Anda di halaman 1dari 74

KARYA TULIS ILMIAH

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF LANSIA DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS NUSA INDAH KOTA BENGKULU
TAHUN 2018

Disusun Oleh

AGUNG PURNOMO
F0H0 15004

DIPLOMA III VOKASI ILMU KESEHATAN


PRODI KEPERAWATAN FAKULTAS MIPA
UNIVERSITAS BENGKULU
2018
Motto dan persembahan
Motto
 Jangan pernah takut bermimpi karena kamu akan menjadi apa yang kamu impikan
 Selalu yakin akan diri sendiri dan kemampuan yang dimiliki karena dengan
keyakinan alam pun akan mendukungmu untuk mewujudkan apa yang kita yakin
 Jangan perna takut akan kegagalan karena itu proses menuju kesuksesan

Persembahan
Alhamdulillah ya Allah atas segala rahamat dan karuniamu yang senantiasa engkau
anugerahkan kepada hamba dengan segenap kemudahan dan ketulusan jiwa
kupersembahkan karya ini kepada :
 Teruntuk ayahanda (Muhammad Rum) dan ibundaku (Sutrismi) tersayang yang
selama ini memberikan kasih sayang,doa, serta dorongan baik moril materil dan
spiritual sehingga aku dapat menyelesikan pendidikan D3 keperawatan

 Untuk kakak (Ekon) yang telah memberikan dukungan dan do’a padaku hingga
aku dapat menyelesiakan pendidikan D3 keperawatan

 Utuk ayuk (Apriken Dona) Yang telah memberikan do’a dan dukungan serta
kasih sayang

 Untuk someone (Susan indah permata sari) yang telah memberikan dukungan
dan perhatian hingga aku bias menyelesaikan D3 Keperawatan

 Untuk bapak ikhsan,S.Kep,M.Kes dan bapak Siin wadir,S.Kep yang telah


penuh dengan keikhlasan dan kesabaran memberikan bimbingan ,bantuan dan
petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan kti ini

 Untuk temen-teman seperjuangan yang tidak dapat di sebutkan satu persatu,


ingat tantangan ada didepan kita semua …

 Alamamater tercinta Universitas Bengkulu…


ABSTRAK

GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF LANSIA DI WILAYAH


KERJA PUSKESMAS NUSA INDAH KOTA BENGKULU
TAHUN 2018

Agung Purnomo, Iksan, Siin Wadir

Lansia mengalami perubahan besar dalam hidup mereka, salah satu


perubahan tersebut adalah perubahan pada sistem syaraf yang dapat
bermanifestasi pada penurunan fungsi kognitif. Penurunan fungsi kognitif terjadi
pada hampir semua lansia dan prevalensinya meningkat seiring bertambahnya
usia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran fungsi kognitif
lansia di wilayah kerja Puskesmas Nusa Indah.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif.
Populasi dalam penelitian adalah seluruh lansia di wilayah kerja Puskesmas Nusa
Indah sebanyak 1.105 orang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara
consecutive sampling sebanyak 50 orang. Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan data primer yang diperoleh dari wawancara langsung dengan
responden menggunakan kuesioner di Puskesmas Nusa Indah
Hasil penelitian didapatkan: (1) lebih dari sebagian lansia (54,0%) berusia
76-90 tahun; (2) lebih dari sebagian lansia (58,0%) berjenis kelamin laki-laki; (3)
hampir sebagian lansia (48,0%) dengan pendidikan SD atau SMP; (4) lebih dari
sebagian lansia (54,0%) tinggal bersama keluarga; (5) hampir sebagian lansia
(34,0%) dengan kerusakan fungsi kognitif ringan

Kata Kunci: Fungsi Kognitif, Umur, Jenis Kelamin, Pendidikan, Tempat Tinggal

Daftar pustaka: 15 buku (2008-2015)


ABSTRACT

DESCRIPTION OF COGNITIVE FUNCTION OF ELDERLY


IN WORK AREA OF NUSA INDAH PUBLIC
HEALTH CENTER BENGKULU 2018

Agung Purnomo, Iksan, Siin Wadir

Elderly have a big change in their life, one of the changes is a change in
the nervous system that can manifest in the decline in cognitive function.
Decreased cognitive function occurs in almost all elderly people and its
prevalence increases with age. The purpose of this research is to know the
description of cognitive function of elderly in work area of Nusa Indah Public
Health Center.
This research is a quantitative research with descriptive design. The
population in this research is all elderly in Nusa Indah Health Center work area is
1,105 people. Sampling was done by consecutive sampling as many as 50 people.
Data collection in this study used primary data obtained from direct interviews
with respondents using questionnaires at Nusa Indah Public Health Center
The results of the study were: (1) more than half of the elderly (54.0%)
were 76-90 years old; (2) more than half of the elderly (58.0%) are male; (3)
almost partially elderly (48,0%) with elementary or junior high school education;
(4) more than half of the elderly (54.0%) live with family; (5) almost partially
elderly (34,0%) with mild cognitive impairment

Keywords: Cognitive Function, Age, Sex, Education, Residence

References: 15 books (2008-2015)


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan

karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang

merupakan tugas akhir dalam menyelesaikan program D-III Keperawatan di

Universitas Bengkulu yang berjudul “Gambaran fungsi kognitif lansia di wilayah

kerja Puskesmas Nusa Indah”. Dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini penulis banyak mendapatkan

bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan penuh kerendahan hati

penulis mengucapkan ucapan terima kasih atas bantuan moril maupun materil

yang diberikan kepada penulis. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Dr.Ridwan Nurazi, SE, M.Sc selaku Rektor universitas Bengkulu yang telah

memberi kesempatan pada saya untuk mengikuti pendidikan di Fakultas

MIPA Universitas Bengkulu.

2. DR. DRS. Zulbahrul Caniago,MS selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas

Bengkulu

3. Ns.Yusran Hasymi, M.Kep.Sp.MB selaku Ketua Prodi Keperawatan Fakultas

MIPA Universitas Bengkulu.

4. Ikhsan, S.Kep, M.Kes selaku pembimbing I yang telah memberikan

bimbingan, arahan dan saran selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

5. Ns. Siin Wardir S.Kep selaku pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan, arahan dan saran selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini

6. Kedua orang tuaku yang telah memberikan semangat, kasih sayang, dorongan

baik material maupun spiritual, serta doa kepada penulis.


7. Teman-teman mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas MIPA Universitas

Bengkulu yang banyak memberikan bantuan dan dorongan baik moril

maupun materil kepada penulis.

Penulis sangat menyadari dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini masih

jauh dari kesempurnaan. Pada kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan

saran yang bersifat membangun dari semua pihak, yang akan banyak membantu

demi perbaikan dan kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Penulis berharap

semoga karya tulis ilmiah ini bermanfaat dan dapat di gunakan sebagai suatu

acuan untuk penelitian selanjutnya.

Bengkulu, Mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... ii
ABSTRAK ...................................................................................................... iii
ABTRACT ...................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................... v
DAFTAR ISI ................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 5
1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................... 5
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................ 5
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................... 5
1.4 Manfaat penulisan.................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Lanjut Usia ...................................................... 6
2.1.1 Definisi ....................................................................... 6
2.1.2 Batasan–Batasan Usia ................................................ 6
2.1.3 Teori – Teori Proses Menua ....................................... 7
2.1.4 Aspek – Aspek Pada Lanjut Usia ............................... 9
2.2 Kognitif pada Lansia .............................................................. 12
2.2.1 Pengertian ................................................................... 12
2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif .... 14
2.2.3 Tahapan penurunan fungsi kognitif ............................ 22
2.2.4 Pengukuran fungsi kognitif ........................................ 25
2.3 Peneltian Serupa ..................................................................... 26
BAB III TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Desain Penelitian .................................................................... 27
3.2 Populasi dan Sampel............................................................... 27
3.3 Definisi operasional penelitian ............................................... 29
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 30
3.5 Cara Pengumpulan Data ......................................................... 30
3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data ....................................... 30
3.7 Etika Penelitian ....................................................................... 31
BAB IV HASIL DAN PPEMBAHASAN
4.1 Hasil peneltian ........................................................................ 33
4.2 Pembahasan ............................................................................ 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 45
5.2 Saran ....................................................................................... 46

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) ............. 25
Tabel 2. Penelitian Serupa ......................................................................... 26
Tabel 3. Definisi operasional..................................................................... 29
Tabel 4 Gambaran Umur Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa
Indah Tahun 2018........................................................................ 33
Tabel 5 Gambaran Jenis Kelamin Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Nusa Indah Tahun 2018 .............................................................. 33
Tabel 6 Gambaran Pendikan Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa
Indah Tahun 2018........................................................................ 34
Tabel 7 Gambaran Tempat Tinggal Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Nusa Indah Tahun 2018 ............................................ 34
Tabel 8 Gambaran Fungsi Kognitif Lansia di Wilayah Kerja
Puskesmas Nusa Indah Tahun 2018 ............................................ 35
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Usia harapan hidup (UHH) penduduk Indonesia semakin meningkat

seiring dengan meningkatnya taraf hidup dan pelayanan kesehatan. Kendali

tersebut membawa dampak terhadap peningkatan jumlah populasi lanjut usia.

Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di beberapa negara di dunia

dan khususnya di Indonesia. Meningkatnya jumlah lansia akan menimbulkan

berbagai permasalahan yang kompleks bagi lansia itu sendiri maupun bagi

keluarga dan masyarakat. Secara alami proses menjadi tua mengakibatkan

para lansia mengalami perubahan fisik dan mental. Makin bertambah usia

seseorang makin banyak pula permasalahan yang muncul terutama fisik,

mental, spiritual, ekonomi dan sosial. Salah satu permasalahan yang sangat

mendasar pada lansia adalah masalah kesehatan, sehingga diperlukan

pembinaan kesehatan pada kelompok pra lansia dan lansia (Kuswenda, 2012)

Berdasarkan data dari WHO, Indonesia menempati peringkat ke-10

dunia untuk populasi manusia lansia. Pada 2020 diperkirakan jumlah lansia

mencapai 28,8 juta atau 11 % dari total populasi penduduk, karena itu masalah

lansia tidak boleh diabaikan karena kesejahteraan lansia adalah tanggung

jawab semua pihak, bukan hanya pemerintah tetapi juga masyarakat

(Agustina, 2014).
Indonesia sebagai salah satu negara di Asia mengalami peningkatan

penduduk lansia (60 tahun ke atas) yang cukup besar. Dalam kurun waktu

sekitar 50 Tahun peningkatannya sudah mencapai tiga kali lipat. Menurut data

BPS (2013), jumlah lansia (60 tahun ke atas) di Indonesia pada Tahun 1971

sekitar 4,9 % dari jumlah penduduk, sedangkan pada Tahun 1990 sekitar 6,7

%, kemudian meningkat menjadi 7,6 % pada Tahun 2000, pada Tahun 2020

diperkirakan lansia mencapai 11,4 % dari total penduduk atau sekitar 32 juta

jiwa (Nugroho, 2015)

Lanjut usia merupakan suatu bagian dari tahap perjalanan hidup

manusia yang keberadaannya senantiasa harus diperhatikan. Pandangan

sebagian masyarakat yang menganggap lansia sebagai manusia yang tidak

mampu, lemah, dan sakit-sakitan menyebabkan mereka memperlakukan lansia

sebagai manusia yang tidak berdaya, sehingga segala aktivitasnya sangat

dibatasi (Agustina, 2014)

Pada lanjut usia telah terjadi kemunduran fisik pada organ tubuh. Ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tetap sehat di usia lanjut yaitu

dengan memperhatikan faktor gizi dan olahraga. Dengan semakin

meningkatnya usia maka sudah jelas kesegaran jasmani akan turun. Penurunan

kemampuan akan semakin terlihat setelah usia 40 Tahun, sehingga saat lanjut

usia, kemampuan akan turun antara 30-50 %. Oleh karena itu, bila para usia

lanjut ingin berolahraga, harus memilih sesuai dengan usia kelompoknya, dan

kemungkinan adanya penyakit. Olahraga usia lanjut perlu diberikan dengan


berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama,

bersifat aerobik dan atau kalistenik, tidak kompetitif/bertanding (BPS, 2013).

Lansia mengalami perubahan besar dalam hidup mereka, salah satu

perubahan tersebut adalah perubahan pada sistem syaraf yang dapat

bermanifestasi pada penurunan fungsi kognitif. Penurunan fungsi kognitif

terjadi pada hampir semua lansia dan prevalensinya meningkat seiring

bertambahnya usia. Kognitif adalah kemampuan pengenalan dan penafsiran

seseorang terhadap lingkungannya berupa perhatian, bahasa, memori,

visuospasial, dan fungsi memutuskan. Fungsi kognitif meliputi pengetahuan,

perhatian, persepsi, berpikir, dan daya ingat. Proses kognitif adalah proses

berpikir bersama-sama dengan mekanisme persepsi, belajar, dan mengingat

memberikan informasi untuk membuat keputusan.

Perubahan kognitif seseorang dikarenakan perubahan biologis yang

dialaminya dan umumnya berhubungan dengan proses penuaan. Gangguan

satu atau lebih fungsi tersebut dapat menyebabkan gangguan fungsi sosial,

pekerjaan, dan aktivitas harian.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, bahwa

jumlah lansia (usia 60 tahun ke atas) di Provinsi Bengkulu pada tahun 2015

sebanyak. 80.993 terdiri dari laki-laki 37.454 orang dan perempuan 43.539

orang, yang mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 53.766 dengan

rincian laki-laki sebanyak 21.129 orang (56%), perempuan sebanyak 32.637

orang (66%) (Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu, 2016).


Data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu (2016), didapatkan jumlah

lansia sebanyak 16.004 orangg dengan jumlah lansia laki-laki sebanyak 7.936

orang dan perempuan sebanyak 8.068 orang dengan cakupan pelayanan

kesehatan lansia 66,80%. Cakupan pelayanan kesetahan lansia tertinggi

terdapat pada Puskesmas Ratu Agung sebanyak 73,68% dan yang terendah

terdapat pada Puskesmas Betungan sebanyak 50,568%. Sedangkan Puskesmas

Nusa Indah cakupan pelayanan kesehatan lansia sebanyak 65,88% (Dinkes

Kota Bengkulu, 2017)

Hasil data Dinas Kesehatan Kota Bengkulu didapatkan data di

Puskesmas Nusa Indah jumlah lansia sebanyak 1.105 orang dengan cakupan

pelayanan kesehatan lansia sebanyak 728 (65,88%) orang yang terdiri dari

lansia laki-laki sebanyak 248 orang (46,97%) dan lansia perempuan sebanyak

480 orang (83,19%) yang mendapat pelayanan kesehatan (Dinkes Kota

Bengkulu, 2017)

Hasil survey awal penelti pada tanggal 16 Maret 2018 di Puskesmas

Nusa Indah dengan melakukan wawancara langsung pada 10 orang lansia

yang sedang berkunjung ke Puskesmas Nusa Indah, didapatkan hasil bahwa

dari 10 orang lansia terdapat 2 orang dengan fungsi intelektual utuh, 5 orang

dengan penurunan fungsi intelektual ringan, 2 orang dengan kerusakan fungsi

intelektual sedang dan 1 orang dengan kerusakan fungsi intelektual berat.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian

tentang “Gambaran fungsi kognitif lansia di wilayah kerja Puskesmas Nusa

Indah”
1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah “bagaimanakah gambaran fungsi kognitif lansia di

wilayah kerja Puskesmas Nusa Indah?”

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran fungsi kognitif lansia di wilayah

kerja Puskesmas Nusa Indah

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui gambaran karakteristk lansia berdasarkan usia,

jenis kelamin dan pendidikan lansia di wilayah kerja Puskesmas

Nusa Indah

b. Untuk mengetahui gambaran fungsi kognitif lansia di wilayah kerja

Puskesmas Nusa Indah

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Teoritis

Dapat menambah ilmu pengetahuan bagi peneliti tentang

fungsi kognitif lansia dan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan masukan dalam pengembangan penelitian berikutnya.

1.4.2 Praktis

Dapat meningkatkan keterampilan dan kemampuan penulis

dalam pelayanan keperawatan gerontik pada pasien dengan gangguan

fungsi kognitif lansia


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Lanjut Usia

2.1.1 Definisi

Menua adalah suatu keadaan yang terjadi didalam kehidupan

manusia. Proses menua merupakan proses sepanjang hidup, tidak

hanya dimulai dari suatu waktu tertentu tetapi dimulai sejak permulaan

kehidupan. Menjadi tua merupakan proses alamiah, yang berarti

seseorang telah melalui tiga tahap kehidupannya, yaitu anak, dewasa

dan tua. Tiga tahap ini berbeda, baik secara biologis maupun

psikologis. Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran fisik

yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi

mulai ompong, pendengaran kurang jelas, pengelihatan semakin

memburuk, gerakan lambat dan figure tubuh yang tidak proporsional

(Nugroho, 2015).

2.1.2 Batasan–Batasan Usia

Menurut Nugroho (2015) mengutip beberapa pendapat yang

mengemukakan batasan usia sebagai berkut:

a. WHO

Lanjut usia meliputi :

Usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59

tahun
Lanjut usia (elderly) ialah usia antara 60 sampai 74 tahun

Lanjut usia tua (old) ialah usia antara 75 sampai 90 tahun

Usia sangat tua (very old) ialah usia di atas 90 tahun

b. Menurut Jos Masdani, kedewasaan dapat dibagi menjadi empat

bagian,

Pertama, fase inventus antara 25 sampai 40 tahun

Kedua, fase verilitas antara 40 dan 50 tahun

Ketiga, fase presenium antara 55 dan 65 tahun

Keempat, fase senium antara 65 tahun hingga tutup usia

c. Menurut undang-undang No. 13/tahun 1998 Bab I Pasal 1 ayat 2

berbunyi “lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60

(enam puluh) tahun ke atas.

2.1.3 Teori – Teori Proses Menua

a. Teori kejiwaan sosial, menurut Nugroho (2015) meliputi:

1) Aktivitas atau kegiatan (Activity Theory)

Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah

kegiatan secara langsung. Teori ini menyatakan bahwa pada

lanjut usia yang sukses adalah mereka yang aktif dan ikut

banyak dalam kegiatan sosial.

2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari

lanjut usia.

3) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu

agar tetap stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.


b. Teori pembebasan (Disengament Theory)

Putusnya pergaulan atau hubungan dengan masyarakat dan

kemunduran individu dengan individu lainnya. Teori ini

menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara

berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya

atau menarik diri dari pergaulan sekitarnya.

c. Teori Biologi

1) Teori genetik

Asumsi bahwa lama hidup ditentukan oleh informasi yang ada

pada molekul DNA pada gen dan sel pada saatnya akan

mengalami penurunan kemampuan fungsional sel. Faktor lain

yang menentukan batas usia, nutrisi, lingkungan, stres, sosio-

ekonomi.

2) Kerusakan pada DNA, terjadi kerusakan pada rantai molekul

DNA.

3) Teori Oto-Imun, sistem imun menjadi efektif dengan

bertambahnya usia dan masuknya organisme ke dalam tubuh

dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.

4) Faktor pekerjaan, kelebihan usaha dan stres menyebabkan sel-

sel tubuh lelah.


2.1.4 Aspek – Aspek Pada Lanjut Usia

a. Aspek Psikososial Penuaan

Psikososial penuan yang berhasil dicerminkan pada

kemampuan individu lansia beradaptasi terhadap penurunan

kemampuan fisik, sosial dan emosional serta bagaimana mencapai

kebahagiaan, kedamaian dan kepuasan hidup. Perubahan dalam

pola hidup tidak dapat dihindari sepanjang hidup, individu harus

memperlihatkan kemampuan untuk kembali bersemangat dan

keterampilan koping ketika menghadapi stres dan perubahan.

Ketakutan menjadi tua dan ketidakmampuan bagi kebanyakan

orang untuk menghadapi proses penuaan yang terjadi dapat

mencetuskan kepercayaan dan perasaan negatif (Nugroho, 2015).

b. Aspek Kognitif Penuaan

1) Intelegensi

Hidup maksimal yang dapat di capai manusia adalah 110

sampai 120 tahun. Tiap kemunduran intelegensi sebelum usia

50 tahun adalah abnormal dan patologis. Dalam kurun waktu 65

sampai 75 tahun di dapatkan kemunduran pada beberapa

kemampuan dengan perbedaan antara individu. Dari

pemeriksaan psikometrik didapatkan fungsi kognitif berkurang

dan bukan proses menua yang normal. Kemampuan intelektual

dan harapan hidup menunjukkan korelasi yang positif pada

lanjut usia didapatkan penurunan yang kontinu pada kecepatan


belajar, kecepatan memproses informasi baru dan kecepatan

bereaksi terhadap stimulus sederhana atau komplek.

2) Pembelajaran dan Memori

Kemampuan belajar dan menerima keterampilan dan

informasi akan menurun pada orang dewasa tua. Motivasi,

kecepatan kinerja, kesehatan yang buruk dan status fisik,

merupakan faktor penting yang mempengaruhi kemampuan

belajar. Ingatan merupakan bagian integral pembelajaran

(Nugroho, 2015). Pelupa merupakan keluhan yang sering

dikemukakan oleh lanjut usia dan seringkali dianggap biasa

oleh masyarakat disekitarnya.

Komponen yang mencakup ingatan diantaranya cakupan

ingatan jangka pendek, ingatan baru dan ingatan jangka

panjang, pengambilan informasi, resisten, referensi dan

mengingat (pemanggilan kembali) termasuk bagian penting

proses ingatan. Kehilangan indera, distraksi dan

ketidaktertarikan akan mengganggu pendapatan dan retensi

informasi.

c. Aspek Biologis

Aspek Biologis Pada individu yang telah lanjut usia, akan

mengalami beberapa penurunan tampilan dan fungsi fisik.

Perubahan tersebut meliputi :


1) Perubahan sel, jaringan dan organ yang dapat diukur dalam

bentuk dan susunan tubuh.

2) Perubahan kardiovaskuler di mana terjadi perubahan struktural

yang normal dari penuaan yang terjadi pada jantung dan sistem

vaskuler mengakibatkan kemampuannya untuk berfungsi secara

efisien menurun.

3) Perubahan sistem pernafasan yang mempengaruhi kapasitas dan

fungsi paru hal ini mengakibatkan penurunan toleransi terhadap

aktivitas dan kebutuhan untuk istirahat selama aktivitas.

4) Perubahan integumen berupa penurunan fungsi dan penampilan

kulit. Perubahan menyebabkan hilangnya kekenyalan dan kulit

menjadi keriput dan menggelambir.

5) Perubahan genitourinaria. Sistem genitourinaria tetap berfungsi

secara adekuat, meskipun terjadi penurunan massa ginjal.

Perubahan fungsi ginjal diantaranya penurunan laju filtrasi,

ketidakmampuan lansia menyongsong kandung kemih dengan

sempurna.

6) Perubahan gastrointestinal berupa motilitas yang melambat,

kehilangan gigi berkurang absorbsi nutrien di usus halus dan

konstipasi.

7) Perubahan muskuloskeletal berupa kehilangan densitas tulang

yang pada akhirnya mengakibatkan penurunan mobilitas,

keseimbangan dan fungsi organ internal.


8) Perubahan sistem persarafan, struktur dan fungsi sistem saraf

berubah dengan bertambahnya usia, berupa berkurangnya massa

otak progresif karena berkurangnya sel saraf yang tidak bisa

diganti, sehingga terjadi perlambatan respon dan waktu untuk

bereaksi, menurunya hubungan persarafan.

9) Perubahan sensorik. Terjadi gangguan pada pendengaran

terhadap sinar dan penurunan berfokus pada jarak jauh dan

dekat, kurang sensitif terhadap sentuhan

2.2 Kognitif pada Lansia

2.2.1 Pengertian

Kognitif berasal dari bahasa Latin, yaitu cognitio yang artinya

adalah berpikir. Hal ini merujuk kepada kemampuan seseorang dan

mengerti dunianya, yang dicapai dari sejumlah fungsi yang kompleks

termasuk orientasi terhadap waktu, tempat dan individu; kemampuan

aritmatika; pikiran abstrak; kemampuan fokus untuk berpikir logis

(Tucker, 2010)

Fungsi kognitif merupakan suatu proses mental manusia yang

meliputi perhatian, persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan memori.

Sebanyak 75% dari bagian otak besar merupakan area kognitif

(Darmojo, 2010)

Lumbantobing (2011), menyebutkan adanya perubahan

kognitif yang terjadi pada lansia, meliputi berkurangnya kemampuan

meningkatkan fungsi intelektual, berkurangnya efisiensi transmisi


saraf di otak (menyebabkan proses informasi melambat dan banyak

informasi hilang selama transmisi), berkurangnya kemampuan

mengakumulasi informasi baru dan mengambil informasi dari memori,

serta kemampuan mengingat kejadian masa lalu lebih baik

dibandingkan kemampuan mengingat kejadian yang baru saja terjadi.

Penurunan menyeluruh pada fungsi sistem saraf pusat

dipercaya sebagai kontributor utama perubahan dalam kemampuan

kognitif dan efisiensi dalam pemrosesan informasi (Feldman, 2009).

Penurunan terkait penuaan ditunjukkan dalam kecepatan,

memori jangka pendek, memori kerja dan memori jangka panjang.

Perubahan ini telah dihubungkan dengan perubahan pada struktur dan

fungsi otak. Raz dan Rodrigue menyebutkan garis besar dari berbagai

perubahan post mortem pada otak lanjut usia, meliputi volume dan

berat otak yang berkurang, pembesaran ventrikel dan pelebaran sulkus,

hilangnya sel-sel saraf di neokorteks, hipokampus dan serebelum,

penciutan saraf dan dismorfologi, pengurangan densitas sinaps,

kerusakan mitokondria dan penurunan kemampuan perbaikan DNA.

Raz dan Rodrigue juga menambahkan terjadinya hiperintensitas

substansia alba, yang bukan hanya di lobus frontalis, tapi juga dapat

menyebar hingga daerah posterior, akibat perfusi serebral yang

berkurang. Buruknya lobus frontalis seiring dengan penuaan telah

memunculkan hipotesis lobus frontalis, dengan asumsi penurunan

fungsi kognitif lansia adalah sama dibandingkan dengan pasien dengan


lesi lobus frontalis. Kedua populasi tersebut memperlihatkan gangguan

pada memori kerja, atensi dan fungsi eksekutif (Zulsita A, 2010).

2.2.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi kognitif

a. Jenis Kelamin

Wanita tampaknya lebih beresiko mengalami penurunan

kognitif. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks

endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah

ditemukan dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan

memori, seperti hipokampus. Rendahnya level estradiol dalam

tubuh telah dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan

memori verbal. Estradiol diperkirakan bersifat neuroprotektif dan

dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif serta terlihat

sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien

Alzheimer (Zulsita A, 2010).

b. Pendidikan

Banyak studi menunjukkan bahwa pendidikan yang lebih

tinggi, berisiko rendah menderita penyakit Alzheimer. Tingkat

fungsi intelektual premorbid mempengaruhi kemungkinan

penyembuhan fungsi kognitif dan respon terhadap rehabilitasi

(Bandiyah, 2012).

Tingkat pendidikan yang rendah berhubungan dengan

penurunan fungsi kognitif yang dapat terjadi lebih cepat


dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Diduga ada

beberapa mekanisme yang mendasari proses ini yaitu :

1) Hipotesis brain reverse, teori ini mengatakan bahwasannya

tingkat pendidikan dan penurunan fungsi kognitif karena usia

saling berhubungan karena keduanya didasarkan pada potensi

kognitif yang didapat sejak lahir.

2) Teori “use it or lose it”, teori mengatakan stimulus mental

selama dewasa merupakan proteksi dalam melawan penurunan

fungsi kognitif yang prematur. Pendidikan pada awal

kehidupan mempunyai pengaruh pada kehidupan selanjutnya

jika seseorang tersebut terus melanjutkan pendidikan untuk

menstimulasi mental yang diduga bermanfaat untuk neurokimia

dan pengaruh struktur otak (Bandiyah, 2012)

Satu teori menjelaskan tentang synaptic reserve hypothesis,

dimana orang yang berpendidikan tinggi mempunyai lebih banyak

synaps di otak dibanding orang yang berpendidikan rendah. Ketika

synap tersebut rusak karena ada proses penyakit Alzheimer maka

synap yang lain akan menggantikan tempat yang rusak tadi. Teori

ini berhubungan dengan cognitive reserve hypothesis dimana orang

yang beredukasi memiliki lebih banyak sinaps pada otak dan

mampu melakukan mengkompensasi dengan baik terhadap

hilangnya suatu kemampuan dengan menggunakan strategi

alternative pada tes yang didapati selama pelatihan selama


pendidikan, dengan demikian dapat diasumsikan orang yang

berpendidikan tinggi menurun fleksibilitas ini dalam test-taking

strategy.

c. Pekerjaan

Pekerjaan dapat mempercepat proses menua yaitu pada

pekerja keras/over working, seperti pada buruh kasar/petani.

Pekerjaan orang dapat mempengaruhi fungsi kognitifnya, dimana

pekerjaan yang terus-menerus melatih kapasitas otak dapat

membantu mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif dan

mencegah demensia (Fatmah, 2014)

d. Stroke

Baik stroke iskemik maupun hemoragik dapat

mengakibatkan kerusakan bahkan sampai kematian sel otak.

Akibat dari keadaan tersebut dapat timbul suatu kelainan klinis

sebagai akibat dari kerusakan sel otak pada bagian tertentu tetapi

juga dapat berakibat terganggunya proses aktivitas mental atau

fungsi kortikal luhur termasuk fungsi kognitif

Banyak penelitian yang telah dilakukan mengenai

gangguan kognitif dan demensia pasca stroke. Stroke selain

berhubungan dengan disability (ketidakmampuan) juga

berhubungan dengan perkembangan demensia. Tipe stroke silent

merupakan faktor risiko penting untuk terjadinya gangguan

kognitif. Dari hasil penelitiannya dikatakan bahwa stroke juga


berhubungan dengan terjadinya gangguan kognitif tanpa adanya

demensia (Darmojo, 2010)

Pasien stroke iskemik yang dirawat mempunyai risiko

paling sedikit lima kali untuk terjadinya demensia. Mekanisme

yang mendasari hubungan tersebut ada beberapa. Pertama stroke

secara langsung atau sebagian penyebab utama demensia, yang

secara umum diklasifikasikan sebagai demensia multi infark atau

demensia vaskuler. Kedua adanya stroke memacu onset terjadinya

demensia Alzheimer’s. lesi vascular pada otak termasuk perubahan

pada subtansi alba, lesi degenerasi Alzheimer’s dan usia sendiri

berpengaruh pada perkembangan dari demensia.

Faktor risiko demensia yang dihubungkan dengan stroke

belum diketahui secara lengkap, berbagai faktor gambaran stroke

(dysphasia, sindrom stroke dominan), karakteristik penderita

(tingkat pendidikan) dan penyakit kardiovaskular yang mendahului

berperan terhadap risiko tersebut (Darmojo, 2010)

e. Hipertensi

Mekanisme pasti terjadinya gangguan kognitif pada

hipertensi belum sepenuhnya dipahami. Suatu hipertensi

menyebabkan percepatan terjadinya arterosklerosis pada jaringan

otak yang berimplikasi pada gangguan kognitif, yang mana pada

penelitian sebelumnya ditunjukan adanya hubungan bermakna

antara derajat retinopati hipertensi sebagai akibat hipertensi lama


yang mana selain proses terjadinya vasokonstriksi pada pembuluh

darah retina sendiri juga peristiwa aterosklerosis.

Kapiler dan arteriola jaringan otak akan mengalami

penebalan dinding oleh karena terjadi deposisi hyaline dan

proliferasi tunika intima yang akan menyebabkan penyempitan

diameter lumen dan peningkatan resistensi pembuluh darah. Hal

tersebut memicu terjadinya gangguan perfusi serebral,

memungkinkan terjadinya iskemia berkelanjutan pada gangguan

aliran pembuluh darah yang kecil hingga timbul suatu infark

lakuner (Maryam, 2012)

Hipertensi kronik dapat menyebabkan gangguan fungsi

sawar otak yang menyebabkan peningkatan permeabilitas sawar

otak.hal ini akan menyebabkan jaringan otak khususnya substansi

alba menjadi lebih mudah mengalami kerusakan akibat adanya

stimulus dari luar (Pujarini, 2009).

Peningkatan tekanan darah sistolik mempengaruhi fungsi

kognitif terutama pada usia lanjut, dimana terjadinya gangguan

mikrosirkulasi dan disfungsi endotel juga berperan pada gangguan

fungsi kognitif pada hipertensi

f. Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus adalah sebuah penyakit metabolik yang

dapat mempunyai efek yang sangat merusak pada banyak organ di

dalam tubuh. Salah satu komplikasi diabetes mellitus adalah


disfungsi kognitif. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 dapat

mengalami gangguan kognitif (Maryam, 2012)

Pengendalian kadar gula darah berperan dalam menentukan

derajat disfungsi kognitif yang terdeteksi pada pasien dengan

diabetes tipe 2. Pasien dengan HbA1c lebih dari 7,0% mempunyai

peningkatan empat kali lipat mengalami gangguan kognitif ringan.

Pengendalian kadar glukosa yang buruk menyebabkan fungsi

kognitif yang buruk juga

Hipotesis mengenai patofisiologi yang mendasari disfungsi

kognitif pada pasien diabetes bermacam-macam, antara lain peran

hiperglikemia, penyakit vaskuler, hipoglikemia, resistensi insulin,

dan deposisi amiloid. Penyebab disfungsi kognitif pada pasien

diabetes merupakan kombinasi dari faktor-faktor tersebut,

tergantung tipe diabetes, komorbiditas, umur, dan tipe terapi

(Maryam, 2012)

g. Aktivitas fisik

Beberapa hipotesis yang menjelaskan tentang mekanisme

yang mendasari hubungan antara aktivitas fisik dan fungsi kognitif

masih belum dapat dipahami. Aktivitas fisik terlihat dapat

mempertahankan aliran darah otak dan mungkin juga

meningkatkan persediaan nutrisi otak. Selain itu kegiatan aktivitas

fisik juga diyakini untuk memfasilitasi metabolisme

neurotransmiter, dapat juga memicu perubahan aktivitas molekuler


dan seluler yang mendukung dan menjaga plastisitas otak. Bukti

dari suatu studi hewan telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik

berhubungan dengan seluler, molekul dan perubahan neurokimia.

Pengaruh yang diamati berhubungan dengan peningkatan

vaskularisasi di otak, peningkatan level dopamin, dan perubahan

molekuler pada faktor neutropik yang bermanfaat sebagai fungsi

neuroprotective (Darmojo, 2010)

Selain itu aktivitas fisik juga diduga menstimulasi faktor

tropik dan neuronal growth yang kemungkinan faktor-faktor ini

yang menghambat penurunan fungsi kognitif dan demensia

Aktivitas fisik kemungkinan mempertahankan kesehatan

vaskular otak dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan

profil lipoprotein, mendukung produksi endotel nitrat oksidasi dan

memastikan perfusi otak cukup. Demikian pula, muncul bukti

hubungan antara insulin dan amiloid menunjukkan bahwa manfaat

aktivitas aerobik pada resistensi insulin dan glucose intolerance,

mungkin ini merupakan mekanisme yang lain dimana aktivitas

fisik dapat mencegah atau menunda penurunan fungsi kognitif

h. Nutrisi

Berdasarkan penelitian di tiga kota di prancis dengan

subjek 8085 lansia usia ≥ 65 tahun tanpa demensia, didapatkan

bahwa konsumsi ikan, buah dan sayur dapat mengurangi risiko

segala penyebab demensia. Penelitian ini dimulai pada tahun 1999


menggunakan studi kohort dan diikuti selama 4 tahun. Hasilnya,

mengkonsumsi ikan setidaknya sekali dalam seminggu terbukti

mampu menurunkan risiko segala penyebab demensia (HR 0,65)

dibandingkan orang yang lebih jarang mengkonsumsi ikan.

Mengkonsumsi buah dan sayur setiap hari mempunyai hubungan

yang signifikan dalam menurunkan risiko segala penyebab

demensia (HR 0,72) dibandingkan dengan mereka yang jarang

makan buah dan sayur (Nelson, 2014)

i. Merokok

Penelitian menunjukkan bahwa merokok pada usia

pertengahan berhubungan dengan kejadian gangguan fungsi

kognitif pada usia lanjut, sedangkan status masih merokok

dihubungkan dengan peningkatan insiden demensia dan Alzheimer

Diseases. Pada penelitian lainnya didapatkan bahwa jumlah batang

rokok per-hari tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan

fungsi kognitif (Nelson, 2014)

Asupan nikotin, zat adiktif utama dalam rokok dapat

menguntungkan fungsi kognitif. Terutama atensi, belajar dan daya

ingat dengan memfasilitasi pelepasan asetilkolin, glutamate,

dopamine, noreepinefrin, serotonin dan GABA, tetapi terpapar

asap tembakau jangka panjang terbukti meningkatkan risiko

gangguan kognitif dan demensia dikemudian hari, termasuk

peningkatan infark otak silent, intensitas massa alba, kematian


neuron dan artrofi subkortikal. Merokok juga menurunkan kadar

antioksidan penangkap radikal bebas dalam sirkulasi,

meningkatkan respons inflamasi dan mengarah ke aterosklerosis

yang mempengaruhi permeabilitas sawar darah otak, aliran darah

otak dan metabolisme otak (Nelson, 2014)

2.2.3 Tahapan penurunan fungsi kognitif

Tiga tahapan penurunan fungsi kognitif pada usia lanjut,

dimulai dari yang masih dianggap normal sampai patologik dan pola

ini berujud sebagai spectrum mulai dari yang sangat ringan sampai

berat (demensia), yaitu : (1) mudah lupa (forgetfulness), (2) Mild

Cognitive Impairment (MCI), (3) Demensia (Soetedjo, 2008)

a. Mudah lupa (Forgetfulness)

Mudah lupa masih dianggap normal dan gangguan ini sering

dialami subyek usia lanjut. Frekuensinya meningkat sesuai

peningkatan usia. Lebih kurang 39% pada usia 50-60 tahun dan

angka ini menjadi 85% pada usia di atas 80 tahun. Istilah yang

sering digunakan dalam kelompok ini adalah Benign Senescent

Forgetfulness (BSF) atau Age Associated Memory Impairment

(AAMI). Ciri-ciri kognitifnya adalah proses berfikir melambat,

kurang menggunakan strategi memori yang tepat, kesulitan

memusatkan perhatian; mudah beralih pada hal yang kurang perlu,

memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar sesuatu yang


baru, memerlukan lebih banyak petunjuk/isyarat (clue) untuk

mengingat kembali

b. Mild Cognitive Impairment (MCI)

Mild Cognitive Impairment (MCI) bisa disebut sebagai fase

peralihan antara yang masih dianggap normal dan yang benar-benar

telab sakit. Dan rangkuman berbagai hasil riset di berbagai negara

prevalensi MCI berkisar antara 6,5 - 30% pada golongan usia di

atas 60 tahun. Kriteria diagnostik MCI adalah adanya gangguan

daya ingat (memori) yang tidak sesuai dengan usianya namun

belum demensia. Fungsi kognitif secara umum relatif normal,

demikian juga aktivitas hidup sehari–hari. Bila dibandingkan

dengan orang-orang yang usianya sebaya serta orang-orang dengan

pendidikan yang setara, maka terdapat gangguan yang jelas pada

proses belajar (learning) dan “delayed recall”. Bila dikur dengan

Clinical Dementia Rating (CDR), diperoleh hasil 0,5.

MCI merupakan faktor resiko untuk terjadinya demensia.

Rasio konversi dan MCI menjadi penyakit Alzheimer adalah 12%

per tahun dalam waktu 4 tahun, dibanding populasi normal yang

hanya 1-2% pertahun dalam waktu 10 tahun. Bila terdapat

gangguan memori berupa gangguan memori tunda (delayed recall)

atau mengalami kesulitan mengingat kembali sebuah informasi

walaupun telah diberikan bantuan isyarat padahal fungsi kognitif

secara umum masih normal, rnaka perlu dipikirkan diagnosis MCI.

Pada umumnya pasien MCI mengalami kemunduran dalam memori

baru. Namun diagnosis MCI tidak boleh diterapkan pada individu-

individu yang mempunyai gangguan psikiatrik lain, kesadaran yang


berkabut atau minum obat-obatan yang mempengaruhi sistem saraf

pusat

c. Demensia

Demensia diartikan sebagai gangguan fungsi intelektual atau

kognitif dengan sedikit atau tanpa gangguan kesadaran atau

persepsi. Menurut lCD 10 agar dapat digolongkan sebagai

demensia, kemunduran fungsi luhur harus sedemikian rupa

sehingga mengganggu fungsi pekerjaan, aktivitas sosial atau

hubungan dengan orang lain. Dalam DSM-IV (1994) demensia

didefinisikan sebagai sindroma (yang disebabkan berbagai

kelainan) yang ditandai dengan gangguan fungsi intelektual yang

sebelumnya lebih tinggi. Gangguan meliputi gangguan memori dan

gangguan kognitif lain termasuk berbahasa, orientasi, kemampuan

konstruksional, berfikir abstrak, pemecahan masalah dan

ketrampilan (praksis).

Gangguan ini harus cukup berat sehingga mengganggu

kemampuan okupasional/pekerjaan dan atau aktifitas sosial.

Perubahan kepribadian dan afek sering nampak, namun

kesadarannya tetap normal. Penderita dengan gangguan fungsi

kognitif tanpa adanya bukti penurunan fungsional tidak memenuhi

criteria demensia.

Frekuensi demensia pasca stroke ternyata lebih tinggi dari

yang diperkiraan, suatu serangan stroke dapat meningkatkan resiko

demensia 4 sampai 12 kali. Prevalensi demensia pasca stroke

diantara serangan stroke pertama kali dan stroke berulang sangat

bervariasi, antara 6% sampai 55% namun tidak semua pasien stroke


mengalami demensia. Diagnose demensia pasca stroke dibuat atas

dasar ada klinis demensia yang diketahui 3 bulan sesudah serangan

stroke akut , baik stroke rekuren atau serangan stroke pertama.

Ternyata risiko demensia pasca stroke lebih terkait dengan beratnya

abnormalitas white matter, atrofi dan faktor hemodinamik dari

pada karakteristik stroke itu sendiri.

2.2.4 Pengukuran fungsi kognitif

Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) adalah

salah satu alat pengkajian yang baku untuk mengevaluasi semua aspek

kognitif pada lansia. Alat ini memberikan skor numeric yang data

dipantau dari waktu ke waktu untuk membuat pengenalan dini

perubahan yang samar

Tabel 1
Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)

No Pertanyaan Benar Salah


1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ini ?
3 Apa nama tempat ini ?
4 Dimana alamat anda ?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir ?
7 Siapa presiden indonesia sekarang ?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama kecil ibu anda ?
10 Kurang 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
dari setiap angka baru , semua secara
menurun

Kesimpulan ( interprestasi hasil ) :


Salah 0 – 3 = fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 = kerusakaan intelektual ringan
Salah 6 - 8 = kerusakaan intelektual sedang
Salah 9 – 10= kerusakaan intelektual berat
2.3 Penelilitian Serupa

Penelitian yang serupa dengan penelitian “Gambaran fungsi kognitif lansia di

wilayah kerja Puskesmas Nusa Indah” yakni:

Tabel 2
Penelitian Serupa

No Nama Judul Variabel Metode Hasil


(Tahun) pemelitian
1 Ramadian Gambaran Fungsi Cross Hasil pemeriksaan
(2013) Fungsi Kognitif sectional MMSE dan TMT
Kognitif Pada pada lansia di tiga
Lansia di Tiga yayasan manula di
Yayasan kecamatan
Manula Di Kawangkoan
Kecamatan sebagian besar
Kawangkoan dengan hasil normal
pada MMSE dan
abnormal pada TMT
2 Coresa Gambaran Fungsi Cross Pemeriksaan MMSE
(2017) Fungsi Kognitif kognitif sectional di Unit Rehabilitasi
Pada Lansia di Sosial Pucang Gading
Unit Semarang sebagian
Rehabilitasi besar lansia dengan
Sosial Pucang hasil probable
Gading gangguan kognitif
Semarang yaitu 60,9% dan 22%
definitif gangguan
kognitif
3 Maryati Gambaran Fungsi Cross Dari hasil penelitian
(2013) Fungsi Kognitif sectional didapatkan data
Kognitif Pada hampir setengahnya
Lansia di Upt 46,7% lansia yang
Panti Werdha tinggal di UPT Panti
Mojopahit Werdha Mojopahit
Kabupaten Kabupaten
Mojokerto Mojokerto
mengalami
perubahan fungsi
kognitif berat
BAB III

METODE PENELITIAN

3.8 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif

yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan tujuan untuk menggambarkan

fenomena-fenomena yang ada saat melakukan penelitian yang meliputi fungsi

kognitif dan karakteristik responden (Umur, jenis kelamin dan pendidikan) di

ukur secara langsung dalam waktu yang bersamaan.

3.9 Populasi dan Sampel

3.9.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah seluruh lansia di wilayah kerja

Puskesmas Nusa Indah sebanyak 1.105 orang

3.9.2 Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang mewakili populasi.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling yatu

semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan

dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan

terpenuhi. Sampel yang dibutuhkan dalam peneltian ini sebanyak 50

orang. Dengan kriteria pemilihan sampel sebagai berikut

a. Kriteria Inklusi

 Lansia tinggal di wilayah kerja Puskesmas Nusa indah


 Lansia bisa baca tulis

 Lansia tidak mengalami gangguan pendengaran dan

penglihatan

 Lansia bersedia menjadi responden

b. Kriteria eksklusi

 Lansia yang tidak tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa

Indah

 Lansia tidak bisa baca tulis

 Lansia mengalami gangguan pendengaran dan penglihatan

 Lansia tidak bersedia menjadi responden


3.10 Definisi operasional penelitian

Tabel. 3
Definisi operasional

Skala
Variabel Definisi Operasinal Cara Ukur Alat ukur Hasil Ukur
Data
Fungsi Proses mental lansia Mengisi Kuesioner 0:Fungsi intelektual Ordinal
Kognitif yang meliputi Kuesoner utuh jika skor
Lansia perhatian, persepsi, salah 0-3
proses berpikir, 1:Kerusakan
pengetahuan dan intelektual ringan,
memori jika skor salah 4-5
2:Kerusakan
intelektual sedang,
jika skor salah 6-8
3:Kerusakan
intelektual berat,
jika skor salah 9-
10
Usia Lamanya masa Mengisi Kuesioner 0: 60-75 tahun Nominal
hidup responden Kuesoner 1: 76-90 tahun
secara tahun 2: > 90 tahun
kalender, yang
dihitung sejak
dilahrkan sampai
dengan saat
dilakukan penelitian
dalam tahun
Jenis Ciri atau sifat yang Mengisi Kuesioner 0: Laki-Laki Nominal
Kelamin mengekspresikan Kuesoner 1: Perempuann
seks berdasarkan
tanda yang dibawa
sejak lahir
Pendidikan Pendidikan formal Mengisi Kuesioner 0: Tidak Sekolah
tertinggi yang Kuesoner 1:Pendidikan Dasar, Ordinal
ditamatkan oleh ibu (SD, SMP)
berdasarkan ijazah 2: Pendidikan
terakhir Menengah (SMA
Sederajat)
3: Pendidikan tinggi
Tempat Tempat dimana Mengisi Kuesioner 0: Tinggal sendiri Nominal
Tinggal responden Kuesoner 1: tinggal dengan
berdomisili dan pasangan suami
melakukan interaksi dan istri
sosial dengan 2: Tinggal dengan
lingkungan keluarga lain
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Nusa Indah

pada tanggal 11 Mei s/d 31 Mei 2018.

3.2 Cara Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data primer

yang diperoleh dari wawancara langsung dengan responden menggunakan

kuesioner di Puskesmas Nusa Indah

3.3 Pengolahan Data dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

Teknik pengolahan data dilaksanakan setelah pengumpulan data

selesai dilakukan dengan maksud agar data yang dikumpulkan memiliki

sifat yang jelas, yang dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

a. Editing

Kegiatan dilakukan dengan mengumpulkan kuesioner, memeriksa

kembali kelengkapan data setiap kuesioner dan memastikan setiap

pertanyaan kuesioner telah di isi dengan benar dan lengkap.

b. Coding

Pada tahap ini peneliti melakukan kegiatan pemberian tanda, simbol

kode bagi tiap-tiap tanda.

c. Entry

Yakni jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam

bentuk kode (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau

software komputer.
d. Cleaning

Pada tahap ini peneliti melakukan pengecekan terhadap data apakah

ada kesalahan atau tidak. Bila ada kesalahan maka dibetulkan kembali

dengan tidak mengurangi nilai.

2. Analisis Data

Data didalam penelitian ini dianalisis secara univariat, yaitu

analisis yang dilakukan untuk memperoleh gambaran tentang

variable fungsi kognitif dan karakteristik lansia (Umur, jenis kelamin

dan penddikan) di wilayah kerja Puskesmas Nusa Indah dalam bentuk

tabulasi distribusi frekuensi

3.4 Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian seorang peneliti harus menerapkan etika

penelitian sebagai berikut:

1. Persetujuan riset

Merupakan proses pemberian informasi yang cukup dapat dimengerti

pada responden mengenai partisipasinya dalam suatu penelitian,hal ini

meliputi pemberian informasi kepada responden tentang hak-hak dan

tanggung jawab mereka dalam suatu penelitian dan mendokumentasikan

sifat kesepakatan dengan cara menandatangani lembar persetujuan.

2. Kerahasiaan

Tanggung jawab peneliti untuk melindungi semua informasi ataupun data

yang dikumpulkan selama dilakukannya penelitian. Informasi tersebut


hanya akan diketahui oleh peneliti dan pembimbing atas persetujuan

responden , dan hanya kelompok data tertentu saja yang akan disajikan

sebagai hasil penelitian.

3. Anonim

Tindakan merahasiakan nama peserta terkait dengan partisipasi mereka

dalam suatu proyek penelitian.

4. Keadilan

Merujuk pada kewajiban etik untuk memperlakukan setiap orang sesuai

dengan apa yang benar dan layak secara moral, untuk memberikan kepada

setiap orang apa yang layak baginya. Dalam etika penelitian yang

melibatkan subjek manusia, prinsip tersebut merujuk terutama pada

keadilan distributif, yang mewajibkan distribusi yang setara dalam hal

beban dan manfaat dari partisipasi dalam penelitian

5. Beneficience

Peneliti melaksanakan penelitian sesuai dengan prosedur penelitian guna

mendapatkan hasil penelitian yang bermanfaat semaksimal mungkin bagi

subjek penelitian dan dapat digeneralisasikan di tingkat populasi.

6. Nonmaleficience

Peneliti meminimalisasikan dampak yang merugikan bagi subjek


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Peneltian

4.1.1. Gambaran Umum Tempat Penelitian

a. Gambaran Geografis

Berdasarkan profil UPTD Puskesmas Nusa Indah,

Puskesmas Nusa Indah merupakan Puskesmas induk yang

berada di wilayah Kecamatan Nusa Indah Kota Bengkulu

yang terletak di Jl. Mawar Kel. Nusa Indah Kec. Ratu Agung

Kota Bengkulu dengan luas wilayah 4,50 Km, Puskesmas Nusa

Indah mempunyai 4 daerah binaan yaitu Kelurahan Tanah Patah,

Kelurahan Nusa Indah, Kelurahan Kebun Kenanga dan

Kelurahan Kebun Beler. Adapun batas-batas wilayah Kerja

Puskesmas Nusa Indah adalah sebelah utara berbatasan

dengan Kelurahan Padang Jati dan Kelurahan Jembatan Kecil,

sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Penurunan,

sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Penurunan,

sebelah timur berbatasan dengan Kelurahan Kebun Tebeng.

b. Gambaran Demografis

Sarana dan prasarana UPTD Puskesmas Nusa Indah

Kota Bengkulu berupa 1 gedung Puskesmas induk, 7 gedung

Puskesmas pembantu, kendaraan roda empat 1 unit,

kendaraan roda dua 2 unit dan didukung oleh penerangan

listrik, PDAM dan telepon. Jumlah sumberdaya kesehatan di


Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu yaitu Dokter Gigi 1

orang, Apoteker 2 orang, SKM 3 orang, S1 2 orang, Farmasi 2

orang, Gizi 2 orang, Perawat 3 orang, Bidan 18 orang. Jumlah

penduduk 24.261 jiwa dan jumlah KK 6.747 terdiri dari 4

kelurahan. Mayoritas penduduknya memiliki tingkat ekonomi

menengah kebawah dengan mata pencaharian sebagian besar

petani, buruh, pedagang dan sebagian kecil pegawai negeri.

Mayoritas tingkat pendidikan penduduk adalah menengah dan

mayoritas penduduk beragama Islam

4.1.2. Jalan Penelitian

Penelitian diawali dengan pengurusan surat izin ke

Universtas Bengkulu, Peneliti kemudian melanjutkan permohonan

izin ke ke Dinas Penanman Modal Dan Pelayanan Terpadu Satu

Pintu (DPMPTSP) Kota Bengkulu, setelah itu diteruskan Dinas

Kesehatan dan diteruskan ke Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu

sebagai tempat dilakukannya penelitian.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia di

wilayah kerja Puskesmas Nusa Indah sebanyak 1.105 orang.

Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling

yatu semua subjek yang datang dan memenuhi kriteria pemilihan

dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek yang diperlukan

terpenuhi. Sampel yang dibutuhkan dalam peneltian ini sebanyak 50

orang. Langkah awal yang dilakukan oleh peneliti adalah dengan

mewawancarai dan memberikan kuesioner pada lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Nusa Indah Kota Bengkulu, kemudian peneliti

memeriksa data di lembar kuesioner untuk dihitung score dari hasil


penyebaran kuesioner, kemudian dilakukan pengkodean hasil yang

diperoleh sesui dengan definisi operasional dan dimasukkan kedalam

lembar tabulasi dan lalu memasukkan data kedalam program

komputer SPSS dan siap untuk dilakukan analisa data secara

univariat

4.1.3. Karakteristik responden

a. Umur

Tabel 4
Gambaran Umur Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Nusa Indah Tahun 2018

Presentase
Umur Frekuensi
(%)
60-75 tahun 23 46,0
76-90 tahun 27 54,0
Total 50 100

Berdasarkan tabel diatas, dari 50 orang lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Nusa Indah lebih dari sebagian lansia (54,0%)

berusia 76-90 tahun

b. Jenis Kelamin

Tabel 5
Gambaran Jenis Kelamin Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Nusa Indah Tahun 2018

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase (%)


Laki-laki 29 58,0
Perempuan 21 42,0
Total 50 100,0
Berdasarkan tabel diatas, dari 50 orang lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Nusa Indah lebih dari sebagian lansia (58,0%)

berjenis kelamin laki-laki

c. Pendidikan

Tabel 6
Gambaran Pendikan Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Nusa Indah Tahun 2018

Presentase
Pendidikan Frekuensi
(%)
Tidak Sekolah 7 14,0
SD atau SMP 24 48,0
SMA 18 36,0
Pendidikan Tinggi 1 2,0
Total 50 100,0

Berdasarkan tabel diatas, dari 50 orang lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Nusa Indah hampir sebagian lansia (48,0%)

dengan pendidikan SD atau SMP

d. Tempat Tinggal

Tabel 7
Gambaran Tempat Tinggal Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Nusa Indah Tahun 2018

Presentase
Tempat Tinggal Frekuensi
(%)
Tinggal sendri 2 4,0
Tinggal bersama pasangan 21 42,0
Tinggal bersama keluarga 27 54,0
Total 50 100,0
Berdasarkan tabel diatas, dari 50 orang lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Nusa Indah lebih dari sebagian lansia (54,0%)

tinggal bersama keluarga.

4.1.4. Fungsi kognitif lansia

Tabel 8
Gambaran Fungsi Kognitif Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
Nusa Indah Tahun 2018

Presentase
Fungsi Kognitif Frekuensi
(%)
Fungsi Kognitif Utuh 8 16,0
Kerusakan Ringan 17 34.0
Kerusakan Sedang 15 30,0
Kerusakan Berat 10 20,0
Total 50 100,0

Berdasarkan tabel diatas, dari 50 orang lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Nusa Indah hampir sebagian lansia (34,0%) dengan

kerusakan fungsi kognitif ringan

4.2. Pembahasan

4.2.1. Karakteristik responden

a. Umur

Berdasarkan hasil penelitan, dari 50 orang lansia di

Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah lebih dari sebagian lansia

(54,0%) berusia 76-90 tahun. Orang dikatakan lansia jika

usianya lebih dari 60 tahun. Pada lansia mengalami proses

penuaan yang mengakibatkan perubahan perubahan fungsi pada

lansia. Semakin bertambahnya usia seseorang maka kecepatan

proses di pusat saraf semakin menurun yang dapat


mengakibatkan perubahan penurunan fungsi kognitif.

Kemunduran fungsi kognitif sebelum usia 50 tahun adalah

abnormal dan patologis.

Memasuki usia tua berarti mengalami kemunduran fisik

yang ditandai dengan kulit yang mengendur, rambut memutih,

gigi mulai ompong, pendengaran kurang jelas, pengelihatan

semakin memburuk, gerakan lambat dan figure tubuh yang tidak

proporsional (Nugroho, 2015).

Perubahan fungsi kognitif dialami hampir semua orang

yang mencapai usia 70-an tahun. Pada usia 65-75 tahun didapati

kemunduran pada beberapa kemampuan. Di atas usia 80 tahun

didapati kemunduran yang cukup banyak. Semakin bertambah

usia maka semakin besar peluang dan semakin berat gangguan

fungsi kognitif yang dialami lansia. Hal ini disebabkan karena

usia merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya

gangguan penurunan fungsi kognitif. Dalam hasil penelitian ini

rata-rata lansia yang berusia antara 60-74 tahun hanya

mengalami perubahan dalam beberapa kemampuan fungsi

kognitif, maka dari itu tidak semua lansia mengalami perubahan

fungsi kognitif berat.

b. Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel diatas, dari 50 orang lansia di Wilayah

Kerja Puskesmas Nusa Indah lebih dari sebagian lansia (58,0%)


berjenis kelamin laki-laki. Jenis kelamin adalah suatu sifat yang

dijadikan dasar untuk mengidentifikasi perbedaan antara laki-laki

dan perempuan berdasarkan perilaku, mental dan emosi.

Menurut Bandiyah (2009), faktor-faktor yang

mempengaruhi perubahan fungsi kognitif salah satunya adalah

jenis kelamin. Hal ini disebabkan karena usia harapan hidup

perempuan lebih lama dibandingkan laki-laki. Semakin tinggi

usia harapan hidup perempuan maka semakin lama kesempatan

lansia perempuan untuk hidup, sehingga semakin besar

kemungkinan mengalami gangguan penurunan fungsi kognitif.

Menurut Myers (2008) Wanita tampaknya lebih beresiko

mengalami penurunan kognitif. Hal ini disebabkan adanya

peranan level hormon seks dalam perubahan fungsi kognitif.

Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang

berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus.

Rendahnya level estradiol dalam tubuh telah dikaitkan dengan

penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal. Estradiol

diperkirakan bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi

kerusakan akibat stress oksidatif serta terlihat sebagai protektor

sel saraf

c. Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian, dari 50 orang lansia di

Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah hampir sebagian lansia


(48,0%) dengan pendidikan SD atau SMP. Hal tersebut terjadi

karena di Indonesia penduduk lanjut usianya memiliki

pendidikan yang masih relatif rendah karena presentase lanjut

usia yang belum pernah sekolah atau tidak menamatkan

sekolahnya lebih dari separuhnya (tidak pernah sekolah 26,84%;

tidak tamat SD 32,2%), sesuai dengan hasil Susenas tahun 2012.

Jumlah penduduk di pedesaan akan lebih banyak yang memiliki

pendidikan yang rendah karena jenis pekerjaan di pedesaan

bersifat informal dan tidak memiliki persyaratan pendidikan

formal. Hal tersebut dibuktikan dengan masih tingginya

presentase lansia yang bekerja di bidang pertanian.

Pendidikan juga mempengaruhi fungsi kognitif pada

lansia. Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan

seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan

pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan yang dimilikinya.

Dalam hal ini secara tidak langsung dapat meningkatkan fungsi

kognitif pada seseorang. Sebaliknya jika seseorang dengan

tingkat pendidikan yang rendah, akan menghambat

perkembangan fungsi kognitif seseorang terhadap penerimaan,

informasi dan hal-hal baru yang diterima.

Menurut Shadlen (2009), menyatakan bahwa seseorang

yang berpendidikan rendah mempunyai resiko terjadinya


gangguan fungsi kognitif dua kali lebih besar dibandingkan

dengan seseorang yang memiliki pendidikan tinggi.

Dapat kita pahami bahwa hubungan fungsi kognitif

dengan pendidikan sangat berpengaruh. Dimana jika semakin

tinggi pendidikan seseorang maka dapat meningkatkan

kemampuan fungsi kognitif pada lansia, hal ini disebabkan jika

seseorang yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi

seseorang akan lebih sering berpikir ataupun berkreasi dengan

bekal ilmu yang dimilikinya dan sebaliknya jika semakin rendah

pendidikan seseorang, maka seseorang kurang mampu untuk

berpikir dan berkreasi hal ini disebabkan karena rendahnya ilmu

yang dimilikinya membuat lansia jarang mampu mengasah

otaknya untuk menemukan hal hal baru yang dapat

mengakibatkan peluang terjadinya penurunan fungsi kognitif

berat pada lansia semakin besar.

d. Tempat Tinggal

Berdasarkan hasil penelitian, dari 50 orang lansia di

Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah lebih dari sebagian lansia

(54,0%) tinggal bersama keluarga

Tempat tinggal erat kaitannya dengan kualitas hidup

lansia, karena lansia yang tinggal bersama keluarga akan

memiliki dukungan keluarga yang lebih baik dibandingkan

dengan lasia yang tinggal sendri. Dukungan keluarga yang baik


akan mempengaruhi fungsi kognitif pada lansia. Hal ini dapat

dikarenakan dukungan keluarga yang kuat akan menambah

motivasi lansia untuk hidup lebih baik sehingga lansia memiiki

fungsi kognitif yang normal.

Hasil penelitian ini sesuai menurut Tamher (2009),

bahwa keluarga merupakan tempat berlindung yang paling

nyaman bagi lansia. Dukungan dari keluarga merupakan unsur

terpenting dalam membantu individu menyelesaikan masalah.

Apabila ada dukungan, rasa percaya diri akan bertambah dan

motivasi untuk menghadapi masalah yang terjadi akan

meningkat

4.2.2. Fungsi kognitif lansia

Fungsi kognitif merupakan suatu proses mental manusia yang

meliputi perhatian, persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan

memori. Sebanyak 75% dari bagian otak besar merupakan area

kognitif (Darmojo, 2010)

Berdasarkan hasil penelitian terdapat 8 orang (16,0%)

dengan fungsi kognitif utuh, 17 orang (34,0%) dengan kerusakan

fungsi kognitif ringan. Kerusakan fungsi kognitf ringan merupakan

tahap peralihan antara penurunan kognitif yang memang seharusnya

terjadi akibat penuaan normal dan penurunan yang lebih serius

akibat demensia. Hal ini dapat meliputi masalah atau gangguan

memori, bahasa, pemikiran dan pertimbangan yang lebih besar


daripada perubahan yang berkaitan dengan usia normal. Jika lansia

memiliki gangguan kognitif ringan, lansia mungkin menyadari

bahwa memori atau fungsi mental sudah mulai melemah. Keluarga

dan teman-teman dekat mungkin juga menyadari perubahan tersebut.

Tetapi umumnya perubahan ini tidak begitu parah sehingga tidak

akan mengganggu kehidupan sehari-hari dan rutinitas normal

Dari hasil penelitian terdapat 15 orang (30,0%) dengan

kerusakan fungsi kognitif sedang dan 10 orang (20,0%) dengan

kerusakan fungsi kognitif berat. Semakin berkurangnya fungsi

kognitif lansia maka akan menyebabkan beberapa perubahan pada

lansia yang meliputi kemampuan intelektual, memori, pengolahan

informasi dan kemampuan mengingat kejadan dimasa lalu.

Hal ini sesuai dengan teori menurut Lumbantobing (2011),

menyebutkan adanya perubahan kognitif yang terjadi pada lansia,

meliputi berkurangnya kemampuan meningkatkan fungsi intelektual,

berkurangnya efisiensi transmisi saraf di otak (menyebabkan proses

informasi melambat dan banyak informasi hilang selama transmisi),

berkurangnya kemampuan mengakumulasi informasi baru dan

mengambil informasi dari memori, serta kemampuan mengingat

kejadian masa lalu lebih baik dibandingkan kemampuan mengingat

kejadian yang baru saja terjadi

Hidup maksimal yang dapat di capai manusia adalah 110

sampai 120 tahun. Tiap kemunduran intelegensi sebelum usia 50


tahun adalah abnormal dan patologis. Dalam kurun waktu 65 sampai

75 tahun di dapatkan kemunduran pada beberapa kemampuan

dengan perbedaan antara individu. Dari pemeriksaan psikometrik

didapatkan fungsi kognitif berkurang dan bukan proses menua yang

normal. Kemampuan intelektual dan harapan hidup menunjukkan

korelasi yang positif pada lanjut usia didapatkan penurunan yang

kontinu pada kecepatan belajar, kecepatan memproses informasi

baru dan kecepatan bereaksi terhadap stimulus sederhana atau

komplek (Nugroho, 2015)

Kemampuan belajar dan menerima keterampilan dan

informasi akan menurun pada orang dewasa tua. Motivasi, kecepatan

kinerja, kesehatan yang buruk dan status fisik, merupakan faktor

penting yang mempengaruhi kemampuan belajar. Ingatan merupakan

bagian integral pembelajaran (Nugroho, 2015). Pelupa merupakan

keluhan yang sering dikemukakan oleh lanjut usia dan seringkali

dianggap biasa oleh masyarakat disekitarnya.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian gambaran fungsi kognitif lansia di

wilayah kerja Puskesmas Nusa Indah maka dapat disimpulkan bahwa:

a. Dari 50 orang lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah terdapat

23 orang (46,0%) orang lansia berusia 60-75 tahun dan 27 orang

(54,0%) lansia berusia 76-90 tahun

b. Dari 50 orang lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah terdapat

29 orang (58,0%) orang lansia berjenis kelamin laki-laki dan 21 orang

(42,0%) lansia berjenis kelamin perempuan

c. Dari 50 orang lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah terdapat 7

orang (14,0%) orang lansia tidak sekolah, 24 orang (48,0%) orang lansia

dengan pendidikan SD atau SMP, 18 orang (36,0%) orang lansia dengan

pendidikan SMA dan 1 orang (2,0%) orang lansia dengan pendidikan

tinggi

d. Dari 50 orang lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah terdapat 2

orang (4,0%) orang lansia tinggal sendiri, 21 orang (42,0%) orang lansia

tinggal bersama pasangan dan 27 orang (54,0%) orang lansia tinggal

bersama keluarga

e. Dari 50 orang lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah terdapat 8

orang (16,0%) orang lansia fungsi kognitif utuh, 17 orang (34,0%) orang
lansia dengan fungsi kognitif kerusakan ringan, 15 orang (30,0%) orang

lansia dengan fungsi kognitif kerusakan sedang dan 10 orang (20,0%)

orang lansia dengan fungsi kognitif kerusakan berat

5.2. Saran

a. Bagi Puskesmas Nusa Indah

Penelitian ini diharapakan dapat memberi informasi kepada

petugas kesehatan di Puskesmas Nusa Indah khususnya perawat agar

dapat melakukan peninggkatan pelayanan lansia untuk meningkatkan

fungsi kognitif lansia dengan meningkatkan pelayanan posyandu lansia,

melakukan kegiatan penyuluhan tentang penyakit pada lansia dan

melibatkan lansia dalam kegiatan yang berhubungan dengan

peningkatan taraf kesehatan lansia.

b. Bagi Institusi Pendidikan

Diharapkan karya tulis ilmiah ini dapat menjadi bahan bacaan

bagi mahasiswa dan juga lebih meningkatkan dan memperbanyak

literatur yang menunjang pada pembuatan Karya Tulis Ilmiah tentang

gambaran fungsi kognitif lansia

c. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapakan mampu memberi masukan pada

peneliti lain agar dapat mengembangkan penelitian ini untuk masa yang

akan datang dengan variabel yang berbeda.


Frequency Table

Umur

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 60-75 tahun 23 46.0 46.0 46.0

76-90 tahun 27 54.0 54.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-laki 29 58.0 58.0 58.0

Perempuan 21 42.0 42.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Pendidikan

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tidak Sekolah 7 14.0 14.0 14.0

SD atau SMP 24 48.0 48.0 62.0

SMA 18 36.0 36.0 98.0

Perguruan Tinggi 1 2.0 2.0 100.0

Total 50 100.0 100.0


Tempat Tinggal

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Tinggal sendri 2 4.0 4.0 4.0

Tinggal bersama pasangan 21 42.0 42.0 46.0

Tinggal bersama keluarga 27 54.0 54.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Fungsi Kognitif

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Kognitif Utuh 8 16.0 16.0 16.0

Kerusakan Ringan 17 34.0 34.0 50.0

Kerusakan Sedang 15 30.0 30.0 80.0

Kerusakan Berat 10 20.0 20.0 100.0

Total 50 100.0 100.0


KUESIONER
GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF LANSIA DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS NUSA INDAH

Nama :...................................................
Jenis kelamin : Laki-laki/ Perempuan
Umur : ...............Tahun
Pendidikan :
 Tidak Sekolah  SMA/ Sederajat
 SD/ Sederajat  Perguruan tinggi
 SMP/ Sederajat
Tempat tinggal:
 Tinggal sendri  Tinggal dengan
 Tinggal dengan pasangan keluarga
suami-isteri

A. Fungsi Kognitif Lansia

No Pertanyaan Benar Salah


1 Tanggal berapa hari ini ?
2 Hari apa sekarang ini ?
3 Apa nama tempat ini ?
4 Dimana alamat anda ?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir ?
7 Siapa presiden indonesia sekarang ?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama kecil ibu anda ?
Kurang 3 dari 20 dan tetap pengurangan 3
10 dari setiap angka baru , semua secara
menurun
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN

Saya yang bertandatangan dibawah ini:

Nama : ...................................................

Umur : ...................................................

Alamat : ...................................................

Menyatakan bersedia menjadi responden pada penelitian yang dilakukan


oleh mahasiswa Universitas Bengkulu Prodi Keperawatan Fakultas MIPA:
Nama : Agung Purnomo
NPM : F0H0 15004
Jurusan : Diploma III Vokasi Ilmu Kesehatan
Judul Skripsi : Gambaran Fungsi Kognitif Lansia Di Wilayah Kerja
Puskesmas Nusa Indah
Saya bersedia mengikuti semua kegiatan yang di laksanakan sesuai dengan
sistematika dan prosedur yang dilakukan dan menerima hasil yang diberikan.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa ada
unsur paksaan dari pihak manapun.

Bengkulu.....................2018
Responden

( )
LEMBAR PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN

Dengan Hormat,

Saya yang bertanda tangan dibawah ini, mahasiswa Universitas Bengkulu Prodi
Keperawatan Fakultas MIPA:
Nama : Agung Purnomo
NPM : F0H0 15004
Jurusan : Diploma III Vokasi Ilmu Kesehatan
Akan mengadakan penelitian dengan judul “Gambaran Fungsi Kognitif

Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Indah”. Bersama ini saya mohon

kepada ibu untuk bersedia menjadi responden dan berpartisipasi dalam penelitian

ini, dengan menandatangani lembar persetujuan serta menjawab pertanyaan yang

saya ajukan. Hasil jawaban yang ibu berikan akan saya jaga kerahasiaannya dan

akan digunkan untuk kepentingan penelitian.

Atas perhatian dan kerjasama ibu sebagai responden saya, saya ucapkan

terima kasih.

Peneliti

(Agung Purnomo)
FORMAT PENGUMPULAN DATA
GAMBARAN FUNGSI KOGNITIF LANSIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS NUSA INDAH KOTA BENGKULU
TAHUN 2018

JENIS
UMUR PENDIDIKAN TEMPAT TINGGAL FUNGSI KOGNITF
KELAMIN
NAMA
No SD Tinggal Tinggal
(INISIAL) 60-75 76-90 >90 Tidak Tinggal Kerusakan Kerusakan Kerusakan
L P atau SMA Perguruan Dengan Dengan Intelektual
Thn Thn Thn Sekolah Sendiri Ringan Sedang Berat
SMP Tinggi Pasangan Keluarga utuh
1 Ny. Y √ √ √ √ √
2 Tn. A √ √ √ √ √
3 Ny. R √ √ √ √ √
4 Tn. S √ √ √ √ √
5 Ny. R √ √ √ √ √
6 Tn. A √ √ √ √ √
7 Ny. M √ √ √ √ √
8 Tn. M √ √ √ √ √
9 Tn. S √ √ √ √ √
10 Tn. B √ √ √ √ √
11 Ny. A √ √ √ √ √
12 Tn. N √ √ √ √ √
13 Tn. Y √ √ √ √ √
14 Ny. B √ √ √ √ √
15 Ny. A √ √ √ √ √
16 Ny. D √ √ √ √ √
17 Tn. I √ √ √ √ √
18 Ny. M √ √ √ √ √
19 Ny. D √ √ √ √ √
20 Ny. Y √ √ √ √ √
21 Ny. S √ √ √ √ √
22 Ny. R √ √ √ √ √
23 Ny. Y √ √ √ √ √
24 Tn. F √ √ √ √ √
25 Tn. Y √ √ √ √ √
26 Ny. R √ √ √ √ √
27 Tn. N √ √ √ √ √
28 Tn. D √ √ √ √ √
29 Tn. E √ √ √ √ √
30 Tn. P √ √ √ √ √
31 Tn. B √ √ √ √ √
32 Ny. R √ √ √ √ √
33 Tn. U √ √ √ √ √
34 Tn. C √ √ √ √ √
35 Tn. B √ √ √ √ √
36 Ny. M √ √ √ √ √
37 Ny. W √ √ √ √ √
38 Tn. I √ √ √ √ √
39 Tn. M √ √ √ √ √
40 Ny. M √ √ √ √ √
41 Tn. A √ √ √ √ √
42 Tn. R √ √ √ √ √
43 Ny. A √ √ √ √ √
44 Tn. Y √ √ √ √ √
45 Tn. K √ √ √ √ √
46 Tn. M √ √ √ √ √
47 Ny. S √ √ √ √ √
48 Tn. D √ √ √ √ √
49 Tn. F √ √ √ √ √
50 Tn. R √ √ √ √ √

Anda mungkin juga menyukai