Oleh
Alvinda Apriliatul Jannah
NIM 202311101006
1.2 Penyebab
Asfiksia dapat disebabkan oleh karena faktor ibu, bayi dan tali pusat atau
plasenta. Terdapat lima hal yang menyebabkan terjadinya asfiksia pada saat
persalinan : (Qur’aniati, 2016)
1. Interupsi aliran darah umbilicus.
2. Kegagalan pertukaran darah melalui plasenta (misalnya solutio plasenta)
3. Perfungsi plasenta sisi maternal yang inadekuat (misalnya hipotensi maternal
yang berat)
2
4. Kondisi janin yang tidak dapat mentoleransi hipoksia intermiten dan transien
yang terjadi pada pada persalinan normal (misalnya pada janin yang anemia
atau IUGR).
5. Gagal mengembangkan paru dan memulai ventilasi dan perfusi paru yang
seharusnya terjadi saat proses kelahiran. Sedangkan faktor risiko terjadinya
asfiksia adalah paritas, usia ibu dan usia kehamilan, riwayat obstetri jelek,
ketuban pecah dini dan berat lahir bayi.
Berikut beberapa penyebab dari kegagalan pernafasan pada bayi baru lahir,
yaitu: (Hidayat, 2008)
a. Faktor ibu
Keadaan yang meliputi hipoksia, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, social ekonomi rendah, penyakit
pembuluh darah yang mengganggu pertukaran gas janin. Misalnya tinggi
kolestrol, hipertensi, hipotensi, penyakit jantung, penyakit paru (TBC),
penyakit pada ginjal, dan gangguan uterus.
b. Faktor plasenta
Keadaan yang meliputi solusio plasenta, perdarahan plasenta, plasenta
kecil, plasenta tipis dan plasenta tidak menempel pada tempatnya.
c. Faktor janin atau neonates
Keadaan meliputi tali pusat menumbung, tali pusat melilit pada leher,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, gemeli, IUGR, premature,
dan kelainan kongenital pada neonatus.
d. Faktor persalinan
Keadaan meliputi lama partus saat persalinan
1.3 Patofisiologi
Sebelum lahir, paru janin tidak berfungsi sebagai sumber oksigen atau
jalan untuk mengeluarkan karbondioksida. Pembuluh arteriol yang ada di dalam
paru janin dalam keadaan konstriksi sehingga tekanan oksigen (pO2) parsial
rendah. Darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru karena konstriksi
3
pembuluh darah janin, sehingga darah dialirkan melalui pembuluh yang
bertekanan lebih rendah yaitu duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta.
Setelah lahir, bayi akan segera bergantung pada paru-paru sebagai sumber
utama oksigen. Cairan yang mengisi alveoli akan diserap ke dalam jaringan paru,
dan alveoli akan berisi udara. Pengisian alveoli oleh udara akan memungkinkan
oksigen mengalir ke dalam pembuluh darah di sekitar alveoli. Arteri dan vena
umbilikalis akan menutup sehingga menurunkan tahanan pada sirkulasi plasenta
dan meningkatkan tekanan darah sistemik. Akibat tekanan udara dan peningkatan
kadar oksigen di alveoli, pembuluh darah paru akan mengalami relaksasi sehingga
tahanan terhadap aliran darah bekurang.
Keadaan relaksasi tersebut dan peningkatan tekanan darah sistemik,
menyebabkan tekanan pada arteri pulmonalis lebih rendah dibandingkan tekanan
sistemik sehingga aliran darah paru meningkat sedangkan aliran pada duktus
arteriosus menurun. Oksigen yang diabsorbsi di alveoli oleh pembuluh darah di
vena pulmonalis dan darah yang banyak mengandung oksigen kembali ke bagian
jantung kiri, kemudian dipompakan ke seluruh tubuh bayi baru lahir. Pada
kebanyakan keadaan, udara menyediakan oksigen (21%) untuk menginisiasi
relaksasi pembuluh darah paru. Pada saat kadar oksigen meningkat dan pembuluh
paru mengalami relaksasi, duktus arteriosus mulai menyempit. Darah yang
sebelumnya melalui duktus arteriosus sekarang melalui paru-paru, akan
mengambil banyak oksigen untuk dialirkan ke seluruh jaringan tubuh (DEPKES
RI, 2008).
4
1.5 Penangan
Hidayat (2008) menyatakan bahwa penatalaksanaan pada bayi dengan asfiksia
neonatum sebagai berikut:
a. Pemantauan gas darah, denyut nadi, fungsi system jantung dan paru-paru
dengan melakukan resusitasi, memberikan oksigen yang cukup, dan
memantau perfusi jaringan tiap 2-4 jam.
b. Mempertahankan jalan nafas agar tetap paten, sehingga oksigenasi dalam
darah dapat bersirkulasi dengan baik.
c. Penilaian APGAR skore untuk menentukan tingkat asfiksia neonatus yaitu,
SKOR
APGAR TANDA
0 1 2
Activity Aktivitas otot lumpuh ekstremitas agak gerakan aktif
fleksi
Pulse Denyut Jantung tak ada < 100/mnt > 100/mnt
Grimace Refleks bayi tak ada gerakan sedikit gerakan kuat/
melawan
Appearance Warna kulit biru/pucat tubuh kemerahan, seluruh tubuh
ekstremitas biru kemerahan
Respiration Pernapasan tak ada lambat, tak menangis kuat
teratur
Dari tabel di atas dapat menentukan tingkatan asfiksia yang dialami oleh bayi
yang terdiri dari asfiksia ringan, asfiksia sedang, dan asfiksia berat. Jumarni, dkk
(1994) menyatakan bahwa asfiksia dibagi menjadi 3 tahapan yaitu:
a) Vigorous baby (asfiksia ringan), APGAR skore 7-10 dalam hal ini bayi
dianggap sehat yaitu tidak memerlukan tindakan khusus
b) Mild moderate (asfiksia sedang), APGAR skore 4-6 dalam hal ini dapat terlihat
frekuensi jantung lebih dari 100x/menit, tonus otot lemah, sianosis, reflek
iribilitas tidak muncul
c) Asfiksia berat, APGAR skore 0-3 pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan
frekuensi jantung 100x/menit, tonus otot lemah, sianosis, reflek iribilitas tidak
muncul, bias sampai henti jantung , bunyi jantung menghilang setelah proses
kelahiran.
5
d. Penilaian score down
6
BAYI BARU LAHIR
Perawatan Rutin
Cukup bulan? Ya, Rawat Gabung
Cairan amnion jernih? Berikan kehangatan
Bernapas atau menangis? Bersihkan jalan napas
Tonus otot naik? Keringkan
APGAR >7
Nilai warna
Tidak
Hangatkan, bersihkan jalan
nafas (bila perlu), keringkan,
beri rangsangan
Tidak
Tidak
HR dibawah 100, terengah- Nafas tersengal-sengal,
engah, atau apnea (APGAR 4-6) sianosis menetap
Hipoksia
Pengeluaran mekonial
Ketuban mekonial
ASFIKSIA
9
e. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia,
hiperkapnea, asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada,
perubahan fungsi jantung, kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus
dan menangis kurang baik atau tidak menangis
f. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensif yang
diinduksi oleh kehamilan dan obat-obat infeksi
g. Pemeriksaan fisik
1) Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada
bayi preterm terdapat lanugo dan verniks.
2) Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom,
ubun-ubun besar cekung atau cembung.
3) Mata
Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva,
warna sclera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.
4) Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
5) Mulut
Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.
6) Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan.
7) Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek
8) Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing
dan ronchi, frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.
10
9) Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada
garis papilla mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites/tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul
1-2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI
Tract belum sempurna.
10) Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda
infeksi pada tali pusat.
11) Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan
labia minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
12) Anus
Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta
warna dari faeces.
13) Ekstremitas : Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan
adanya patah tulang atau adanya kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari
tangan serta jumlahnya.
14) Refleks
Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf
pusat atau adanya patah tulang
11
7) Risiko ketidakstabilan glukosa darah
8) Risiko perfusi perifer tidak efektif
9) Risiko perfusi serebral tidak efektif
10) Risiko Infeksi
12
1.9 RENCANA KEPERAWATAN
No. Diagnosa Tujuan dan kriteria Intervensi
hasil
1. Pola napas tidak Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
efektif tindakan keperawatan (I.01011)
selama 3 x 24 jam klien 1. Monitor pola napas
menunjukkan keefektifan (frekuensi, kedalaman,
pola nafas, dengan usaha napas)
kriteria hasil: 2. Posisikan semi-Fowler
Pola Napas (L.01004) atau Fowler
1. Ventilasi semenit 3. Monitor sputum
cukup meningkat (jumlah, warna aroma
2. Tekanan ekspirasi 4. Berikan oksigen, jika
cukup meningkat diperlukan
3. Tekanan inspirasi 5. Kolaborasi pemberian
cukup meningkat bronkodilator,
4. Frekuensi napas ekspektoran, mukolitik,
cukup membaik jika perlu
5. Kedalaman napas
cukup membaik
2. Bersihan jalan Setelah dilakukan Manajemen Jalan Napas
napas tidak tindakan keperawatan (I.01011)
efektif selama 3x24 jam klien 1. Monitor pola napas
bersihan jalan nafas klien (frekuensi, kedalaman,
dapat teratasi dengan usaha napas)
kriteria hasil : 2. Posisikan semi-Fowler
Bersihan Jalan Napas atau Fowler
(L.01001) 3. Monitor sputum
1. Produksi sputum (jumlah, warna aroma
menurun 4. Berikan oksigen, jika
2. Mekonium diperlukan
menurun 5. Kolaborasi pemberian
14
3. Dispnea menurun bronkodilator,
4. Frekuensi napas ekspektoran, mukolitik,
cukup membaik jika perlu
5. Pola napas
membaik
3. Hipotermia Setelah dilakukan Manajemen Hipotermia
tindakan keperwatan (I.14507)
selama 3x24 jam suhu 1. Monitor suhu tubuh
tubuh klien dapat kembali 2. Sediakan lingkungan
normal dengan yang hangat (mis. atur
KH: suhu ruangan,
Termoregulasi (L.14134) inkubator)
1. Suhu tubuh membaik 3. Lakukan penghangatan
2. Kadar glukosa darah pasif (mis. selimut,
membaik menutup kepala,
3. Tekanan darah pakaian tebal)
membaik 4. Lakukakan
penghangatan aktif
eksternal (mis. kompres
hangat, selimut hangat,
perawatan metode
kangguru)
5. Lakukan penghangatan
aktif internal (mis. infus
cairan hangat, oksigen
hangat, lavase peritoneal
dengan cairan hangat)
4. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi
pertukaran gas tindakan keperawatan (I.01014)
selama 3x24 jam 1. Monitor frekuensi,
pertukaran gas pada klien irama, kedalaman, dan
15
dapat kembali normal upaya napas
dengan, 2. Monitor saturasi
KH: oksigen
Pertukaran Gas 3. Monitor nilai AGD
(L.01003) 4. Monitor hasil x-ray
1. Tingkat kesadaran toraks.
cukup meningkat 5. Atur interval
2. Dispnea cukup pemantauan respirasi
menurun sesuai kondisi klien
3. PCO2 cukup Terapi Oksigen (I.01026
membaik 1. Monitor kecepatan
4. PO2 cukup aliran oksigen
membaik 2. Monitor aliran oksigen
5. pH arteri cukup secara periodik dan
membaik pastikan fraksi yang
6. Sianosis cukup diberikan cukup
membaik 3. Monitor efektifitas
7. Pola napas cukup terapi oksigen (mis.
membaik oksimetri, analisa gas
8. Warna kulit cukup darah), jika perlu
membaik 4. Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
5. Pertahankan kepatenan
jalan napas
6. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
7. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
5 Risiko perfusi Setelah dilakukan Manajemen Peningkatan
serebral tidak tindakan keperawatan Tekanan Intrakranial
16
efektif selama 3x24 jam aliran (I.06194)
darah serebral pada klien 1. Monitor tanda/gejala
dapat meningkat dengan, peningkatan TIK (mis.
KH: tekanan darah
Perfusi Serebral meningkat, tekanan
(L.02014) nadi melebar,
1. Tingkat kesadaran bradikardi, pola nafas
cukup meningkat ireguler, kesadaran
2. Tekanan intrakranial menurun)
cukup menurun 2. Monitor MAP, CVP,
3. Demam menurun ICP, CPP
4. Tekanan darah 3. Monitor status
membaik pernapasan
4. Monitor intake dan
output cairan
5. Berikan posisi semi
Fowler
6. Cegah terjadinya kejang
7. Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh
normal
DAFTAR PUSTAKA
17
DEPKES RI. 2008. Pencegahan dan Penatalaksanaan Asfiksia Neonatorum: Health
Technology Assessment Indonesia. Jakarta: Depkes RI
Dwienda. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Deepublish
Herawati, R. 2013. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Terjadinya Asfiksia Neonatorum
pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Rokan Hulu.
Riau : Jurnal Marweniry and Neonatal
Hidayat. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta :
Salemba Medika
Kemenkes RI. 2010. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta :
Kemenkes RI
Legawati. 2018. Asuhan Persalinan & Bayi Baru Lahir. Malang : Wineka Media.
Qur’aniati, N. 2016. Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Surabaya : Universitas Airlangga
18