Anda di halaman 1dari 13

PUTUSAN HAKIM, SYARAT PUTUSAN HAKIM, DAN

TEKNIK PENYUSUNAN PUTUSAN


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Hukum Acara Perdata
Dosen pengampu : Muhammad Ulil Abshor, M.H.

Disusun oleh:
Bella Audina 33020180123
Wulan Dwi Lestari 33020180142
Hanif Alwi Maulana 33020180143

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

Kami panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah- Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah dalam mata kuliah Hukum
Acara Perdata, yang berjudul Putusan Hakim, Syarat Putusan Hakim, dan Teknik
Penyusunan Putusan dengan lancar dan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Sholawat
dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Makalah yang kami buat dengan semampu kami ini diharapkan dapat memenuhi
harapan. Kami telah mengerahkan semampu dan sekuat usaha yang sungguh-sungguh bagi
terselesaikannya makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada orang-orang disekitar
kami yang telah memberikan arahan dan telah membantu menyumbangkan ide dan
pikirannya demi terwujudnya makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah yang kami buat
ini masih banyak kekurangan dan masih banyak butuh pelengkapan. Oleh karena itu, kami
sangat mengharapkan dan membutuhkan saran dan masukan maupun kritikan dari para
pembaca guna membangun dan menyempurnakan makalah kami ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami buat bermanfaat bagi para pembacanya.
Amin yarobalalamin.

Wassalamu’alaikum wr.wb.

Salatiga, 1 Maret 2021

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................2
A. Pengertian Putusan Hakim.........................................................................................2
B. Syarat Putusan Hakim................................................................................................2
C. Teknik Penyusunan Putusan......................................................................................6
BAB III PENUTUP...............................................................................................................9
A. Kesimpulan................................................................................................................9
B. Saran..........................................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Putusan hakim ialah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara
yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.
Tujuan suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk memperoleh putusan hakim
yang berkekuatan hukum tetap. Artinya suatu putusan hakim yang tidak dapat diubah
lagi. Dengan putusan ini, hubungan antara kedua belah pihak yang berperkara ditetapkan
untuk selama-lamanya dengan maksud apabila tidak ditaati secara sukarela, dipaksakan
dengan bantuan alat-alat negara. Dalam penyatakan putusannya hakim haruslah
memenuhi syarat yang didasarkan pada asas putusan dan bahan pertimbangan hakim.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Putusan Hakim ?
2. Apa saja Syarat Putusan Hakim ?
3. Bagaimana Teknik Penyusunan Putusan Hakim ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Putusan Hakim.
2. Untuk mengetahui berbagai Syarat Putusan Hakim.
3. Untuk mengetahui Teknik Penyusunan Putusan Hakim.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Putusan Hakim


Menurut Sudikno Mertokusumo, putusan hakim adalah suatu pernyataan yang
oleh hakim sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, di ucapkan di
persidangan dan bertujuan untuk menyelesaikan suatu perkara atau masalah antar pihak.
Bukan hanya yang diucapkan saja yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang
dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh hakim di persidangan.
Sebuah konsep putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum
diucapkan di persidangan oleh hakim.1
Eksistensi putusan hakim atau lazim disebut dengan istilah “putusan pengadilan”
sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara perdata. Apabila ditinjau dari visi hakim
yang memutus perkara, maka putusan hakim merupakan “mahkota” sekaligus “puncak”
pencerminan nilai-nilai keadilan, kebenaran, penguasaan hukum dan fakta, etika serta
moral dari hakim yang bersangkutan.2

B. Syarat Putusan Hakim


Dalam mengambil keputusan, hakim haruslah memenuhi syarat-syarat yang
didasarkan pada asas-asas putusan dan juga bahan pertimbangan sebagaimana tercantum
dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
sehingga keputusan yang akan dijatuhkan dapat didasari oleh rasa tanggung jawab,
keadilan, kebijaksanaan, profesionalisme, dan bersifat obyektif.
1. Asas-Asas Putusan
a. Memuat Dasar yang Jelas dan Rinci
Putusan yang dijatuhkan oleh hakim harus bedasarkan pertimbangan yang
jelas dan cukup. Putusan yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dikategorikan
putusan yang tidak cukup pertimbangan atau onvoldoende gemotiveerd. Alasan
yang dijadkan pertimbangan dapat berupa pasal-pasal tertentu peraturan
perundang-undangan, hukum kebiasaan, yurisprudensi atau doktrin hukum.3

1
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi ketujuh (Yogyakarta : Liberty, 2006), hlm.
167.
2
Laila M. Rasyid, Herinawati, Modul Pengantar Hukum Acara Perdata (Lhokseumawe : Unimal Press,
2015), hlm. 96.
3
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), hlm. 798.
Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 50 UU No. 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman yang menegaskan bahwasanya Putusan pengadilan
selain harus memuat alasan dan dasar putusan, juga memuat pasal tertentu dari
peraturan perundang-undangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak
tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili. Bahkan menurut Pasal 178 ayat
(1) HIR, hakim karena jabatannya wajib mencukupkan segala alasan hukum
yang tidak dikemukakan para pihak yang berperkara. Untuk memenuhi
kewajiban itulah Pasal 5 UU Kekuasan Kehakiman memerintahkan hakim untuk
menggali nilai- nilai, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat.
b. Wajib Mengadili Seluruh Bagian Tuntutan
Asas kedua yang digariskan oleh Pasal 178 ayat (2) HIR/Pasal 189 ayat (2)
RBG dan Pasal 50 RV adalah putusan harus secara total dan menyeluruh
memeriksa dan mengadili setiap segi gugatan yang diajukan. Tidak boleh hanya
memeriksa dan memutus sebagian saja dan mengabaikan gugatan selebihnya.
Cara mengadili yang demikian bertentangan dengan asas yang digariskan oleh
undang-undang.
c. Tidak Boleh Mengabulkan Melebihi Tuntutan
Berdasarkan Pasal 178 ayat (3) HIR/Pasal 189 ayat (3) RBG dan Pasal 50
RV, putusan tidak boleh mengabulkan melebihi tuntutan yang dikemukakan
dalam gugatan. Larangan itu disebut ultra petitum partium. Hakim yang
mengabulkan posita maupun petitum gugatan, dianggap telah melampaui batas
wewenang atau ultra vires yakni bertindak melampaui wewenangnya. Apabila
putusan mengandung ultra petitum, harus dinyatakan cacat (invalid) meskipun
hal itu dilakukan hakim dengan itikad baik (good faith) maupun sesuai dengan
kepentingan umum (public interest). Mengadili dengan cara mengabulkan
melebihi dari apa yang di gugat dapat dipersamakan dengan tindakan yang tidak
sah (illegal) meskipun dilakukan dengan itikad baik.4
d. Diucapkan di muka Umum
Persidangan dan putusan diucapkan dalam sidang pengadilan yang terbuka
untuk umum atau di muka umum merupakan salah satu bagian yang tidak
terpisahkan dari asas fair trial. Melalui asas fair trial, pemeriksaan persidangan

4
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata (Jakarta : Sinar Grafika, 2005), hlm. 801-802.
harus berdasarkan proses yang jujur sejak awal sampai akhir. Prinsip peradilan
terbuka untuk umum mulai dari awal pemeriksaan sampai putusan dijatuhkan.
Hal itu tentunya dikecualikan untuk perkara tertentu, misalnya perkara
perceraian. Akan tetapi walaupun dilakukan dalam persidangan tertutup untuk
umum, putusan wajib diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Bersifat memaksa (imperatief).
Pelanggaran terhadap hal di atas ditegaskan dalam Pasal 13 ayat (2) UU
Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi :
“Putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum
apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.”
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka putusan yang tidak diucapkan di
muka umum berakibat putusan batal demi hukum.
2. Pertimbangan Putusan Hakim
a. Pengertian Pertimbangan Hakim
Pertimbangan putusan hakim adalah suatu tahapan proses pengambilan
putusan yang dilakukan oleh majelis hakim dalam mempertimbangkan fakta
yang terungkap sejak awal hingga akhir persidangan perkara berlangsung.
Dalam pertimbangan hukum tersebut dicantumkan pula pasal-pasal dari
peraturan hukum yang menjadi dasar hakim dalam memutus perkara tersebut.
Ketentuan mengenai pertimbangan hakim tercantum dalam Pasal 5
Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Ketentuan tersebut mewajibkan hakim dalam pertimbangan hukumnya untuk
mampu menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup di masyarakat.
Adanya ketentuan tersebut menunjukkan bahwa suatu pertimbangan
hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam menentukan terwujudnya
nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung keadilan (ex aequo et bono)
dan mengandung kepastian hukum, di samping itu juga mengandung manfaat
bagi para pihak yang bersangkutan sehingga pertimbangan hakim ini harus
disikapi dengan teliti, baik, dan cermat. Apabila pertimbangan hakim tidak teliti,
baik dan
cermat, maka putusan hakim yang berasal dari pertimbangan hakim tersebut
akan dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi/Mahkamah Agung.5
b. Bahan Pertimbangan Putusan Hakim
Demi mewujudkan putusan yang memiliki nilai keadilan, kepastian
hukum dan kemanfaatan bagi para pihak yang berperkara, maka hakim dalam
pertimbangan putusannya harus memenuhi dua hal pokok, yaitu :
1) Pertimbangan Fakta
Untuk memperoleh pertimbangan fakta, maka hakim dalam
pemeriksaan suatu perkara harus memperhatikan duduk perkara atau
peristiwa yang menjadi sengketa para pihak. Dalam pemeriksaan ini hakim
juga memerlukan adanya pembuktian dan melihat fakta yang terjadi dalam
persidangan.
Pembuktian merupakan tahap yang paling penting dalam pemeriksaan
di persidangan. Pembuktian bertujuan untuk memperoleh kepastian bahwa
suatu peristiwa/fakta yang diajukan itu benar-benar terjadi, guna mendapat
putusan hakim yang benar dan adil.
Selain itu pada hakikatnya pertimbangan hakim hendaknya juga
memuat tentang hal-hal sebagai berikut:
- Pokok persoalan dan hal-hal yang diakui atau dalil-dalil yang tidak
disangkal.
- Adanya analisis yuridis terhadap putusan segala aspek menyangkut
semua fakta/ hal-hal yang terbukti dalam persidangan.
- Adanya semua bagian dari petitum penggugat harus
dipertimbangkan/diadili secara satu demi satu sehingga hakim dapat
menarik kesimpulan tentang terbukti/tidaknya dan dapat dikabulkan/
tidaknya tuntutan tersebut dalam amar putusan.
2) Pertimbangan Hukum
Dalam mempertimbangkan hukum, pada dasarnya kerja profesional
hakim bertumpu pada kreativitas hakim dalam menginterpretasi undang-
undang dan melakukan metode penemuan hukum lainnya. Oleh karena itu
setiap hakim peradilan agama harus piawai dan berani melakukan judicial

5
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm.
140.
activsm. Kompetensi judicial activsm tersebut meliputi serangkaian
pengetahuan, keterampilan dan ciri kepribadian yang mendorong hakim
untuk menggali dan menemukan nilai-nilai hukum tidak tertulis yang hidup
di masyarakat sesuai dengan prinsip dan aturan hukum6
Dalam usaha menemukan hukum terhadap suatu perkara yang sedang
diperiksa dalam persidangan, Majelis Hakim dapat mencarinya dalam :
- Kitab-kitab perundang-undangan sebagai hukum yang tertulis.
- Kepala Adat dan penasihat agama sebagaimana tersebut dalam Pasal
44 dan 15 Ordonansi Adat bagi hukum yang tidak tertulis.
- Sumber yurisprudensi, dengan catatan bahwa hakim sama sekali tidak
boleh terikat dengan putusan-putusan yang terdahulu itu, ia dapat
menyimpang dan berbeda pendapat jika ia yakin terdapat
ketidakbenaran atas putusan atau tidak sesuai dengan perkembangan
hukum kontemporer. Tetapi hakim dapat berpedoman sepanjang
putusan tersebut dapat memenuhi rasa keadilan bagi pihak-pihak yang
berperkara.
- Tulisan-tulisan ilmiah para pakar hukum, danbuku-buku ilmu
pengetahuan lain yang ada sangkut pautnya dengan perkara yang
diperiksa.

C. Teknik Penyusunan Putusan


Dari segi metodologi, hakim dalam mengambil keputusan terhadap perkara yang
diperiksa dan diadili hendaknya melalui proses tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Perumusan Masalah
Perumusan masalah atau pokok sengketa dari suatu perkara dapat disimpulkan
dari informasi baik dari penggugat maupun dari tergugat, yang termuat dalam
gugatannya dan jawaban tergugat, replik dan duplik. Dari persidangan tahap jawab
menjawab inilah hakim dapat memperoleh kepastian tentang peristiwa konkrit yang
disengketakan oleh para pihak. Peristiwa yang disengketakan inilah yang merupakan
pokok masalah dalam suatu perkara.
2. Pengumpulan Data

6
Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), hlm.
142.
Pengumpulan data dalam pembuktian, setelah hakim merumuskan pokok
masalahnya, kemudian hakim menentukan siapa yang dibebani pembuktian untuk
pertama kali. Dari pembuktian ini, hakim akan mendapatkan data untuk diolah guna
menemukan fakta yang dianggap benar atau fakta yang dianggap salah (dikonstatir).
Data berupa fakta yang dinyatakan oleh alat-alat bukti dan sudah diuji kebenarannya.
Misalnya saksi-saksi mengatakan bahwa benar saksi melihat Tergugat memukul
Penggugat ketika terjadi pertengkaran, ini berarti bahwa data berupa fakta yang
dinyatakan oleh alat bukti sudah diuji kebenarannya. Fakta hukum disini berupa
perbuatan. Atau Penggugat mengajukan alat bukti tertulis berupa Kutipan Akta
Nikah dan dibenarkan oleh Tergugat, maka data berupa fakta yang dinyatakan oleh
alat bukti sudah diuji kebenarannya. Fakta hukum disini berupa peristiwa.
3. Analisa Data
Analisa data untuk menemukan fakta, data yang diolah akan melahirkan fakta
yang akan diproses lebh lanjut sehingga melahirkan suatu keputusan yang akurat dan
benar.
4. Penentuan Hukum
Penentuan hukum dan penerapannya, setelah fakta yang dianggap benar
ditemukan, selanjutnya hakim menemukan dan menerapkan hukumnya. Menemukan
hukum tidak hanya sekadar mencari Undang-Undangnya untuk dapat diterapkan
pada peristiwa yang konkrit, tetapi yang dicarikan hukumnya untuk diterapkan pada
suatu peristiwa yang konkrit. Kegiatan ini tidaklah semudah yang dibayangkan.
Untuk menemukan hukumnya atau undang-undangnya untuk dapat diterapkan pada
peristiwa konkrit, peristiwa konkrit itu harus diarahkan kepada undang-undangnya,
sebaliknya undang-undang harus disesuaikan dengan peristiwa yang konkrit. Jika
peristiwa konkrit itu telah ditemukan hukumnya, maka langsung menerapkan hukum
tersebut, jika tidak ditemukan hukumnya, maka hakim harus mengadakan
interpretasi terhadap peraturan perundang-undangan tersebut.
5. Pengambilan Putusan
Jika penemuan hukum dan penerapan hukum telah dilaksanakan oleh hakim,
maka ia harus menuangkannya dalam bentuk tertulis yang disebut dengan putusan.
Proses penyusunan putusan melalui tahap-tahap inilah yang akan melahirkan sebuah
putusan yang argumentative dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan dibuat
putusan tersebut diharapkan dapat menimbulkan keyakinan atas kebenaran peristiwa
hukum dan penerapan peraturan perundang-undangan secara tepat dalam perkara
yang diadili tersebut.
Dalam mengambil putusan, masing-masing Hakim mempunyai hak yang sama
dalam melakukan tiga tahap yang mesti dilakukan Hakim untuk memperoleh
putusan yang baik dan benar.7
a. Tahap Konstatir
Mengonstatir peristiwa hukum yang diajukan oleh para pihak kepadanya
dengan melihat, mengakui atau membenarkan telah terjadinya peristiwa yang
telah diajukan tersebut. Jadi, mengkonstatir berarti bahwa Hakim melihat,
mengetahui, membenarkan, telah terjadinya peristiwa, harus pasti bukan
dugaan, yang didasarkan alat bukti pembuktian.
b. Tahap Kualifisir
Mengkualifisir peristiwa hukum yang diajukan pihak-pihak kepadanya.
Peristiwa yang telah dikonstatirnya itu sebagai peristiwa yang benar-benar
terjadi harus dikualifisir. Mengkualifisir berarti menilai peristiwa yang dianggap
benar- benar terjadi itu termasuk hubungan hukum mana dan hukum apa,
dengan kata lain harus ditemukan hubungan hukumnya bagi peristiwa yang
telah dikonstatir itu. Jadi, mengkualifisir berarti mencari/menentukan hubungan
hukum terhadap dalil/peristiwa yang telah dibuktikan. Hakim menilai terhadap
dalil/peristiwa yang telah terbukti atau menilai dalil/peristiwa yang tidak
terbukti dengan peraturan perundang-undangan yang merupakan hukum materil
atau dapat dikatakan mencari penerapan hukum yang tepat terhadap
dalil/peristiwa yang telah dikonstatir.
c. Tahap Konstituir
Mengkonstituir, yaitu menetapkan hukumnya atau memberikan keadilan
kepada para pihak yang berperkara.

7
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1988), hlm. 87-89.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Putusan hakim adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat
negara yang diberi wewenang untuk itu, di ucapkan di persidangan dan bertujuan
untuk menyelesaikan suati perkara atau masalah antar pihak. Bukan hanya yang
diucapkan saja yang disebut putusan, melainkan juga pernyataan yang dituangkan
dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan oleh Hakim di persidangan. Sebuah
konsep putusan (tertulis) tidak mempunyai kekuatan sebagai putusan sebelum
diucapkan di persidangan oleh hakim.
Dalam penyatakan putusannya hakim haruslah memenuhi syarat yang
didasarkan pada asas putusan dan bahan pertimbangan hakim yang meliputi
pertimbangan fakta dan pertimbangan hukum.
Adapun langkah penyusunan putusan :
1. Merumuskan Masalah
2. Pengumpulan Data
3. Analisis Data
4. Penentuan Hukum
5. Pengambilan Putusan (dalam pengambilan putusan hakim memiliki beberapa
tahapan yaitu : tahap konstatir, tahap kualifisir, dan tahap konstituir).

B. Saran
Mengingat terbatasnya kemampuan penulis dalam menelaah berbagai literatur
mengenai Hukum Acara Perdata, sehingga muatan dan pembahasan makalah ini
sangat tidak sempurna. Oleh karena, itu penulis sangat mengharap kepada pihak
pembaca makalah ini kirannya memberi masukan, perbaikan, dan penyempurnaan
seperlunya. Terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Arto, Mukti. 2004. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Harahap, M. Yahya. 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta : Sinar Grafika.
Mertokusumo, Sudikno. 1988. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty
----------------------------. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi ketujuh. Yogyakarta :
Liberty.
Rasyid, Laila M. Herinawati. 2015. Modul Pengantar Hukum Acara Perdata. Lhokseumawe :
Unimal Press.

Anda mungkin juga menyukai