Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

Tauhid Normatif – Asketis dan


Kesalehan Ritual Egoistik

Dosen Pengajar : Ade Putri Mulia


Kelompok 5 :
Novita Rahmawati (1902043002)
Yoga Pratama (1902043018)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
PROGRAM STUDI D3 AKUNTANSI
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang

Pada saat ini tak jarang kita menemukan seorang muslim


yang selalu taat dalam beragama, namun terkadang kita
menemukan seorang muslim yang selalu taat dalam beragama
namun hidup tertutup dan kurangnya bersosialisasi dalam
kehidupan bermasyarakat.

Rumusan Masalah

Penulis telah menyusun beberapa poin yang akan dibahas dalam


makalah ini. Diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Pemahaman tauhid normatif


2. Berbagai ekspresi dan perilaku tauhid asketis dan kesalehan
ritual egoistic.
3. Dampak tauhid asketis dan kesalehan ritual egoistik
terhadap kehidupan social.
4. Penolakan dan kritik atas tauhid asketis dan kesalehan
ritual yang egois.

Tujuan Penulisan

1. Menjelaskan pengertian tauhid normatif


2. Mengetahui berbagai macam perilaku dari tauhid asketis
dan kesalehan ritual egoistic beserta dampak dari perilaku
tersebut di masyarakat.

Halaman | 1
BAB II

PEMBAHASAN
Tauhid Normatif-Asketis Dan Kesalehan Ritual Egoistik

Pengertian Asketisme (Bahasa)

Asketisme (dari bahasa Yunani: ἄ σκησις á skesis, "olahraga"


atau "latihan") atau pertarakan adalah suatu gaya hidup
bercirikan laku-tirakat atau berpantang kenikmatan-kenikmatan
duniawi, yang seringkali dilakukan untuk mencapai maksud-
maksud rohani. Para petarak (praktisi asketisme) dapat saja
menyepi dari keramaian dunia demi menjalankan laku-tirakat
mereka, dan dapat pula hidup di tengah-tengah masyarakat, tetapi
lazimnya mereka mengadopsi suatu gaya hidup yang sangat
bersahaja, bercirikan penolakan terhadap harta-benda dan
kenikmatan-kenikmatan jasmani, serta melewatkan waktu
dengan berpuasa sambil tekun beribadat atau sambil
merenungkan perkara-perkara rohani.

1
Pengertian Asketisme

Asketisme adalah ajaran-ajaran yang menganjurkan pada


umatnya untuk menanamakann nilai-nilai agama dan
kepercayaan kepada Tuhan, dengan jalan melakukan latihan-

1
https://id.wikipedia.org/wiki/Asketisme diakses pada hari Selasa,tanggal 15
oktober 2019 pukul 21.57

Halaman | 2
latihan dan praktek-praktek rohaniah dengan cara mengendalikan
tubuh dan jiwa.

Pada tradisi Islam, bahasan asketik bersumber pada konsep


zuhud. Dalam perjalanan spiritual, zuhud merupakan langkah
awal bagi orang-orang yang berjuang untuk mendapatkan
kesempurnaan dan bermakrifat kepada Allah Swt.

Dalam persepktif historitas Islam, praktek askestik dalam


Islam pada hakekatnya sudah ada sejak Rasululah Saw melakukan
aktivitas bertahannust di gua Hira, ketika menerima wahyu
pertama. Hal ini merupakan suatu bukti bahwa praktek asketisme
dalam Islam sebagai langkah awal lahirnya kehidupan zuhud.

Sedangkan Zuhud itu berarti tidak merasa bangga atas


kemewahan dunia yang telah mereka miliki dan tidak merasa
sedih karena kehilangan kemewahan dari dirinya2

Tauhid Normatif

Secara sederhana dapat didefinisikan bahwa yang dimaksud


dengan tauhid normatif adalah kepercayaan seorang muslim akan
kesaan Allah SWT baik eksistensi, sifat-sifat, dan kekuasaannya
serta hal-hal matafisis (gaib) yang dikabarkannya. Mengawali
semuanya, seorang yang akan masuk agama islam harus

2
https://www.neliti.com/id/publications/177463/asketisme-dalam-islam-perspektif-
psikologi-agama diakses pada hari Selasa,tanggal 15 oktober 2019 pukul 22.05

Halaman | 3
mengucapkan kalimat syahadat (kalimat persaksian) yaitu:
asyahadu alla illaha illallah, wa asyhadu anna muhammadan
rasulullah (saya bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, dan saya
bersaksi bahwa muhammad adalah utusan Allah). Kalimat
pertama disebut dengan syahadat tauhid.
Dari segi bahasa, kata tauhid dalam bahasa arab, berasal
dari kata wahhada, yuwahhidu, tauhidan, yang berarti
mengesakan dan menyatukan. Tauhid bisa dimaknai dengan
keyakinan dan kesaksian bahwa “tidak ada tuhan selain Allah”.
Mengesakan Allah adalah bagian palin fundamental dari
ajaran agama islam dan inti sejatinya merupakan pesan utama
dari seluruh ajaran Allah SWT yang dibawa oleh para utusannya
sejak Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW.
Inti dari konsep tauhid secara sederhana diformulasikan
dalam kalimat “la ilaha illallah” (tiada Tuhan selain Allah). Kalimat
ini menggambarkan secara tepat dan mendalam tentang
keimanan umat islam. Kalimat tauhid mengantarkan umat islam
pada dua kesadaran dan keyakinan: pertama keyakinan untuk
mengingkari tuhan –tuhan yang palsu, dan yang kedua
memusatkan kepercayaan hanya kepada Allah SWT.
Dalam ilmu kalam, konsepsi tauhid ini kemudian
dikembangan dalam tiga aspek ketauhidan; tauhid rububiyyah,
tauhid mulkiyyah dan tauhid uluhiyyah.3

A. Tauhid Rububiyyah
3
http://aspekaqidah.blogspot.com/2016/03/makalah-aspek-akidah.html diakses pada hari
Selasa,tanggal 15 oktober 2019 pukul 21.56

Halaman | 4
Tauhid rububiyah yang berkenaan dengan kesadaran dan
keyakinan bahwa Allah adalah Tuhan yang menciptakan dan
memelihara seluruh makhluk di alam jagad raya.

B. Tauhid Mulkiyyah

Tauhid mulkiyyah adalah kesadaran dan keyakinan bahwa Allah


saja yang berdaulat secara absolut atas seluruh alam semesta,
menguasai manusia, dan Dia-lah penguasa Hari Kiamat.

C. Tauhid Uluhiyyah

Tauhid uluhiyyah adalah konsekuensi yang logis dari tauhid


rububiyyah. Keyakinan bahwa Allah saja yang menciptakan semua
yang ada merupakan dasar peribadatan dalam ajaran islam.
Tauhid uluhiyyah mengandung makna :

1. Lâ hubban illa lillâ h, (tiada yang berhak dicintai kecuali


hanya Allah SWT)
2. Lâ khasyyatan illa lillâ h, (tiada yang berhak ditakuti kecuali
hanya Allah SWT)
3. Lâ thâ ’atan illa lillâ h, (tiada yang berhak ditaati Allah SWT)
4. Lâ ibadatan illa lillâ h, (tiada yang berhak disembah kecuali
hanya menyembah kepada Allah SWT)

Konsep akidah islam, kaitannya dengan tauhid normatif ini,


pada umumnya dijabarkan kedalam enam hal yang disebut

Halaman | 5
“Rukun Iman“. Jadi rukun iman inilah hal asasi yang harus
diyakini oleh seorang muslim.4
Berbagai ekspresi dan perilaku tauhid asketis dan kesalehan
ritual egoistic

Orang lebih bersemangat menjalankan sebagian ibadah-


ibadah sunnah seperti zikir, shalat, puasa, dan lain-lain, daripada
ibadah-ibadah sosial seperti mengurus kepentingan umum,
bersilaturrahmi, membantu kesulitan tetangga dan menyelesaikan
problem kemiskinan.

Seseorang akan lebih merasa beragama dibanding orang


lain jika telah memperhatikan aspek-aspek simbol (syiar)
keagamaan, kuantitas dan masalah-masalah furu’ seperti
memelihara jenggot dan atau membangun masjid. Tetapi mereka
nyaris tidak peduli terhadap masalah atau persoalan yang
substansial, esensial dan kualitas masyarakat.

Kelompok ini lebih memprioritaskan ibadah haji


thathawwu’ (haji kedua, dst) daripada membiayai anak tetangga
bahkan keponakannya yang hampir putus kuliah/ sekolah karena
tidak membayar SPP, atau mereka lebih suka meng-haji-kan orang
miskin yang belum mempunyai tempat tinggal ataupun tempat
tinggal yang layak daripada membantunya agar mempunyai
rumah, dan seterusnya.

4
http://aspekaqidah.blogspot.com/2016/03/makalah-aspek-akidah.html diakses pada hari
Selasa,tanggal 15 oktober 2019 pukul 21.56

Halaman | 6
Dalam sudut pandang syari’ah, Yusuf Qardlawi (1995) juga
melihat praktek-praktek keagamaan di berbagai Negara muslim
yang dinilai : (1) mementingkan hal-hal yang bersifat simbol
(syiar) dariapada subtansial, (2) memperhatikan hal-hal yang
bersifat kuantitatif dan artificial daripada yang bersifat kualitatif
dan esensial; (3) mendahulukan pembentukan apa yang sering
kita sebut sebagai “kesalehan individual” daripada “kesalehan
sosial”; (4) memprioritaskan tuntutan-tuntutan subyektif,
kelompok dan golongan daripada tuntutan-tuntutan obyektifitas,
masyarakat, nasional, dan dunia Islam; (5) menonjolkan
pemikiran-pemikiran keagamaan skolastik dan dialektik daripada
pemikiran empiric dan praktis.

Realitas keagamaan umat seperti ini, menunjukkan adanya


kesalahpahaman umat dalam menangkap makna dan kehendak
suatu ajaran. Ajaran yang seharusnya membebaskan,
memudahkan dan mensejahterakan hidup dan memiliki visi dan
misi rahmatan li al-alamin dipahami secara sempit dengan dalih
kesalehan dan penghambaan individual terhadap Allah, sehingga
ia bersikap kaku dan tidak kreatif dalam menghadapi persoalan
baru.

Dampak tauhid asketis dan kesalehan ritual egoistik


terhadap kehidupan social

Dari beberapa kasus mengenai tauhid normatif-asketik


diatas tentunyaakan ada banyak dampak yang akan di hasilkan di
kehidupan social di masyarakat, dimana orang-orang yang lebih

Halaman | 7
bersemangat menjalankan sebagian ibadah-ibadah sunnahnya
daripada mengurus kepentingan umum, bersilaturrahmi,
membantu kesulitan tetangga, di kehidupan social masyarakatnya
tentu merka akan di anggap tak peduli dengan sekitar dan akan
menimbulkan perspektif buruk dari masyarakat itu sendiri.

Kemudian orang-orang yang lebih memprioritaskan ibadah


haji thathawwu’ (haji kedua, dst) dari pada membiayai anak
tetangga bahkan keponakannya yang hampir putus kuliah/
sekolah karena tidak membayar SPP akan mengalami dampak
yang sama di masyarakat seperti contoh perilaku yang
sebelumnya mereka akan banyak di bicarakan orang dengan sifat
yang tidak baik, di kucilkan dari masyarakat banhkan bias saja
sulit mendapatkan pertolongan dari masyarakat dikalau mereka
dilanda kesulitan.

Penolakan dan kritik atas tauhid asketis dan kesalehan ritual


yang egois

Jelas kita sebagai umat beragama tentunya pasti ingin


melakukan ibdah yang terbaik untuk akhirat kelak, namun bukan
berarti dengan mempersiapkan akhirat kita jadi melupakan
kehidupan di dunia atau di masyarakat. Karena bagaimana pun
kita sebagai manusia adalah makhluk social yang tidak bisa hidup
sendiri dan pasti akan membutuhkan orang lain di dunia ini.

Halaman | 8
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Jadi, setiap ummat muslim pasti menginginkan kehidupan


akhirat yang kekal di tempat yang paling baik, dimana untuk
mencapai ke tempat yang paling baik itu sendiri di butuhkan
tauhid dan kesalehan ritual yang baik pula, tanpa melupakan
kehidupan di dunia dalam bermasyarakat. Karena akan sia sia
bagi seorang muslim yang paling baik dalam urusan agama dan
akhirat namun ia lupa akan pentingnya hidup bersosial bersama
umat beragama di dunia itu sendiri.

Halaman | 9
Daftar Pustaka

https://id.wikipedia.org/wiki/Asketisme

https://www.neliti.com/id/publications/177463/asketisme-
dalam-islam-perspektif-psikologi-agama

http://aspekaqidah.blogspot.com/2016/03/makalah-aspek-
akidah.html

Halaman | 10

Anda mungkin juga menyukai