Pen Gerti An

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 8

1.

pengertian
2. penyebab
3. epid
4. gejala pato klinik
5. diagnosis
6. penularan
7. pengobatan terapi
8. situasi

PENGERTIAN

Virus Polio adalah Virus yang termasuk dalam golongan Human Enterovirus yang
bereplikasi di usus dan dikeluarkan melalui tinja. Virus Polio terdiri dari 3 strain yaitu
strain-1 (Brunhilde), strain-2 (Lansig), dan strain-3 (Leon), termasuk family
Picornaviridae. Penyakit ini dapat menyebabkan kelumpuhan dengan kerusakan
motor neuron pada cornu anterior dari sumsum tulang belakang akibat infeksi virus.

Poliomielitis (polio) adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh
virus polio. Ini menyerang sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan atau
bahkan kematian dalam hitungan jam
PATPFISIOLOGI

Patofisiologi poliomielitis atau polio akibat masuknya virus polio ke dalam tubuh
terbagi dalam 2 fase, yaitu fase limfatik dan neurologis. Pada beberapa kasus dapat
mengalami sindrom postpolio setelah 15‒40 tahun, terutama bila terkena polio akut
pada usia sangat muda.[1,2]

Fase Limfatik
Fase limfatik dimulai dengan masuknya virus polio ke dalam tubuh manusia secara
oral dan bermultiplikasi pada mukosa orofaring dan gastrointestinal. Dari fokus
primer tersebut, virus kemudian menyebar ke tonsil, plakat Peyer, dan masuk ke
dalam nodus-nodus limfatikus servikal dan mesenterika.[1,2]

Pada fase limfatik ini, virus polio bereplikasi secara berlimpah lalu masuk ke dalam
aliran darah, menimbulkan viremia yang bersifat sementara, menuju organ-organ
internal dan nodus-nodus limfatikus regional. Kebanyakan infeksi virus polio pada
manusia berhenti pada fase viremia ini. Berdasarkan gejala yang muncul pada fase
ini, polio dibedakan menjadi polio nonparalitik, polio abortif, dan meningitis aseptik
non paralitik.[1,2]

Polio Nonparalitik
Hampir 72% infeksi virus polio pada anak-anak merupakan kasus asimtomatik.
Masa inkubasi untuk polio nonparalitik ini berkisar 3‒6 hari. Satu minggu setelah
onset gejala, jumlah virus polio pada orofaring makin berkurang. Namun, virus polio
ini akan terus diekskresikan melalui feses hingga beberapa minggu kemudian,
sekitar 3‒6 minggu.[1,2]

Polio Abortif

Sekitar 24% kasus infeksi virus polio pada anak-anak bermanifestasi tidak spesifik,
seperti demam ringan dan sakit tenggorokan. Kondisi ini disebut polio abortif. Pada
polio abortif terdapat kemungkinan terjadinya invasi virus ke dalam sistem saraf
pusat tanpa manifestasi klinis atau laboratorium. Ciri khas kasus ini adalah terjadi
kesembuhan total dalam waktu kurang dari satu minggu.[1,2]

Meningitis Aseptik Nonparalitik

Sekitar 1‒5% infeksi virus polio pada anak-anak menimbulkan meningitis aseptik


nonparalitik setelah beberapa hari gejala prodromal. Gejala yang dialami penderita
berupa kekakuan leher, punggung, dan/atau tungkai, dengan durasi sekitar 2‒10
hari, kemudian sembuh total.[1,2]
Fase Neurologis
Bila infeksi ini berlanjut, maka virus akan terus bereplikasi di luar sistem saraf yang
kemudian akan menginvasi ke dalam sistem saraf pusat. Kondisi ini dikenal sebagai
fase neurologis. Pada fase ini, virus polio akan melanjutkan replikasi pada neuron
motorik kornu anterior dan batang otak, sehingga terjadi kerusakan pada lokasi
tersebut. Kerusakan sel-sel saraf motorik tersebut akan berdampak pada
manifestasi tipikal pada bagian tubuh yang dipersarafinya. Keadaan ini berakibat
terjadinya lumpuh layu akut, dikenal juga sebagai acute flaccid paralysis (AFP)
sehingga polio yang terjadi dikenal sebagai polio paralitik.[1,2]
Polio paralitik terjadi <1% dari semua kasus infeksi virus polio pada anak-anak.
Gejala paralitik terjadi 1‒18 hari setelah prodromal, kemudian berlangsung progresif
selama 2‒3 hari. Umumnya, progresivitas paralisis akan berhenti setelah suhu tubuh
kembali normal. Tanda dan gejala prodromal tambahan dapat berupa refleks
superfisial menurun hingga menghilang, refleks tendon dalam meningkat disertai
nyeri otot berat dan kejang pada tungkai atau punggung. Saat fase AFP, refleks
tendon dalam akan berkurang dan biasanya asimetris. Setelah gejala menetap
selama beberapa hari atau minggu, kekuatan kemudian mulai kembali dan pasien
tidak mengalami kehilangan sensorik atau perubahan kognisi.[1,2]

Klasifikasi Polio Paralitik


Klasifikasi polio paralitik terdiri dari tiga tipe tergantung tingkat keterlibatan organ
yang terkena, yaitu:

 Polio Spinal: terjadi pada 79% kasus polio paralitik pada periode 1969‒1979,
ciri khas adalah terjadi paralisis asimetrik pada tungkai

 Polio Bulbar: terjadi pada 2% kasus paralitik, ciri khas berupa kelemahan otot-
otot yang diinervasi oleh saraf kranial

 Polio Bulbospinal: kombinasi dari kedua tipe polio di atas, manifestasi yang
timbul adalah kelumpuhan otot diafragma yang menyebabkan pasien menjadi sulit
bernapas sehingga penderita memerlukan bantuan pernapasan mekanik, lumpuh
layu pada lengan dan tungkai, serta gangguan mengunyah dan fungsi jantung[1-4]

Polio paralitik dapat menyebabkan sekuele deformitas anggota tubuh, seperti genu


valgum yang dapat berkembang menjadi kondisi osteoporosis,
fraktur, osteoarthritis atau skoliosis.[1-4]
Sindrom Postpolio
Sekitar 25‒40% penderita polio paralitik akan mengalami sindrom postpolio setelah
15‒40 tahun. Sindrom ini diperkirakan karena kegagalan unit-unit motorik berukuran
lebih besar yang terjadi selama proses pemulihan penyakit. Sindrom postpolio dapat
berupa eksaserbasi penyakit, seperti nyeri otot, kelemahan pada ekstremitas yang
terkena paralisis, bahkan mengalami lumpuh layu kembali. Sekuele bisa berupa[1-4]

Faktor risiko terkena sindrom postpolio adalah:

 Sakit yang berkepanjangan sejak terkena infeksi virus polio akut

 Terdapatnya residu penyakit yang permanen setelah sembuh dari infeksi akut
tersebut

 Penderita yang berjenis kelamin wanita

 Terkena polio akut pada usia sangat muda[1-4]


DIAGNOSIS

Diagnosis poliomielitis atau polio umumnya dari gejala seperti kaku punggung dan
leher. Konfirmasi diagnosis pasti adalah dengan pemeriksaan penunjang uji serologi
adanya infeksi virus polio.

Anamnesis
Pasien terinfeksi virus polio biasa datang dengan keluhan kaku punggung dan leher.
Gejala prodromal bifasik, terdiri dari gejala awal (minor) dan gejala lanjutan (mayor).
[21,22]
Gejala Awal (Minor)

Gejala awal merupakan gejala nonparalitik yang berlangsung dalam waktu


seminggu, terjadi sekitar 1-3 hari sebelum onset paralisis. Gejala utama berupa
gangguan gastrointestinal, seperti mual, muntah, diare, kram, atau nyeri abdomen.
Terdapat juga manifestasi sistemik, berupa demam, sakit tenggorokan, malaise,
atau sakit kepala, yang biasanya berlangsung 2‒3 minggu, tapi dapat berkelanjutan
hingga 2 bulan lamanya. Pada gejala awal, dapat juga terjadi spasme dan nyeri
hebat dari otot ekstremitas dan punggung. Nyeri otot menunjukkan bahwa stadium
akut masih berlangsung.[21,22]

Gejala Lanjutan (Mayor)

Gejala lanjutan berhubungan dengan gangguan sistem saraf pusat. Gejala ini
terbagi menjadi gejala meningitis aseptik nonparalitik dan gejala polio paralitik.
Gejala meningitis aseptik nonparalitik terdiri dari kaku leher, punggung, dan/atau
tungkai, serta muntah dan diare. Gejala umumnya berlangsung 2‒10 hari lalu
sembuh total.[21,22]
Sedangkan gejala polio paralitik ditandai dengan reflek tendon menurun hingga
terjadi lumpuh layu yang biasanya bersifat asimetris. Reflek tendon yang menurun
akan mencapai suatu tahap yang menetap atau plateau untuk beberapa hari hingga
beberapa minggu. Banyak penderita sembuh total, namun fungsi otot yang terkena
hanya kembali untuk tingkatan tertentu. Kelumpuhan yang berlangsung 12 bulan
setelah onset penyakit umumnya akan menetap secara permanen.[21,22]
Riwayat Risiko Penyakit

Pada anamnesis perlu ditanyakan berbagai faktor risiko poliomielitis seperti belum
pernah atau tidak pernah mendapatkan vaksin polio. Penyakit ini juga rentan pada
orang dengan gangguan kekebalan tubuh, tinggal di lingkungan yang kurang bersih,
atau tinggal atau berkunjung ke daerah yang terdapat sirkulasi virus polio.[21,22]
Pemeriksaan Fisik
Tanda klinis prodromal terjadi bifasik, yaitu terdiri dari tanda klinis awal (minor) dan
lanjutan (mayor).

Klinis Awal (Minor)

Tanda klinis awal poliomielitis adalah kehilangan reflek superfisial dan refleks tendon
meningkat pada ekstremitas biasanya asimetris.[21,22]

Tanda Klinis Lanjutan (Mayor)


Tanda klinis lanjutan polio terbagi menjadi tanda klinis meningitis aseptik nonparalitik
dan polio paralitik. Tanda klinis meningitis aseptik non-paralitik ditemukan leher,
punggung, dan/atau tungkai terasa kaku dan tidak dapat digerakkan sewaktu
difleksikan. Sedangkan tanda klinis polio paralitik meliputi refleks tendon menurun
pada satu sisi ekstremitas saja, tetapi sensasi sensorik baik dan tidak ada
perubahan status mental pada penderita

 Epidemiologi
Pada akhir abad 19 terjadi epidemi pertama di Eropa Barat dan Amerika Utara.Virus
polio berhasil dibiakkan pada tahun 1949.Pada tahun 1955 mulai diperkenalkan
vaksin polio suntikan, dan tahun 1963 mulai dipakai vaksin polio oral (tetes) trivalent
(mengandung tiga tipe virus polio yang dilemahkan). Kejadian infeksi polio pada
tahun 1952 di Amerika lebih dari kasus per tahun ( 37,5 kasus per populasi ) sejak
akhir tahun 1980an tidak ada kasus kematian karena polio.Virus polio liar terakhir
ditemukan pada tahun 1997, dilaporkan 6 kasus polio import, yang terakhir pada
tahun 1993.Penularan infeksi melalui fekal-oral, artinya ditularkan dari tinja, dan
masuk melalui mulut dari air atau makanan tercemar yang disebarkan terutama
malalui lalat.

Penyebab Polio
Penyakit polio disebabkan oleh virus polio. Virus tersebut masuk melalui rongga
mulut atau hidung, kemudian menyebar di dalam tubuh melalui aliran darah.
Penyebaran virus polio dapat terjadi melalui kontak langsung dengan tinja penderita
polio, atau melalui konsumsi makanan dan minuman yang telah terkontaminasi virus
polio. Virus ini juga dapat menyebar melalui percikan air liur ketika penderita batuk
atau bersin, namun lebih jarang terjadi.
Virus polio sangat mudah menyerang orang-orang yang belum mendapatkan vaksin
polio, terlebih pada kondisi berikut ini:

 Tinggal di daerah dengan sanitasi buruk atau akses air bersih yang terbatas.
 Sedang hamil.
 Memiliki sistem kekebalan tubuh lemah, misalnya penderita AIDS.
 Merawat anggota keluarga yang terinfeksi virus polio.
 Pernah menjalani pengangkatan amandel.
 Menjalani aktivitas berat atau mengalami stres setelah terpapar virus polio.
 Bekerja sebagai petugas kesehatan yang menangani pasien polio.
 Melakukan perjalanan ke daerah yang pernah mengalami wabah polio.

Pencegahan Polio
Pencegahan polio dapat dilakukan dengan melakukan imunisasi polio. Vaksin polio
mampu memberikan kekebalan terhadap penyakit polio dan aman diberikan kepada
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Ada dua bentuk vaksin polio,
yaitu suntik (IPV) dan obat tetes mulut (OPV).
Polio dalam bentuk obat tetes mulut (OPV-0) diberikan kepada bayi sesaat setelah
lahir. Selanjutnya, vaksin polio akan diberikan sebanyak empat dosis, baik dalam
bentuk suntik (IPV) atau obat tetes mulut (OPV). Berikut adalah jadwal pemberian
keempat dosis vaksin polio tersebut:

 Dosis pertama (polio-1) diberikan saat usia 2 bulan.


 Dosis kedua (polio-2) diberikan saat usia 3 bulan.
 Dosis ketiga (polio-3) diberikan saat usia 4 bulan.
 Dosis terakhir diberikan saat usia 18 bulan, sebagai dosis penguat.

Dalam tiga dosis pertama (polio-1 hingga polio-3), seorang bayi setidaknya harus
mendapat satu dosis vaksin polio dalam bentuk suntik (IPV).
Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya imunisasi polio,
pemerintah menyelenggarakan Pekan Imunisasi Nasional (PIN) Polio di seluruh
wilayah Indonesia. Melalui kegiatan ini, semua bayi dan anak balita (usia 0-59 bulan)
akan diberikan vaksinasi polio tambahan tanpa mempertimbangkan apakah
imunisasinya sudah lengkap atau belum.

Vaksin polio untuk dewasa


Vaksin polio juga diberikan kepada orang dewasa yang belum pernah melakukan
vaksinasi polio. Vaksin polio untuk dewasa diberikan dalam bentuk suntik (IPV) yang
terbagi menjadi tiga dosis. Berikut adalah pembagian dosisnya:

 Dosis pertama dapat diberikan kapan saja.


 Dosis kedua diberikan dengan jeda waktu 1-2 bulan.
 Dosis ketiga diberikan dengan jeda waktu 6-12 bulan setelah dosis kedua.

Orang dewasa yang akan bepergian ke negara dengan kasus polio aktif juga
dianjurkan untuk melakukan vaksinasi polio. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
pencegahan ketika berinteraksi dengan penderita atau orang yang diduga menderita
polio.
Efek samping yang dapat terjadi setelah pemberian suntikan polio adalah rasa nyeri
dan kemerahan pada area suntikan. Beberapa orang mungkin
mengalami alergi setelah vaksinasi, dengan gejala berupa:

 Demam
 Pusing
 Tubuh terasa lemas
 Muncul ruam
 Jantung berdebar
 Sesak napas

 Treatment/penatalaksanaan
 Tidak ada obat untuk polio, yang ada hanya perawatan untuk meringankan
gejala. terapi fisik digunakan untuk merangsang otot dan obat antispasmodic
diberikan untuk mengendurkan otot-otot dan meningkatkan mobilitas.
Meskipun ini dapat meningkatkan mobilitas, tapi tidak dapat mengobati
kelumpuhan polio permanen.
 Apabila sudah terkena Polio, tindakan yang dilakukan yaitu tatalaksana kasus
lebih ditekankan pada tindakan suportif dan pencegahan terjadinya cacat,
sehingga anggota gerak diusahakan kembali berfungsi senormal mungkin
dan penderita dirawat inap selama minimal 7 hari atau sampai penderita
melampaui masa akut.
 Penemuan dini dan perawatan dini untuk mempercepat kesembuhan dan
mencegah bertambah beratnya cacat. Kasus polio dengan gejala klinis ringan
di rumah, bila gejala klinis berat diruju ke RS.

Cara Transmisi (Penularan)

Polio menyebar melalui kontak orang ke orang. Ketika seorang anak terinfeksi virus
polio liar, virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut dan berkembang biak di usus.
Ini kemudian dibuang ke lingkungan melalui faeces di mana ia dapat menyebar
dengan cepat melalui komunitas, terutama dalam situasi kebersihan dan sanitasi
yang buruk. Virus tidak akan rentan menginfeksi dan mati bila seorang anak
mendapatkan imunisasi lengkap terhadap polio. Polio dapat menyebar ketika
makanan atau minuman terkontaminasi oleh feses. Ada juga bukti bahwa lalat dapat
secara pasif memindahkan virus polio dari feses ke makanan. Kebanyakan orang
yang terinfeksi virus polio tidak memiliki tanda-tanda penyakit dan tidak pernah
sadar bahwa mereka telah terinfeksi. Orang-orang tanpa gejala ini membawa virus
dalam usus mereka dan dapat “diam-diam” menyebarkan infeksi ke ribuan orang
lain.

SITUASI
Indonesia masuk dalam kategori negara berisiko tinggi penyebaran polio. Risiko penularan
penularan penyakit menular yang menyebabkan kelumpuhan ini semakin meningkat di masa
pandemi Covid-19 karena terbatasnya kegiatan imunisasi.
Berdasarkan Polio Risk Assessment WHO yang baru saja dirilis bulan ini, 23 provinsi di
Indonesia masuk dalam kategori daerah dengan risiko tinggi transmisi polio.

Sepuluh provinsi tergolong risiko sedang dan hanya satu provinsi saja, yakni DI Yogyakarta yang
masuk kategori risiko rendah.
Secara rinci, 298 kabupaten/kota di Indonesia atau sekitar 58 persen tergolong berisiko tinggi.

"Meskipun sudah bebas polio sejak 2014, virus polio liar tidak ditemukan lagi, tapi masih punya
risiko. Sebanyak 23 provinsi di Indonesia masih berisiko tinggi terhadap polio," kata perwakilan
Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Vensya Sitohang
dalam konferensi pers peringatan Hari Polio Sedunia, Sabtu (24/10). Hari polio sedunia
diperingati setiap 24 Oktober.

Selain itu, Vensya juga mengakui bahwa pandemi Covid-19 meningkatkan risiko berkembangnya
wabah Polio di Indonesia yang membuat cakupan imunisasi polio berkurang signifikan.

Selain karena banyak layanan kesehatan yang tutup, orang tua juga takut membawa anaknya ke
fasilitas kesehatan.

"Di awal pandemi pada Maret sampai Mei, itu jatuh sekali cakupan imunisasi. Sekarang mulai
ada perbaikan pada Mei sampai Agustus. Ini harus bekerja supaya target bisa tercapai," ungkap
Vensya.

Data Kementerian kesehatan menunjukkan cakupan nasional vaksin polio baru mencapai 47,1
persen dari target 63,3 persen pada Agustus 2020.

Untuk bisa bebas dari wabah polio, Vensya mengatakan cakupan imunisasi polio harus merata
dan mencapai minimal 95 persen.

"Harus 95 persen supa bisa menciptakan kekebalan kelompok dan juga penguatan surveilans
polio lingkungan," ujar Vensya.

Vensya menyatakan Kementerian Kesehatan saat ini tengah memperluas cakupan vaksin polio
di seluruh Indonesia.

Pemerintah secara bertahap juga mulai meningkatkan dosis vaksin polio untuk meningkatkan
efektivitas vaksin dan mengurangi efek samping.

"Semuanya harus berjalan rutin kami sudah memberikan petunjuk teknis pendampingan dan
surat edaran bahwa imunisasi harus tetap berjalan di masa pandemi dengan protokol
kesehatan," tutur Vensya.

Vensya juga mengajak agar setiap orang tua melaporkan kasus lumpuh layuh pada anak
berumur kurang dari 15 tahun agar petugas dapat melacak keberadaan virus.

Gejala kelumpuhan yang disebabkan oleh virus polio ini meliputi lemas atau layuh dan terjadi
mendadak dalam 1-14 hari.

Selain itu, setiap juga anak harus diberikan vaksin polio yang bisa didapatkan di puskesmas
maupun layanan kesehatan lainnya.

Anda mungkin juga menyukai