penyebab penyakit ginjal kronik adalah hipertensi sebanyak 36%,
nefropati diabetic sebanyak 29%, pielonefritis 7%, nefropoti obstruksi 4%, dan yang
lainnya 1%. Sementara itu data dari Unit Hemodialisa di RSUP Fatmawati jumlah
pasien yang melakukan hemodialisa selama tahun 2020 berjumlah 22.271 orang yang
terdiri dari pasien hemodialisa regular dan hemodialisa cito sementara selama periode
Januari – Agustus tahun 2021 berjumlah 16.315 orang yang terdiri dari pasien
diberikan jika fungsi glomerulus menurun kurang dari 15 ml/menit. (LeMone & Burk,
pengobatan bagi penderita gagal ginjal kronik yang sifatnya sudah terminal, dan
fungsi organ ginjal sudah digantikan oleh alat yaitu dyalizer. Di dalam alat dyalizer
ini zat zat terlarut dalam darah akan berpindah ke dalam cairan dialisa. Hemodialisa
merupakan suatu proses dimana komposisi solute darah di ubah oleh larutan lain
prinsip difusi dan ultrafiltrasi untuk mengganti elektrolit, membuang cairan dan zat
sampah dari tubuh, darah akan di pompa dari pasien melalui akses vascular ke
tubuh yang ditandai dengan peningkatan berat badan sebaga acuan untuk mengetahui
jumlah cairan yang masuk selama periode interdyalitic dan kepatuhan pasien dalam
IDWG yang dapat di toleransi oleh tubuh adalah tidal boleh lebih dari 3% dari berat
kering. (Neumann, 2013) dan nilai IDWG lebih dari 4% berat badan meningkatkan
jumlah pasien rawat inap dan lebih dari 6% meningkatkan angka mortalitas pada
pasien gagal ginjal kronik. (Wong, et al, 2017). Beberapa factor yang mempengaruhi
kenaikan berat badan iterdialitik adalah factor demografi, jumlah intake cairan, rasa
pada pasien chronic kidney disease yang menjalani hemodialisa. Pada penelitian
semakin meningkat dan rasa haus yang semakin meningkat memiliki hubungan
antaranya adalah factor dari individu pasien, keluarga selain itu factor demografi, rasa
haus, self eficasy, social support, dan stress juga mempengaruhi peningkatan IDWG.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Friska Novita Woona Haloho tentang Analisis
Priska Dkk (2019) yang berjudul Efikasi diri pembatasan cairan terhadap Interdyalitic
Weight Gaint pasien gagal ginjal kronik di Ruang hemodialisa Rsud pasar Minggu.
Pada penelitian tersebut menyimpulkan bahwa peningkatan intake cairan, rasa haus
dan self evicasy meningkatan IDWG pada pasien hemodialisa sementara stress tidak
RSUP Fatmawati merupakan Rumah Sakit Vertikal yang berada di bawah langsung
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Rumah sakit pusat rujukan tipe A yang
memiliki visi “Menjadi Rumah Sakit Rujukan Nasional dengan layanan unggulan
Spine dan Trauma tahun 2019”. Selain itu, RSUP Fatmawati merupakan rumah sakit
yang sudah terkakreditasi Joint Commission International (JCI) dimana focus Pasient
safety memiliki nilai yang memuaskan dalam menjaga keselamatan pasien dalam
pelayanannya.
Unit dialisis RSUP Fatmawati memiliki kapasitas mesin dialysis berjumlah 45 unit
regular dan hemodialisa cito atau segera apabila ada pasien dari ruang rawat inap
Selain itu unit ini pun membuka pelayanan CAPD bagi pasien yang ingin melakukan
Pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama bulan Juli 2021 di unit dialysis
jumlah pasien yang melakukan terapi hemodialisis secara regular sebanyak 1997
pasien sementara pasien yang melakukan HD Cito sebanyak 35 pasien. Sementara itu
selama periode Agustus 2021 jumlah pasien yang melakukan hemodialisa secara
regular sebanyak 1736 pasien sementara pasien yang melakukan HD Cito sebanyak
26 pasien. Pada saat melakukan studi pendahuluan yang dilakukan secara wawancara
terhadap beberapa pasien di Unit Dialisis RSUP Fatmawati. Hasil wawancara tersebut
4 orang pasien masih sulit untuk menahan rasa haus, selain karena aktivitas perubahan
cuaca dapat meningkatkan rasa haus. 3 pasien mengatakan intake cairan sulit
Dari pemaparan diatas, Peneliti saat ini tertarik untuk melakukan penelitian tentang
hubungan antara rasa haus dan dukungan keluarga terhadap peningkatan IDWG pada
pasien hemodialisa di RSUP Fatmawati Jakarta. Sehingga peneliti merasa hal ini
penting untuk dilakukan penelitian mengenai “Hubungan antara rasa haus dan
Fatmawati Jakarta.”
B. Rumusan Masalah
Gagal ginjal kronis atau CKD merupakan kerusakan yang progresif pada ginjal yang
di tandai dengan adanya peningkatan kadar uremia dalam darah yang merupakan zat
sampah dan urea yang dapat menimbulkan komplikasi jika tidak melakukan terapi
Penyakit gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang menyebabkan kerusakan ginjal
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang bisa menyebabkan uremic.
(Black & Hawks, 2014). Salah satu terapi untuk mempertahankan kehidupan pasien
darah pasien keluar dari tubuh dan masuk kedalam mesin dializer dengan tujun
Namun hemodialisa tidak dapat sepenuhnya menggantikan fungsi ginjal dan pasien
tetap mengalami permasalahan dan komplikasinya (Smeltzer & Bare, 2008 dalam
Pagalla, 2017). Salah satu komplikasinya adalah peningkatan cairan pada periode
interdialitik yang di tandai dengan peningkatan berat badan pasien yang dapat
memunculkan berbagai macam keluhan pada pasien hemodialisa. Banyak factor yang
dapat meningkatkan berat badan pasien pada masa interdialitik di Unit Hemodialisa
RSUP Fatmawati. Namun sejauh ini belum pernah dilakukan penelitian berhubungan
fenomena masalah tersebut maka peneliti ingin mengetahui hubungan rasa haus dan
Fatmawati.
C. Pertanyaan Penelitian
Apakah adanya hubungan rasa haus dan dukungan keluarga terhadap peningkatan
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Peneliti ingin mengetahui apakah ada hubungan rasa haus dan dukungan keluarga
2. Tujuan Khusus
E. Manfaat Penelitian
peneliti tentang gagal ginjal kronis, hemodialisa serta IDWG pada pasien
hemodialisa khususnya mengetahui hubungan rasa haus dan dukungan keluarga
penyakit gagal ginjal kronik beserta terapinya yaitu hemodialisa atau cuci darah.