Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berbicara tentang kehidupan manusia berarti berbicara tentang awal mula manusia . Ada seorang

ilmuan saintis yg kemudian meneliti tentang asal mula seluruh kehidupan bukan hanya manusia

tetapi seluruh alam semesta tapi yang mereka dapatkan ketika meleneliti bintang bintang planet

dan benda benda yang di atas muka bumi yang menjauhi satu sama lain. Ternyata merek saling

menjauh dan mengembang satu sama lain dan memiki porosnya masing masing. Dan itu semua

tidak luput di atur oleh Allah SWT.

Banyak para ahli memusatkan perhatiannya kepada asal usul kepercayaan manusia. Dari studi itu

muncul dua teori besar. Teori pertama, berpandangan bahwa kepercayaan manusia berawal dari

percaya kepada Tuhan banyak dan akhirnya kepada Tuhan satu. Teori kedua berpendapat bahwa

kepercayaan manusia yg mula-mula adalah percaya kepada Tuhan Satu (Monotheisme). Para ahli

Sejarah Agama beranggapan bahwa agama agama dunia merupakan gerakan-gerakan yang telah

berkembang berdasarkan pada komunitas-komunitas historis. Jadi asumsiasumsi terakhir dari

setiap agama sudah barang tentu dipengaruhi oleh keputusan dari komunitas manusia dalam

situasi historis dan budaya tertentu. Namun demikian, asumsi dari setiap agama itu harus

mengikuti analisis-analisis kritis ilmiah yang telah dibangun


B. IDETIFIKASI MASALAH

Berdasarkan latar belakang penelitian tentang Mencari Tuhan di atas maka bisa dirumuskan

beberapa masalah berikut ini:

a. Dimana menemukan tuhan ?

b. Bagaimana meningkatkan kualitas keimanan terhadap Allah SWT ?

C. DASAR PEMIKIRAN

Sebagai seorang muslim tentunya dia harus memiliki pemikiran yang mendasar dengan di dasari

dengan Al- Quran. Al- Quran menjadi dasar apa pun dalam mau itu peraturan, hukuman dan

lain-lain. Tetapi di era sekarang ini banyak orang islam yang lupa akan dasar seorang muslim.

Oleh karena itu sangat penting di zaman seperti ini untuk mengadakan bimbingan terhadap orang

orang di era sekarang. Khususnya kita sebagai mahasiswa sangat di perlukan ajaran agama untuk

tetap menanamkan pemahaman dasar agama dan tidak melenceng dari dasar agama.

D. TUJUAN

Tujuan makaah ini buat untuk memberikan pemahaman khususnya pada diri saya sendiri dan

umumnya kepada orang banyak tentang pemahaman dari mana kita mendapatkan agama dan

kepercayaan dengan menyadari dimana kita mendapatkan kehidupan yang sebenarnya dalam

islam untuk menemukan ridho Allah SWT. Selain itu untuk memahami bagaimana kita

meningkatkan kualitas keimanan kita kepada Allah SWT.


E. METODE PENELITIAN

Di peneleitian ini saya menggunakan pengalaman saya yang di tuangkan dalam sebuah makalah.

Disni saya menceritakan bagaimana sesorang menemukan agama dan kepercayaannya yang

mungkin itu di dapatkan dari sejak dia lahir.


BAB II

PEMBAHASAN

Tuhan lebih dekat dari urat nadi namun kata-kata itu harus direnungkan kembali agar tak tersesat

lebih. di Dalam diri manusia ada perangkat bernama kalbu berangkatlah dari situ maka kita akan

melihat dunia dan akhirat. Ketika qalbu seseorang sudah berfungsi dengan baik maka kata gaib

tak akan ada lagi dan alam malaikat pun akan terlihat. Tuhan itu hanya dapat di lihat oleh mata

qalbu. Dengan kita meihat dari mata qalbu atau hati tentu kita akan menemukannya. Karena

semua berawal dari hati, percayakan dulu bahwa di hati ada Allah SWT. Namun hanya sedikit

saja manusia yang benar benar mengerti perkara qalbu. Mencari Tuhan itu harus di sertakan

dengan ilmu, sebab jika tidak kau akan lebih dari orang buta mencari sebuah benda di ruang

gelap, sementara benda yang kau cari berada di ruang lain.

Tuhan tidak bisa di lihat olah mata, sekali pun itu oleh seorang utusan Allah seperti hal nya kisah

Nabi Musa AS.

Hal ini diceritakan langsung oleh Allah SWT melalui ayat Al-quran dalam surat   Al-
A’raf. Ketika itu Nabi Musa meninggalkan kaumnya dan meminta saudaranya Nabi
Harun AS untuk memimpin kaumnya.

Nabi Musa sendiri naik ke sebuah gunung yakni gunung Sinai (Thursina)  setelah
menyempurnakan 40 malam dengan berpuasa dan beribadah di atas gunung tersebut.  
Allah SWT pun berfirman dan menurunkan Taurat kepada beliau.

“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami
tentukan dan Tuhannya telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa, ‘Ya
Tuhanku, tampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau…” (QS. Al-A’raf: 143)

Peristiwa ini tentu di luar nalar, pemandangan ini layaknya hubungan sebutir debu yang
terbatas fana dengan Wujud zat sang maha pecinpta yang abadi tanpa perantara. 
Kejadian ini tentu menjadi peristwa yang menakutkan dan membingungkan. Namun
Musa mampu menerima kalimat-kalimat Allah dan membuatnya begitu rindu dan ingin
melihat Tuhannya.

Kerinduan Nabi Musa AS kepada Allah SWT membuat Ia lupa akan siapa dirinya. Ia
meminta sesuatu yang tidak seharusnya dilakukan manusia di muka bumi. Ia meminta
dapat melakukan penglihatan yang teragung, permintaan yang didorong oleh desakan
rindunya, dorongan harapannya, gejolak cintanya, dan keinginannya untuk menyaksikan
Allah yang Maha Mulia.

Namun dengan belas kasihNya, Allah SWT, Allah SWT menjelaskan bahwa Nabi Musa
tidak akan dapat melihat Allah karena tidak akan mampu. Namun Allah menunjuk sebuah
gunung dimana jika gunung tersebut masih berdiri kokoh ketika Allah menampakkan diri
maka Nabi Musa bisa melihat sang pecipta ini. Allah SWT berfirman yang artinya:

“ Engkau sekali-kali tidak akan mampu melihatku, tetapi arahkanlah pandangan engkau
ke gunung itu. Maka jika ia tetap pada tempatnya , niscaya engkau dapat melihatku…”
(QS. Al-A’raf: 143).

Gunung tersebut tampak kokoh berdiri dan lebih kecil keterpengaruhannya dan responnya
daripada manusia. Akan tetapi, apakah gerangan yang terjadi?

“Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu
hancur luluh…” (QS. Al-A’raf: 143).
Seluruh puncak gunung tersebut tenggelam hingga terlihat rata dengan tanah, hancur
berantakan. Musa sangat takut, dan berlakulah sesuatu pada keberadaan dirinya sebagai
manusia yang lemah.

“Dan, Musa pun jatuh pingsan…” (QS. Al-A’raf: 143).

“Maka setelah Musa sadar kembali….”.” (QS. Al-A’raf: 143).

Kembali kepada dirinya, dan mengetahui ukuran kemampuannya, dan menyadari bahwa
dia telah melakukan permintaan yang melebihi batas.

“Dia berkata, ‘Mahasuci Engkau….”.” (QS. Al-A’raf: 143).

Mahasuci dan Mahatinggi Engkau, tak mungkin mata manusia dapat melihat dan
memandang-Mu. Nabi Musa pun bertaubat dan memohon ampun karena permintaanya
terlalu melampaui batas.

“Aku bertaubat kepada Engkau,” .” (QS. Al-A’raf: 143).

Bahwa sebenarnya tiada yang ditampakkan oleh Allah hanya sebesar jari kelingking,
sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi riwayat Imam Ahmad. Lantas gunung tersebut
hancur luluh menjadi abu. Allah SWT yang Maha Tahu.

Tuhan menciptakan alam semesta ini berlapis-lapis, tiap lapisan selalu ada kehidupan. ini

menunjukkan bahwa Tuhan maha besar dan maha kuasa, Tuhan mampu menciptakan sesuatu

yang tidak bisa diciptakan oleh makhluk-nya.. Nampaknya alam semesta menjadi sangat sempit,

jika kita menganggap hanya di bumi saja yang terdapat kehidupan. melihat alam semesta dengan

cara biasa.Akan berbeda dengan melihatnya secara futuristik. begitu juga dengan kehidupan,

hidup harus dilihat futuristik mungkin.


Ternyata kehidupan tak sesederhana apa yang kita lihat dan kita rasakan. selama ini kita hanya

berpikir tentang hidup mati surga dan neraka saja setelah itu selesai. ternyata tidak seperti itu,

ada yang harus kita renungkan kembali.

Di alam semesta tak ada yang gaib semua logis dan nyata hidup, mati, takdir dan kiamat semua

nyata dan dapat diprediksi kapan peristiwa itu terjadi. Sebab tuhan telah memberi sinyal pada

manusia siapapun bisa. ketika kita berhasil menyimak misteri tentang kegaiban maka kata gaib

itu akan gugur. begitu juga tentang kebenaran Tuhan yang maha kuasa.

Di dalam islam ada yang namanya Rukun Iman yang di dalamnya terdapat 6 point dasar

seseorang dapat di kataakan seorang muslim, yaitu :

 Iman kepada Allah SWT.

 Iman kepada malaikat-malaikat Allah SWT.

 Iman kepada kitab-kitab Allah SWT.

 Iman kepada rasul-rasul Allah SWT.

 Iman kepada hari akhir.

 Iman kepada takdir yang baik maupun yang buruk datangnya dari Allah SWT (qada' dan

qadar).

Ketika sesorang telah percaya akan 6 poin di atas maka dia akan menemukan Tuhan di hatinya.

Pengertian iman menurut para ahli

Menurut Imam Malik, Asy Syafi’i, Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih

Iman adalah pembenaran dengan hati, pengakuan dengan lisan, dan aman dengan anggota

badan. Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan.


Menurut Ath Thahawi

Banyak di antara ulama madzhab Hanafi yang mengikuti definisi sebagaimana yang

disebutkan oleh Ath Thahawi. Iman adalah pengakuan dengan lisan dan pembenaran

dengan hati

Iman di sini di artikan dimana sesorang telah percaya akan keberadaan 6 poin tadi di dalam

hatinya. Selain memepercayai dengan hati seseorang juga harus mengucapkan dengan lisan, lisan

di sini bisa berupa dzikir, berdoa, membaca al-Quran dan lainnya. Selain itu harus mengamalkan

dengan anggota badan contohnya dengan melakukan sholat, puasa dan lainnya. Setelah itu

sesorang akan timbul sifat taqwa kedapa Allah SWT dan apapun yang ia kerjakan akan

melibatkan Allah SWTdan di sanalah dia menemukan Allah SWT. Bagaimanapun kedaan dia,

dia akan ingat kepada Allah SWT. Seperti hal nyakisah Nabi Ibrahim AS yang di perintahkan

untuk memyembelih putra nya yaitu Nabi Ismail AS

Ibrahim bermimpi diperintahkan untuk menyembelih anak yang ia sayangi.


"Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka
pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" ucap Ibrahim kepada Ismail, sesuai surat As-Saffat
ayat102.

Dengan berserah diri kepada Allah, tanpa ragu Ismail mengemukakan jawabannya."Wahai
ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan
mendapatiku termasuk orang yang sabar," balas Ismail.
Ibrahim dan Ismail pun melaksanakan perintah Allah tersebut. Sebelum penyembelihan,
Ismail menyampaikan sejumlah permintaan kepada Ayahnya.Nabi Ibrahim dengan
kerelaan memenuhi perintah Allah untuk menyembelih sang anak. Begitu pun Nabi
Ismail sebagai anak menyatakan memasrahkan diri dan meminta sang ayah melaksanakan
perintah Allah.
Pertama, Ismail meminta untuk diikat dengan tali agar tidak meronta. Kedua, meminta agar
pisau diasah dengan tajam agar tidak kesakitan.Kedua permintaan tersebut bertujuan agar
Ibrahim tak bersedih hati saat menyembelihnya. Ismail juga meminta agar pakaian yang
dikenakannya saat itu diberikan kepada ibunda tercinta, Siti Hajar sebagai kenang-
kenangan.Ibrahim pun mulai menyembelih Ismail dengan membaringkan anaknya. Namun,
pisau tajam itu tak mampu menyembelih Ismail yang berserah diri.Allah lalu mengganti
Ismail dengan seekor kambing."'Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan
mimpi itu.' Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak
itu dengan seekor sembelihan yang besar," firman Allah dalam surat As-Saffat 104-107.

Dari kisah tersebut dapat mengambil hikamah nya, di saat seseorang telah menyerahkan

hidupnya dan tujuan hidupnya untuk bertaqwa kepada Allah SWT disana Allah akan

menolongnya dalam kedaan apapun.


BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Di era seperti sekarang banyak orang yang harus di bimbing untuk meningkatkan rasa

kesadarannya terhadap dasar dasar agama. Untuk menjaga integritasnya sebagai seorang muslim

dan mampu meningkatkan kualitas dirinya terhadap beribadah kedapa Allah SWT. Banyaknya

kisah kisah teladan Nabi Nabi bisa di jadikan contoh untuk memperbaiki kualitas ibadah seorang

muslim.
DAFTAR PUSTAKA

H.A. Mukti Ali, Asal-Usul Agama, Yayasan Nida, Yogyakarta, 1970, hal.7

Abbas Mahmoud Al-Akkad, Ketuhanan Sepanjang Ajaran Agama dan Pemikiran Manusia,

Bulan Bintang, Jakarta, 1981, hal.21

Anda mungkin juga menyukai