Anda di halaman 1dari 3

Penulis: Adriel Yeo, Singapura

Artikel asli dalam Bahasa Inggris: If God is good, why is there so much evil and suffering?

Ini mungkin adalah salah satu pertanyaan yang paling membingungkan bagi orang Kristen.
Kenyataan bahwa dunia ini penuh dengan kejahatan dan penderitaan telah membuat sebagian
orang meninggalkan iman mereka, sebagian lagi ragu-ragu untuk datang kepada Tuhan, dan
sebagian lagi kehilangan semangat untuk bertumbuh dalam perjalanan mereka mengikut Tuhan.

Ketika aku mulai menjajaki iman Kristen, aku punya banyak pertanyaan. Salah satunya adalah
tentang bagaimana iman Kristen menanggapi rupa-rupa kejahatan dan penderitaan yang ada di
dunia. Aku membaca beberapa buku apologetika Kristen yang mencoba menjawab pertanyaan
ini dan menggumulkannya cukup lama—dan aku masih tetap punya sejumlah pertanyaan.

Sebagian dari kita mungkin memilih untuk tidak membicarakannya, tetapi aku pikir tidaklah
bijaksana bila kita mengabaikan masalah ini sama sekali. Kejahatan dan penderitaan adalah
masalah yang nyata-nyata kita hadapi setiap hari. Jika Allah itu Mahabaik dan Mahakuasa,
bukankah seharusnya Dia tidak akan membiarkan kejahatan tetap merajalela? Jika Dia
membiarkannya, bisa jadi Dia tidak Mahabaik atau Dia tidak Mahakuasa.

Para filsuf seperti Alvin Plantinga, Peter Van Inwagen, dan William Lane Craig memberikan
sejumlah argumen yang menunjukkan bahwa kejahatan bisa saja tetap ada sekalipun Allah
Mahabaik dan Mahakuasa. Plantinga dalam salah satu argumennya tentang kehendak bebas,
berpendapat bahwa selama Allah memberikan kehendak bebas kepada manusia, maka akan
selalu ada kemungkinan bagi manusia untuk melakukan kejahatan—yang tidak akan diintervensi
oleh Allah. Jika diintervensi artinya manusia tidak punya kehendak bebas.

Lalu mengapa Allah kemudian mengizinkan adanya kehendak bebas? Plantinga membahas isu
ini panjang lebar dalam bukunya, God, Freedom, and Evil. Menurutnya, dunia yang manusianya
diberi kehendak bebas bisa lebih baik daripada yang manusianya tidak diberi kehendak bebas.
Misalnya saja dalam hal cinta. Tidak ada cinta dalam dunia tanpa kehendak bebas, karena cinta
harus merupakan pilihan sukarela yang dibuat seseorang, tidak bisa dipaksakan. Ia
menjelaskannya lebih jauh demikian:

“Untuk menciptakan makhluk yang punya kapasitas untuk berbuat baik, Allah harus
menciptakan makhluk yang juga punya kapasitas untuk berbuat jahat. Dia tidak bisa memberi
mereka kebebasan bertindak dan pada saat yang sama menghalangi mereka untuk bertindak.
Sayangnya, sebagian ciptaan Allah menyalahgunakan kebebasan yang diberikan. Inilah sumber
munculnya kejahatan. Meski demikian, kenyataan bahwa makhluk-makhluk yang diberi
kehendak bebas bisa bertindak keliru, tidak bertentangan dengan kemahakuasaan dan kebaikan
Allah. Dia dapat saja mencegah terjadinya perbuatan jahat, namun itu berarti Dia juga
meniadakan kemungkinan terjadinya perbuatan baik.”

Penjelasan ini menolong kita memahami mengapa ada begitu banyak kejahatan di dunia
sekalipun Allah Mahabaik. Namun, penjelasan ini tidak memadai bagi sebagian orang.
Kenyataannya, meski hampir semua temanku yang pernah mendengarkan argumen Plantinga
setuju dengannya, mereka masih punya masalah. Mereka merasa tidak nyaman dengan fakta
bahwa ada begitu banyak kematian di seluruh dunia, yang sepertinya tidak perlu terjadi. Sulit
untuk memahami mengapa ada ketidakadilan di mana-mana, sebaik apa pun penjelasan yang
diberikan.

Aku pun mulai berpikir bahwa pertanyaan ini mungkin tidak sepenuhnya membutuhkan jawaban
yang bersifat intelektual. Masalah ini sepertinya lebih banyak berkaitan dengan faktor emosional.
Tidak ada jawaban yang mudah karena ini bukan masalah logika belaka. Ini adalah masalah hati
—kita ingin memahami mengapa umat manusia harus melewati berbagai kesulitan hidup.
Sesungguhnya, mendengarkan jeritan mereka yang menderita dan merasa terbeban untuk
menolong mereka keluar dari penderitaan itu mengungkapkan sisi kemanusiaan kita. Dan, itu
adalah hal yang baik. Aku sendiri tidak yakin ada jawaban yang benar-benar bisa memuaskan.
Pernyataan umum seperti, “Dosa adalah penyebabnya”, tidak akan banyak menolong orang yang
sedang menderita.

Mungkin kita perlu melihat masalah ini dari sudut yang berbeda. Saat bertanya mengapa Allah
itu baik namun membiarkan penderitaan ada, bagaimana kalau kita juga bertanya: mengapa ada
Yesus dalam sejarah, mengapa ada peristiwa penyaliban yang diikuti dengan kubur yang
kosong?

Ketika kita melihat penyaliban Yesus dan kebangkitan-Nya, yang kita lihat bukanlah Pribadi
Allah yang tidak peduli. Yang kita lihat adalah Pribadi yang peduli dan yang berkomitmen untuk
memperbarui segenap ciptaan-Nya. Sebab itulah Dia mengutus Putra-Nya, Yesus, ke dalam
dunia, mati menggantikan kita di kayu salib, supaya kita dapat diampuni dari dosa-dosa kita. Dia
juga membangkitkan Yesus dari maut, supaya kita memiliki pengharapan akan hidup yang kekal.

Terkadang aku bertanya-tanya, berapa banyak orang yang akan berbalik kepada Allah karena
jawaban iman Kristen terhadap isu kejahatan dan penderitaan. Aku sendiri menjadi seorang
Kristen karena aku yakin dengan bukti-bukti sejarah tentang kebangkitan Yesus, dan pada saat
yang sama aku juga sadar sepenuhnya bahwa aku telah berdosa, tidak mengakui keberadaan
Allah yang menciptakan semesta ini. Meski aku masih punya banyak pertanyaan tentang
kejahatan dan penderitaan, aku kini menyadari bahwa aku tidak bisa memahami segala hal
dengan mengandalkan pengertian dan sudut pandangku yang terbatas. Aku tetap memegang
imanku karena kebenaran tentang siapa Yesus.

Menurutku, jika dalam penderitaan kita berfokus mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
seperti, “Mengapa aku?” “Mengapa sekarang?” “Mengapa ini harus terjadi?” kita tidak akan
pernah mengerti, apalagi dilegakan oleh jawaban yang diberikan. Aku yakin menjadi orang
Kristen berarti mengalihkan fokus kita dari pertanyaan “Mengapa aku?” menjadi “Mengapa
Yesus?” Dialah pengharapan kita.

Kita tidak akan pernah memahami isu ini sepenuhnya, namun kita tahu satu hal—dan bisa
berlega hati karenanya—Allah peduli dan seluruh pribadi Yesus membuktikan kebenaran ini.
Pertanyaan tentang kejahatan dan penderitaan akan selalu mengusik hati kita, dan kita akan
selalu bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan tentang penderitaan. Namun kita tahu bahwa
kejahatan dan penderitaan terjadi bukan karena Allah tidak peduli. Dia peduli dan Dia telah
mengambil tindakan untuk memulihkan dunia ini.

N.T.Wright memberikan kesimpulan yang serupa:

“Ketika kita belajar membaca kisah tentang Yesus dan memahaminya sebagai sebuah kisah
tentang kasih Allah, yang melakukan bagi kita apa yang tidak bisa kita lakukan bagi diri kita
sendiri—pemahaman itu akan terus-menerus memberikan kita rasa syukur yang disertai
kekaguman luar biasa, sebuah pengalaman yang sangat dekat di hati seorang Kristen sejati.

Anda mungkin juga menyukai