Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberculosis (TB Paru) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberculosis, yang dapat menyerang paru dan organ lainnya. Tuberculosis masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang menimbulkan kesakitan, kecacatan dan kemaan yang nggi
sehingga perlu dilakukan upaya penanggulangan. Strategi nasional penanggulangan TB paru
salah satunya adalah pengendalian faktor risiko TB paru. Pengendalian faktor risiko TB paru
ditunjukkan untuk mencegah, mengurangi penularan dan kejadian TB paru. Pengendalian risiko
penularan TB paru dilakukan dengan cara membudayakan perilaku eka batuk, melakukan
pemeliharaan serta perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai dengan standar
rumah sehat.1
Berdasarkan laporan WHO pada tahun 2016 sebanyak 10,4 juta orang terinfeksi dengan
TB, dan 1,7 juta meninggal karna penyakit ini (termasuk 0,4 juta diantara orang dengan HIV).
Lebih dari 95% kemaan akibat TB terjadi dinegara berpenghasilan rendah dan menengah. WHO
juga menyebutkan bahwa angka insiden TB paru pada tahun 2016 adalah 183/100.000
penduduk dan angka prevalensi TB paru pada tahun 2016 adalah 272/100.000 penduduk.
Menurut laporan WHO pada tahun 2016, Indonesia menjadi peringkat kedua dunia dengan
pengidap TB terbanyak.2
Pada tahun 2018 ditemukan kasus Tuberculosis di Indonesia sebanyak 511.873 kasus,
meningkat bila dibandingkan semua kasus tuberculosis yang ditemukan pada tahun 2017 yang
sebesar 360.770 kasus. Menurut jenis kelamin, jumlah kasus pada laki-laki lebih nggi dari pada
perempuan yaitu 1,4 kali dibandingkan pada perempuan. Menurut kelompok umur, kasus
tuberculosis pada tahun 2018 paling banyak ditemukan pada kelompok umur 45-54 tahun yaitu
sebesar 16,69% diiku kelompok umur 25-34 tahun sebesar 15,99% dan pada kelompok umur
35-44 tahun sebesar 15,62%.3 Keseluruhan data Provinsi Riau dari jumlah kasus Tuberculosis
Paru yang ditemukan dari TW I s.d TW IV 2018 adalah 8.651 dari target yang ditetapkan di
tahun 2018 sebanyak 22.051 (28%). Capaian ternggi di Kabupaten Pelalawan 730 (52%),
sedangkan di Kota Pekanbaru 1.839 (39%) yang terendah adalah Kabupaten Indragiri Hulu
dengan capaian 291 (23%).4
Beberapa faktor yang memiliki kaitan erat dengan kejadian tuberculosis paru adalah
adanya sumber penularan, riwayat kontak penderita, ngkat paparan, virulensi basil, daya tahan
tubuh rendah berkaitan dengan genek, keadaan gizi, usia nutrisi, imunisasi, keadaan
perumahan, dan ngkat social ekonomi. Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi
pengetahuan seseorang, mengenai rumah yang memenuhi syarat, dan pengetahuan penyakit
TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka seseorang akan mencoba untuk
mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat.5
Penangulangan TB paru dilakukan dengan strategi Directly Observed Treatment Short-
course (DOTS). Strategi ini merupakan cara terbaik untuk memutuskan rantai penularan TB dan
sehinga diharapkan dapat menurunkan insidensi TB di masyarakat. Fokus utama DOTS adalah
pada kegiatan penemuan pasien dan penyembuhan/ pengobatan pasien. Kegiatan penemuan
TB paru terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis penyakit, klasifikasi penyakit dan penentuan
tipe pasien. Target nasional untuk kegiatan penemuan pasien TB yaitu case ditection rate (CDR)
minimal 70% dan angka kesembuhan pasien minimal 85%.6
Berdasarkan profil kesehatan profinsi Riau (2006), angka penemuan kasus baru dengan
BTA (+) mengalami penurunan dibandingkan 2005 yaitu 2.597 kasus (CDR 38,3%) dari suspek
yang diperiksa sebanyak 5.534 (32%). Hal ini memberikan indikasi bahwa upaya
penanggulangan TB paru belum optimal dalam memutuskan mata rantai penularan penyakit
TB.4

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Dilaksanakannya kegiatan penemuan pasien TB pari di puskesmas Rawat Inap Simpang
Tiga Marpoyan secara optimal
1.2.2 Tujuan Khusus
Makalah ini mempunyai beberapa tujuan khusus yaitu :
1. Teridentifikasinya masalah-masalh yang ada pada program pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Marpoyan.
2. Diketahuinya prioritas masalah dalam program pencegahan dan pemberantasan
penyakit menular di Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Marpoyan.
3. Diketahuinya penyebab masalah belum optimalnya kegiatan penemuan pasien TB paru
pada program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular di Puskesmas Rawat
Inap Simpang Tiga Marpoyan.
4. Diperolehnya alternatif pemecahan masalah untuk optimalisasi kegiatan penemuan
pasien TB paru pada program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular di
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Marpoyan.
5. Dilaksanakannya upaya pemecahan masalah dalam optimalisasi kegiatan penemuan
pasien TB paru pada program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular di
Puskesmas Rawat Inap Simpang Tiga Marpoyan.
6. Terevaluasinya kegiatan pemecahan masalah dalam optimalisasi kegiatan penjaringan
TB paru pada program pencegahan dan pemberantasan penyakit menular di Puskesmas
Rawat Inap Simpang Tiga Marpoyan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kemenkes, 2016. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis dan Standar Internasional Untuk
Pelayanan Tuberkulosis.
2. World Health Organizaon (WHO)., Global Tuberculosis Report 2017. (Elektronik). Diakses media
17 Oktober 2021 (hp://www.who.int/tb/publicaons/global.report /gtbr2017maintext.pdf)
3. Kemenkes, 2018. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2018. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia, 2018.
4. Dinkes, 2018. Data dan Informasi Profil Kesehatan Indonesia 2018. Riau : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, 2018
5. Fitriani, E. 2012. Faktor Risiko yang Berhubungan dengan Kejadian Tuberculosis Paru . Unnes
Journal of Public Health. Fakultas Ilmu Keolahragaan UJPH 2 (1) (2013). Universitas Negri
Semarang, Indonesia 2013.
6. Depkes RI.Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkolosis. 2007 http://www.tbcindonesia.or.id
[diakses 16 Oktober 2021]

Anda mungkin juga menyukai