Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Npm :E1J021047
Prodi : Agroekoteknologi
2. Rustikawati,Dr.Ir,M.Si
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berbicara masalah reaksi asam-basa atau yang biasa juga disebut reaksi penetralan, maka
tidak akan terlepas dari titrasi asam-basa. Perlu dipahami terlebih dahulu bahwa reaksi asam-
basa atau reaksi penetralan dapat dilakukan dengan titrasi asam-basa. Adapun titrasi asam-
basa ini terdiri dari titrasi asam kuat-basa kuat, titrasi asam kuat-basa lemah, titrasi basa
lemah-asam kuat, dan titrasi asam lemah-basa lemah. Titrasi asam-basa ini ditentukan oleh
titik ekuivalen (equivalent point) dengan menggunakan indikator asam-basa.
Setelah mengetahui hal tersebut, perlu juga kita ketahui bahwa titrasi merupakan suatu
metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah
dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat
di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut sebagai
titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain
sebagainya.
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di
dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer”
dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.
Pada laporan kali ini akan di jelaskan mengenai titrasi asam-basa.
TINJAUAN PUSTAKA
Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan konsentrasi
suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya (larutan
standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi
penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu
mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna pada
saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi.
Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis bereaksi. Untuk
mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu
disebut titik akhir titrasi (Sukmariah, 1990).
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi.
Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat
terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur
dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar primer (Day, 1998).
Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan berikut:
1. Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang diketahui kemurniannya.
2. Harus stabil.
3. Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak menyerap uap air, tidak
menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).
Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah digunakan
untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif. Kuantitas zat terlarut dalam suatu
volume larutan itu, dimana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari
hubungan dasar berikut ini:
Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif memberikan informasi mengenai apa saja yang menjadi komponen penyusun
dalam suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai beberapa
banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan
dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam sampel. Analisis kuantitatif konvensional yang
paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi
suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya.
Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen
titrasi. Analisis titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan
larutan standar disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan adalah
suatu larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh analisis asidimetri.
Sebaliknya jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai
analisis alkalimetri. Konsentrasi larutan asam basa sering menggunakan satuan kemolaran (M),
maka rumusan itu dapat diubah. Konversi dari suatu kemolaran ke normalitasan adalah
mengalikan valensi (n) asam atau basa dengan kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke
satuan kemolaran adalah membagi kemolaran dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
M N
Dengan rumus :
VA . MA . nA = VB . MB . nB
Keterangan :
nA = Valensi asam
Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif suatu materi. Konstituen-
konstituen yang akan didereksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur, rasikal, gugus
fungsi, senyawaan atau fase. Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang lebih sempit.
Analisis pada umumnya terdiri atas analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis kuantitatif.
Tahapan penentuan analisis kuantitatif adalah dengan usaha mendapatkan sampel, mengubahnya
menjadi keadaan yang dapat terukur, pengukuran konstituen yang dikehendaki, dan yang terakhir
perhitungan dan interprestasi data numerik (Khopkar, 1990).
Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan
menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan
untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan
kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak
ditetapkan, dihitung dari volume standar yang digunakan dan hukum-hukum stokiometri yang
diketahui. Dahulu digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan
analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan proses titrasi,
sedangkan yang disebut terdahulu dapat dikacaukan dengan pengukuran-pengukuran volume,
seperti yang melibatkan gas-gas. Reagensia dengan konsentrasi yang diketahui itu disebut titran,
dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat (Basset, 1994). Titrasi merupakan suatu prosedur
yang bertujuan untuk mengetahui konsentrasi suatu zat dalam suatu larutan. Suatu larutan yang
akan dianalisa kandungan zatnya, ditritasi (ditetesi) oleh suatu larutan lain. Ketika terjadi
perubahan warna pada zat yang dianalisa maka kita akan bisa mengetahui kandungan atau
besarnya konsentrasi suatu zat dalam larutan tersebut.
BAB III
METODELOGI
1. NaOH 0,1 M
2. HCL 0,1 M
3. H2C2O2
4. Indikator penolphetalein
5. Erlenmeyer
6. Buret 50 mL
7. Statif dan klem
8. Gelas ukur 25 mL atau 10 mL
9. Corong kaca
Cuci bersih buret yang akan digunakan untuk standarisasi dan bilas dengan 5 mL larutan
NaOH Putar kran buret untuk mengeluarkan cairan yang tersisa dalam buret , selanjutnya isi
buret dengan 5 mL NaOH untuk membasahi dinding buret .Kemudian larutan dikeluarkan lagi
dari buret . Larutan NaOH dimasukkan lagi kedalam burret sampai skala tertentu . Catat
kedudukan volum awal NaOH dalam buret.
Proses standarisasi :
Cuci 3 erlenmeyer, pipet 10 mL larutan asam oksalat 0,1 M dan masukkan kedalam
setiap Erlenmeyer dan tambahkan kedalam masing – masing Erlenmeyer 3 tetes indikator
penolphtalein (pp).
Alirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer digoyang .
Catat volume NaOH terpakai
Ulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III
Hitung molaritas (M) NaOH
2.Penentuan konsentrasi HCl
Cuci 3 erlenmeyer, pipet 10 mL larutan HCl 0,1 M dan masukkan kedalam setiap
Erlenmeyer .
Tambahkan kedalam masing- masing Erlenmeyer 3 tetes indikator penolphtalein (pp).
Alirkan larutan NaOH yang ada dalam buret sedikit demi sedikit sampai terbentuk warna
merah muda yang tidak hilang apabila gelas Erlenmeyer digoyang.
Catat volume NaOH terpakai.
Ulangi dengan cara yang sama untuk Erlenmeyer ke II dan III
Hitung molaritas (M) HCl.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
Penyelesaian :
1. Untuk V NaOH = 5 mL
2NaOH + H2C2 => Na2C2O4 + H2O
V NaOH x M NAOH x 2 = V H2C2O2 X M H2C2O4 x 1
5 x MNaOH x2 = 10 x 0,1 x 1
M NaOH = 10 x 0,1 x 1 / 5 x 2
M NaOH = 1/10
M NaOH = 0,1 M
4. Untuk V NaOH = 9 mL
HCl + NaOH => NaCl + H2O
V HCl x M HCl x 1 = V NaOH x M NaOH x 1
10 x M NaOH = 9 x 0,1 x 1 / 10 x 1
M NaOH = 0,9/10
M NaOH = 0,09 M
5. Untuk V NaOH = 10 mL
HCl + NaOH => NaCl + H2O
V HCl x M HCl x 1 = V NaOH x M NaOH x 1
M NaOH = 10 x 0,1 x 1 / 10 x 1
M NaOH = 0,95/10
MNaOH = 0,95 M
6. Untuk V NaOH = 10 mL
HCl + NaOH => NaCl + H2O
V HCl x M HCl x 1 = V NaOH x M NaOH x 1
M NaOH = 10 x 0,1 x1 / 10 x 1
MNaOH =0,9/10
M NaOH = 0,1 M
BAB V
PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, kami melakukan percobaan mengenai titrasi asam basa. Terdapat tiga
percobaan yang kami lakukan yakni, yang pertama pembuatan larutan NaOH 0,1N , kemudian
standarisasi larutan NaOH, dan titrasi HCl dengan NaOH.
Pada pembuatan laruta NaOH 0,1 N, digunakan dua bahan yakni kristal NaOH sebanyak 0,4
gr dan aquades. Kristal natrium klorida dilarutkan dengan aquades pada gelas kimia. Setelah
pengagukan kristal tersebut berubah menjadi putih dan terasa panas, hal ini disebabkan karena
larutan bersifat eksoterm. Setelah kristal larut pindahkan ke dalam labu ukur tetapi tidak
mencapai tanda batas, hal ini bertujuan agar volume dan konsentrasi natrium hidroksida tidak
melampaui batas maksimal yang tertera pada labu takar. Kemudia membilas gelas kimia, corong
kaca, serta dinding labu ukur dengan botol semprot, hal ini bertujuan agar tidak ada larutan
natrium hidroksida yang tertinggal. Kemudian kami menambahkan aquades hingga tanda batas
untuk mencukupi 1000ml. Kemudian lakukan pengocokanlarutan dengan cara membolak-balik
labu takar agar tercampur dengan sempurna.
Sebelum melakukan titrasi ada baik melakukan standarisasi terlebih dahulu. Fungsi dari
standarisasi NaOH adalah supaya diperoleh volume tertentu secara tepat. Selain itu natrium
hidroksida bersifat hidroskopis yang dapat menyerap air dari lingkungannya sehingga terjadi
pengenceran atau dengan kata lain dapat mengalami perubahan konsentrasi. Larutan natrium
hidroksida distandarisasi menggunakan kalium biftalat yang sebelumnya sudah ditetesi dengan
indikator pp. NaOH yang digunakan sebagai titrat sebanyak 23 ml. Pada titik akhir titrasi
dihasilkan warna merah muda, diperoleh konsentrasi NaOH yakni 0,106 N
b. Titrasi HCl dengan NaOH
Dalam Titrasi Asam basa yang dilakukan pada praktikum ini mengunakan larutan NaOH
sebagai titrat dan HCl sebagai titran sedangkan indikatornya mengunakan indikator pp atau
phenolphtalein. Dimulai dari pempipetan asam klorida sebanyak 25ml kedalam erlenmeyer.
Sebelum titrasi dilakukan, kami menambahkan 2-3 tetes indikator pp kedalam labu erlenmeyer
yang berisi larutan HCl 25ml, hal ini bertujuan agar terjadi perubahan warna yang akan
menunjukkan titik akhir titrasi. Pemilihan indikator pp karena larutan ini memiliki trayek pH
pada saat terjadi titik ekuivalen yang sesuai untuk asam klorida. Larutan natrium klorida yang
terpakai dalam proses titrasi adalah sebanyak 1 ml. Dari hasil analisis diperoleh kadar asam
klorida sebesar 0,24%.
BAB VI
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Titrasi asam basa adalah titrasi yang berdasarkan reaksi penetralan asam dan basa. Titik
akhir adalah pH saat indicator berubah warna (tepat akan merah). Kurva titrasi adalah
grafik.
Titrasi dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Titrasi asam kuat dengan basa kuat.
2. Titrasi asam lemah dengan basa kuat.
3. Titrasi basa lemah dengan asam.
Jika pH pada asam ditetesi basa maka pH larutan akan naik, dan sebaliknya jika basa
ditetesi asam maka pH larutan akan turun.
4.2 Saran
Dalam melakukan titrasi, pastikan tangan kita dan alat-alat yang akan dipakai bersih.
Pastikan juga volume tertakar sempurna. Dan juga kita harus teliti dalam memperhatikan
skala volume larutan dalam buret dan memperhatikan perubahan warna tepat sesuai
dengan keinginan. Dengan demikian akan mempermudah kita untuk menentukan
konsentrasi zat yang akan kita cari. Apabila masih terdapat kesalahan dan kekeliruan
jangan malas untuk mengulang kembali percobaan tersebut. Sebaiknya siswa bisa lebih
memanfaatkan waktu praktikum yang diberikan denga baik. Dalam menjalankan
pratikum ini sebaiknya para pratikan juga harus lebih jeli dalam menentukan titrasi
keasaman dan kebasaan suatu zat , karena apabila salah maka nilai tingkat keasaman
tersebut akan salah.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. et al. 1994. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Kedokteran EGC, Jakarta.
Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Day, R. A. dan S. Keman. 1998. Kimia Analisa Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.
Chang Raymond.2004. Kimia Dasar, Edisi Ketiga. Jakarta ; Erlangga.
Goldberg, David. 2002. Kimia Untuk Pemula. Jakarta ; Erlangga.
Sukardjo, 1984. Kimia Organik. Jakarta ; Rineka Cipta.
JAWABAN PERTANYAAN
3. Jelaskan apakah reaksi dapat berlangsung jika tidak di tambah dengan indikator ?
Jawab :
Jika tidak ditambahkan indikator mka reaksi tetap dapat berlangsung.Misalnya
reaksi antara NaOH dengan HCl maka akan tetap menghasilkan NaCl dan H2O
.Namun dalam proses titrasi kita tidak dapat mengamati kapan titik ekivalen akan
tercapai jika tidak ditambahkan indikator.