Secrpen Ayah

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

Nama : Aksin Cahaya Sumingrat

Kelas : X.A

AYAH
Pagi itu pagi yang cerah, Raka terbangun dari tidurnya, menghirup segarnya udara pagi
itu. Setelah sholat, ia sempatkan untuk belajar dan membantu pamannya. Namun, kali ini
berbeda, karena mulai pagi hingga pukul setengah tujuh belum juga Raka menemukan
pamannya.
Namanya Raka Prasetya, usianya katakanlah empat belas tahun. Dia duduk di kelas 3
SMP. Dia tinggal bersama pamannya, namanya paman Adi. Paman Adi hidup dengan satu
matanya. Satu matanya yang lain, tidak tau kenapa bisa tidak ada. Paman tidak pernah bercerita
kepada Raka.
Walau hidup dengan satu mata dan kemiskinan, namun paman Adi begitu sayang kepada
Raka, seperti layaknya seorang ayah kepada anaknya sendiri. Dia memberikan segala apapun
yang ia bisa untuk Raka.
“Paman…” Pintanya setelah selesai beres-beres. Hari ini hari Ahad, jadi sekolah libur.
Dinyalakan televisinya lalu ia tak sengaja melihat acara hari ayah.
“Iya Nak.” Jawab Paman Adi setengah berlari menuju tempat keponakan tercinta.
“Lihat paman, katanya hari ini hari ayah, dimana ayah paman?” ucapnya. Paman Adi hanya
terdiam saja. Tak menjawab satu kata pun.
Raka tak pernah malu untuk mengakui pamannya, karena ia rasa pamannya orang yang
baik. Namun Raka selalu heran, setiap Raka menanyakan ayahnya, tak sekata pun ia menemukan
jawabannya.
“Kau tak pernah lelah
Sebagai penopang dalam hidupku..
Kau berikan aku semua yang terindah…”
Siang itu, sepulang sekolah, Raka melihat berita kriminalisasi di televisi. Dia melihat
buronan 15 tahun yang lalu hingga sekarang yang bernama prayoga pratama namun ada
kejanggalan dalam hati Raka. Wajahnya mirip dengan wajah pamannya 15 tahun yang lalu
dengan kedua matanya. Dicarinya pamannya namun tak ada orang di rumah.
“Raka, lihat ini” ucap Pak Samsul, tetangganya yang memberikan sebuah surat undangan kecil.
Undangan dari polisi.
“Apa? Jadi selama ini…?” Raka tertegun setelah membaca surat dari polisi.
“Pamanmu adalah prayoga pratama, dia sebenarnya adalah ayahmu, ayah kandungmu. Yang
telah menjadi buronan polisi, 15 tahun lalu.” Jelas pak samsul.
Raka terpaku dengan cerita dari pak samsul, dia diam mematung. Benar saja, setiap ia
tanyakan mengenai ayahnya, tak pernah sedikitpun paman bercerita. Lalu tujuannya apa pura-
pura menjadi pamanku?” pikirnya.
“ternyata ayahmu adalah pamanmu yang menjadi buronan polisi ya!” ucap salah satu temannya
ketika di sekolah.
“sudah menjadi buronan, hanya punya mata satu lagi…!” ledek yang lainnya.
Raka hanya diam tak mampu menjawab. Selama ini paman yang sangat disayanginya
ternyata adalah ayahnya, orang yang menjadi mimpinya. Dalam hati Raka malu dan kecewa.
Kenapa ia memiliki ayah buronan dan bermata satu? Lantas kenapa ayahnya harus mengaku
sebagai pamannya? Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya timbul rasa benci terhadap paman adi,
alias prayoga pratama, ayahnya. Ia bertekad ingin melupakan semuanya dan hidup dengan
kehidupan yang baru.
10 tahun sudah dilalui Raka tanpa bayang-bayang Paman Adi, maupun Prayoga Pratama.
Ia pindah dari desa ke kota untuk bekerja. Ia telah sukses menjadi manager di perusahaan tekstil
di Indonesia. Tiba-tiba di jalan, ia tak sngaja bertemu dengan sesosok bermata satu, yang sangat
dikenalinya. Paman Adi! Benar! Itu Paman Adi. Dalam hati ia tak rela, mengapa ia harus
bertemu lagi dengan orang itu. Tiba-tiba ia ingin lari, namun terus dikejar. Tak sadar ia melihat
bahwa Paman Adi telah kecelakaan ketika menyebrang jalan untuk mengejar Raka. Entah apa
yang ingin diucapkan, namun terlanjur Paman Adi telah meninggal dalam kecelakaan itu. Diam-
diam Raka bersyukur orang yang dianggap jahat itu telah meninggal dan benar-benar hilang dari
hidupnya.
Suatu hari, ada reuni sekolah di SMP Raka. Mau tak mau ia harus datang. Ia bingung,
dalam reuni diharuskan membawa seorang ayah. Tapi ayahnya telah meninggal karena
kecelakaan tempo waktu lalu.
Kemudian, ia sempatkan untuk mengunjungi gubuk tua yang ia anggap “rumah” itu,
dahulu bersama pamannya. Dilihatnya sepucuk surat di kamar Raka. Diambilnya surat itu, lalu
dibacanya.
Teruntuk: Raka tersayang
Raka, anakku. Ayah tahu kamu pasti marah dengan ayah, Raka pasti benci dengan ayah.
Karena ayah telah berbohong padamu.
Raka, perlu kamu tahu, 10 tahun silam, ketika berziaroh ke makam ibumu, mobil ayah
tiba-tiba remnya blong dan menyebabkan mobil ayah menabrak truk hingga menyebabkan
kecelakaan dahsyat.
Beruntung kita masih selamat. Namun, kaca pada mobil menyebabkan kebutaan pada
salah satu matamu. Karena kejadian itulah ayah ditangkap dan menjadi buronan dengan tuduhan
merusak masa depan anak. Ayah tahu itu bukan salah ayah. Dan kamu tahu sebagai seorang
ayah, ayah tak tega melihatmu dewasa dengan satu mata. Oleh sebab itulah ayah donorkan mata
ayah untukmu. Ayah senang, meskipun dengan satu mata, ayah dapat mengurusmu meskipun
dengan bayang-bayang polisi.
Sebenarnya, 10 tahun harusnya ayah dipenjara, namun ayah memohon kepada polisi
dengan nyawa ayah sebagai jaminannya, untuk memberi ayah waktu sebentar untuk merawatmu.
Polisi mengizinkan tapi hanya 5 tahun. Saat itu kamu masih berusia 4 tahun Nak. Untuk
menutupi identitas ayah, ayah berubah menjadi Paman Adi, paman kamu. Supaya kamu tidak
malu punya ayah seperti ayahmu ini.
Bertahun-tahun ayahmu merawatmu sebagai Paman Adi. Ayah senang kamu bisa hidup
sebagai manusia normal dengan dua mata, meskipun ayah harus hidup dengan satu mata. Tapi
ayah tetap senang. Walau ayah mati, ayah akan tetap bersamamu.
Raka, pada akhirnya ayah memang harus menyerahkan diri pada polisi, karena memang
ayah sudah menjadi buronan 10 tahun lalu.
Raka, ayah menyayangimu. Ayah akan selalu bersamamu, walau ayah telah
meninggalkanmu.
Tertanda,
Prayoga Pratama, ayahmu
(Paman Adi).
Raka tertegun melihat surat itu. Tak sengaja ia meneteskan air matanya. Raka menangis
tersedu adalah-sedu teryata paman Adi orang yang hidup dengannya selama 10 tahun ini adalah
ayahnya, orang yang dibencinya karena menjadi buronan polisi.
“Ayah!!!…” Teriaknya
Raka berlari menuju SMPnya, untuk reuni. Kini giliranya untuk mengeluarkan isi
hatinya, terutama untuk ayah tercinta.
“Ayahku bernama Prayoga Pratama. Orang yang kalian anggap buronan polisi. Ayahku
memang buronan, ayahku memang bermata satu. Namun dia adalah seorang kesatria yang mau
mengorbankan dirinya demi anaknya. Ayahku selalu memberi apapun demi kebahagiaanku,
meskipun itu dalam sesosok paman Adi”.
“Memang ayahku buronan polisi, memang hidup dengan mata satu. Tapi ayahku
pahlawan Teruslah kalian berkata ayahku buronan dan bermata satu. Tapi yang harus diingat,
ayahku adalah orang yang terbaik dalam hidup, yang selalu mencurahkan kasih sayang di sisa-
sisa hidupnya.
“Ayahku adalah pahlawan, penyelamat dalam hidupku. Ayah, aku sayang ayah. Maafkan
aku ayah”
Sekali lagi Raka menitikan airmatanya. Tak ada kebencian lagi di hatinya, melainkan
kerinduannya pada sesosok yang disayang. Yaitu, ayahnya.

Anda mungkin juga menyukai