Pada dasarnya sumber utama air pada suatu tambang terbuka adalah air hujan.
Curah hujan yang relatif tinggi pada tambang di Indonesia berakibat pentingnya
penanganan air hujan yang baik agar produktivitas tambang tidak menurun. Tetapi
di dalam melakukan kegiatan penambangan pada umumnya akan memotong muka
air tanah sehingga air tanahpun akan menjadi salah satu sumber air yang akan
menggangu kegiatan penambangan.
Pengertian dari sistem penyaliran tambang adalah suatu upaya yang diterapkan
pada kegiatan penambangan untuk mencegah, mengeringkan, atau mengalirkan
air yang masuk ke bukaan tambang. Upaya ini dimaksudkan untuk mencegah
terganggunya aktivitas penambangan akibat adanya air dalam jumlah yang
berlebihan, terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran tambang ini
juga dimaksudkan untuk memperlambat kerusakan alat serta mempertahankan
kondisi kerja yang aman, sehingga alat-alat mekanis yang digunakan pada daerah
tersebut mempunyai umur yang lama.
Sumber air yang masuk ke lokasi penambangan dapat berasal dari air permukaan
tanah maupun air di bawah tanah. Air permukaan tanah merupakan air yang
terdapat dan mengalir di permukaan tanah. Jenis air ini meliputi, air limpasan
permukaan, air sungai, rawa atau danau yang terdapat di daerah tersebut, air
buangan (limbah), dan mata air.
Sedangkan air di bawah tanah merupakan air yang terdapat di bawah permukaan
tanah. Secara hidrologis air di bawah tanah dapat dibedakan menjadi air pada
daerah jenuh dan air pada daerah tak jenuh. Daerah tak jenuh pada umumnya
terdapat pada bagian teratas dari lapisan tanah dicirikan oleh gabungan antara
material padatan, air dalam bentuk air adsorpsi, air kapiler, dan air infiltrasi serta
gas/udara. Daerah ini dipisahkan dari daerah jenuh oleh jaringan kapiler. Air yang
berada pada daerah jenuh disebut air tanah.
Sump tambang berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air dan lumpur.
Pada metode ini air limpasan dan air tanah dibiarkan masuk ke dalam bukaan
tambang untuk ditampung di dalam sump kemudian akan di keluarkan.
Pengeluaran air umumnya dilakukan dengan cara pemompaan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sistem Penyaliran Tambang
Hujan merupakan air yang jatuh ke permukaan bumi dan merupakan uap air di
atmosfir yang terkondensasi dan jatuh dalam bentuk tetesan air. Sistem penyaliran
tambang dewasa ini lebih ditujukan pada penanganan air permukaan, ini karena
air yang masuk ke dalam lokasi tambang sebagian besar adalah air hujan.
1. Hujan konvektif yaitu hujan yang diakibatkan oleh naiknya udara panas ke
daerah dingin. Udara panas tersebut mendingin dan terjadi kondensasi.
Tipe hujan ini umumnya berjangka waktu pendek, daerah hujannya
terbatas dan intensitasnya bervariasi dari hujan sangat ringan sampai
sangat lebat. Tipe hujan ini ditemui di daerah khatulistiwa.
3. Hujan siklon yang berhubungan dengan front udara (front udara panas dan
front udara dingin)
4. Curah Hujan adalah jumlah atau volume air hujan yang jatuh pada satu
satuan luas, dinyatakan dalam satuan mm, 1 mm berarti pada luasan 1 m 2
jumlah air hujan yang jatuh sebanyak 1 liter. Sumber utama air permukaan
pada suatu tambang terbuka adalah air hujan.
5. Curah hujan merupakan salah satu faktor penting dalam suatu sistem
penyaliran, karena besar kecilnya curah hujan akan mempengaruhi besar
kecilnya air tambang yang harus diatasi. Besar curah hujan dapat
dinyatakan sebagai volume air hujan yang jatuh pada suatu areal tertentu,
oleh karena itu besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam meter kubik
per satuan luas, secara umum dinyatakan dalam tinggi air (mm).
Pengamatan curah hujan dilakukan oleh alat penakar curah hujan.
3. Sumuran (Sump)
4. Kolam Pengendapan
Kolam pengendapan adalah suatu daerah yang dibuat khusus untuk menampung
air limpasan sebelum dibuang langsung menuju daerah pengaliran umum.
Sedangkan kolam pengendapan untuk daerah penambangan, adalah kolam yang
dibuat untuk menampung dan mengendapkan air limpasan yang berasal dari
daerah penambangan maupun daerah sekitar penambangan. Nantinya air tersebut
akan dibuang menuju tempat penampungan air umum seperti sungai, maupun
danau.
1. Hukum Stokes berlaku bila persen padatan kurang dari 40%, sedangkan
untuk persen padatan lebih besar dari 40% berlaku hukum Newton.
2. Diameter partikel padatan tidak lebih dari 9 x 10-6 m, karena jika lebih
besar akan diperoleh ukuran luas kolam yang tidak memadai.