Anda di halaman 1dari 11

MODUL

IV

HUKUM ACARA PTUN DAN PRAKTIK


PERADILAN TUN
KOMPETENSI PERADILAN TUN

Penanggung Jawab Mata Kuliah:

Prof. Dr. Abdul Razak, S.H., M.H.

Para Dosen Pengampu:

Prof. Dr. Syamsul Bachri, S.H., M.H. Dr. Kasman Abdullah, S.H., M.H.

Prof. Dr. Marten Arie, S.H., M.H. Muh. Zulfan Hakim, S.H., M.H.

Prof. Dr. Hamzah Halim, S.H., M.H. Fajlurrahman Jurdi, S.H., M.H.

Dr. Anshori Ilyas, S.H., MH. Dian Utami Mas Bakar, S.H., M.H.

Dr. Zulkifli Aspan, S.H., M.H. Ahsan Yunus, S.H., M.H.

Dr. Muh, Hasrul, S.H., M.H. Dr. Andi Bau Inggit AR, S.H., M.H.

Dr. A. Syahwiyah, S.H., M.H. Muh. Guntur Alfie, S.H., M.H.

PROGRAM STUDI SARJANA ILMU HUKUM


FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS HASANUDDIN
TAHUN 2020

Modul Ajar IV Hukum Acara PTUN dan Praktik TUN i


PRAKATA

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Modul IV mata
kuliah Hukum Acara PTUN dan Praktik Peradilan TUN, dengan judul Kompetensi Peradilan
TUN

Penulisan modul ajar ini dimaksudkan untuk menjadi salah satu bentuk bahan ajar
yang diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam proses pembelajaran pada matakuliah
ini. Selain itu, modul ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para dosen
pengampu dalam sistematisasi penyajian materi. Modul ini dibuat berdasarkan RPS, dengan
capaian pembelajaran mata kuliah yang telah disesuaikan dengan level KKNI.

Tim Penulis menyampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu.
Pada kesempatan ini pula Tim Penulis memohon maaf apabila terdapat
kekurangan/kekeliruan dalam modul ini. Semoga modul ini dapat menjadi referensi dan
berguna dalam meningkatkan kualitas proses pembelajaran. Terima kasih.

Makassar, 1 Agustus 2020

Penulis,
Tim Dosen Pengampu

Modul Ajar IV Hukum Acara PTUN dan Praktik TUN ii


DAFTAR ISI

PRAKATA .............................................................................................................................ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................................iii

MODUL IV KOMPETENSI PERADILAN TUN ...............................................................iv

KEGIATAN BELAJAR

KOMPETENSI PERADILAN TUN

1. Deskripsi Singkat .......................................................................................................1


2. Relevansi ....................................................................................................................1
3. Capaian Pembelajaran ................................................................................................1
1. Uraian ..................................................................................................................1
2. Rangkuman .........................................................................................................5
3. Pustaka ................................................................................................................6
4. Tugas dan Lembar Kerja ............................................................................................6
5. Tes Formatif ...............................................................................................................6
6. Umpan Balik dan Tindak Lanjut ................................................................................7

Modul Ajar IV Hukum Acara PTUN dan Praktik TUN iii


MODUL IV
KOMPETENSI PERADILAN TUN

Mata kuliah Hukum Acara PTUN dan Praktik Peradilan TUN ini merupakan
matakuliah yang berbasis teori dan praktik. Total bobot mata kuliah ini adalah 4 sks, dimana
bobot teori adalah 2,6 sks, dan bobot praktik adalah 1,4 sks. Oleh karena itu penyajian
matakuliah ini dilakukan dengan bentuk pembelajaran berupa kuliah, dengan menggunakan
berbagai macam metode pembelajaran, dan bentuk pembelajaran berupa praktik. Modul IV
ini membahas mengenai kompetensi Peradilan TUN. Berdasarkan RPS, modul ini akan
diberikan pada pertemuan kelima. Adapun sub-capaian pembelajaran mata kuliah yang
diharapkan adalah mahasiswa mampu membedakan karakteristik Peradilan TUN.

Modul IV ini disajikan dalam satu kegiatan belajar. Agar peserta kuliah mampu
memperlajari modul ini dengan baik, peserta kuliah diharapkan membaca langkah-langkah
sebagai berikut:

a. Bacalah semua uraian dari setiap kegiatan belajar. Tahapan ini diperlukan agar peserta
kuliah mendapat informasi dari setiap tahapan;
b. Buatlah catatan tersendiri mengenai poin-poin penting dalam Uraian sehingga
memudahkan Anda untuk belajar;
c. Kerjakanlah latihan dan tugas sesuai instruksi yang telah disediakan;
d. Bacalah rangkuman yang disediakan untuk memberikan ringkasan tentang aspek-aspek
esensial dari setiap kegiatan belajar;
e. Kerjakan tes formatif yang disediakan untuk mengecek seberapa jauh Anda mencapai
tujuan pembelajaran setiap kegiatan belajar. Tes formatif tersebut akan dikerjakan pada
Sikola;
f. Apabila hasil tes Anda telah mencapai persentase kelulusan yang telah ditetapkan maka
anda bisa melanjutkan pada kegiatan belajar selanjutnya. Namun apabila Anda belum
mencapai nilai persentase kelulusan, maka Anda disilahkan untuk mengulangi tes
formatif.

Modul Ajar IV Hukum Acara PTUN dan Praktik TUN iv


KEGIATAN BELAJAR

KOMPETENSI PERADILAN TUN

A. Deskripsi Singkat

Ruang lingkup materi pembelajaran pada pertemuan ini yaitu mengenai pengertian dan
pembagian kompetensi, dilanjutkan dengan penjelasan mengenai kompetensi relatif dan
kompetensi absolut Peradilan TUN dan Pengadilan Tinggi TUN.

B. Relevansi

Pada materi pembelajaran ini peserta mata kuliah diarahkan untuk membaca terlebih
dahulu literatur atau referensi yang telah dianjurkan, dan peraturan perundangan-undangan
tentang PTUN. Selain itu, mahasiswa diharapkan sudah memahami latar belakang
pembentukan Peradilan TUN di Indonesia, dan memahami perbedaan istilah Peradilan,
Pengadilan, Peradilan Administrasi Murni dan Semu, dan memahami tentang karakteristik
Peradilan TUN.

C. Capaian Pembelajaran
1. Uraian

Pengertian dan Pembagian Kompetensi

Pada umumnya dalam hukum acara dikenal adanya kompetensi (kewenangan)


suatu badan peradilan untuk memeriksa dan mengadili suatu perkara. Kompetensi
tersebut dibedakan atas kompetensi relatif dan kompetensi absolut.

1. Kompetensi Relatif

Kompetensi relatif adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara


sesuai dengan wilayah hukumnya.
2. Kompetensi absolut

Kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan sesuai dengan objek atau materi
atau pokok sengketanya.

Modul Ajar III Hukum Acara PTUN dan Praktik TUN 1


Kompetensi Pengadilan Administrasi Negara

1. Kompetensi Relatif

Kompetensi relatif Pengadilan Tata Usaha Negara (Pengadilan Administrasi


Negara) tersebut dapat dikaitkan dengan kedudukan pengadilan itu sendiri (Pasal 6
ayat (1) UU No. 5 Tahun 1986 bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan
di kotamadya atau ibukota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah
kotamadya atau kabupaten) dan selanjutnya dapat pula dikaitkan dengan tempat
kedudukan para pihak (Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986).

Pasal 54
(1) Gugatan sengketa Tata Usaha Negara diajukan kepada Pengadilan yang
berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan tergugat.
(2) Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan
berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum Pengadilan, gugatan diajukan
kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah
satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara.
(3) Dalam hal tempat kedudukan tergugat tidak berada dalam daerah hukum
Pengadilan tempat kediaman penggugat, maka gugatan dapat diajukan ke
Pengadilan yang daerah hukummnya meliputi tempat kediaman penggugat
untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan yang bersangkutan.
(4) Dalam hal-hal tertentu sesuai dengan sifat sengketa Tata Usaha Negara yang
bersangkutan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah, gugatan dapat diajukan
kepada Pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnya meliputi tempat
kediaman penggugat.
(5) Apabila penggugat dan tergugat berkedudukan atau berada di luar negeri,
gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta.
(6) Apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat di luar negeri,
gugatan diajukan kepada Pengadilan di tempat kedudukan tergugat.

Pada dasarnya, gugatan diajukan di tempat kedudukan tergugat, dan bilamana


tergugat lebih dari satu badan/pejabat Tata Usaha Negara, gugatan dapat diajukan
kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu
badan/Pejabat Tata Usaha tersebut.

Modul Ajar III Hukum Acara PTUN dan Praktik TUN 2


Untuk membantu dan memudahkan masyarakat pencari keadilan bersengketa di
Pengadilan Tata Usaha Negara, maka apabila tempat kedudukan Tergugat tidak
berada dalam daerah hukum pengadilan tempat kediaman Penggugat, maka
Penggugat dapat memasukkannya ke pengadilan di wilayah hukum tempat tinggal
Penggugat, untuk selanjutnya diteruskan kepada pengadilan yang bersangkutan.
Dalam hal-hal tertentu, gugatan dapat diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya
meliputi tempat kediaman Penggugat, sedangkan bilamana penggugat dan tergugat
berada di luar negeri, gugatan diajukan kepada Pengadilan di Jakarta. Demikian pula
bilamana tergugat berkedudukan di dalam negeri dan penggugat di luar negeri,
gugatan diajukan kepada pengadilan di tempat kedudukan tergugat.

2. Kompetensi Absolut

Kompetensi absolut berhubungan dengan kewenangan pengadilan tata usaha Negara


mengadili suatu sengketa menurut obyek atau materi atau pokok sengketa. Meskipun
badan/pejabat tata usaha Negara dapat digugat di pengadilan tat usaha Negara, tetapi
tidak semua tindakannya dapat diadili oleh pengadilan tata usaha Negara. Tindakan
badan/pejabat tata usaha Negara yang dapat digugat di pengadilan tata usaha Negara
diatur dalam Pasal 1 butir (3) dan Pasal 3 UU Nomor 5 tahun 1986, sedangkan
tindakan selebihnya menjadi kompetensi peradilan umum atau peradilan (tata usaha)
militer. Kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara (Pengadilan
Administrasi Negara) adalah “sengketa tata usaha Negara”. Sedangkan yang
dimaksud dengan “Sengketa Tata Usaha Negara” menurut Pasal 1 butir (4) UU No.
5 tahun 1986 adalah:
“Sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan
hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku”.
Namun, sengketa TUN yaitu akibat timbulnya KTUN, harus juga memperhatikan
ketentuan Pasal yang mengecualikan beberapa jenis KTUN sebagai objek gugatan
di PTUN sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 2 dan Pasal 49 UU No. 5 Tahun
1986. Keputusan yang dikecualikan tersebut yaitu:

Modul Ajar III Hukum Acara PTUN dan Praktik TUN 3


Pasal 2
Tidak termasuk dalam pengertian Keputusan Tata Usaha Negara menurut Undang-
undang ini :
Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan perbuatan hukum perdata;
b. Keputusan Tata Usaha Negara yang merupakan pengaturan yang bersifat umum;
c. Keputusan Tata Usaha Negara yang masih memerlukan persetujuan;
d. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan berdasarkan ketentuan Kitab
Undang-undang Hukum Pidana atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana
atau peraturan perundang-undangan lain yang bersifat hukum pidana;
e. Keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan atas dasar hasil pemeriksaan
badan peradilan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f. Keputusan Tata Usaha Negara mengenai tata usaha Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia;
g. Keputusan Panitia Pemilihan, baik di pusat maupun di daerah, mengenai hasil
pemilihan umum.

Pasal 49
Pengadilan tidak berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Negara tertentu dalam hal keputusan yang disengketakan itu dikeluarkan :
a. dalam waktu perang, keadaan bahaya, keadaan bencana alam, atau keadaan luar
biasa yang membahayakan, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
b. dalam keadaan mendesak untuk kepentingan umum berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan Pasal 47 UU No. 5 tahun 1986, kompetensi absolut Pengadilan Tata


Usaha Negara yaitu memeriksa, memutus, dan menyelesaikan Sengketa Tata Usaha
Negara. Kewenangan tersebut berada di peradilan di tingkat pertama, dalam hal
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara tidak diberi kewenangan oleh atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara
administratif (melalui upaya administratif) Sengketa Tata Usaha Negara tersebut.
Yang dimaksud dengan upaya administratif dapat dilihat pada Penjelasan Pasal 48
ayat (1) UU No. 5 tahun 1986, yaitu:

“suatu prosedur yang dapat ditempuh oleh seorang atau badan hukum perdata apabila
ia tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara. Prosedur tersebut
dilaksanakan di lingkungan pemerintahan sendiri atau terdiri atas dua bentuk dalam
hal penyelesaian itu harus dilakukan oleh instansi atasan atau instansi lain dari yang
mengeluarkan keputusan yang bersangkutan, maka prosedur tersebut dinamakan
"banding administratif'”.

Modul Ajar III Hukum Acara PTUN dan Praktik TUN 4


Kompetensi Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara

Kompetensi absolut Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yaitu:

1. bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di
tingkat banding.

2. bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir
sengketa kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam
daerah hukumnya.

3. bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat


pertama sengketa Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.
Pasal 48 UU No. 5 Tahun 1986 menyebutkan bahwa:
(1) Dalam hal suatu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara diberi wewenang oleh
atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara
administratif sengketa Tata Usaha Negara tertentu, maka batal atau tidak sah,
dengan atau tanpa disertai tuntutan ganti rugi dan/administratif yang tersedia.
(2) Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) jika seluruh upaya
administratif yang bersangkutan telah digunakan.

2. Rangkuman

Kompetensi relatif adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara


sesuai dengan wilayah hukumnya. Terkait kompetensi relatif PTUN pada dasarnya,
gugatan diajukan di tempat kedudukan tergugat, dan bilamana tergugat lebih dari satu
badan/pejabat Tata Usaha Negara, gugatan dapat diajukan kepada pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan salah satu badan/Pejabat Tata Usaha
tersebut. Dalam keadaan lain juga dapat didasarkan pada Pasal 54 UU Nomot 5 Tahun
1986. Kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan sesuai dengan objek atau
materi atau pokok sengketanya. Berdasarkan Pasal 47 UU No. 5 Tahun 1985 bahwa
Pengadilan bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa
Tata Usaha Negara.

Modul Ajar III Hukum Acara PTUN dan Praktik TUN 5


3. Pustaka

Peraturan Perundang-undangan: Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang


Peradilan Tata Usaha Negara.

D. Tugas dan Lembar Kerja

Buatlah analisis singkat berdasarkan kasus berikut:


“Ketua Komisi Pemilihan Umum Kota Makassar, menerbitkan Keputusan mengenai
hasil pemilihan kepala daerah. Namun, banyak pihak yang tidak sepakat terhadap hasil
tersebut sehingga ingin menggunggat di PTUN.”

Pertanyaan:

1. Apakah gugatan tersebut sudah benar di ajukan ke PTUN?


2. Jika benar, maka seharusnya gugatan itu diajukan di PTUN wilayah mana?

E. Tes Formatif

Jawablah pernyataan berikut dengan Benar (B) atau Salah (S)!

1. Kompetensi terbagi atas kompetensi relatif dan absolut. (…)


2. Gugatan diajukan kepada Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara apabila tergugat lebih
dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, dan berkedudukan tidak dalam satu
daerah hukum Pengadilan (…)
3. Kompetensi absolut berhubungan dengan kewenangan pengadilan tata usaha Negara
mengadili suatu sengketa menurut obyek atau materi atau pokok sengketa. (…)
4. kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara yaitu memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan Sengketa kewenangan. (…)
5. Dapat disimpulkan bahwa kompetensi relatif berkaitan dengan Pengadilan wilayah
hukum mana yang berwenang. (…)

Modul Ajar III Hukum Acara PTUN dan Praktik TUN 6


F. Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Apabila hasil tes formatif peserta kuliah telah mencapai nilai 80 ke atas maka peserta
kuliah dapat melanjutkan pembelajaran pada kegiatan belajar berikutnya. Namun apabila
belum mencapai batas tersebut maka peserta kuliah diminta untuk mengulangi membaca
modul dan mengulangi tes formatif berdasarkan instruksi dosen. Selanjutnya, mahasiswa juga
diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan mengemukakan pendapat mengenai
kompetensi Peradilan TUN.

Modul Ajar III Hukum Acara PTUN dan Praktik TUN 7

Anda mungkin juga menyukai