Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahasa memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu, kajian
bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan karena dalam
kehidupan sehari-hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa. Tanpa adanya bahasa,
kehidupan di dunia akan terasa begitu suram tak berwarna. Tak ada satu pun kegiatan dalam
kehidupan yang tidak memerlukan bahasa.
Bahasa adalah suatu bentuk interaksi yang dilakukan oleh manusia untuk saling
memberi atau menerima informasi. Dengan kata lain, bahasa adalah sarana komunikasi yang
utama, meskipun dalam kenyataan bahasa tidak hanya diartikan suatu tuturan, tetapi dapat
berupa isyarat gerakan tubuh yang bertujuan agar orang lain mengerti akan suatu hal.
Bahasa sebagai bentuk komunikasi manusia menggunakan media yang berbeda-beda.
Menurut Sumarlam (2004:1) secara garis besar komunikasi dibedakan menjadi
dua macam, yaitu komunikasi bahasa lisan dan komunikasi bahasa tulis. Komunikasi bahasa
lisan adalah cara penyampaian dan penerimaan informasi dari pemberi informasi kepada
penerima informasi tanpa menggunakan perantara. Komunikasi bahasa tulis adalah proses
penyampaian dan penerimaan informasi kepada penerima informasi dengan menggunakan
perantara (media) salah satunya wacana.
Media Bahasa Indonesia
 Satuan Kebahasaan

Bahasa terwujud dalam satuan-satuan kebahasaan (linguistics units). Ada sepuluh


satuan kebahasaan yang dikenal dalam ilmu bahasa dewasa ini, yaitu wacana, paragraf,
kalimat, klausa, frasa, kata, morfem, silabel, fonem, dan fona.
Dalam sejarahnya, kata menjadi satuan kebahasaan yang pertama kali mendapatkan
perhatian besar. Pada zaman para filsuf dunia seperti Plato, kata menjadi satuan kebahasaan
yang paling penting. Setelah kata, kalimat menjadi satuan kebahasaan selanjutnya yang
mendapatkan perhatian. Jadi, sebelumnya, satuan lain seperti morfem, frasa, fona, fonem
dan silabel serta paragraf dan wacana belum mendapatkan perhatian sebesar kata dan
kalimat. Bahkan, satuan-satuan seperti fona, fonem, dan silabel tidak dimasukkan dalam
satuan kebahasaan karena tidak mengandung makna. Barulah dewasa ini, fona, fonem dan
silabel dimasukkan dalam satuan kebahasaan.
Paragraf dan wacana juga baru mendapat perhatian setelah para ahli bahasa
mendapati permasalahan bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan disiplin ilmu yang
telah ada seperti fonetik, fonemik, morfologi, sintaksis, dan semantik. Akhirnya muncullah
disiplin ilmu bernama analisis wacana yang mempelajari satuan kebahasaan bernama
paragraf dan wacana itu sendiri.
Satuan kebahasaan berkaitan dengan bentuk dan makna. Bentuk satuan kebahasaan
berupa deret bunyi bahasa. Bentuk tersebut bersifat acak atau arbitrer. Sementara itu makna
suatu satuan kebahasaan bersifat linier atau tetap. Misalnya untuk mengungkapkan makna
‘lembaran-lembaran kertas yang terjilid, dapat berisi tulisan atau kosong’ dapat digunakan
bentuk buku atau bisa juga dengan bentuk book atau bentuk lain dari berbagai bahasa.
Makna di atas bersifat tetap tetapi bentuk untuk mengungkapkan makna tersebut acak atau
tidak tetap.
Sepuluh satuan kebahasaan tersebut dapat dibagi menjadi dua yaitu satuan kebahasaan
yang belum memiliki makna atau satuan fonologis dan satuan kebahasaan yang yang
bermakna atau satuan gramatikal. Yang termasuk satuan fonologis adalah fona atau bunyi,
fonem, dan silabel atau suku kata. Sementara itu satuan gramatikal meliputi morfem, kata,
frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Satuan gramatikal memiliki dua unsur yaitu
bentuk dan makna. Bentuk satuan gramatikal berupa struktur fonologis atau urutan fonem.
Sementara itu, satuan fonologis hanya memiliki bentuk.
Mengenai makna, ada dua jenis makna yaitu makna leksikal dan makna gramatikal.
Makna leksikal adalah makna yang timbul karena ada hubungan antara satuan kebahasaan,
konsep, dan objek atau referen (Baryadi, 2011: 14). Misalnya, kata gunting memiliki makna
leksikal ‘perkakas untuk memotong kain (kertas, dsb)’. Di situ terdapat hubungan antara
sebuah objek berupa benda yang disebut gunting, dengan konsep makna di atas, dengan
bentuk satuan kebahasaan berupa kata gunting. Sementara itu, makna gramatikal adalah
makna yang timbul karena bertemunya dua atau lebih satuan gramatikal. Misalnya,
imbuhan me(N)- bertemu dengan kata gunting menjadi menggunting. Kata menggunting
memiliki makna gramatikal ‘memotong sesuatu dengan gunting’.
Berikut merupakan bagan satuan-satuan kebahasaan dari yang terbesar hingga terkecil
berserta cabang linguistik yang mengkajinya.

Berikut merupakan definisi secara ringkas tiap-tiap satuan kebahasaan.

1. Wacana
Secara etimologis kata wacana berakar dari kata bahasa Sansekerta vacana yang berarti
‘bacaan’. Kata tersebut masuk ke dalam bahasa Jawa Kuna dan bahasa Jawa Baru sebagai
wacana yang berarti ‘bicara’, ‘kata’, ‘ucapan’. Oleh bahasa Indonesia kata wacana diserap
dengan arti ucapan, percakapan, kuliah (Baryadi, 2002: 1).
Dari situ, istilah wacana digunakan sebagai kata untuk menerjemahkan kata bahasa
Inggris discourse. Kata discourse sendiri berasal dari kata Latin discursus yang berarti ‘lari
kian kemari’ (yang diturunkan dari dis- yang bararti ‘dari’, ‘dalam arah yang berbeda’ dan
curere yang berarti ‘lari’). Kemudian discourse diartikan sebagai komunikasi pikiran
dengan kata-kata; ekspresi ide-ide atau gagasan-gagasan; percakapan; komunikasi secara
umum; ceramah dan kotbah (Webster, 1983: 522 dalam Baryadi, 2002: 1).
Menurut kamus linguistik, wacana didefinisikan sebagai satuan kebahasaan terlengkap;
dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Wacana
direalisasikan dalam bentuk karangan yang utuh (buku, ensiklopedi, novel, dll) paragraf,
kalimat atau kata yang membawa amanat yang lengkap (Kridalaksana, 2008: 259).
Ada juga yang menyatakan bahwa wacana berarti objek atau ide diperbincangkan
secara terbuka kepada publik sehingga menumbulkan pemahaman tertentu yang tersebar
luas (Lull, 1998: 225). Leo Kleden menyatakan bahwa wacana sebagai ucapan dalam mana
seorang pembicara menyampaikan sesuatu tentang sesuatu kepada pendengar (Kleden,
1997: 34).
Dari semua definisi yang telah dikemukakan di atas, ada benang merah yang dapat
ditarik mengenai pengertian wacana.
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk
berkomunikasi dalam konteks sosial. Konteks adalah sesuatu yang menyertai, bersama, dan
mendukung keberadaan wacana itu sendiri. Pengguna bahasa harus memperhatikan
konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat
pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan
bahasa.
Wacana tak sekadar kumpulan kalimat atau paragraf melainkan sebuah konstruksi
yang memiliki sifat utuh (unity) dan padu (coherent). Sebuah wacana dikatakan utuh jika
kalimat atau paragraf yang tersusun mendukung satu topik yang sedang dibahas. Wacana
juga bersifat padu jika antar kalimat atau paragraf tersusun secara sistematis dan memiliki
ikatan timbal balik. Antarkalimat atau paragraf tidak bertentangan dan merupakan suatu
aliran penjelasan yang sistematis.

2. Paragraf
Paragraf menurut kamus linguistik adalah bagian dari wacana yang mengungkapkan
pikiran atau hal tertentu yang lengkap tetapi masih berkaitan dengan isi seluruh wacana.
Paragraf dapat terdiri dari satu atau sekelompok kalimat yang saling berkaitan
(Kridalaksana, 2008:173). Paragraf atau sering juga disebut alinea merupakan bagian dari
suatu karangan yang penulisannya dimulai dengan baris baru dan merupakan suatu
kesatuan pikiran yang berisikan satu ide pokok dalam rangkaian kalimat-kalimat. Jadi
paragraf merupakan kumpulan beberapa kalimat yang mengandung satu ide pokok dan
merupakan bagian dari sebuah karangan utuh yang mendukung topik pembicaraan
karangan tersebut.
Dalam satu paragraf terdapat satu kalimat utama dan satu atau lebih kalimat penjelas.
Seperti halnya wacana, setiap kalimat yang berurutan harus memiliki hubungan timbal
balik dan tidak boleh saling bertentangan. Kalimat-kalimat yang menyusun sebuah paragraf
juga harus bersifat utuh dan padu seperti pada kasus wacana.
Contoh paragraf:
Sekarang adalah musim panas. Di setiap sore tak ada orang yang berada di dalam
rumah. Mereka suka berjalan-jalan dan duduk di tepi jalan. Aku dan temanku sering keluar
ke bioskop musim panas. Di sana ada pohon-pohon yang rindang yang membuat udara
menjadi sejuk. Kadang filmnya kurang bagus, tetapi kami tak mempedulikannya sebab
masih banyak hiburan yang lain seperti pemandangan di langit malam. Langit malam di
musim panas sangat indah. Langit terlihat bersih dan bintang-bintang bagaikan tersebar
merata saling menampakkan sinar kecilnya. Di sana juga sering terlihat bulan yang terlihat
besar dan bersinar terang. Sungguh ini adalah suasana yang menyenangkan.

3. Kalimat
Kalimat adalah sekelompok kata-kata yang menyatakan pikiran lengkap dan memiliki
subjek dan predikat. Subjek adalah sesuatu tentang mana sesuatu itu dibicarakan.
Predikat adalah sesuatu yang dikatakan tentang subjek.
Namun pengertian di atas menjadi kurang sempurna karena satuan kebahasaan yang
lain yaitu klausa juga memiliki pengertian yang hampir sama. Perbedaan mendasar terdapat
pada intonasi. Kalimat adalah satuan lingual yang diakhiri oleh lagu akhir selesai baik lagu
akhir selesai turun maupun naik (Wijana, 2009:56). Kalimat menjadi jelas ketika
diucapkan. Kesimpulannya, kalimat adalah satuan bahasa yang secara relatif berdiri sendiri,
mempunyai pola intonasi final dan secara aktual maupun potensial terdiri dari klausa
(Kridalaksana, 2008:103).
Contoh kalimat:
Hai!
Ini Budi, Budi bermain bola.
Aku akan pergi jika hujan sudah reda.
Ketika nenek datang, ayah sedang membaca koran dan ibu sedang memasak.
4. Klausa
Klausa adalah satuan kebahasaan yang bersifat predikatif. Maksudnya satuan lingual
ini melibatkan predikat sebagai unsur intinya (Wijana, 2009:54). Oleh karena itu, klausa
sekurang-kurangnya terdiri atas dua kata yang mengandung hubungan fungsional subjek-
predikat dan secara fakultatif dapat diperluas dengan beberapa fungsi yang lain seperti
objek dan keterangan (Keraf, 1991:181).
Seperti penjelasan pada poin kalimat, pengertian klausa sering mengalami silang
pengertian dengan kalimat. Sebenarnya permasalahannya ada pada intonasi pengucapan.
Klausa tidak mengenal intonasi. Yang lebih ditekankan pada klausa adalah unsur-unsur
dasar seperti yang disebutkan di atas. Walaupun demikian klausa dan kalimat memang
memiliki hubungan yang sangat erat. Sebuah kalimat tunggal terdiri dari satu klausa dan
kalimat majemuk terdiri dari dua atau lebih klausa. Secara sederhana kamus linguistik
mengatakan bahwa klausa adalah kelompok kata yang yang sekurang-kurangnya memiliki
subjek dan predikat dan berpotensi sebagai kalimat (Kridalaksana, 2008:124).
Contoh klausa:
Ibu pergi
Setelah aku belajar

5. Frasa
Pada dasarnya frasa adalah gabungan kata. Namun tak semua gabungan kata
merupakan frasa. Frasa merupakan gabungan kata yang tidak melewati batas fungsi. Yang
dimaksud dengan fungsi adalah istilah seperti subjek, predikat, objek, dan keterangan
(Wijana, 2009:46).
Menurut Gorys Keraf, frasa merupakan gabungan dua atau lebih kata yang mana
masing-masing kata tetap mempertahankan makna dasar katanya dan setiap kata
pembentuknya tidak berfungsi sebagai subjek dan predikat dalam konstruksi itu. Hal ini
penting untuk membedakan frasa dengan kata majemuk dan frasa dengan kalimat atau
klausa. Kata majemuk juga merupakan gabungan kata namun kata-kata yang bergabung
tersebut telah melahirkan pengertian baru dan setiap kata tidak lagi mempertahankan
maknanya. Misalnya kambing hitam sebagai kata majemuk bukan berarti kambing yang
hitam melainkan orang yang dipersalahkan, sedangkan sebagai frasa kambing hitam berarti
kambing yang hitam.
Dari dua definisi di atas dapat disimpulkan bahwa frasa adalah gabungan kata yang
mana setiap kata tetap mempertahankan makna masing-masing dan gabungan kata
tersebut tidak melewati batas fungsi. Dalam sebuah frasa hanya terdapat satu kata sebagai
unsur inti atau unsur pusat. Kata-kata yang lain hanyalah sebagai unsur penjelas.
Contoh frasa:
rumah saya, sedang makan, sangat banyak, di kampus, sepuluh ekor,

6. Kata
Kata adalah bentuk bebas yang terkecil yang tidak dapat dibagi menjadi bentuk bebas
yang lebih kecil lagi (Wijana, 2009:33). Berdasarkan kamus linguistik, kata adalah satuan
bahasa yang dapat berdiri sendiri, terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem;
satuan terkecil dari leksem yang telah mengalami proses morfologis; morfem atau
kombinasi morfem yang oleh ahli bahasa dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat
diujarkan sebagai bentuk yang bebas (Kridalaksana, 2008: 110).
Sementara itu, Gorys Keraf menjelaskan bahwa pengertian kata tidak dapat dipisahkan
dengan pengertian arti. Arti adalah hubungan antara tanda berupa lambang bunyi ujaran
dengan hal atau barang yang diwakilinya. Jadi kata merupakan lambang bunyi ujaran
tentang suatu hal atau peristiwa. Seperti halnya manusia yang memiliki nama demikian
juga benda dan peristiwa yang juga memiliki lambang bunyi ujaran berupa kata yang
memiliki arti atau makna.
Contoh kata: makan, rumah, pakaian.
7. Morfem
Morfem adalah satuan gamatikal terkecil yang berperan sebagai pembentuk kata
(Wijana, 2009:33). Sebagai pembentuk kata morfem merupakan satuan kebahasaan yang
terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan tidak dapat dibagi atas bagian bermakna
yang lebih kecil (Kridalaksana, 2008:157). Dalam bahasa Indonesia morfem juga dapat
berupa imbuhan.
Dalam morfem dikenal istilah morfem dasar yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri
seperti lari, datang, tidur, dsb. Ada juga morfem terikat yaitu morfem yang tidak dapat
berdiri sendiri seperti awalan ber-, me(N-), akhiran –kan, -i, dsb. selain itu dikenal juga
istilah morfem dasar yaitu bentuk yang merupakan dasar pembentukan kata polimorfemik
(kata yang terdiri dari lebih dari satu morfem) misalnya rumah, alat, meja, dsb.
Sebuah morfem dasar dengan sendirinya sudah membentuk kata. Namun sebaliknya,
konsep kata tidak saja meliputi morfem dasar tetapi juga meliputi semua bentuk gabungan
antara morfem dasar dengan morfem terikat atau morfem dasar dengan morfem dasar.
Contoh morfem
{kerja}, {pergi}, {juang}, {ber-}, {per-}, {per-an}
8. Silabel
Dalam kamus linguistik, silabel atau suku kata dapat dilihat dari tiga sudut pandang
yaitu sudut fisiologi, artikulasi, dan fonologi. Dari sudut fisiologi, suku kata adalah ujaran
yang terjadi dalam satu denyut yakni pada satu penegasan otot pada waktu penghembusan
udara dari paru-paru. Dari sudut artikulasi, silabel adalah regangan ujaran yang terjadi
dari satu puncak kenyaringan di antara dua unsur yang tak berkenyaringan. Dari sudut
fonologi silabel adalah struktur yang terjadi dari satu fonem atau urutan fonem bersama
dengan ciri lain seperti kepanjangan atau tekanan (Kridalaksana, 2008:230).
Dari pengertian tersebut diambil benang merah bahwa silabel adalah satuan ritmis
yang terkecil. Artinya satuan yang memiliki puncak kenyaringan yang lazimnya diduduki
oleh bunyi-bunyi vokal (Wijana, 2009:28). Bunyi konsonan berperan sebagai lembah suku.
Contoh silabel:
Kata kaki berasal dari suku kata ka- dan -ki.
Kata tangan berasal dari suku kata ta- dan -ngan.

9. Fonem
Fonem adalah bunyi-bunyi yang berpotensi sebagai pembeda makna (Wijana,
2009:22). Salah satu cara menentukan sebuah fonem dalam sebuah sistem bahasa adalah
dengan pasangan minimal. Pasangan minimal adalah dua buah kata yang memiliki satu
bunyi yang berbeda. Misalnya kata tali dan tari. Dalam kedua kata tersebut terapat dua
bunyi berbeda yaitu [l] dan [r]. Dengan demikian bunyi [l] dan [r] dalam bahasa Indonesia
adalah fonem.

10. Fona
Fona atau bunyi bahasa adalah satuan bunyi yang dihasilkan alat ucap manusia dan
diamati dalam fonetik sebagai fon atau dalam fonologi fonem (Kridalaksana, 2008:38). Ada
dua jenis bunyi bahasa yaitu vokoid yaitu bunyi yang dihasilkan dengan arus udara yang
tidak mengalami rintangan (Wijana, 2009:16). Misalnya [a], [i], [e], dsb. Jenis yang kedua
adalah kontoid yaitu bunyi yang dihasilkan dengan arus udara yang mengalami rintangan
atau hambatan (Ibid, 2009:18). Misalnya [p], [r], [t], dsb.
Daftar Pustaka

Baryadi, I. Praptomo. 2002. Dasar-Dasar Analisis Wacana dalam Ilmu Bahasa.


Yogyakarta: Pustaka Gondho Suli.
_________________. 2011. Morfologi dalam Ilmu Bahasa. Yogyakarta: Penerbit Sanata
Dharma.
Keraf, Gorys. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Widia
Sarana Indonesia.
Kridalaksana, Harimurti. 1989. Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
___________________. 2008. Kamus Linguistik (Edisi 4). Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Purwoko, Herudjati. 2008. Discourse Analysis: Kajian Wacana bagi Semua Orang.
Jakarta: Penerbit Indeks.
Samsuri. 1988. Berbagai Aliran Linguistik Abad XX. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Sobur, Alex. 2006. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar untuk Analisis Wacana,
Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sugono Dendy (Pemred). 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Keempat). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Wijana, I Dewa Putu. 2009. Berkenalan dengan Linguistik. Yogyakarta: Pustaka Araska.
- BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa
memiliki hubungan yang erat dengan kehidupan. Oleh karena itu,
kajian bahasa merupakan suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan
karena dalam kehidupan sehari
-
hari manusia selalu berhubungan dengan bahasa.
Tanpa adanya bahasa, kehidupan di dun
ia akan terasa begitu suram tak berwarna.
Tak ada satu pun kegiatan dalam kehidupan yang tidak memerlukan bahasa.
Bahasa adalah suatu bentuk interaksi yang dilakukan oleh manusia untuk saling
memberi atau menerima informasi. Dengan kata lain, bahasa adalah
sarana
komunikasi yang utama, meskipun dalam kenyataan bahasa tidak hanya diartikan
suatu tuturan, tetapi dapat berupa isyarat gerakan tubuh yang bertujuan agar orang
lain mengerti akan suatu hal.
Bahasa sebagai bentuk komunikasi manusia menggunakan media
yang
berbeda
-
beda. Menurut Sumarlam (2004:1) secara garis besar komunikasi
dibedakan menjadi dua macam, yaitu komunikasi bahasa lisan dan komunikasi
bahasa tulis. Komunikasi bahasa lisan adalah cara penyampaian dan penerimaan
informasi dari pemberi informasi kepada penerima informasi tanpa menggunakan
perantara. Komunikasi bahasa tulis adalah proses penyampaian dan penerimaan
informasi kepada penerima informasi dengan menggunakan perantara (media)
salah satunya wacana.
Universitas
Sumatera
Utara
Wacana adalah satuan bahasa yang leng
kap, sehingga dalam hierarki
gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar (Kridalaksana
dalam Tarigan, 1987: 25). Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam
wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yan
g bisa
dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana
lisan). Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti wacana itu
dibentuk dari kalimat
-
kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan
persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dalam wacana dipenuhi
apabila dalam wacana itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya
keserasian hubungan antara unsur
-
unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila
wacana itu kohesif, akan tercipta kekoherensian, yaitu
isi wacana yang apik dan
benar.
Dalam situasi komunikasi, apa pun bentuk wacananya, diasumsikan
adanya penyapa (addressor) dan pesapa (addressee) (Rani, 2004: 4). Dalam
wacana lisan, penyapa adalah pembicara, sedangkan pesapa adalah pendengar.
Dalam wacana tulis, penyapa adalah penulis sedangkan pembaca sebagai pesapa.
Dalam sebuah wacana, harus ada unsur penyapa dan pesapa. Tanpa adanya kedua
unsur itu, tidak akan terbentuk suatu wacana.
Disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata
da
lam tindak komunikasi disebut analisis wacana (Rani, 2004:9). Analisis wacana
merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan
secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan (Stubbs dalam
Rani,2004:9). Penggunaan bahasa se
cara alamiah tersebut berarti penggunaan
bahasa seperti dalam komunikasi sehari

hari. Data dalam analisis wacana selalu


Universitas
Sumatera
Utara
berupa teks, baik teks lisan maupun tulis. Teks di sini mengacu pada bentuk
transkripsi rangkaian kalimat atau ujaran. Kalimat digunakan
dalam ragam bahasa
tulis sedangkan ujaran digunakan untuk mengacu pada kalimat dalam ragam
bahasa lisan. Untuk memahami sebuah wacana, perlu diperhatikan semua hal
yang terlibat dalam penggunaan bahasa tersebut.
Samsuri menguraikan beberapa aspek yang ber
kaitan dengan kajian
wacana. Aspek
-
aspek tersebut adalah (a) konteks wacana, (b) topik, tema, dan
judul wacana, (c) kohesi dan koherensi wacana, dan (d) referensi dan inferensi
kewacanaan (Samsuri dalam Rani, 2004:15). Khusus mengenai hubungan kohesi,
Sams
uri mengatakan bahwa hubungan kohesi terbentuk jika penafsiran suatu
unsur dalam ujaran bergantung pada penafsiran makna ujaran yang lain, dalam
arti bahwa yang satu tidak dapat ditafsirkan maknanya dengan efektif, kecuali
dengan mengacu pada unsur yang lain. Hubungan kohesi yang dimaksud, seperti
(a) hubungan sebab
-
akibat, (b) referensi dengan pronomina persona dan
demonstrativa, (c) konjungsi, (d) hubungan leksikal, dan (e) hubungan struktural
lanjutan, seperti substitusi, perbandingan, dan perulangan.
Be
rdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dapat
dibedakan menjadi wacana tulis dan wacana lisan (Rani, 2004: 26). Wacana tulis
adalah teks yang yang berupa rangkaian kalimat yang menggunakan ragam bahasa
tulis, sedangkan wacana lisan mer
upakan rangkaian kalimat yang ditranskrip dari
rekaman bahasa lisan. Wacana tulis dapat ditemukan dalam bentuk buku, surat
kabar, artikel, makalah, dan sebagainya sedangkan wacana lisan dapat ditemukan
dalam bentuk percakapan, khotbah, dan siaran langsung
di radio atau televisi.
Universitas
Sumatera
Utara
Berdasarkan tujuan komunikasi, wacana dapat dibedakan menjadi wacana
deskripsi, eksposisi, argumentasi, persuasi, dan narasi (Rani, 2004:37). Wacana
narasi adalah suatu bentuk wacana yang berusaha menggambarkan dengan
sejelas
-
jelasn
ya pada pembaca suatu peristiwa yang telah terjadi (Keraf, 1986:
136). Dalam wacana narasi, terdapat unsur
-
unsur cerita yang penting, misalnya
unsur waktu, pelaku, dan peristiwa. Dengan cara ini, dapat dipenuhi kebutuhan
para pendengar dan pembacanya untuk
memperoleh informasi tentang kejadian
itu. Antara kisah dan kisah dalam narasi selalu terdapat perbedaan yang
menyangkut tujuan dan sasarannya, misalnya narasi ekspositoris dan narasi
sugestif. Narasi ekspositoris adalah narasi yang bertujuan untuk member
i
informasi pada pembaca agar pengetahuannya bertambah luas, menyampaikan
informasi mengenai suatu kejadian, didasarkan pada penalaran untuk mencapai
kesepakatan rasional, dan bahasa dalam narasi ekspositoris lebih condong ke
bahasa informatif dengan titik
berat pada penggunaan kata
-
kata denotatif.
Sedangkan narasi sugestif adalah narasi yang disusun sedemikian rupa sehingga
mampu menimbulkan daya khayal para pembaca, menyampaikan suatu makna
atau suatu amanat yang tersirat, penalaran hanya berfungsi sebaga
i alat untuk
menyampaikan makna, sehingga kalau perlu penalaran dapat dilanggar, dan
bahasa yang digunakan lebih condong ke bahasa figuratif dengan menitikberatkan
penggunaan kata
-
kata konotatif.
Media informasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu dalam ben
tuk
elektronik dan cetak. Dalam bentuk elektronik, misalnya televisi, radio, tape,
telepon, dan komputer.
Sedangkan media cetak, misalnya tabloid, majalah, koran,
artikel, pamplet, dan papan reklame. Surat kabar merupakan salah satu media
Universitas
Sumatera
Utara
cetak yang memili
ki keunggulan dapat dibaca dimana saja dan kapan saja. Berita
yang disampaikan dikupas lebih mendalam dan lebih terinci. Fungsi bahasa
sebagai alat komunikasi salah satunya tampak dalam penggunaan ragam bahasa
jurnalistik. Ragam bahasa jurnalistik adalah r
agam bahasa yang digunakan oleh
wartawan dalam media massa.
Surat kabar adalah alat komunikasi yang berperan sebagai sarana
informasi yang telah menjadi suatu kebutuhan sehari
-
hari bagi masyarakat. Setiap
hari orang membaca surat kabar untuk mengetahui ber
ita
-
berita yang sedang
berkembang atau terjadi sehari
-
hari. Jenis surat kabar umum biasanya diterbitkan
setiap hari. Salah satu surat kabar umum yang terbit setiap hari adalah
Kompas
.
Kompas
adalah surat kabar yang terbit sejak 28 Juni 1965 dengan pendiri P.K.
Ojong (1920
-
1980) Jakob Oetama.
Kompas
merupakan surat kabar harian yang
memuat berita
-
berita faktual yang jangkauannya luas, tidak hanya di dalam negeri
namun suda h mencakup internasi
onal. Informasi yang disajikan meliputi politik
dan hukum, opini, internasional, pendidikan dan kebudayaan, lingkungan dan
kesehatan, IPTEK, umum, bisnis dan keuangan, nusantara, metropolitan,
Sumatera Utara, nama dan peristiwa, dan olahraga.
Setiap wacana
mengandung informasi yang merupakan misi yang hendak
dicapai. Harian
Kompas
, misalnya merupakan salah satu surat kabar yang di
dalamnya terdapat wacana
-
wacana narasi ekspositoris. Pada umumnya pembaca
hanya memperhatikan isi dari informasi yang dibaca ta
npa memperhatikan
bagaimana caranya informasi itu dihasilkan. Dengan kata lain, bagaimana seorang
pencerita atau narator menemukan cara terbaik untuk menyampaikan suatu
Universitas
Sumatera
Utara
peristiwa agar dapat dimengerti atau dipahami dengan mudah oleh pembacanya.
Hal ini yang melatarbelakangi pemilihan topik penelitian ini.
Unsur yang digunakan untuk membangun wacana yang baik adalah kohesi
dan koherensi. Kohesi dan koherensi merupakan unsur hakikat wacana, unsur
yang turut menentukan keutuhan wacana. Dalam kata
kohesi
tersir
at pengertian
kepaduan, keutuhan; dan pada kata
koherensi
terkandung pengertian pertalian,
hubungan. Apabila dikaitkan dengan aspek bentuk dan makna maka dapat
dikatakan bahwa kohesi mengacu kepada aspek bentuk dan koherensi kepada
aspek makna wacana (Tar
igan, 1987:96). Wacana yang baik ditandai dengan
adanya hubungan semantis antarunsur bagian dalam wacana. Hubungan tersebut
disebut sebagai hubungan koherensi. Kohesi adalah keserasian hubungan antara
unsur-
unsur yang ada dalam wacana tersebut. Menurut Hal
liday dan Hasan (dalam
Rani,1994: 94) unsur kohesi terdiri atas tiga macam, yaitu unsur gramatikal,
konjungsi, dan leksikal. Hubungan gramatikal itu dibedakan menjadi referensi,
substitusi, dan elipsis. Sedangkan, hubungan leksikal diciptakan dengan
menggu
nakan bentuk
-
bentuk leksikal seperti reiterasi dan kolokasi.
Referensi adalah hubungan antara kata dengan benda. (Lyons dalam Rani,
1994: 97). Substitusi adalah proses penggantian unsur bahasa oleh unsur lain
dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh unsur
-
unsur pembeda atau
untuk menjelaskan unsur tertentu (Kridalaksana dalam HG Tarigan, 1987 : 100).
Kalau referensi adalah hubungan meaning (makna), maka substitusi adalah
hubungan gramatikal yang terbagi atas tiga bagian, yaitu nominal (kata benda),
verbal (kata kerja), dan clausal (klausa) (Lubis, 1991:35). Eli
psis adalah
peniadaan kata atau satuan lain yang wujud asalnya dapat diramalkan dari konteks
Universitas
Sumatera
Utara
bahasa atau konteks luar bahasa (Kridalaksana dalam Tarigan,1987 : 101).
Konjungsi adalah yang digunakan untuk menggabungkan kata dengan kata, frase
dengan frase,
klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, atau paragraf dengan
paragraf (Kridalaksana dalam Tarigan, 1987: 101). Reiterasi adalah piranti kohesi
leksikal yang digunakan dengan mengulang sesuatu proposisi atau bagian dari
proposisi. Kolokasi adalah kata
yang menunjukkan adanya hubungan kedekatan
tempat ( lokasi ) ( Rani, 2004: 129).
Pada penelitian ini, penulis akan menganalisis wacana narasi ekspositoris
pada harian
Kompas
deng
an pembahasan unsur kohesi gramatikal yaitu
substitusi..
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tentang latar belakang di atas, maka permasalahan
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1.
Substitusi apasajakah yang terdapat dalam wacana narasi
ekspositoris pada
harian
Kompas
?
2.
Substitusi apasajakah yang paling menonjol digunakan dalam wacana
narasi ekspositoris pada harian
Kompas
?
1.3 Pembatasan Masalah
Suatu penelitian harus mempunyai batasan masalah. Batasan ini sangat
penting dalam suatu
penelitian. Hal ini dimaksudkan agar penelitian tersebut
Universitas
Sumatera
Utara
terarah dan tidak terjadi kesimpangsiuran masalah yang hendak diteliti, serta
tujuan penelitian dapat tercapai.Berdasarkan tujuan dan sasarannya, wacana narasi
dapat dibedakan lagi atas narasi ekspos
itoris dan narasi sugestif. Dalam penelitian
ini yang diteliti terbatas pada narasi ekspositoris dalam harian umum
Kompas
edisi Maret 2010.
1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1.
Untuk mendeskripsika
n jenis substitusi apa saja yang digunakan dalam
wacana narasi ekspositoris yang terdapat pada harian
Kompas
.
2.
Untuk mendeskripsikan substitusi apa saja yang paling menonjol digunakan
dalam wacana narasi ekspositoris yang terdapat pada harian
Kompas
.
1.4.2
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1.
Memberikan pengalaman tersendiri bagi peneliti tentang substitusi dalam
wacana narasi ekspositoris pada harian
Kompas
.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan m
asukan atau
tambahan pengetahuan mengenai analisis substitusi, khususnya wacana narasi.
3.
Memudahkan pembaca dalam menyampaikan maupun menerima informasi
melalui media ma
ssa.

1
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Satuan
-
satuan sintaksis meliputi wacana, kalimat, klausa, frase dan kata.
Kalimat termasuk dalam tata bahasa dalam bab sintaksis. Pernyataan yang
mengatakan bahwa sintaksis adalah ilmu tentang kalimat atau ilmu mengenai
penataan kalimat. Satuan wacana dapat dikaitkan dengan pembentukan kalimat.
Hal ini mudah dipahami karena kalimat merupakan satuan bahasa yang
“langsung” digunakan sebagai satuan ujaran di dalam komunikasi verbal yang
hanya dilakukan oleh manusia (Chaer,
2007:239).
Kalimat tanya termasuk dalam ragam atau jenis kalimat. Kalimat tanya
merupakan kalimat yang isinya menanyakan sesuatu atau seseorang kepada
pendengar atau pembaca. Kalimat ini disebut kalimat interogatif (Markhamah,
2009:73
-
74). Kalimat interog
atif adalah kalimat yang mengharapkan adanya
jawaban yang verbal berupa pengakuan, keterangan, alasan atau pendapat dari
pihak pendengar atau pembaca (Chaer, 2009:189).
Kalimat tanya termasuk dalam kalimat berdasarkan fungsi. Kalimat tanya
bertujuan untu
k mempero
leh suatu informasi atau jawaban
yang diharapkan.
Kata tanya yang dipergunakan
adalah bagaimana, di mana, mengapa
, kapan
(Arifin, dkk. 2008:70
-
71)
.
Karya sastra sebagai ungkapan pribadi manusia yang berada pada potret
kehidupan
bermasyarakat untuk dinikmati dan dipahami oleh masyarakat.
MAKALAH
BAHASA INDONESIA
SATUAN BAHASA

KELOMPOK :
 ENGKRIS AKASTRI
 FADLATUL WASILAH
 M. FIKRI F
 RT. AYU M
 SUHARTA
 YULIANI

MADRASAH ALIYAH MATHLA’UL ANWAR


PUSAT MENES TAHUN AJARAN 2014-2015

Anda mungkin juga menyukai