Anda di halaman 1dari 16

Jantung

Anatomi jantung

Pericardium

Jantung dan akar dari pembuluh darah besar dilingkupu oleh kantong fibroserosa yang
disebut sebagai pericardium. Struktur ini terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan luar fibrosa yang
kuat dan lapisan dalam yang bersifat serosa. Lapisan dalam serosa melekat pada dinding
eksternal jantung dan disebut sebgai pericardium visceral. Pericardium visceral berlanjut dan
menandai lapisan luar yang berserat (fibrosa), membentuk pericardium parietal. ruangan antara
lapisan visceral dan parietal mengandung cairan pericardium tipis yang membuat jantung
berdetak dengan friksi yang minimal. Pericardium melekat pada sternum dan porsi mediastinal
dari pleura kiri dan kanan. Hubungannya dengan struktur di sekitarnya menjaga kantong
pericardium tetap terletak didalam rongga toraks dan membantu jantung agar tetap berada di
posisinya yang normal. Terdapat tiga pembuluh darah yang keluar dari pericardium bagian
superior yaitu aorta, arteri pulmonal dan vena kava superior. Vena kava inferior menembus
pericardium bagian inferior.1

Anatomi permukaan jantung

Jantung berbentuk seperti kerucut dan terdiri dari empat bilik berotot. Ventrikel kanan
dan kiri merupakan kamar pompa utama. Atrium kanan dan kiri memiliki lebih sedikit otot
dibanding ventrikel. Bagian apeks dibentuk oleh ujung ventrikel kiri yang menunjuk ke inferior,
anterior, dan ke kiri. Bagian basal atau permukaan posterior jantung dibentuk oleh atrium,
terutama atrium kiri dan terletak di antara hilus paru. Permukaan anterior jantung dibentuk oleh
atrium dan ventrikel kanan. Permukaan inferior dari jantung dibentuk oleh kedua ventrikel
terutama bagian kiri.1

Struktur internal jantung

Empat katup utama pada jantung normal mengarahkan aliran darah maju dan mencegah
kebocoran dari aliran darah mundur. Katup atrioventrikel (mitral dan tricuspid) memisahkan
atrium dan ventrikel, sedangkan katup semilunar ( pulmonal dan aorta) memisahkan ventrikel
dari arteri besar. Permukaan katup jantung dan permukaan inferior kamar-kamar jantung dilapisi
oleh sel endotel yang berlapis tunggalyang disebut endokard. Jaringan subendokard mengandung
fibroblast, serat elastis dan kolagen, vena, saraf, dan cabang-cabang sistem konduksi yang
berlanjut sebagai jaringan ikat dari lapisan otot jantung yang disebut miokard. Miokard
merupakan lapisan paling tebsl dari jantung dan terdiri dari sekelompok sel-sel otot jantung.1

Atrium dan ventrikel kanan

Vena kava superior dan inferior serta sinus koronarius bermuara di atrium kanan. Vena
kava mengembalikan darah yang terdeoksigenasi dari sistem vena ke atrium kanan, dimana sinus
koronarius membawa darah vena kembali dari arteri coroner. Katup tricuspid terletak di lantai
dari atrium dan membuka ke ventrikel kanan.

Ventrikel kanan berbentuk kurang lebih seperti segitiga. Meskipun dinding dalam dari
traktus ini mulus, bagian lainnya dari ventrikel dilapisi oleh sejumlah jembatan ireguler
(trabeculae carnae) yang membuat dinding ventrikel kanan seperti busa. Ventrikel kanan terdiri
atass tiga otot papiler yang menonjol ke bilik dan korda tendinae yang menyerupai benang-benag
tipis dan melekat ke pinggir lembaran kaup tricuspid. Bagian apeks dari traktus keluar ventrikel
kanan adalah katup pulmonal yang mengarah ke arteri pulmonal. Katup ini terdiri dari tiga cusps
atau kantung yang melekat pada cincin fibrosa.

Atrium dan ventrikel kiri

Memasuki setengah bagian posterior dari atrium kiri adalah empat vena pulmonal.
Dinding dari atrium kiri mempunyai ketebalan sekitar 2mm, sedikit lebih tebal dari atrium
kanan. Katup mitral membuka ke ventrikel kiri di dinding inferior atrium kiri. Bilik ventrikel kiri
mempunyai bentuk seperti kerucut dan lebih panjang dari ventrikel kanan. Pada jantung dewasa
sehat, ketebalan adalah 9-11 mm. sekitar 3 kali lebih tebal dari ventrikel kanan. Bilik ventrikel
kiri terdiri dari dua otot papiler yang besar. Otot papiler ventrikel kiri lebih tebal dari ventrikel
kanan. Korda tendinae dari setiap otot papiler menyebar ke kedua katup mitral.

Katup aorta memisahkan ventrikel kiri dan aorta. Cincin fibrosa yang melekat ke cusps
atau kantung katup mengelilingi pembukaan katup aorta.

Septum interventrikel

Septum interventrikel adalah dinding tebal di antara ventrikel kiri dan kanan. Septum ini
terdiri dari bagian muskuler dan membrane. Batas dari septum dapat dilihat pada permukaan
jantung dengan mengikuti alur interventrikel anterior dan posterior. Oleh karena tekanan
hidrostatik di ventrikel kiri yang leboh besar, bagian muskuler septum menonjol ke ventrikel
kanan. Bagian membrane dari septum yang kecil, dan berbentuk oval terletak tepat dibawah
cusps atau kantung dari katup aorta.

Pembuluh darah jantung

Arteri coroner kiri utama yang besar diantara atrium kiri dan trunkus pulmonal untuk
mencapai alur AV. Disana, arteri ini terbagi menjadi arteri coroner desenden anterior kiri atau
left anterior descending (LAD). LAD memberikan cabang-cabang septal yang menyuplai 2/3
anterior dari septum interventrikel dan porsi apical dari otot papiler anterior. LAD juga
memberikan cabang diagonal yang menyuplai permukaan anterior dari ventrikel kiri. Arteri
sirkumfleks memberi cabang obtuse marginal yang besar yang menyuplai dinding lateral dan
posterior dari ventrikel kiri.
Arteri coroner kanan arau right coronary artery (RCA) berjalan dialur AV kanan, lewat
di antara atrium dan ventrikel kanan di posterior. Arteri ini menyuplai darah ke ventrikel kanan
melalui cabang-cabang marginal akut. Distal RCA memberikan cabang besar, yaitu arteri
desenden posterior. Pembuluh ini berjalan dari inferoposterior jantung ke apeks dan menyuplai
darah ke dinding inferior dan posterior ventrikel serta 1/3 posterior dari septum intraventrikel.
Tepat sebelum bercabang menjadi cabang desenden posterior, RCA memberikan cabang ke arteri
nodus AV.

Vena coroner

Vena coroner mengikuti distribusi yang mirip dengan arteri coroner utama. Pembuluh
darah ini mengembalikan darah dari kapiler miokard ke atrium kanan terutama melalui sinus
koronarius.

Pemnuluh limfatik

Limfe jantung disalurkan oleh pleksus pembuluh berkatup yang ekstensif yang terletak di
jaringan ikat subendokard dari keempat ruang. Limfe ini mengalir ke pleksus epikardium yang
terbentukdari beberapa pembuluh limfe besar yang mengikuti distribusi ddari arteri dan vena
coroner.

Sistem konduksi impuls

Sistem konduksi impuls terdiri dari sel khusus yang menginisiasi detak jantung dan
mengkoordinasi kontraksi ruang-ruang jantung secara elektris. Nodus sinoatrial SA) adalah
bagian kecil dari serat otot jantung di dinding atrium kanan. Nodus ini terletak di kanan dari
masuknya vena kava superior dan memulai impuls elektrik untuk kontraksi. Nodus
atrioventrikuler (AV) terletak di bawah dari endokard dibagia inferoposterior dari septum
interatrial. Distal dari nodus AV adalah berkas His, yang menembus sistem atriovntrikulerdi
bagian posterior. Berkas His bercabang menjadi berkas kiri dan kanan. Pleksus subendokard dari
kedua ventrikel berlanjut sebagai serat purkinje ke otot ventrikel. Impuls di dalam sistem HIS-
purkinje ditransmisikan pertama kali ke ototo papiler dan kemudian ke dinding ventrikel,
sehingga otot papiler berkontraksi mendahului ventrikel. 1

Infark Miokard Akut

Definisi
Konsensus internasional mendefenisikan keadaan infark miokard akut digunakan apabila
terdapat bukti nekrosis otot jantung dengan tampilan klinis yang konsisten dengan keadaan
iskemik miokard. WHO memberikan panduan penegakkan diagnosis infark miokard jika
terdapat kombinasi 2 dari 3 keadaan berikut :
a. Gejala khas infark (nyeri dan rasa tidak nyaman yang tipikal pada dada)
b. Pola EKG yang tipikal
c. Peningkatan serum enzim biomarker jantung
Dikatakan STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) jika pada pasien dapat ditegakkan infark dengan
pola ST Elevasi pada EKG.

Patofisiologi

Infark mikard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah
koroner menurun secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah
ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak
memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI terjadi jika
trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi cedera vaskular, di mana cedera ini
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok, hipertensi, dan akumulasi lipid.
Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak aterosklerosis mengalami ruptur atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga terjadi trombus
mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri koroner. Pada STEMI gambaran
patologis klasik terdiri dari fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga
STEMI memberikan respons terhadap trombolitik.
1. Faktor Resiko
Dapat dimodifikasi
d. Merokok
e. Hipertensi
f. Diabetes mellitus
g. Dislipidemia
h. Faktor resiko gaya hidup (Obesitas, Inaktivitas fisik dan diet aterogenik)

Tidak dapat dimodifikasi

a. Umur (Laki-laki>45 tahun ; Perempuan >55 tahun )


b. Riwayat keluarga terkena penyakit jantung koroner pada usia dini (Laki-laki<55 tahun ,
Perempuan < 65 tahun)
2. Gejala Klinis

Gambaran klinis infark miokard umumnya berupa nyeri dada substernum yang terasa
berat, menekan, seperti diremas-remas dan terkadang dijalarkan ke leher, rahang,
epigastrium, bahu, atau lengan kiri, atau hanya rasa tidak enak di dada. IMA sering didahului
oleh serangan angina pektoris pada sekitar 50% pasien. Namun, nyeri pada IMA biasanya
berlangsung beberapa jam sampai hari, jarang ada hubungannya dengan aktivitas fisik dan
biasanya tidak banyak berkurang dengan pemberian nitrogliserin, nadi biasanya cepat dan
lemah, pasien juga sering mengalami diaforesis. Pada sebagian kecil pasien (20% sampai
30%) IMA tidak menimbulkan nyeri dada. Silent AMI ini terutama terjadi pada pasien
dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut.

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiogarfi (EKG)

Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien dengan nyeri
dada atau keluhan yang dicurigai STEMI. Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam
10 menit sejak kedatangan ke Instalasi Gawat Darurat. Jika pemeriksaan EKG awal tidak
diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap simtomatik dan terdapat kecurigaan kuat
STEMI, EKG serial dengan interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan
secara kontinyu harus dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen
ST. Pada pasien dengan STEMI inferior, EKG sisi kanan harus diambil untuk mendeteksi
kemungkinan infark pada ventrikel kanan.

Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami


evolusi menjadi gelombang Q pada EKG yang akhirnya didiagnosis infark miokard
gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark miokard gelombang non Q. Jika
obstruksi trombus tidak total dan bersifat sementara atau ditemukan banyak kolateral,
biasanya tidak ditemukan elevasi segmen ST. Pasien tersebut biasanya mengalami angina
pektoris tak stabil atau Non STEMI. Pada sebagian pasien tanpa elevasi segmen ST tidak
menunjukkan gelombang Q disebut infark non Q. Sebelumnya, istilah infark miokard
transmural digunakan jika EKG menunjukkan gelombang Q atau hilangnya gelombang R
dan infark miokard non transmural jika EKG hanya menunjukkan perubahan sementara
segmen ST dan gelombang T, namun ternyata tidak selalu ada korelasi gambaran
patologis EKG dengan lokasi infark (mural/ transmural) sehingga terminologi Infark
Miokard Akut gelombang Q dan non Q menggantikan Infark Miokard Akut mural/
nontransmural.

Gambaran spesifik pada rekaman EKG

Daerah infark Perubahan EKG

Anterior Elevasi segmen ST pada lead V3 -V4, perubahan


resiprokal (depresi ST) pada lead V7-V9

Inferior Elevasi segmen T pada lead II, III, aVF, perubahan


resiprokal (depresi ST) V2 , V3, I, aVL

Lateral Elevasi segmen ST pada I, aVL, V5 – V6, perubahan


resiprokal (depresi ST) pada lead II, III, aVF

Posterior Elevasi segmen ST V7,V8,V9, perubahan resiprokal


(depresi ST) pada V1,V2, V3

Ventrikel kanan Elevasi segmen ST V3R-V4R, perubahan resiprokal


(depresi ST) pada lead I, aVL

Septum Elevasi segmen ST pada lead V1,V2, perubahan


resiprokal (depresi ST) pada lead V7, V8, V9

b. Laboratorium

Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinine Kinase (CK)MB dan cardiac specific
troponin cTn T atau cTn I dan dilakukan secara serial. cTn harus digunakan sebagai petanda
optimal untuk pasien STEMI yang disertai kerusakan otot skeletal, karena pada keadaan ini
juga akan diikuti peningkatan CKMB, pada pasien dengan elevasi ST dan gejala IMA, terapi
reperfusi diberikan segera mungkin dan tidak tergantung pada pemeriksaan biomarker.
Peningkatan nilai enzim di atas dua kali nilai batas atas normal menunjukkan ada nekrosis
jantung (infark miokard).

 CKMB: meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam
10- 24 jam dan kembali normal dalam 2- 4 hari. Operasi jantung, miokarditis dan
kardioversi elektrik dapat meningkatkan CKMB.
 cTn: ada 2 jenis cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark
miokard dan mencapai puncak dalam 10- 24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah
5- 14 hari, sedangkan cTn I setelah 5- 10 hari.

Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu:


 Mioglobin: dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-
8 jam.
 Creatinine kinase (CK): meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan
mencapai puncak dalam 10- 36 jam dan kembali normal dalam 3- 4 hari.
 Lactate dehydrogenase (LDH): meningkat setelah 24- 48 jam bila ada infark
miokard, mencapai puncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8- 14 hari.

c. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding
ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup. Dapat pula digunakan untuk melihat
luasnya iskemia bila dilakukan waktu dada sedang berlangsung.
d. Angiografi Koroner
Coronary angiography merupakan pemeriksaan khusus dengan menggunakan
sinar x pada jantung dan pembuluh darah. Sering dilakukan selama serangan untuk
menemukan letak sumbatan pada arteri koroner.

4. Diagnosis

WHO memberikan panduan penegakkan diagnosis Infark Miokard jika terdapat


kombinasi 2 dari 3 keadaan berikut :
a. Gejala khas infark (Nyeri dan rasa tidak nyaman yang tipikal pada dada)
b. Pola EKG yang tipikal : gambaran EKG adanya elevasi ST >2 mm, minimal pada 2 sandapan
prekordial yang berdampingan atau >1 mm pada 2 sandapan ekstremitas
c. Peningkatan serum enzim biomarker jantung
5. Penatalaksaan
Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat, menghilangkan nyeri dada,
menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik
dan anti platelet, memberi obat penunjang. Terdapat beberapa pedoman (guideline) dalam tatalaksana
IMA dengan elevasi ST yaitu dari ACC/AHA tahun 2009 dan ESC tahun 2008, tetapi perlu disesuaikan
dengan kondisi sarana/fasilitas di masing-masing tempat dan kemampuan ahli yang ada.

Pengontrolan nyeri dan rasa tidak nyaman

 Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen <90%.
Pada semua pasien STEMI tanpa komplikasi dapat diberikan oksigen selama 6 jam
pertama.
 Nitrogliserin : Nitrogliserin sublingual dapat diberikan dengan aman dengan dosis 0,4 mg dan
dapat diberikan sampai 3 dosis dengan interval 5 menit.
o Morfin : sangat efektif dalam mengurangi nyeri dada dan merupakan analgesik pilihan
dalam tatalaksana STEMI. Morfin dapat diberikan dengan dosis 2-4 mg dan dapat
diulang dengan interval 5-15 menit sampai dosis total 20 mg.
o Aspirin : merupakan tatalaksana dasar pada pasien yang dicurigai STEMI dan efektif
pada spektrum sindroma koroner akut. Inhibisi cepat siklooksigenase trombosit yang
dilanjutkan reduksi kadar tromboksan A2 dicapai dengan absorpsi aspirin bukal dengan
dosis 160-325 mg di ruang emergensi. Selanjutnya diberikan peroral dengan dosis 75-162
mg.
o Penyekat Beta : Jika morfin tidak berhasil mengurangi nyeri dada, pemberian penyekat
beta intravena dapat efektif. Regimen yang biasa diberikan adalah metoprolol 5 mg tiap
2-5 menit sampai total 3 dosis, dengan syarat frekuensi jantung > 60 kali permenit,
tekanan darah sistolik

Stabilisasi keadaan hemodinamik


 Istirahat
 Kontrol tekanan darah dan denyut jantung
 Stool softener

Terapi reperfusi

Reperfusi dini akan memperpendek lama oklusi koroner, meminimalkan derajat


disfungsi dan dilatasi vetrikel, serta mengurangi kemungkinan pasien STEMI berkembang
menjadi pump failure atau takiaritmia ventrikular yang maligna.
Sasaran terapi reperfusi adalah door to needle time untuk memulai terapi fibrinolitik
dapat dicapai dalam 30 menit atau door to balloon time untuk PCI dapat dicapai dalam 90
menit.
Waktu onset gejala untuk terapi fibrinolitik merupakan prediktor penting terhadap luas
infark dan outcome pasien.Efektivitas obat fibrinolitik dalam menghancurkan trombus
tergantung waktu. Terapi fibrinolitik yang diberikan dalam 2 jam pertama (terutama dalam
jam pertama) dapat menghentikan infark miokard dan menurunkan angka kematian.
Pemilihan terapi reperfusi dapat melibatkan risiko perdarahan pada pasien.Jika terapi
reperfusi bersama-sama (tersedia PCI dan fibrinolitik), semakin tinggi risiko perdarahan
dengan terapi fibrinolitik, maka semakin kuat keputusan untuk memilih PCI.Jika PCI tidak
tersedia, maka terapi reperfusi farmakologis harus mempertimbangkan manfaat dan risiko.
Adanya fasilitas kardiologi intervensi merupakan penentu utama apakah PCI dapat
dikerjakan.

 Percutaneous Coronary Interventions (PCI)


Intervensi koroner perkutan (angioplasti atau stenting) tanpa didahului fibrinolitik
disebut PCI primer (primary PCI). PCI efektif dalam mengembalikan perfusi pada
STEMI jika dilakukan beberapa jam pertama infark miokard akut. PCI primer lebih
efektif dari fibrinolitik dalam membuka arteri koroner yang tersumbat dan dikaitkan
dengan outcome klinis jangka pendek dan jangka panjang yang lebih baik.11,16 PCI
primer lebih dipilih jika terdapat syok kardiogenik (terutama pada pasien < 75 tahun),
risiko perdarahan meningkat, atau gejala sudah ada sekurang-kurangnya 2 atau 3 jam jika
bekuan darah lebih matur dan kurang mudah hancur dengan obat fibrinolitik. Namun,
PCI lebih mahal dalam hal personil dan fasilitas, dan aplikasinya terbatas berdasarkan
tersedianya sarana, hanya di beberapa rumah sakit.

 Fibrinolitik
Terapi fibrinolitik lebih baik diberikan dalam 30 menit sejak masuk (door to
needle time < 30 menit) bila tidak terdapat kontraindikasi.Tujuan utamanya adalah
merestorasi patensi arteri koroner dengan cepat. Terdapat beberapa macam obat
fibrinolitik antara lain tissue plasminogen activator (tPA), streptokinase, tenekteplase
(TNK), reteplase (rPA), yang bekerja dengan memicu konversi plasminogen menjadi
plasmin yang akan melisiskan trombus fibrin.
Fibrinolitik dianggap berhasil jika terdapat resolusi nyeri dada dan penurunan
elevasi segmen ST > 50% dalam 90 menit pemberian fibrinolitik. Fibrinolitik tidak
menunjukkan hasil pada graft vena, sehingga pada pasien paska CABG datang
dengan IMA, cara reperfusi yang lebih disukai adalah PCI.
Kontraindikasi terapi fibrinolitik :
 Kontraindikasi absolut
1) Setiap riwayat perdarahan intraserebral
2) Terdapat lesi vaskular serebral struktural (malformasi AV)
3) Terdapat neoplasia ganas intrakranial
4) Strok iskemik dalam 3 bulan kecuali strok iskemik akut dalam 3 jam
5) Dicurigai diseksi aorta
6) Perdarahan aktif atau diastasis berdarah (kecuali menstruasi)
7) Trauma muka atau kepala tertutup yang bermakna dalam 3 bulan

 Kontraindikasi relatif
1. Riwayat hipertensi kronik berat, tak terkendali
2. Hipertensi berat tak terkendali saat masuk ( TDS >180 mmHg atau TDS>110
mmHg)
3. Riwayat strok iskemik sebelumnya >3 bulan, dementia, atau diketahui patologi
intrakranial yang tidak termasuk kontraindikasi
4. Resusitasi jantung paru traumatik atau lama (>10menit) atau operasi besar (<3
minggu)
5. Perdarahan internal baru dalam 2-4 minggu
6. Pungsi vaskular yang tak terkompresi
7. Untuk streptase / anisreplase : riwayat penggunaan >5 hari sebelumnya atau
reaksi alergi sebelumnya terhadap obat ini
8. Kehamilan
9. Ulkus peptikum aktif
10. Penggunaan antikoagulan baru : makin tinggi INR makin tinggi risiko perdarahan.

Obat Fibrinolitik
1) Streptokinase : merupakan fibrinolitik non-spesifik fibrin. Pasien yang pernah terpajan
dengan SK tidak boleh diberikan pajanan selanjutnya karena terbentuknya antibodi.
Reaksi alergi tidak jarang ditemukan. Manfaat mencakup harganya yang murah dan
insidens perdarahan intrakranial yang rendah.
2) Tissue Plasminogen Activator (tPA, alteplase) : Global Use of Strategies to Open
Coronary Arteries (GUSTO-1) trial menunjukkan penurunan mortalitas 30 hari sebesar
15% pada pasien yang mendapatkan tPA dibandingkan SK. Namun, tPA harganya lebih
mahal disbanding SK dan risiko perdarahan intrakranial sedikit lebih tinggi.
3) Reteplase (retevase) : INJECT trial menunjukkan efikasi dan keamanan sebanding SK
dan sebanding tPA pada GUSTO III trial dengan dosis bolus lebih mudah karena waktu
paruh yang lebih panjang.
4) Tenekteplase (TNKase) : Keuntungannya mencakup memperbaiki spesisfisitas fibrin
dan resistensi tinggi terhadap plasminogen activator inhibitor (PAI-1). Laporan awal
dari TIMI 1- B menunjukkan tenekteplase mempunyai laju TIMI 3 flow dan komplikasi
perdarahan yang sama dibandingkan dengan tPA.

Terapi fibrinolitik pada STEMI akut merupakan salah satu terapi yang manfaatnya
sudah terbukti, tetapi mempunyai beberapa risiko seperti perdarahan.

Terapi Lainnya
ACC/AHA dan ESC merekomendasikan dalam tata laksana semua pasien dengan
STEMI diberikan terapi dengan menggunakan anti-platelet (aspirin, clopidogrel,
thienopyridin), anti-koagulan seperti Unfractionated Heparin (UFH) / Low Molecular
Weight Heparin (LMWH), nitrat, penyekat beta, ACE-inhibitor, dan Angiotensin Receptor
Blocker.

1) Anti trombotik
Antiplatelet dan antitrombin yang digunakan selama fase awal STEMI berperan
dalam memantapkan dan mempertahankan patensi arteri koroner yang terkait
infark.Aspirin merupakan antiplatelet standar pada STEMI. Menurut penelitian ISIS-2
pemberian aspirin menurunkan mortalitas vaskuler sebesar 23% dan infark non fatal
sebesar 49%.
Inhibitor glikoprotein menunjukkan manfaat untuk mencegah komplikasi
trombosis pada pasien STEMI yang menjalani PCI. Penelitian ADMIRAL
membandingkan abciximab dan stenting dengan placebo dan stenting, dengan hasil
penurunan kematian, reinfark, atau revaskularisasi segera pada 20 hari dan 6 bulan pada
kelompok abciximab dan stenting.
Obat antitrombin standar yang digunakan dalam praktek klinis adalah
unfractionated heparin (UFH). UFH intravena yang diberikan sebagai tambahan terapi
regimen aspirin dan obat trombolitik spesifik fibrin relatif, membantu trombolisis dan
memantapkan serta mempertahankan patensi arteri yang terkait infark.Dosis yang
direkomendasikan adalah bolus 60 U/kg (maksimum 4000U) dilanjutkan infus inisial 12
U/kg perjam (maksimum 1000 U/jam).Activated partial thromboplastin time selama
terapi pemeliharaan harus mencapai 1,5-2 kali.
Pasien dengan infark anterior, disfungsi ventrikel kiri berat, gagal jantung
kongestif, riwayat emboli, trombus mural pada ekokardiografi 2 dimensi atau fibrilasi
atrial merupakan risiko tinggi tromboemboli paru sistemik dan harus mendapatkan terapi
antitrombin kadar terapetik penuh (UFH atau LMWH) selama dirawat, dilanjutkan terapi
warfarin minimal 3 bulan.

2) Thienopiridin
Clopidogrel (thienopiridin) berguna sebagai pengganti aspirin untuk pasien
dengan hipersensitivitas aspirin dan dianjurkan untuk pasien dengan STEMI yang
menjalani reperfusi primer atau fibrinolitik.
Penelitian Acute Coronary Syndrome (ACOS) registry investigators mempelajari
pengaruh clopidogrel di samping aspirin pada pasien STEMI yang mendapat perawatan
dengan atau tanpa terapi reperfusi, menunjukkan penurunan kejadian kasus jantung dan
pembuluh darah serebral (kematian, reinfark non fatal, dan stroke non fatal). Manfaat
dalam penurunan kematian terbesar pada kelompok pasien tanpa terapi reperfusi awal
(8%), yang memiliki angka kematian 1 tahun tertinggi (18%).

3) Penyekat Beta
Penyekat beta pada pasien STEMI dapat memberikan manfaat yaitu manfaat yang
terjadi segera jika obat diberikan secara akut dan yang diberikan dalam jangka panjang
jika obat diberikan untuk pencegahan sekunder setelah infark. Penyekat beta intravena
memperbaiki hubungan suplai dan kebutuhan oksigen miokard, mengurangi nyeri,
mengurangi luasnya infark, dan menurunkan risiko kejadian aritmia ventrikel yang serius.
Terapi penyekat beta pasca STEMI bermanfaat untuk sebagian besar pasien
termasuk yang mendapatkan terapi inhibitor ACE, kecuali pada pasien dengan
kontraindikasi (pasien dengan gagal jantung atau fungsi sistolik ventrikel kiri sangat
menurun, blok jantung, hipotensi ortostatik, atau riwayat asma).
4) Inhibitor ACE
Inhibitor ACE menurunkan mortalitas pasca STEMI dan memberikan manfaat terhadap
penurunan mortalitas dengan penambahan aspirin dan penyekat beta. Penelitian SAVE, AIRE,
dan TRACE menunjukkan manfaat inhibitor ACE pada pasien dengan risiko tinggi (pasien usia
lanjut atau infark anterior, riwayat infark sebelumnya, dan atau fungsi ventrikel kiri menurun
global). Kejadian infark berulang juga lebih rendah pada pasien yang mendapat inhibitor ACE
menahun pasca infark.
Inhibitor ACE harus diberikan dalam 24 jam pertama pada pasien STEMI.
Pemberian inhibitor ACE harus dilanjutkan tanpa batas pada pasien dengan bukti klinis
gagal jantung, pada pasien dengan pemeriksaan imaging menunjukkan penurunan fungsi
ventrikel kiri secara global, atau terdapat abnormalitas gerakan dinding global, atau
pasien hipertensif.2

Ticagrelor

Merupakan salah satu jenis antiplatelet antagonis P2Y12 nonthienopyridine yang terbaru dengan
mekanisme kerja ikatan pada reseptor P2Y12 pada tempat yang berbeda dibandingkan dengan
golongan thienopyridine (clopidogrel atau prasugrel) sehingga reseptor tersebut inaktif dan
terjadi hambatan pada aktivasi ADP yang berperan dalam agregrasi platelet tanpa harus
dimetabolisme terlebih dahulu menjadi metabolit aktif. Selain itu ikatan yang terjadi dengan
reseptor P2Y12 oleh ticagrelor merupakan ikatan hydrogen yang lebih lemah dibandingkan ikatan
kovalen pada golongan thienopyridine sehingga mengakibatkan adanya sifat ikatan yang
reversible pada ticagrelor. Ikatan yang reversible ini menyebabkan ticagrelor mempunyai offset
(waktu yang diperlukan oleh obat untuk menjadi inaktif setelah oba dihentikan) yang lebih cepat
darida golongan thienopyridine.

Farmakokinetik

Ticagrelor dapat langsung berikatan dengan resepto P2Y12 tanpa memerlukan aktivasi
metabolit walaupun juga memiliki metabolit aktif, dimana keduanya memiliki efektivitas yang
sama sehingga dapat bekerja lebih cepat sebagai antiplatelet. Ticagrelor memiliki onset of action
30 menit setelah penggunaan oral dan memiliki duration of action hingga 3-4 hari. Waktu untuk
mencapai kadar puncak diperoleh rentang yag berbeda dari beberapa penelitian, dimana
ticagrelor adalah 1,5 jam dan untuk metabolit 2,5 jam. Ticagrelor memiliki bioavailabilitas 36%.
Ticagrelor dan metabolitnya banyak terikat pada protein plasma. Metabolisme ticagrelor
terutama terjadi di hati oleh sitokrom p450 enzim CYP3A4 dan eliminasi metabolitnya melalui
sekresi bilier sehingga pasien dengan gannguan renal tidak memerlukan penyesuaian dosis.
Terkait dengan proses metabolism via CYP3A4, maka penggunaan bersama dengan obat
penghambat enzim CYP3A (seperti ketoconazole, itraconazole, clarithromisin,dll) dan obat yang
menginduksi enzim CYP3A (rifampisin, deksametson, fenitoin,dll) harus hati-hati dimonitor.

Indikasi

Ticagrelor diindikasikan untuk mengurasi kejadian kardiovaskular akibat thrombosis pada pasien
dengan sindrom coroner akut.

Kontraindikasi

Penggunaan ticagrelor dikontraindikasikan pada pasien dengan:

- Riwatyat perdarahan intracranial


- Perdarahan aktif seperti tukak lambung atau perdarahan intrakranial
- Gangguan fungsi hati yang berat
- Hipersensitivitas terhadap ticagrelor seperti angioedema

Efektivitas ticagrelor

Primary PCI lebih dipilih sebagai terapi reperfusi pada pasien STEMI dengan onset
gejala 12 jam, dan dilakukan segera (2 jam dari diawal diagnosis STEMI) oleh tim yang
berpengalaman. Namun dalam beberapa situasi, primary PCI bukan pilihanyang cepat,
fibrynolisis dapat dilakukan segera. Terapi fibrinolysis biasanya di kombinasikan dengan
antiplatelet dan antikoagulan. Rekomendasi yang digunakan untuk antiplatelet adalah clopidogrel
beserta aspilet. Berdasarkan penelitian COMMIT dan CLARITY, pemberian clopidogrel diawal
dapat mencegah infark berulang dan stroke.

Berbeda dengan clopidogrel, ticagrelor tidak di pengaruhi CYP2C19 polymorphism.


Pasien di Asia memiliki prevalensi lebih tinggi untuk penurunan fungsi dari CYP2C19 sehingga
ticagrelor memiliki kelebihan dibanding dengan clopidogrel. Ticagrelor merupkan reversible
P2Y12 yang tidak aktivasi metabolit. Ticagrelor juga dapat berfungsi sebagai antiplatelet,
vasodilator, dan kardioprotektif. Berbeda dengan clopidogrel, ticagrelor memiliki onset of action
dan inhibisi platelet yang lebih kuat. Terdapat efek samping dari pemberian ticagrelor yaitu
sesak dan aritmia. Perhatian utama dari pemberian ticagrelor adalah resiko perdarahan.
Penelitian PLATO, membandingkan ticgrelor dengan clopidogrel untuk mencegah terjadinya
penyakit kardiovaskular pada pasien dengan akut coroner sindrom menunjukkan penurunan
angka kematian yang disebabkan oleh vascular, infark miokard, atau stroke.

Terdapat penelitan pemberian ticagrelor sebagai monoterapi setelah 3 bulan pemberian


terapi antiplatelet ganda dengan pemberian ticagrelor dan aspilet selama 12 bulan menunjukkan
bahwa pemberian ticagrelor sebagai monoterapi menurunkan resiko perdarahan, kematian yang
disebabkan cardiovascular, infark miokard, dan stroke.

Anda mungkin juga menyukai