Anda di halaman 1dari 43

HUBUNGAN KETERBATASAN RUANG ISOLASI COVID-19

DENGAN TINGKAT STRESS PERAWAT


DI RS KENSARAS SEMARANG

SKRIPSI
Disusun untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar sarjana
keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang

Oleh :
AULIA RIZKA APRIATI
1907070

PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Corona virus disease tahun 2020 atau Covid-19 adalah jenis baru dari

Corona virus, selain memberikan dampak fisik dapat juga memiliki efek

serius pada kesehatan mental seseorang.(1) Berbagai gangguan psikologis telah

dilaporkan dan dipublikasi selama wabah Covid-19 di Cina, baik pada tingkat

individu, komunitas, nasional dan internasional. Pada tingakt individu, orang

lebih cenderung mengalami takut tertular dan mengalami gejala berat atau

sekarat, merasa tidak berdaya dan menjadi stereotip terhadap orang lain.

Pandemi bahkan menyebabkan krisis psikologis. (2)

Covid-19 sejak wabahnya di Wuhan, berdampak secara global ke

seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan ke-

Daruratan Internasional pada 30 Januari 2020 diikuti dengan pernyataan

sebagai;pendemi’ pada 11 Maret 2020. Saat ini belum ada pengobatan atau

vaksin tersedia untuk Covid-19, masih dalam proses untuk pengembangan

vaksin. Jumlah orang yang terinfeksi dan mereka yang meninggal meningkat

dari hari ke hari.(3)

Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan (Kemkes) diketahui

terdapat beberapa provinsi yang pemanfaatan tempat tidur di ruang isolasi


dan ICU tertinggi, yaitu di provinsi Jawa Barat, Yogyakarta, Banten, Jawa

Timur, Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan. Pada grafik bahwa persentase

penggunaan tempat isolasi di Indonesia pada bulan Desember sebesar 62,63

persen, sedangkan penggunaan ICU adalah 55,6 persen per 27 Desember

2020(Lenny Tristia Tambun, 2021). Jumlah ketersediaan ruang isolasi khusus

pasien covid-19 di indonesia khususnya di rumah sakit Wisma Altet Jakarta

saat ini hanya tersisa 17 % (10). Data dari kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah

terdapat 40% tempat isolasi maupun icu rumah sakit Pemprov Jateng yang

sudah terisi, Di Jawa Tengah terdapat 31 lokasi dengan kapasistas 6936 untuk

fasilitas karantina (11).

Kecemasan adalah reaksi normal terhadap situasi yang mengancam dan

tidak terduga seperti pandemic corona virus. Kemungkinan reaksi yang

berhubungan dengan stress sebagai respons terhadap pandemic corona virus

dapat mencakup perubahan konsentrasi, iritabilitas, kecemasan, insomnia,

berkurangnya produktifitas dan konflik antar pribadi, tetapi khususnya

berlaku untuk kelompok yang langsung terkena dampak (misalnya tenaga

professional kesehatan). Selain ancaman oleh virus itu sendiri tidak ada

keraguan bahwa tindakan karantina yang dilakukan di banyak Negara,

memiliki efek psikologis negative, semakin meningkatkan gejala stress.

Tingkat keparahan gejala sebagian tergantung pada durasi dan luas karantina,

perasaan kesepian, ketakutan terinfeksi, informasi yang memadai dan stigma,

pada kelompok yang rentan termasuk gangguan kejiwaan, petugas kesehatan

dan orang dengan status ekonomi rendah.(4)


Ketidakpastian umum, ancaman kesehatan individu, serta tindakan

karantina dapat memperburuk kondisi yang sudah ada sebelumnya seperti

depresi, kecemasan dan gangguan stress pasca trauma. Selain itu, resiko

penularan penyakit dapat meningkatkan ketakutan kontaminasi pada social

dan pasien dengan gangguan obsesif-komolusif dan hipokondria, atau

individu dengan riwayat ide paranoid. Meskipun tindakan karantina

melindungi terhadap penyebaran virus corona, mereka memerlukan isolasi

dan kesepian yang menimbulkan tekanan psikososial utama dan mungkin

dapat memicu atau memperburuk penyakit mental. (5)

Harus diakui bahwa banyak petugas kesehatan berada di garis depan

wabah corona virus. Perlu memperhatikan professional kesehatan yang

bekerja di unit gawat darurat atau perawatan intensif dengan beban kerja yang

lebih berat dan lebih stress daripada biasanya karena yang dirawat adalah

pasien covid-19.(6) Covid-19 telah menyebabkan krisis kesehatan global

dengan meningkatnya jumlah orang yang terinfeksi dan meninggal setiap

hari. Berbagai Negara telah mencoba mengendalikan penyebarannya dengan

menerapkan prinsip-prinsip dasar pengelompokan dan pengujian social.

Profesional kesehatan telah menjadi pekerja garis depan secara global dalam

menghadapi persiapan dan pengelolaan pandemic ini.(7)

Penelitian terbaru melaporkan bahwa orang dengan pengalaman isolasi

dan karantina memiliki peruahan signifikan pada tingkat kecemasan,

kemarahan, kebingungan dan stress.(8) Masyarakat diluar tempat karatina

mengalami ketakutan tertular karena pengetahuan tentang Covid-19 tang


terbatas atau salah. Penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa kondisi

wabah infeksi, seperti sindroma pernafasan akut yang parah (SARS) yang

mirip dengan pendemi Covid-19, telah memberikan beban psikologis kapeda

para petugas kesehatan seperti kecemasan, depresi, serangan panic, atau

gejala psikotik.(9) Penelitian sebelumnua telah menyatakan bahwa gangguan

mental dari suatu bencana besar memiliki dampak yang lebih luas dan lebih

lama dibandingkan dengan cedera fisik, sedangkan perhatian pada kesehatan

mental jauh lebih sedikit, baik dari segi pengadaan personel untuk

perencanaan dan sumber daya.(1)

Hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada Januari 2021 di ruang

isolasi khusus pasien covid 19 terdapat 16 perawat yang bertugas, dimana

hasil wawancara pada 5 perawat terdapat 4 perawat mengatakan tidak

semangat bekerja, dan seorang perawat mengatakan sering merasa lelah,

gemetaran, cemas, gelisah dan mengatakan sering merasakan sakit kepala.

Selain itu perawat mengeluh karena minimnya ketersediaan dari APD, selain

beban kerja menjadi lebih banyak, resiko bekerja di ruang sioalasi menambah

berat beban mental karena banyak perawat merasa akan dihakimi bekerja di

ruangan tersebut dan ketersediaan ruangan isolasi khusus covid 19 di Rumah

Sakit Ken Saras sangat terbatas dimana hanya terdapat 1 ruang khusus pasien

covid yang terdiri dari 13 bed dengan 2 bed dengan pro ventilator. Data pada

bulan Januari 2021 telah terisi penuh dengan pasien covid.

Tinjuan sistematis terkait factor penyebab stress diperlukan untuk

memberikan pemahaman dan masukan untuk kebijakan yang strategis guna


peningkatan kewaspadaan dan manajemen diri agar terhindar dari gangguan

psikologis berupa stress dimasa pandemic covid-19. Berdasarkan latar

belakang tersebut peneliti tertarik melakukan sebuah penelitian mengenai

“Hubungan Keterbatasan Ruang Isolasi Covid-19 Dengan Tingkat Stress

Perawat Di RS Ken Saras Semarang”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas peneliti membuat rumusan masalah : “Bagaimana

hubungan keterbatasan ruang isolasi covid-19 dengan tingkat stress perawat

di RS Ken Saras Semarang”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan keterbatasan ruang isolasi covid-19 dengan tingkat

stress perawat di RS Ken Saras Semarang

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan keterbatasan ruangan isolasi covid-19 di RS Ken

Saras Semarang

b. Mendiskripsikan tingkat stress kerja perawat di RS Ken Saras

Semarang

c. Menganalisa hubungan keterbatasan ruang isolasi covid-19 dengan

tingkat stress perawat di RS Ken Saras Semarang

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi perawat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi satu bahan informasi dan

perawat dapat lebih memahami kondisi dirinya khususnya yang

berhubungan dengan covid-19, sehingga dapat meminimalisasi terjadinya

stress dalam waktu yang lama dalam bekerja diharapkan dapat

mengurangi kesalahan dan kekeliruan pada saat bekerja.

2. Bagi rumah sakit

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan informasu bagi rumah

sakit untuk dapat lebih memahami tingkat stress dalam menghadapi

isolasi pasien covid-19, factor penyebab terjadinya stress perawat

sehingga dapat meminimalisir terjadinya stress kerja pada perawat.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini merupakan salah satu aplikasi ilmu kesehatan yang

diperoleh untuk memberikan bukti klinis dan masukan untuk peningkatan

kewaspadaan dan manajemen terhindar dari stress dimasa pendemi covid-

19.

E. Originalitas Penelitian

Tabel 1.1 Originalitas Penelitian


Peneliti / Judul Hasil Perbedaan

Tahun
Susanto Amaris Dampak Variabel sosio- Metode penelitian
Novita B, 2020 gangguan demografi antara terdahulu dengan
kesehatan lain usia, jenis pencarian artikel
mental pada kelamin, jenis dilakukan data base.
petugas profesi, jenjang Metode penelitian
kesehatan karier dan tempat sekarang
selama bekerja. Gangguan observasional dengan
pandemic kesehatan mental pendekatan
corona virus seperti mental crosssectional
desease 2019 seperti kecemasan,
depresi, stress,
post-traumatic
stress disorder
(PTSD), insomnia,
somatisasi, gejala
obseif-kompulsif,
efikasidiri,
sensitivitas
interpersonal,
photic anxiety dan
lekas marah
disebabkan karena
kurang dukungan
social, kurang
informasi tentang
covid-19.
Rosyanti L, Dampak Hasil penelitian Metode penelitian,
Hadi I, 2020 Psikologis menunjukkan terdahulu dengan
dalam petugas kesehatan health information
memberikan mengalami jurnal penelitian
perawatan dan kesulitan Metode penelitian
layanan mempertahankan observasional
kesehatan kondisi kesehatan pendekatan cross
pasien covid-19 fisik dan mental sectional
pada tenaga yang beresiko
professional mengalami
kesehatan gangguan
psikologis.
Yustisia N. Adaptasi Hasil dari Metode penelitian,
Utama perilaku caring penelitian ini jenis deskriptif.
Anggriani T, perawat pada didapatkan Metode penelitian
Aprilatutini T, pasien covid-19 partisipan telah sekarang
2020 di ruang isolasi menerapkan observasional
system caring yaitu pendekatan cross
sikap peduli, sectional
bertanggungjwaba,
ramah, sikap
tenang, sabar,
selalu siap sedai,
memberi motivasi,
sikap empati
terhadap pasien
covid-19 dan
keluarga, walaupun
ada rasa khawatir
dan cemas dalam
diri partisipan.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Stress

a. Pengertian Stress

Stres merupakan keadaan ketika seseorang merasa

ketidaknyamanan mental dan batin yang disebabkan oleh perasaan

tertekan. Definisi stres menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

gangguan atau kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh

faktor ekstrinsik.(10) Menurut American Institute of Stress, tidak ada

definisi yang pasti untuk stres karena setiap individu akan memiliki

reaksi yang berbeda terhadap stres yang sama. Stres bersifat individu

dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak adanya keseimbangan

antara daya tahan mental individu dengan beban stres yang dirasakan.
(11)
Stres juga bisa berarti ketegangan, tekanan batin, tegangan, dan

konflik yang berarti: (12)

1. Reaksi atau respon tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan

mental atau beban kehidupan).

2. Kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu

ketegangan dalam diri seseorang.


3. Reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan,

perubahan, ketegangan emosi dan lain-lain.

4. Reaksi tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan

tuntutan kehidupan yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun

penampilan individu di dalam lingkungan tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut peneliti dapat menyimpulkan

stres merupakan : sebuah respon yang dialami setiap individu dan akan

menimbulkan dampak , baik itu dampak positif dan dampak negatif

apabila stres tersebut tidak bisa di tangani

b. Penyebab Stres

Sumber stres atau penyebab stres dikenali sebagai stresor.

Stresor adalah segala situasi atau pemicu yang menyebabkan individu


(11)
merasa tertekan atau terancam. Penyebab stresor dapat di bagi

menjadi dua, yaitu stresor eksternal dan stresor internal. Stresor

eksternal merupakan stresor berasal dari luar individu seperti stresor

yang berada di lingkungan dan stresor sosial yaitu tekanan dari luar

disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungannya, banyak

stresor sosial yang bersifat traumatic yang tak dapat dihindari, seperti

kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pensiun dari

pekerjaan, perceraian, masalah keuangan, pindah rumah dan lain-lain.

Sedangkan stresor internal merupakan stresor yang berasal dari dari

dalam individu seperti stresor psikologis tekanan dari dalam diri

individu biasanya yang bersifat negatif seperti frustasi, kecemasan


(anxiety), rasa bersalah, kuatir berlebihan, marah, benci, sedih,

cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa rendah diri. (13) Stresor

biologis seperti pelepasan neurotrasmitters saat stres dari kelenjar

adrenal, medula yaitu epinefrin dan norepinefrin dalam respon terhadap

stres. Pelepasan neurotrans mitter menyebabkan efek fisiologis seperti

denyut jantung meningkat, peningkatan kewaspadaan dan lain-lain.

c. Tanda dan Gejala Stress

Stres dapat mempengaruhi tubuh dan jiwa seseorang. Saat

seseorang mengalami stres tubuh, jiwa dan perilaku individu akan

menampakkan tanda-tanda dan gejala stres. Robbins (2009)

menggambarkan suatu model yang dapat menggambarkan faktor-

faktor yang berpengaruh terhadap stress dan dampak yang

ditimbulkan dari adanya stress tersebut. Model ini

mengidentifikasikan tiga perangkat faktor yaitu lingkungan,

organisasional, dan individual yang menjadi sumber potensial dari

stress.(14) Penderita yang mengalami stress dengan berbagai

penyebabnya akan menimbulkan dampak yang bersifat fisiologis,

psikologis, dan perilakunya.(15)

Tanda dan gejala fisik yang muncul akibat stres adalah mudah

lelah, meningkatnya denyut jantung, insomnia, nyeri kepala,

berdebardebar, nyeri dada, napas pendek, gangguan lambung, mual,

tremor, ekstremitas dingin,wajah terasa panas, berkeringat, sering flu,


menstruasi terganggu, otot kaku dan tegang terutama pada bagian

leher, bahu dan punggung.(15)

Tanda dan gejala psikologis stres : kecemasan, ketegangan,

kebingungan dan mudah tersinggung, menangis tiba-tiba, perasaan

frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian), sensitif dan

hyperreactivity, phobia, menarik diri dari pergaulan, menghindari

kegiatan yang sebelumnya disenangi, dan kehilangan konsentrasi,

kehilangan spontanitas dan kreativitas serta menurunnya rasa percaya

diri. (15)

Tanda dan gejala perilaku dari stres adalah: gelisah, selalu

mondar-mandir, menurunnya prestasi (performance) dan

produktivitas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan

obatobatan, perubahan pola makan mengarah ke obesitas, perilaku

makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri

dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, berjudi, meningkatnya

agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas, menurunnya kualitas

hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman serta

kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.(15) Pengalaman stres

sangat individual. Stresor yang sama akan dinilai berbeda oleh setiap

individual. Demikian pula, gejala dan tanda-tanda stres akan berbeda

pada setiap individu.(16)

d. Tingkat Stress
Klasifikasi stres dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu stres ringan,

sedang dan berat.(17)

1. Stres ringan

Pada tingkat stres ringan adalah stres yang tidak merusak

aspek fisiologis dari seseorang. Stres ringan umumnya dirasakan

oleh setiap orang misalnya lupa, ketiduran, dikritik, dan kemacetan.

Stres ringan sering terjadi pada kehidupan seharihari dan kondisi

dapat membantu individu menjadi waspada. Situasi ini tidak akan

menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.

2. Stres sedang

Stres sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga

beberapa hari. Respon dari tingkat stres ini didapat gangguan pada

lambung dan usus misalnya maag, buang air besar tidak teratur,

ketegangan pada otot, gangguan pola tidur, perubahan siklus

menstruasi, daya konsentrasi dan daya ingat menurun. Contoh dari

stresor yang menimbulkan stres sedang adalah kesepakatan yang

belum selesai, beban kerja yang berlebihan, mengharapkan

pekerjaan baru, dan anggota keluarga yang pergi dalam waktu yang

lama.

3. Stres berat

Stres berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu

sampai beberapa tahun. Respon dari tingkat stres ini didapat

gangguan pencernaan berat, debar jantung semakin meningkat,


sesak napas, tremor, persaan cemas dan takut meningkat, mudah

bingung dan panik. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan

stres berat adalah hubungan suami istri yang tidak harmonis,

kesulitan finansial, dan penyakit fisik yang lama.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkatan stress

ada 3,yaitu : stres ringan, stres sedang, dan stres berat. Masing – masing

tingkatan stress memiliki dampak tanda dan gejala fisiologis serta

psikologis yang berbeda

e. Tahapan Stress

Stres yang dialami seseorang dapat melalui beberapa tahapan,

menurut Priyoto tahapan stres dibagi menjadi enam tahap, yaitu:

1. Tahap Pertama Merupakan tahapan stres yang paling rendah yang

ditandai dengan semangat bekerja yang besar, penglihatan tajam

tidak sebagaimana umumnya, merasa senang dengan pekerjaan, akan

tetapi tanpa disadari cadangan energi yang dimiliki semakin menipis.

2. Tahap Kedua Pada tahap kedua ini seseorang memiliki ciri-ciri,

yakni adanya perasaan letih sewaktu bangun pagi yang seharusnya

segar, merasa mudah lelah setelah makan siang, cepat lelah

menjelang sore, sering mengeluh perut atau lambung tidak nyaman,

detakan jantung lebih keras dari biasanya, otot punggung semakin

tegang, dan tidak bisa santai.

3. Tahap Ketiga Pada proses tahap ketiga ini seseorang memiliki ciri-

ciri, yakni adanya gangguan lambung dan usus seperti maag, buang
air tidak teratur, ketegangan otot semakin terasa, mengalami

gangguan pola tidur (insomnia), perasaan ketidaktenangan semakin

meningkat, dan koordinasi tubuh terganggu.

4. Tahap Keempat Pada proses tahap keempat ini seseorang memiliki

ciri-ciri tidak mampu melaksanakan kegiatan sehari-hari, segala

pekerjaan yang menyenangkan terasa membosankan, kehilangan

kemampuan untuk merespon secara kuat, mengalami gangguan pola

tidur, dan sering mengalami perasaan ketakutan dan kecemasan yang

tidak dapat dijelaskan penyebabnya.

5. Tahap Kelima Pada proses tahap kelima ini seseorang memiliki ciri-

ciri kelelahan fisik yang mendalam, tidak dapat menyelesaikan

pekerjaan sehari-hari yang ringan dan sederhana, mengalami

gangguan sistem pencernaan yang berat, dan kecemasan semakin

meningkat.

6. Tahap Keenam Pada proses tahap keenam ini seseorang mengalami

panik dan perasaan takut mati dengan ditemukan gejala seperti detak

jantung semakin tinggi, susah bernafas, kemungkinan terjadi kolaps

atau pingsan, serta tubuh terasa gemetar dan berkeringat

f. Faktor yang mempengaruhi Stres

Menurut Hardjana, faktor-faktor stres dapat dibagi sebagai

berikut: a. Faktor Internal


Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dalam diri

seseorang. Seseorang dapat mengalami stres lewat penyakit (illness)

dan pertentangan (conflict).

1. Penyakit (illness)

Menderita penyakit membawa tuntutan fisik dan tuntutan

psiskologis pada orang yang menderitanya. Tinggi-rendah dan

berat ringannya tuntutan tergantung dari macam penyakit dan

umur orang yang menderita. Penyakit ringan pada umumnya

mendatangkan stres rendah saja. Tetapi penyakit berat seperti

operasi jantung serius tidak hanya membutuhkan penyembuhan,

tetapi juga mengharuskan perubahan cara hidup sesudahnya dan

pada umumnya mengakibatkan kadar stres yang dialami semakin

tinggi. Pada usia muda daya tahan terhadap penyakit lebih kuat

daripada 20 usia lanjut, maka terhadap penyakit yang sama rasa

stres pada usia muda dan usia lanjut bisa berbeda.

2. Pertentangan (conflict)

Hidup ini berupa berbagai pilihan dan terjadi lewat proses, serta

langkah memilih. Dalam proses memilih itulah terjadi

pertentangan (conflict), karena ada dua kekuatan motivasi yang

berbeda bahkan berlawanan. Berhadapan dengan dorongan

memilih yang berbeda dan berlawanan itu orang mengalami stres.

Saat membuat pilihan, ada dua dorongan: yang satu mendekat

(approach) dan yang lain menghindar (avoidance). Dua dorongan


ini memunculkan tiga macam pertentangan konflik. Ada

pertentangan antara mendekati dan mendekati (approach-

approach conflict), konflik ini terjadi bila kita berhadapan dengan

dua pilihan yang samasama baik. Bentuk pertentangan kedua

adalah pilihan antara dua hal yang samasama tidak diinginkan

(avoidance-avoidance conflict). Bentuk konflik ketiga adalah

pendekatan dan penghindaran (approach-avoidance conflict),

yakni pilihan antara yang diinginkan dan yang tidak diinginkan.

b. Faktor Eksternal

1. Keluarga

Keluarga dapat menjadi sumber stres. Stres dalam keluarga

dapat diakibatkan oleh adanya konflik dalam keluarga,

seperti keinginan dan cita-cita yang berlawanan, sifat-sifat

yang tak dapat dipadukan, serta perilaku yang tidak

mengenakkan dan tidak terkendali. Keluarga juga dapat

menjadi sumber stres, karena peristiwaperistiwa yang

berkaitan dengan anggota keluarga, seperti bertambahnya

anggota keluarga dengan kelahiran anak, anggota keluarga

yang sakit, dan juga kematian anggota keluarga dapat

mendatangkan stres yang tinggi bagi para anggota keluarga

yang ditinggalkan.

2. Lingkungan
Individu mempunyai dua lingkungan yang pokok. Yang

pertama adalah lingkungan kerja dan yang kedua adalah

lingkungan hidup. Lingkungan kerja dapat menjadi sumber

stres, karena beberapa alasan antara lain tuntutan kerja,

tanggung jawab kerja, lingkungan fisik kerja, rasa kurang

memiliki pengendalian (insufficient control), kurang

pengakuan dan peningkatan jenjang karier, hubungan antar

manusia yang buruk, dan rasa kurang aman dalam bekerja.

Lingkungan tempat sehari-hari tinggal juga dapat

mempengaruhi tingkat stres. Lingkungan yang tidak padat

pun bisa menjadi sumber stres bila lingkungan di sekitar

individu penuh dengan suara bising dan keras di luar yang

bisa dikendalikan. Stres juga dapat dipengaruhi bila udara di

lingkungan tempat tinggal individu tercemar zat beracun

dan airnya terpolusi zat beracun.

Menurut Smet faktor-faktor yang dapat berpengaruh

terhadap stres dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Variabel dalam kondisi individu: umur, tahap kehidupan, jenis

kelamin, temperamen, faktor-faktor genetik, intelegensi,

pendidikan, suku, kebudayaan, status ekonomi, dan kondisi

fisik.
2. Karakteristik kepribadian: introvert-ekstrovert, stabilitas emosi

secara umum, tipe A, kepribadian „ketabahan‟ (hardiness),

locus of control, kekebalan, ketahanan.

3. Variabel sosial-kognitif: dukungan sosial yang dirasakan,

jaringan sosial, kontrol pribadi yang dirasakan.

4. Hubungan dengan lingkungan sosial, dukungan sosial yang

diterima, integrasi dalam jaringan sosial.

5. Strategi coping.

Jadi dapat disimpulkan berdasarkan penjabaran tokoh-tokoh

diatas, faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap stres adalah

penyakit (illness), pertentangan (conflict), keluarga, lingkungan,

variabel dalam kondisi individu, karakteristik kepribadian, variabel

sosial-kognitif, hubungan dengan lingkungan sosial, dan strategi

coping

g. Pengukuran Tingkat Stress

Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres

yang dialami seseorang.(18) Tingkatan stress ini diukur dengan

menggunakan Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) dari

Lovibond & Lovibond. Psychometric Properties of the Depression

Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) terdiri 42 item pernyataan. DASS

adalah seperangkat skala subjektif yang dibentuk untuk mengukur

status emosional negatif dari depresi, kecemasan dan stres. DASS 42

dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara konvensional mengenai


status emosional, tetapi untuk proses yang lebih lanjut untuk

pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari

status emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres.

DASS dapat digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk

tujuan penelitian.(19)

DASS mempunyai tingkatan discrimant validity dan mempunyai

nilai reliabilitas sebesar 0,91 yang diolah berdasarkan penilaian

Cronbach’s Alpha.23 Tingkatan stres pada instrumen ini berupa

normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric Properties of

The Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item,

mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku.

Jumlah skor dari pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29

(normal); 30-59 (ringan); 60-89 (sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat

berat).(10) Adapun alternatif jawaban yang digunakan dan skala

penilaiannya adalah sebagai berikut:

Skala Alternatif Jawaban

No Alternatif Jawaban Skor


1 Tidak pernah 0
2 Kadang-kadang 1
3 Sering 2
4 Selalu 3
h. Reaksi terhadap Stress

a. Aspek Fisiologis
Walter Canon (dalam sarafino) memberikan deskripsi mengenai

bagaiman reaksi tubuh terhadap suatu peristiwa yang mengancam. Ia

menyebutkan reaksi tersebut sebagai fight-or-fight response karena

respon fisiologis mempersiapkan individu untuk menghadapi atau

menghindari situasi yang mengancam tersebut. Fight-or-fight

response menyebabkan individu dapat berespon dengan cepat

terhadap situasi yang mengancam. Akan tetapi bila arousal yang

tinggi terus menerus muncul dapat membahayakan kesehatan

individu.

Selye mempelajari akibat yang diperoleh bila stressor terus

menerus muncul. Ia mengembangkan istilah General Adaptation

Syndrome (GAS) yang terdiri atas rangkaian tahapan reaksi

fisiologis terhadap stressor yaitu:

1. Fase reaksi yang mengejutkan ( alarm reaction )

Pada fase ini individu secara fisiologis merasakan adanya

ketidakberesan seperti jantungnya berdegup, keluar keringat

dingin, muka pucat, leher tegang, nadi bergerak cepat dan

sebagainya. Fase ini merupakan pertanda awal orang terkena

stres.

2. Fase perlawanan (Stage of Resistence )


Fase ini tubuh membuat mekanisme perlawanan pada stres, sebab

pada tingkat tertentu, stres akan membahayakan. Tubuh dapat

mengalami disfungsi, bila stres dibiarkan berlarut-larut. Selama

masa perlawanan tersebut, tubuh harus cukup tersuplai oleh gizi

yang seimbang, karena tubuh sedang melakukan kerja keras.

3. Fase Keletihan ( Stage of Exhaustion )

Fase disaat orang sudah tak mampu lagi melakukan perlawanan.

Akibat yang parah bila seseorang sampai pada fase ini adalah

penyakit yang dapat menyerang bagian – bagian tubuh yang

lemah.

b. Aspek psikologis Reaksi psikologis terhadap stressor meliputi:

1. Kognisi

Cohen menyatakan bahwa stres dapat melemahkan ingatan dan

perhatian dalam aktifitas kognitif.

2. Emosi

Emosi cenderung terkait stres.individu sering menggunakan

keadaan emosionalnya untuk mengevaluasi stres dan pengalaman

emosional. Reaksi emosional terhadap stres yaitu rasa takut,

phobia, kecemasan, depresi, perasaan sedih dan marah.

3. Perilaku Sosial

Stres dapat mengubah perilaku individu terhadap orang lain.

Individu dapat berperilaku menjadi positif dan negatif. Stres yang

diikuti dengan rasa marah menyebabkan perilaku sosial negatif


cenderung meningkat sehingga dapat menimbulkan perilaku

agresif.

i. Upaya Penanggulangan Stress Kerja

Stres kerja sampai pada titik tertentu merupakan faktor pemicu

peningkatan kinerja karyawan akan tetapi apabila sudah melewati titik

tersebut, keberadaan stres kerja justru akan memicu terjadinya

permasalahan yang tentu saja akan berpengaruh terhadap kinerja atau

performance. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya

penanggulangan terhadap stres kerja sehingga tidak berdampak pada

kinerja karyawan. Upaya tersebut meliputi:

a. Relaksasi dan Meditasi

Relaksasi (relaxation) dan meditasi merupakan suatu cara

menetralisir ketegangan emosi maupun fisik. Teknik-teknik relaksasi

yang dikembangkan para ahli mempunyai tujuan mengurangi

ketegangan melalui latihan-latihan mengendurkan otot-otot dan urat

saraf. Relaksasi dilakukan dengan bantuan perintah verbal yang

diberikan oleh orang yang ahli atau terapis membantu individu untuk

menegangkan dan mengendurkan kelompok-kelompok otot tertentu

secara bergantian dan bertahap. Cara lain untuk menetralisir

ketegangan adalah dengan meditasi.

Meditasi merupakan merupakan suatu cara menenangkan diri

pada posisi tertentu untuk dapat berkonsentrasi pada suatu hal

tertentu. Beberapa cara yang termasuk meditasi adalah


mendengarkan musik, bersembahyang atau menikmati alam yang

indah. Selain itu cara lain yang banyak dikenal sebagai bentuk

meditasi adalah Yoga.

b. Pelatihan

Program pelatihan stres diberikan pada karyawan dengan tujuan

agar karyawan memiliki daya tahan terhadap stres dan memiliki

kemampuan lebih baik untuk mengatasi stres. Dalam pelatihan stres

karyawan memperoleh pelatihan mempergunakan dan

mengembangkan sumber-sumber energi yang ada dalam dirinya.

Agar memperoleh hasil yang maksimal, maka pelatihan harus

ditangani orang-orang yang ahli dalam bidang pelatihan stres pada

pekerjaan ini.

c. Terapi

Terapi adalah treatmen baik yang bersifat fisik maupun psikis.

Terapi yang bersifat psikis disebut psikoterapi. Terapi dapat juga

berarti semua bantuan metodis atau sistematis, yang diberikan oleh

orang yang ahli kepada orang yang membutuhkan bantuan dalam

situasi yang sulit. Jadi terapi mengandung pengertian adanya

hubungan antara dua pihak, yaitu orang yang ahli dalam bidang

terapi dan orang yang membutuhkan.

Salah satu bentuk terapi yang sering digunakan untuk mengatasi

stres adalah terapi perilaku atau ”behavior therapy”. Tetapi perilaku

adalah terapi yang memusatkan perhatian pada pengubahan perilaku


dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar. Melalui perilaku

individu di beri treatment agar dapat mengubah perilakunya yang

lama ke arah perilaku baru yang lebih baik, terutama kemampuan

dalam menghadapi kondisi yang menyebabkan stress.

2. Rumah Sakit

a. Definisi Ruang Isolasi

Isolasi adalah segala usaha pencegahan penularan/penyebaran

kuman pathogen dari sumber infeksi (petugas, pasien, pengunjung) ke

orang lain. Sesuai dengan rekomendasi WHO dan CDC tentang

kewaspadaan isolasi untuk pasien dengan penyakit infeksi airbone yang

berbahaya seperti H5N1, kewaspadaan yang perlu dilakukan meliputi :

1. Kewaspadaan standar

Memperhatikan kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum

dan sesudah kontak dengan pasien maupun alat-alat yang

terkontaminasi secret pernafasan.

2. Kewaspadaan kontak

Menggunakan sarung tangan dan gaun pelindung selama kontak

dengan pasien, menggunakan peralatan terpisah untuk setiap pasien,

seperti stetoskop, thermometer, tensimeter.

3. Perlindungan mata

Menggunakan kacamata pelindung atau pelindung muka, apabila

berada pada jarak 1 meter dari pasien.


4. Kewaspadaan airbone

Menempatkan pasien di ruang isolasi aorbone, menggunakan masker

N95 bila memasuki ruang isolasi.

b. Ruang Lingkup

1. Penggunaan kamar isolasi diterapkan kepada semua pasien

rawat inap yang mengidap penyakit infeksi menular yang

dianggap mudah menular dan berbahaya

2. Pelaksana panduan ini adalah semua elemen rumah sakit

beserta pasien dan keluarga

c. Prinsip

1. Setiap pasien dengan penyakit Infeksi menular dan dianggap

berbahaya dirawat di ruang terpisah dari pasien lainnya yang

mengidap penyakit bukan infeksi.

2. Penggunaan Alat pelindung diri diterapkan kepada setiap

pengunjung dan petugas kesehatan terhadap pasien yang dirawat di

kamar isolasi.

3. Pasien yang rentan infeksi seperti pasien luka bakar, pasien dengan

penurunan sistem imun dikarenakan pengobatan atau penyakitnya,

dirawat di ruang (terpisah) isolasi rumah sakit.

4. Pasien yang tidak termasuk kriteria diatas dirawat diruang rawat

inap biasa.
5. Pasien yang dirawat dirung isolasi, dapat di dipindahkaa keruang

rawat inap biasa apabila telah dinyatakan bebas dari penyakit atau

menurut petunjuk dokter penanggung jawap pasien

d. Kewajiban dan tanggungjawab

Seluruh Staf Rumah Sakit

Mematuhi peraturan yang ditetapkan di kamar isolasi

Perawat Instalasi Rawat Inap

1. Melakukan pelayanan kesehatan terhadappasien di kamar isolas;i

2. Menjaga terlaksananya peraturan ruang isolasi yang ditetapkan;

3. Mencegah terjadinya infeksi terhadap pengunjung kamar isolasi atau

pasien yang dirawat di kamar isolasi.

Dokter Penanggung Jawab Pasien

1. Menetapkan diagnosa pasien dan menentukan apakah pasien

memerlukan perawatan di ruang Isolasi;

2. Memastikan pasien yang membutuhkan perawatan di ruang isolasi

mendapat perawatan secara benar

Kepala Instalasi/ Kepala Ruangan

1. Memastikan peraturan di Ruang Isolasi terlaksana dengan baik

2. Mengidentifikasi setiap kelalaian yang timbul dalam Ruang Isolasi

dan memastikan terlaksananya suatu tindakan untuk mencegah

terulangnya kembali insiden tersebut.

Direktur
1. Memantau dan memastikan peraturan di Ruang Isolasi terlaksana

dengan baik.

2. Menetapkan kebijakan untuk mengembangkan atau mengatasi setiap

masalah yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan perawatanpasien

di ruang Isolasi

e. Tujuan Panduan Ruang Isolasi

Tujuan Umum

Sebagai pedoman bagi Manajemen Rumah Sakit Mutiara Hati

Mojokerto untuk dapat melaksanakan Isolasi pada pasien dalam upaya

meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.

Tujuan Khusus

1. Sebagai pedoman pelaksanaan Isolasipada pasien yang merupakan

salah satu upaya rumah sakit dalam menegah infeksi nasokomial.

2. Mencegah terjadinya infeksi pada petugas kesehatan.

3. Mencegah terjadinya Infeksi pada pasien rawat inap atau pasien

dengan penurunan daya tahan tubuh

f. Syarat Kamar Isolasi

1. Lingkungan harus tenang

2. Sirkulasi udara harus baik

3. Penerangan harus cukup baik


4. Bentuk ruangan sedemikian rupa sehingga memudahkan untuk

observasi pasien dan pembersihannya

5. Tersedianya WC dan kamar mandi

6. Kebersihan lingkungan harus dijaga

7. Tempat sampah harus tertutup

8. Bebas dari serangga

9. Tempat alat tenun kotor harus ditutup

10. Urinal dan pispot untuk pasien harus dicuci dengan memakai

disinfektan

g. Ruang Perawatan Isolasi Ideal

1. Ruang ganti umum

2. Ruang bersih dalam

3. Stasi perawat

4. Ruang rawat pasien

5. Ruang dekontaminasi

6. Kamar mandi petugas

h. Kriteria Ruang Perawatan Isolasi Ketat Yang Ideal

Perawatan Isolasi (Isolation Room)

1. Zona Pajanan Primer / Pajanan Tinggi

2. Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System

3. Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air

SuctionSystem

4. Air Sterilizer System dengan Burning & Filter


5. Modular minimal = 3 x 3 m2

Ruang Kamar Mandi / WC Perawatan Isolasi (Isolation Rest Room)

1. Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang

2. Pengkondisian udara masuk dengan Open Circulation System

3. Pengkondisian udara keluar melalui Vaccum Luminar Air

SuctionSystem

4. Modular minimal = 1,50 x 2,50 m2

Ruang Bersih Dalam (Ante Room / Foyer Air Lock)

Zona Pajanan Sekunder / Pajanan Sedang

1. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation

System

2. Pengkondisian udara keluar ke arah inlet saluran buang

ruangrawat isolasi

3. Modular minimal = 3 x 2,50 m2

Area Sirkulasi (Circulation Corridor)

1. Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan

2. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation

System

3. Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster

4. Modular minimal lebar = 2,40 m

Ruang Stasi Perawat (Nurse Station)

1. Zona Pajanan Tersier / Pajanan Rendah / Tidak Terpajan


2. Pengkondisian udara masuk dengan AC Open Circulation

System

3. Pengkondisian udara keluar dengan sistem exhauster

4. Modular minimal = 2 x 1,5 m2 / petugas (termasuk alat)

i. Syarat Petugas Yang Bekeja Di Kamar Isolasi

1. Cuci tangan sebelum meninggalkan kamar isolasi

2. Lepaskan barrier nursing sebelum keluar kamar isolasi

3. Berbicara seperlunya

4. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien

5. Pergunakan barrier nursing seperti pakaian khusus, topi, masker,

sarung tangan, dan sandal khusus

6. Cuci tangan sebelum masuk kamar isolasi

7. Kuku harus pendek

8. Tidak memakai perhiasan

9. Pakaian rapi dan bersih

10. Mengetahui prinsip aseptic/ antiseptic

11. Harus sehat

j. Alat-alat

1. Alat-alat yang dibutuhkan cukup tersedia

2. Selalu dalam keadaan steril

3. Dari bahan yang mudah dibersihkan

4. Alat suntik bekas dibuang pada tempat tertutup dan dimusnahkan

5. Alat yang tidak habis pakai dicuci dan disterilkan kembali


6. Alat tenun bekas dimasukkan dalam tempat tertutup

k. Kategori Isolasi

Kategori isolasi yang dilakukan sesuai dengan patogenesis dancara

penularan / penyebaran kuman terdiri dari isolasi ketat, isolasi kontak,

isolasi saluran pernafasan, tindakan pencegahan enterik dan tindakan

pencegahan sekresi.Secara umum, kategori isolasi membutuhkan kamar

terpisah, sedangkan kategori tindakan pencegahan tidak memerlukan

kamar terpisah.

1. Isolasi Ketat

Tujuan isolasi ketat adalah mencegah penyebaran semua penyakit

yang sangat menular, balk melalui kontak langsung maupun

peredaran udara.Tehnik ini kontak langsung maupun peredaran

udara.Tehnik ini mengharuskan pasien berada di kamar tersendiri

dan petugas yang berhubungan dengan pasien harus memakai

pakaian khusus, masker, dan sarung tangan Berta mematuhi aturan

pencegahan yang ketat. Alatalat yang terkontaminasi bahan

infektsius dibuang atau dibungkus dan diberi label sebelum dikirim

untuk proses selanjutnya. Isolasi ketat diperlukan pada pasien

dengan penyakit antraks, cacar, difteri, pes, varicella dam herpes

Zoster diseminata atau pada pasien imunokompromis.

Prinsip kewaspadaan airborne harus diterapkan di setiap

ruangperawatan isolasi ketat yaitu:


1. Ruang rawat harus dipantau agar tetap dalam tekanan negative

dibanding tekanan di koridor.

2. Pergantian sirkulasi udara 6-12 kali perjam

3. Udara harus dibuang keluar, atau diresirkulasi

denganmenggunakan filter HEPA (High-Efficiency Particulate

Air)

Setiap pasien harus dirawat di ruang rawat tersendiri.Pasien tidak

boleh membuang ludah atau dahak di lantai -gunakan penampung

dahak/ludah tertutup sekali pakai (disposable).

2. Isolasi Kontak

Bertujuan untuk mencegah penularan penyakit infeksi yang mudah

ditularkan melalui kontak langsung.Pasien perlu kamar tersendiri,

masker perlu dipakai bila mendekati pasien, jubah dipakai bila ada

kemungkinan kotor, sarung tangan dipakai setiap menyentuh badan

infeksius. Cuci tangan sesudah melepas sarung tangan dan sebelum

merawat pasien lain. Alat-alat yang terkontaminasi bahan infeksius

diperlakukan seperti pada isolasi ketat. Isolasi kontak diperlukan

pada pasien bayi baru lahir dengan konjungtivitis gonorhoea, pasien

dengan endometritis, pneumonia atau infeksi kulit oleh streptococcus

grup A, herpes simpleks diseminata, infeksi oleh bakteri yang

resisters terhadap antibiotika, rabies, rubella.

3. Isolasi Saluran Pernafasan


Tujuannya untuk mencegah penyebaran pathogen dari saluran

pernafasan dengan cara kontak langsung dan peredaran udara. Cara

ini mengharuskan pasien dalam kamar terpisah, memakai masker

dan dilakukan tindakan pencegahan khusus terhadap buangan nafas /

sputum, misalnya pada pasien pertusis, campak, tuberkulosa paru,

infeksi H. influenza.

1. Tindakan Pencegahan Enterik

Tujuannya untuk mencegah infeksi oleh pathogen yang berjangkit

karena kontak langsung atau tidak langsung dengan tinja yang

mengandung kuman penyakit menular. Pasien ini dapat bersama

dengan pasien lain dalam satu kamar, tetapi dicegah kontaminasi

silang melalui mulut dan dubur. Tindakan pencegahan enteric

dilakukan pada pasien dengan diare infeksius atau gastroenteritis

yang disebabkan oleh kolera, salmonella, shigella, amuba,

campy/obacter, Crytosporidium, Ecoli pathogen

2. Tindakan Pencegahan Sekresi

Tujuannya untuk mencegah penularan infeksi karena kontak

langsung atau tidak langsung dengan bahan purulen, sekresi atau

drainase dari bagian badan yang terinfeksi.Pasien tidak perlu

ditempakan di kamar tersendiri.Petugas yang berhubuangan

langsung harus memakai jubah, masker, dan sarung tangan.

Tangan harus segera dicuci setelah melepas sarung tangan atau

sebelum merawat pasien lain. Tindakan pencegahan khusus harus


dilakukan pada waktu penggantian balutan.Tindakan pencegahan

sekresi ini perlu untuk penyakit infeksi yang mengeluarkan bahan

purulen, drainasea atau sekresi yang infeksius.

4. Isolasi Protektif

Tujuannya untuk mencegah kontak antara pathogen yang berbahaya

dengan orang yang daya rentannya semakin besar, atau melindungi

seseorang tertentu terhadap semua jenis pathogen, yang biasanya

dapat dilawannya.Pasien harus ditempatkan dalam lingkungan yang

mempermudah terlaksananya tindakan pencegahan yang

perlu.Misalnya pada pasien yang sedang menjalani pengobatan

sitoststika atau imunosupresi

l. Lama Isolasi

Lama isolasi tergantung pada jenis penyakit, kuman penyebab dan

fasilitas laboratorium, yaitu :

1. sampai biakan kuman negative (misalnya pada difteri, antraks)

2. sampai penyakit sembuh (misalnya herpes, limfogranuloma

venerum, khusus untuk luka atau penyakit kulit sampai tidak

mengeluarkan bahan menular)

3. selama pasien dirawat di ruang rawat (misalnya hepatitis virusAdan

B, leptospirosis)

sampai 24 jam setelah dimulainya pemberian antibiotika yang efektif

(misalnya pada sifilis, konjungtivitis gonore pada neonatus)

m. Prosedur keluar Ruang Perawatan Isolasi


1. Perlu disediakan ruang ganti khusus untuk melepaskan Alat

Perlindungan Diri (APD).

2. Pakaian bedah / masker masih tetap dipakai.

3. Lepaskan pakaian bedah dan masker di ruang ganti pakaianumum,

masukkan dalam kantung binatu berlabel infeksius.

4. Mandi dan cuci rambut (keramas)

5. Sesudah mandi, kenakan pakaian biasa.

6. Pintu keluar dari Ruang Perawatan isolasi harus terpisah daripintu

masuk

n. Kriteria Pindah Rawat Dari Ruang Isolasi ke Ruang Perawatan

Biasa

1. Terbukti bukan kasus yang mengharuskan untuk dirawat di ruang

isolasi

2. Pasien telah dinyatakan tidak menular atau telah diperbolehkan

untuk di rawat di ruang rawat inap biasa oleh dokter

3. Pertimbangan lain dari dokter

Kamar Ruang Isolasi


Diagram skematis ruang isolasi berventilasi ideal dengan sistem
ventilasi mekanis
Jakarta : Departemen Kesehatan RI. Cetakan kedua, 2018

Desain Kamar Isolasi


FRANCIS J. CURRY NATIONA. 2020

Ruang Isolasi Infeksi Airbone


INFECTION CONTROL: A PRACTICAL MANUAL FOR PREVENTING TB;
2020

3. Perawat

a. Pengertian perawat

Keperawatan adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu,

keluarga, kelompok baik dalam keadaan sakit maupun sehat, perawat di

tuntut untuk bekerja dengan cepat dan tepat professional dalam bekerja

dimana perawat yang bertanggung jawab, berwenang memberikan

pelayanan keperawatan secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan

tenaga kesehatan lain sesuai dengan kewenangannya dalam undang-

undang no.38 tahun 2014. (22)

Dalam memberikan pelayanan kesehatan perawat dituntut untuk

lebih professional agar kualitas pelayanan kesehatan yang diberikan

semakin meningkat. Di dalam etika keperawatan terdapat beberapa

unsur yang terkandung di dalamnya antara lain pengorbanan, dedikasi,


pengabdian dan hubungan antara perawat dengan pasien, dokter sejawat

maupun diri sendiri.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawat

adalah seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan dan mempunyai

kemampuan dan kewajiban dalam merawat dan menolong orang yang

sakit atau klien sesuai dengan bidangnya.

b. Peran perawat

Fungsi perawat dalam melakukan pengkajian pada individu sehat

maupun sakit dimana segala aktifitas yang dilakukan berguna untuk

pemulihan kesehatan berdasarkan pengetahuan yang di miliki, aktifitas

ini di lakukan dengan berbagai cara untuk mengembalikan kemandirian

pasien secepat mungkin dalam bentuk proses keperawatan yang terdiri

dari tahap pengkajian, identifikasi masalah (diagnose keperawata),

perencanaan, implementasi dan evaluasi.

Pelayanan keperawatan adalah pada pemenuhan kebutuhan dasar

manusia. Profil perawat professional adalah gambaran dan penampilan

menyeluruh perawat dalam melakukan aktifitas keperawatan sesuai

dengan kode etik keperawatan. Aktifitas keperawatan meliputi peran

dan fungsi pemberi asuhan keperawatan, praktek keperawatan,

pengelola institusi keperawatan, pendidikan klien serta kegiatan

penelitian di bidang keperawatan.


1) Peran pelaksana

Perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara

langsung atau tidak langsung kepada klien sebagai individu,

keluarga dan masyarakat, dengan metode pendekatan pemecahan

masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan

peran ini perawat bertindak sebagai comforter, protector, advocate,

communicator serta rehabilitator.

Sebagai comforter perawat berusaha memberi kenyamanan dan

rasa aman pada klien. Peran protector dan advocate lebih berfokus

pada kemampuan perawat melindungi dan menjamin hak dan

kewajiban klien agar terlaksana dengan seimbang dalam

memperoleh pelaynan kesehatan. Peran sebagai communicator,

perawat bertindak sebagai penghubung antara klien dengan anggota

kesehatan lainnya. Peran ini erat kaitannya dengan keberadaan

perawat mendampingi klien sebagai pemberi asuhan keperawatan

selama 24 jam, sedangkan rehabilitator berhubungan erat dengan

tujuan pemberian asuhan keperawatan, yakni mengembalikan

fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi

normal.

2) Peran sebagai pendidik

Sebagai pendidik perawat berperan dalam mendidik individu,

keluarga, kelompok dan masyarakar serta tenaga kesehatan yang

berada dibawah tanggungjawabnya. Peran ini berupa penyuluhan


kepada klien, maupun bentuj desimilasi ilmu kepada peserta didik

keperawatan.

3) Peran sebagai pengelola

Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam

mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan sesuai

dengan manajemen keperawatan. Perawat dalam memantau dan

menjamin kualitas asuhan atau pelayanan keperawatan serta

mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan keperawata.

Dimana pengetahuan pemahaman perawat yang kurang sehingga

pelaksana perawat pengelola belum maksimal, mayoritas posisi,

lingkup kewenangan dan tanggung jawab perawat hamper tidak

berpengaruh dalam perencanaan dan pengambilan keputusan.

4) Peran sebagai peneliti

Sebagai peneliti di bidang keperawatan, perawat diharapkan

mampu mengidentifikasi masalah penelitian, menerapkan prinsip

dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk

meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan

keperawatan. Penelitian di dalam bidang keperawatan berperan

dalam mengurangi kesenjangan penguasaan teknologi di bidang

kesehatan, karena temuan penelitian lebih memungkinkan

terjadinya transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, selain itu

penting dalam memperkokoh upaya menetapkan dan memajukan

profesi keperawatan.
B. Kerangka Teori

Faktor lingkungan Pasien dengan


Corona Virus
Interaksi individu Covid-19

Faktor social :
Perawatan Ruang
Trauma Isolasi

Faktor psikologis :
1. Frustasi Tingkat 1. Vitamin
2. Kecemasan Stres 2. Simptomatis
3. Marah 3. Terapi oksigen
4. Benci 4. Tanda-tanda syok
5. Sedih
6. Ketakutan

Faktor biologis :
Neurotransmiter

Bagan 2.2
Kerangka Teori12,15,18,20
C. Kerangka Konsep

Keterbatasan Ruang Isolasi Tingkat Stress

Variabel independen Variabel dependen

Bagan 2.3 Kerangka Konsep

D. Variabel

1. Variabel Bebas (Independent)

Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi atau variable

yang menjadi sebab perubahannya. Variabel bebas dalam penelitian ini

adalah keterbatasan ruang isolasi.


2. Variabel Terikat (Dependent)

Variabel dependen adalah variabel – variabel yang dipengaruhi atau

menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variable terikat dalam

penelitian ini adalah tingkat stress.

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ha : “Ada hubungan antara keterbatasan ruang isolasi dengan tingkat stress

perawat di RS Ken Saras Kabupaten Semarang”

Ho : “Tidak ada hubungan antara keterbatasan ruang isolasi dengan tingkat

stress perawat di RS Ken Saras Kabupaten Semarang”

Anda mungkin juga menyukai