Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PRAKTEK

PENGANTAR OSEANOGRAFI

OLEH :

MUH. SYAHRUL
I1D120024

PROGRAM STUDI
AGROBISNIS PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Laporan Praktek Pengantar Oseanografi


Nama : Muh. Syahrul
Stambuk : I1D120024
Program Studi : Agrobisnis Perikanan

Laporan disusun sebagai salah satu syarat kelulusan pada


Matakuliah Pengantar Oseanografi Semester Genap 2020/2021

Pada Program studi


Agrobisnis Perikanan

Disetujui oleh
Penanggung Jawab Praktikum
Muhammad.Trial F. Erawan S.Pi msi
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat
iman dan kesehatan, sehingga saya diberi kesempatan yang luar biasa ini yaitu kesempatan
untuk menyelesaikan laporan yang berjudul “Laporan Praktek Pengantar Oseanografi.

Shalawat serta salam tidak lupa selalu kita haturkan untuk junjungan nabi gung kita,
yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjukan Allah SWT untuk kita
semua, yang merupakan sebuah pentunjuk yang paling benar yakni Syariah agama Islam yang
sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi seluruh alam semesta

Dalam melakukan penysunan laporan ini, tentunya banyak sekali hambatan yang telah
penulis rasakan, oleh sebab itu, kami berterima kasih kepada beberapa pihak terutama bapak
pengajar mata kuliah kami yang telah membantu membina dan mendukung kami dalam
mengatasi beberapa hambatan yang kami dapatkan.

Selain itu kami juga sadar bahwa pada laporan ini dapat ditemukan banyak sekali
kekurangan serta jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami benar-benar menanti kritik dan
saran untuk kemudian dapat kami revisi dan kami tulis di masa yang selanjutnya, sebab sekali
kali lagi kami menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa disertai saran yang
konstruktif. Dan semoga laporan ini dapat memberikan manfaat.

Kendari, 20 Juli 2021

Muh. Syahrul
DAFTAR PUSTAKA

Sampul......................................................................................................

Kata Pengantar.............................................................................................

Halaman Pengesahan.....................................................................................

Daftar Isi.............................................................................................................

BAB I Pendahuluan…………………………………………………………………

1.1. Latar Belakang...........................................................................................

1.2. Tujuan…………………………………............................

1.3. Kegunaan…………………………………............................

BAB II Teori Landasan……………………………………………..............

2.1. Suhu Perairan……………………………………………

2.2. Salinitas………………………............................

2.3. Arus……………………………………………………..

2.4. Pasang Surut………………………………………………..

BAB III Metode Praktek.................................................................................

3.1. Alat dan Bahan…………………………………………………………

3.2. Prosedur Pengamatan…………………………………………..

3.3. Analisis Data……………………………………........................

BAB IV Hasil Dan Pembahasan…………………………………………………...

4.1. Hasil…………………………..

4.2. Pembahasan………………………………………….

Kesimpulan………………………………………………………………..

Daftar pustaka………………………………………………………………...
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Oseanografi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari kata oceanus yang berarti
lautan/samudera dan graphos yang berarti gambaran/deskripsi sehingga oseanografi
bermakna deskripsi tentang lautan. Pengetahuan tentang oseanografi sangat diperlukan
terutama sebagai pengetahuan dasar bagi ilmu-ilmu perikanan, manajemen perairan,
budidaya laut, dan kelautan. Pengetahuan dasar tentang parameter oseanografi mmeliputi
pengertiannya, karakteristiknya, faktor-faktor yang mempenaruhinya, dinamikanya dan
keterkaitan antara parameter yang satu dengan parameter lainnya.

Deskripsi tentang lautan yang baik haruslah menggunakan indikator-indikator berupa


parameter-parameter oseanografi dengan kaidah pengamatan yang ilmiah. Pengumpulan
data untuk masing-masing parameter menggunakan peralatan-peralatan yang memadai dan
metode-metode yang benar. Kelebihan dan kekurangan dari peralatan dan metode
pengamatan yang digunakan perlu diketahui dan dikemukakan secara terbuka. Persyaratan-
persyaratan yang dibutuhkan untuk pelaksanaan pengumpulan data perlu di pahami dan
diaplikasikan dengan baik sehingga diperoleh data-data yang valid. Data-data itu kemudian
harus di sajikan dengan bentuk-bentuk penyajian data yang menarik dan mudah dipahami.

Dalam rangka mendapatkan kompetensi tentang penguasaan metode pengamatan


parameter-parameter oseanografi dan penyajian datanya maka diperlukan suatu kegiatan
praktik di lapangan. Idealnya kegiatan pengumpulan data lapangan didukung dengan studi
pustaka diharapkan dapat memberikan keterampilan untuk melengkapi pengetahun teoritis
yang diperoleh di ruang kuliah. Namun karena adanya kendala yang menyebabkan kita tidak
mungkin melakukan pengamatan lapangan, maka kegiatan praktikum pengantar oseanografi
ini dilakukan dengan menggunakan data sekunder yang dipadukan dengan studi pustaka dan
pengamatan dengan media video.

Beberapa parameter oseanografi yakni suhu, salinitas, dan arus menjadi topik
dalam praktikum ini. Secara toritis suhu perairan, salintas dan arus merupakan parameter
yang paling umum diamati dalam pengamatan oseanografi. Ketiga parameter ini sangat
penting perannya secara biologi dan fisik di laut. Suhu berkaitan erat dengan metabolisme
biota laut sehingga menjadi faktor pembatas distribusi biota laut. Salinitas berkait
dengan proses osmoregulasi biota laut yakni pengaturan kesimbangan osmosis cairan
tubuh dengan lingkungan perairan. Arus berperan penting dalam transport sedimen,
nutrient dan larva hewan air.

1.2. Tujuan

Tujuan praktikum masing-masing parameter adalah sebagai berikut:


a. Suhu:
● Menggambarkan grafik fluktuasi harian suhu permukaan perairan di
lokasi praktek, selama 24 jam.
● Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi
suhu permukaan perairan pantai di lokasi praktek.
b. Salinitas:
● Menggambarkan grafik fluktuasi harian salinitas permukaan perairan
di lokasi praktek, selama 24 jam.
● 2 Mengidentifikasi faktor-faktor yang menyebabkan
bervariasi/tidaknya salinitas permukaan perairan di lokasi praktek.
c. Arus:
● Menentukan kecepatan dan arah arus di lokasi praktek
● Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan dan
arah arus.
d. Pasang Surut:
● Menentukan beda pasang surut [amplitude] harian di lokasi praktek
● Menentukan jenis pasang surut dan tipe pasang surut di lokasi praktek
● Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi amplitudo, jenis
dan tipe pasang surut di Lokasi Praktek
1.3. Kegunaan

Kegunaan dari praktek lapang ini adalah memberikan pemahaman praktis kepada
mahasiswa tentang pengamatan beberapa parameter oseanografi

BAB II
TEORI LANDASAN

2.1. Suhu Perairan

Suhu merupakan parameter laut yang sangat penting. Oleh karena itu pada setiap
penelitian oseanografi pengukuran suhu air laut selalu dilakukan. Pentingnya mengetahui
suhu perairan ialah untuk mempelajari proses-proses fisika, kimia maupun bilogi di laut.
Sebagai gambaran, arus yang merupakan suatu proses fisika laut dapat terjadi karena antara
lain adanya perbedaan densitas [kerapatan] massa-massa air. Sedangkan densitas sangat
ditentukan oleh suhu. Dengan mempelajari distribusi suhu di perairan pada waktu dan tempat
tertentu diharapkan pola arus diperairan itu dapat diketahui.

Demikian pula dalam mempelajari kimia oseanografi, suhu adalah merupakan salah
satu faktor yang perlu diketahui. Hal ini disebabkan peranan suhu dalam pelarutan unsur-
unsur maupun senyawa kimia. Makin tinggi suhu perairan, maka akan semakin tinggi pula
derajat kelarutan perairan atau reaksi kimia antara unsur atau senyawa satu dengan lainya.
Pada kegiatan usaha perikanan, peranan suhu dapat ikut menentukan keberhasilan
penangkapan ikan. Hal ini disebabkan oleh sifat ikan yang menyukai hidup pada kisaran suhu
tertentu. Apabila distribusi suhu perairan pada permukaan dan pada berbagai kedalaman
diketahui, tempat-tempat gerombolan ikan tertentupun akan dapat diduga, sehingga untuk
mendapat hasil optimal alat penangkapan ikan pun dapat ditujukan ketempat tersebut. Pada
usaha pertambakan di daerah pantai, suhu akan mempengaruhi produktivitas perairan.
Beberapa Faktor Yang Mempengauhi Suhu Laut

Seperti proses yang terjadi di atmosfir, radiasi matahari yang masuk kelaut
sebagian akan diserap dan sebagian lainya akan mengalami pembauran. Di dalam proses
penyerapan tersebut, radiasi yang berbentuk gelombang elektromagnetik diubah menjadi
energi kinetis yang lazim kita kenal sebagai panas. Panas inilah yang menjadi faktor utama
pembentuk suhu air laut. Sedangkan penguapan juga mempengaruhi suhu laut, tetapi bersifat
negatif. Keadaan tersebut disebabkan karena semua proses penguapan akan memerlukan
energi atau panas. Dua faktor diatas, radiasi matahari dan penguapan, merupakan faktor-
faktor yang paling berperan dan menentukan besarnya suhu perairan. Beberapa faktor lain
seperti proses kimia, proses biologi, pergerakan arus dan panas yang berasal dari pusat bumi,
mempunyai peranan sangat kecil terhadap suhu perairan. Seperti telah kita pelajari, proses
atau reaksi kimia dapat bersifat menghasilkan panas dan ada pula yang memerlukan panas,
demikian pula proses biologi. Namun demikian proses tersebut sangat sangat kecil
peranannya. Berdasarkan pengamatan yang pernah dilakukan, suhu perairan-perairan di
dunia ini berkisar antara 35oC sampai –2oC. Untuk perairan di daerah tropis seperti perairan
indonesia, variasi yang terjadi kecil.

Penyebaran Suhu Horizontal

Penyebaran suhu secara horisiontal untuk perairan Indonesia tidak mengalami


variasi. Dari hasil-hasil penelitian, tempat-tempat atau perairan yang mempunyai suhu yang
sama dihubungkan dan membentuk garis. Garis-garis tersebut dikenal dengan garis
isotherm. [iso = sama ; therm = suhu] pada sebaran suhu samudra dunia garis-garis isotherm
dipermukaan pada umumnya sejajar dengan garis lintang bumi. Hal ini disebabkan
karena daerah-daerah yang terletak pada lintang yang sama, pada umumnya akan mengalami
radiasi matahari yang sama besar pula. Karena radiasi matahari adalah sumber utama
pembentuk suhu laut, maka daerah-daerah tersebut akan mengalami suhu yang sama pula.

Metode pengukuran suhu laut

Suhu di laut diukur dengan menggunakan alat pengukur suhu yaitu termometer.
Mengukur suhu dipermukaan laut mudah dilakukan. Tetapi untuk mengukur kedalaman
tertentu agak sukar. Hal ini dapat dimengerti, karena apabila kita mengambil contoh air dari
kedalaman 100 meter dan kemudian suhu baru diukur di atas permukaan laut, maka suhu
tersebut sudah berubah karena sudah mendapat pengaruh dari lapisan air di atas. Untuk
mengatasi kesulitan tersebut, para ahli telah menciptakan termometer khusus yang disebut
thermometer bolak-balik [reversing thermometer]. Bila kita menginginkan pengukuran suhu
secara terus menerus atau berkesinambungan [continuous] ke arah dalam, hal ini dapat
digunakan alat bathythermograph. Alat ini terdiri dari dua bagian, yaitu pengindera panas
dan pengukuran tekanan air. Jadi dengan menggunakan alat ini kita dapatkan catatan suhu
dan tekanan dan kedalaman.

2.2. Salinitas

Salinitas sama halnya dengan suhu merupakan parameter penting dalam


oseanografi. Salinitas berperan besar dalam kehidupan biota laut. Seperti halnya terhadap
suhu, ikan juga mempunyai kesenangan hidup di perairan dengan harga salinitas tertentu.
Pengetahuan ini akan sangat bermanfaat pada usaha penangkapan ikan. Karena salinitas
dipengaruhi oleh pencampuran massa air, maka salinitas juga merupakan parameter
penting dalam mempelajari gerakan mesa air.

Air laut merupakan campuran yang sangat kompleks dari senyawa-senyawa yang ada
di dalam air. Perbandingan antara komponen-komponen yang ada di semua air laut
menunjukan suatu kesamaan. Sedangkan penguapan dan penambahan air dari sungai akan
menimbulkan variasi kandungan senyawa-senyawa yang ada. Perbandingan antara
komponen-komponen senyawa kimia yang terlarut di air laut adalah tetap pada perairan atau
laut terbuka di dunia ini. Hal ini merupakan hasil penemuan terpenting pada ekspedisi
Challenger yang dilakukan oleh Inggris pada tahun 1872 – 1876.

Untuk mengukur kandungan total senyawa-senyawa kimia laut adalah mudah.


Ambillah 1 kilogram air laut dan panaskanlah sampai kering, kemudian timbanglah sisa yang
ada. Sisa dari satu kilogram air laut kira-kira adalah 35 gram. Salinitas dapat didefinisikan
sebagai jumlah [gram] zat-zat yang larut dalam satu kilogram air laut, dengan anggapan
bahwa semua karbonat-karbonat telah diubah menjadi oksida-oksidanya, brom dan jodium
digantikan oleh chlor dan semua bahan-bahan organik telah dioksidasi dengan sempurna. Di
dalam bidang oseanografi, ketelitian yang diharapkan dalam menentukan salinitas adalah
0,01 gram per kilogram. Dengan cara penguapan tadi akan sulit mendapatkan ketelitian
seperti itu. Untuk menganalisa seluruh senyawa di dalam air laut tentu bukan pekerjaan yang
mudah. Dari semua kemungkinan yang ada, dipilih bahwa penentuan kandungan chlor [CL]
dalam air laut adalah yang termudah. Banyaknya chlor di dalam air laut disebut chlorinitas,
yang pada umumnya dinyatakan dalam permil atau gram per kilogam air laut [‰]. Karena
perbandingan antara senyawa-senyawa laut yang selalu konstan, maka didapatkan hubungan
antara chloronitas dengan salinitas: Salinitas = 1,80655 x chlorinitas

Untuk menyamakan derajat ketelitian dalam penentuan chlorinitas, dibangunlah


laboratorium di Copenhagen, Denmark, yang menghasilkan air-air laut standard atau
normal yang dikirim ke seluruh dunia. Air laut normal ini mempunyai kadar chlor sekitar
19,3755‰ yang sangat mantap. Air normal dikirim ke berbagai tempat dalam ampul gelas
berukuran sekitar 300 cc. Dengan demikian penentuan chlorinitas air laut di seluruh dunia
dapat distandarisasi. Disamping mengukur kandungan chlor air laut saat ini telah
digunakan pula daya hantar listrik sebagai cara untuk menentukan salinitas. Alat ini
disebut salinometer. Dalam perkembangan selanjutnya dibuatlah suatu alat pengukur
salinitas yang dinamakan refraktometer bahkan dalam bentuk portable yang disebut hand
refractometer.

Diagram Temperatur-Salinitas [T-S DIAGRAM]

Bila pada suatu perairan dilakukan pengukuran suhu serta salainitas secara vertikal,
maka kita tidak akan melihat suatu yang khas. Grafik-grafik hasil pengukuran itu akan selalu
berubah-ubah tergantung dari banyak faktor. Tetapi bila suhu dan salinitas yang didapat pada
perairan tersebut kita plotkan pada suatu sumbu koordinat tertentu [suhu sebagai ordinat dan
salinitas sebagai absis], maka titik-titik itu akan membentuk grafik tertentu. Hal ini dapat
terjadi meskipun titik-titik tersebut hasil penelitian yang berbeda- beda waktunya. Titik-titik
tersebut dapat dihubungkan menjadi satu garis lurus atau lengkug. Garis seperti inilah yang
dinamakan dengan T-S diagram. T-S diagram di beberapa perairan merupakan sifat khas,
yang berarti pula tidak ada duanya. Pada perairan yang homogen [seragam], yang ditandai
oleh salinitas dan suhu sama di mana-mana, maka kita akan mendapatkan T-S diagram yang
berupa titik saja. Kalau perairan itu bercampur dengan massa air dengan sifat-sifat yang tidak
sama, maka T-S diagram akan mengalami perubahan letak. Perubahan itu tergantung pada
besar massa. Perbedaan suhu, dan salinitas dari dua massa air tersebut.

Karena T-S diagram merupakan suatu yang khas untuk suatu perairan, maka dapat
dipergunakan untuk:
- Melihat apakah pengukuran suhu atau salinitas pada berbagai kedalaman baik atau
tidak. Pengkuran yang baik akan selalu dekat dengan T-S diagram yang ada dari
perairan tersebut.
- Dengan mengetahui salah satu parameter suhu atau salinitas, kita dapat mengetahui
parameter lainnya.
- Dengan mempertimbangkan T-S diagram dari beberapa perairan, maka kita dapat
mempelajari proses percampuran massa air yang terjadi

2.3. Arus

Di darat kita mengenal sungai yang mengalirakan airnya dari tempat tinggi ke tempat
yang rendah. Aliran ”sungai” seperti keadaan diatas juga terjadi di laut. Aliran
”sungai” tadi lebih kenal dengan nama arus. Bahkan ada arus dibawah permukaan laut yang
tidak tampak dari permukaan. Adanya arus dilaut di sebabkan oleh:
- Perbedaan densitas dari air laut.
- Angin yang bertiup terus-menerus diatas permukaan air laut,seperti
angin passat dan muson.
- Pasang-surut terutama di daerah-daerah pantai.

Jika ditanya faktor apa yang menyababkan adanya arus di dilaut? Jawabanya ialah
radiasi matahari. Pemanasan matahari tidak sama di satu tempat dengan tempat lain,karena
berbagai faktor seperti:
- Sudut datang dari sinar matahari yang berbeda.
- Keadaan awan di tempat tersebut.
- Keadaan tempat itu sendiri.
- Benda-benda yang ada pada tempat itu.

Akibat pemanasan udara di atas tempat tadi akan menerima panas yang berbeda
pula. Makin panas udara di tempat tersebut makin renggang udaranya. Dengan makin
renggangnya udara, tekanannya akan semakin kecil. Dengan adanya perbedaan tekanan
udara tadi, akan ada angin yang berhembus dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang
bertekanan rendah. Jika angin ini bertiup diatas permukaan laut, air laut akan terseret dan
menimbulkan arus laut.
Akibat pemanasan yang berbeda dari permukaan laut, maka terjadi pula perbedaan
penguapan. Tempat-tempat dengan penguapan yang besar mengakibatkan densitas dan
berat jenis air laut bertambah besar dibandingkan dengan densitas air laut di tempat dengan
penguapan kurang. Perbedaan densitas air laut diberbagai tempat di laut menimbulkan
arus. Kejadian tersebut dapat diterangkan secara sederhana sebagai berikut [Gambar 1 dan
2].
pemanasan kurang pemanasan banyak
penguapan kurang penguapan besar
udara padat hembusan angin udara regang penguapan kecil penguapan besar

arah arus permukaan laut arah arus

masa air turun

Gambar 1. Arus laut disebapkan oleh angin Gambar 2. Arus laut akibat perbedaan
densitas

Di suatu tempat A di permukaan laut penguapan kecil. Sedangkan di tempat B


pengupan yang besar. Keadaan ini menyebabkan densitas massa air di tempat B manjadi
lebih tinggi dari massa air di sekitanya. Massa air di B akan tengelam. ”Kekosongan” di
tempat B akan di isi oleh massa air di tempat A. sedangkan “Kekosongan” di A akan diisi
oleh air dari dasar perairan A. Gerakan akibat desakan massa air yang tenggelam di muka
perairan B. Gerkan massa air laut atau sirkulasi tadi disebut pula arus.
Di daerah pantai pengaruh pasang-surut dapat terlihat dengan jelas yaitu naik dan
turunnya permukaan air laut. Naik turunnya permukaan air laut mempengaruhi aliran
massa air terutama di muara-muara sungai. Jika surut, permukaan air laut lebih rendah dari
permukaan laut rata-rata, sehingga air alaut mengalir menjaui pantai. Aliran massa air
tersebut disebut pula arus. Perubahan arah aliran arus sesuai dengan waktu pasang surutnya
air laut yang terjadi yaitu sekitar 12 jam sekali. Sehingga bila jam 06.00 pagi terjadi pasang
[arus mengalir ke arah daratan ]dan pada jam 18.00 sore akan terjadi pasang kembali yang
berarti arus mengalir kembali ke arah daratan.
Arus akibat pasang surut air laut ini dan arus-arus akibat angin dan perbedaan densitas
masih dipengaruhi oleh faktor lain yang dapat meredam atau mengubah arahnya. Faktor
yang dapat meredam arus adalah gaya gesekan dengan dasar perairan.
2.4. Pasang Surut

Setiap saat permukaan laut akan selalu bergerak naik dan turun secara teratur.
Gerakan naik turun [vertikal] ini disertai pula dengan gerakan mendatar [horisontal] yang
tertentu pula. Keadaan laut yang demikian dikenal sebagai pasang atau pasang surut,
sedangkan gerakan mendatar tersebut disebut pula dengan arus pasang surut. Karena gerakan
laut yang tidak pernah berhenti ini maka kadang-kadang dikatakan bahwa gerakan pasang surut
adalah merupakan jantung yang selalu menggerakkan dan menghidupkan laut.
Bagi dunia perikanan, terutama perikanan laut atau pun usaha perikanan di daerah
pantai, pengetahuan mengenai karakter pasang-surut merupakan hal yang sangat penting.
Untuk usaha penangkapan ikan di laut. Pengetahuan pasang surut diperlukan terutama untuk
navigasi. Karena kesalahan dalam memperhitungkannya dapat berakibat fatal. Selain itu
beberapa jenis ikan mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang behubungan erat dengan pasang-
surut. Pada usaha perikan pantai, misalkan pertambakan pasang-surut dapat mendasari rencana
konstruksi dan sistem pengairan di tambang. Hal-hal tersebut sangat mempengaruhi
keberhasilan usaha tambak.

Gaya pembangkit pasang-surut

Pasang-surut adalah merupakan gelombang yang sangat panjang. Yang mempunyai


periode lebih kurang 12 jam 20 menit dan panjang gelombang kira-kira setengah dari keliling
bumi. Puncak dan lembah gelombang biasa di sebut dengan pasang naik dan surut. Tinggi
pasang untuk setiap pantai berbeda. Demikian pula dari waktu ke waktu terjadi perubahan yang
tergantung antara lain oleh kedalaman laut, bentuk pantai serta letak geografisnya. Pasang-
surut terjadi oleh karena adanya gaya tarik bulan dan matahari terhadap massa air dibumi.
Di atas sudah dikatakan bahwa pasang-surut adalah naik turunnya permukaan laut
sebagai akibat dan gaya tarik bulan dan matahari terhadap massa air di bumi. Untuk
menyederhanakan bahasan, pengaruh matahari akan diabaikan untuk sementara. Pada sistem
bumi-bulan ini, apabila hanya gaya tarik-menarik saja yang bekerja, maka jarak bumi-bulan
semakin lama akan semakin pendek sehingga akan terjadi tumbukan antara dua benda angkasa
tersebut. Tetapi sampai saat ini tidak terjadi tumbukan tersebut dan ini berarti bahwa jarak
bumi-bulan masih tetap. Dari pernyataan tersebut dapat diambil suatu kesimpulan bahwa ada
gaya lain yang mampu mengimbangi gaya tarik bumi-bulan tersebut. Gaya bumi tak lain
adalah gaya sentrifugal, yaitu gaya ke arah luar yang terjadi akibat berputarnya suatu sistem
pada sumbunya. Untuk dapat membayangkannya dapat diambil contoh bila sebuah bola diikat
dengan seutas tali maka bola akan mengalami gaya karena yang membuang tali tetap tegang.
Apabila putaran semakin diperkuat maka gaya tersebut juga akan melemah [Gambar 5.1.]

Bulan

Bumi Gaya sentrifugal


Gaya tarik bulan
Gaya pembangkit pasut

Gambar 5.1. Gaya Pembangkit Pasang Surut

Ada dua perbedaan prinsip dari dua gaya tersebut, gaya tarik dan sentrifugal, yang akan
berperan penting dalam pembangkitan pasang-surut yaitu:

1. gaya tarik bulan mempunyai arah yang terpusat ke bulan dengan besaran [magnitude] yang
berbeda-beda. Tempat-tempat yang lebih dakat ke bulan akan mengalami gaya tarik yang
lebih besar.
2. gaya sentrifugal mempunyai arah yang sejajar [menjahui bulan],dengan besaran yang
dapat dikatakan sama untuk semua tempatdi bumi.
Bila gaya-gaya tersebut ’dijumlahkan’, maka akan didapatkan perbedaan gaya untuk
setiap titik seperti diperhatikan pada Gambar 5.1. Gaya inilah yang dikenal dengan Gaya
Pembangkit Pasang-surut. Pada gambar diatas, resultan [hasil penjumlahan] gaya-gaya pada
sisi bumi yang menghadap ke bulan akan mengarah ke bulan, sedangkan pada sisi lainya
menjahui bulan.
Dengan adanya perbedaan gaya tersebut, maka akan mengakibatkan terjadinya
penimbunan air pada tempat yang mengalami gaya yang paling besar dan timbunan ini akan
semakin kecil sesuai dengan besarnya gaya pembangkit pasang-surut. Penimbunan air di suatu
tempat inilah yang biasa dikenal dengan pasang naik. Karena jumlah air dibumi yang relatif
tetap, maka setiap ada penimbunan air di suatu tempat akan selalu di sertai dengan
pengurangan air atau perunan tinggi permukaan air di tempat lain. Daerah yang mengalami
turunya tinggi permukaan air ini dikatakan sedang surut.
Bumi selalu berputar pada sumbunya yang dikenal dengan rotasi bumi. Waktu yang
di perlukan untuk menyelesaikan satu rotasi penuh adalah satu hari atau 24 jam. Bulan selalu
bergerak mengelilingi bumi, dan ini dikenal dengan revolusi. Revolusi bulan searah dengan
rotasi bumi, namun lebih lambat sedikit. Apakah akibat dari hal-hal tersebut terhadap pasang-
surut di bumi? Satu tempat di bumi akan mengalami dua kali pasang naik. Satu kali disebabkan
oleh posisinya yang menghadap kebulan dan sekali lagi karena letaknya di balik bulan.
Dengan kata lain tempat tersebut dalam sehari semalam akan mengaalami dua kali pasang naik
dan dua kali surut. Pasang seperti ini dikenal sebagai pasang berganda atau pasang semidiurnal.
Seperti telah disinggung sebelumnya, revolusi bulan searah dengan rotasi bumi, tetapi
setiap hari bulan selalu terlambat lebih kurang 50 menit untuk mencapai posisi semula terhadap
bumi. Karena peranan bulan lebih besar dari pada matahari dalam pembangkitan pasang, maka
keterlambatan ini akan sangat mempengaruhi keadaan pasang di bumi. Oleh karenanya waktu
pasang di suatu tempat akan terlambat 50 menit dari waktu pasang sebelumnya. Sama halnya
dengan bulan, matahari juga berperanan dalam pembangkitan pasang. Pasang yang
ditimbulkan oleh bulan sebanyak dua kali dalam satu hari disebabkan oleh komponen pasang
yang disebut M2 [M=moon:bulan,] 2=dua kali dalam sehari. Sedangkan komponen pasang
yang dibangkitkan oleh matahari dikenal dengan nama komponen S2 [S =sun:matahari].
Secara sederhana pasang yang terjadi merupakan penjumlahan antara penimbunan atau
gelombang yang ditimbulkan oleh bulan dan gelombang yang ditimbulkan oleh marahari.
Posisi bumi, bulan dan matahari selalu berubah dari waktu ke waktu. Perubahan ini selalu
terjadi sebagai akibat dari pergerakan bulan yang selalu mengelilingi bumi,pergerakan bumi
mengelilingi matahari dengan anggapan bahwa matahari merupakan titik pusat dari perputaran
tersebut. Karena pasang merupakan penjumlahan dari gelombang yang disebabkan oleh gaya
tarik bulan dan matahari, maka setiap perubahan posisi bumi-bulan dan matahari akan sangat
mempengaruhi sifat pasang yang terjadi. Beberapa posisi penting untuk diketahui adalah:
1. Matahari–bumi–bulan terletak pada satu sumbu yang berupa garis lurus seperti
diperlihatkan pada Gambar 5.2

Bulan
Bumi
Matahari
Gbr.5.2. Posisi Matahari-Bula-Bumi saat Pasut Bulan Baru

Pada posisi ini bumi menghadapi sisi bulan yang tidak terkena sinar matahari [sisi gelap],
jadi bulan ”tidak terlihat” dari bumi. Posisi seperti ini akan mengakibatkan adanya gaya
tarik bulan dan matahari terhadap bumi yang saling menguatkan sehingga terjadi pasang
tinggi. Kedaan ini disebut pasut bulan baru/bulan gelap.
3. Matahari-bumi-bulan terletak pada sumbu garis lurus, lihat Gambar 5.3.

Bulan
Bumi
Matahari

Gbr.5.3. Posisi Matahari-Bula-Bumi saat Pasut Purnama

Pada posisi kedua ini, bulan sedang purnama. Karena bulan dapat dilihat penuh dari bumi,
dan memberikan akibat pada pembangkitan pasang yang sama dengan posisi pertama.
Akibatnya terjadilah pasang tinggi. Pasang seperti ini dikenal sebagai pasang purnama.
4. bulan terletak menyiku [membuat sudut 90o]. dari sumbu bersama-bumi.

Bulan

Bumi
Matahari
Gbr.5.4. Posisi Matahari-Bula-Bumi Saat Pasut Bulan Setengah

Dengan posisi seperti terlihat pada gambar 5.4 maka gaya tarik bulan akan diperkecil oleh
gaya tarik matahari terhadap massa air di bumi. Hasilnya terjadilah pasang yang kecil yang
disebut pasang perbani.

Tipe Pasang-Surut.

Pasang-surut suatu perairan dapat dibedakan menjadi 4 tipe:


1. Pasang ganda murni [semi diurnal tide]: terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam
satu hari dengan tinggi yang hampir sama. Contoh: Perairan Selat Sumatera dari Bagan
siapi-api ke Utara.
2. Pasang campuran dominan ganda : terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam satu
hari tetapi tinggi pasang tidak sama. Contoh: Perairan Indonesia Bagian Timur.
3. Pasang campuran dominan tunggal: terjadi pasang dan surut kadang-kadang satu kali dan
kadang-kadang dua kali dalam satu hari dengan perbedaan tinggi pasang yang besar.
Contoh: Laut Jawa.
4. Pasang tunggal murni [diurnal tide]: terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu
hari. Contoh: Selat Karimata.

Pasang Surut di Perairan Indonesia

Pasang surut di perairan Indonesia adalah merupakan hasil perambatan gelombang


pasang surut yang terjadi di Lautan Hindia dan Samudra Pasifik. Hal ini disebabkan oleh
kondisi Geografis Kepulauan Indonesia. Sebagian besar perairan Indonesia merupakan
perairan dangkal sehingga karenanya gaya pembangkit pasang sedikit sekali atau hampir tidak
dapat berperan untuk membangkitkan pasang. Namun demikian pasang surut masih tetap
terjadi juga, dan ini disebabkan oleh ikut berosilasinya perairan Indonesia dengan pasang surut
yang terjadi di Lautan Hindia dan Samudra Pasifik. Gelombang pasang tersebut merambat
melalui selat-selat atau mulut-mulut perairan Indonesia. Meskipun demikian gelombang yang
masuk perairan Indonesia yang dangkal akan mengalami perubahan-perubahan atau
modifikasi. Perubahan tersebut disebabkan oleh faktor kedangkalan dan bentuk [slope]
perairan, sehingga menggangu kelancaran perambatan pasang.
Karena kedua faktor tersebut berbeda untuk setiap perairan maka pasang yang terjadi
juga akan bervariasi atau berbeda-beda untuk setiap tempat. Oleh karenanya pasang surut di
suatu perairan adalah khas untuk perairan yang bersangkutan. Sebaran Tipe-Tipe pasang ini di
Perairan Indonesia telah diulas oleh Wyrtki [1961]

BAB III
METODE PRAKTEK
3.1. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan dalam praktek ini meliputi peralatan pengumpulan
data dan peralatan analisis, selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam parktikum.

No. Nama Kegunaan


1. Thermometer raksa Mengukur suhu perairan
2. Hand Refractometer Mengukur salinitas perairann
3. Tissu Membersihkan hand refractometer
4. Aquades Membilas hand refractometer
5. Layangan arus Mengukur kecepatan arus
6. Stopwatch Mengukur kecepatan arus
7. Palm Pasut (tiang berskala) Mengukur tinggi permukaan air
7. Alat tulis Mencatat Data
8. Microsoft Excels dan Word Menganalisis data dan menyusun laporan

3.2. Prosedur Pengamatan

a. Pengamatan Suhu:
1. Ambil air laut menggunakan ember.
2. Siapkan alat yang akan digunakan.
3. Celupkan thermometer ke dalam air sampel selama 2-3 menit.
4. Angkat thermometer dan baca nilai pada skala.
5. Pengukuran dilakukan setiap 15 menit sekali sebanyak 3 kali ulangan.
6. Catat hasil pengamatan.

b. Pengamatan Salinitas :
1. Mengambil air laut mengunakan ember.
2. Siapkan alat yang akan digunakan.
3. Mengambil air laut mengunakan ember.
4. Siapkan alat yang akan digunakan.
5. Gunakan pipet tetes untuk mengambil air sampel dan teteskan diatas lensa
pada refractometer.
6. Kemudian, lensa ditutup dan amati tingkat salinitasnya

c. Pengamatan Arus:

1. Melepaskan floating grad [layangan arus] di perairan.


2. Tekan stopwatch bersamaan dengan floating grad [layangan arus] yang
menyentuh perairan.
3. Biarkan floating grad [layangan arus] hingga tali pengikat tertarik dengan
sempurna.
4. Kemudian catat waktu yang diperlukan oleh floating grad [layangan arus]
sampai tali pengikat terikat sempurna.
5. Catat hasil pengamatan.

d. Pengamatan Pasang Surut:

1. Tancapkan papan skala pada daerah pasang surut yang masih terendam air
dengan surut terendah.
2. Catat tinggi permukaan air laut mula-mula dan tinggi permukaan air laut.
3. Pengukuran pasang surut dilakukan setiap 15 menit.
4. Catat hasil pengamatan.

3.3. Analisis Data

Data-data hasil pengamatan suhu dan salinitas ditabulasi kemudian disajikan dalam
bentuk grafik yang menghubungkan suhu/salinitas dengan jam pengamatan selama 24 jam.
Adapun data hasil pengamatan kecepatan arus dihitung dengan rumus :

V = S/T

Dimana : V = kecepatan arus [m/detik]

S = jarak yang di tempuh layangan arus [panjang tali layangan arus] [m]
T = waktu tempuh layangan arus hingga talinya terrentang sempurna [detik]
Data hasil pengukuran tinggi muka air selama 24 jam ditabilasi kemudian disajikan
dalam bentuk grafik fluktuasi tinggi muka air selama 24 jam untuk. Dari grafik tersebut
dihitung amplitudonya yang menggambarkan beda pasang surut yaitu selisih antara tinggi
muka air pada saat pasang tertinggi dan surut terrendah. Dari grafik itu pula ditentukan tipe
pasang surutnya.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil pengukuran suhu perairan selama 24 jam di lokasi praktek disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengukuran Suhu Permukaan Laut Selama 24 Jam dengan interval waktu 1
jam di lokasi Praktek
Jam (Wita) Suhu (oC) Jam (Wita) Suhu (oC)
10.00 29 22.00 28
11.00 30 23.00 27
12.00 30 24.00 28
13.00 29 01.00 25
14.00 30 02.00 25
15.00 29 03.00 24
16.00 29 04.00 26
17.00 28 05.00 27
18.00 29 06.00 26
19.00 28 07.00 29
20.00 28 08.00 30
21.00 29 09.00 30

Catatan: Data pada tabel di atas disajikan dalam bentuk grafik (pada Gambar 3)
Gambar 3. Grafik Fluktuasi Suhu Perairan di Lokasi Praktek Selama 24 Jam
Hasil pengukuran salinitas perairan di Lokasi Praktek setiap jam selama 24 jam
disajikan pada Tabel 2
Tabel 2. Hasil Pengukuran Salinitas di Lokasi Praktek Setiap 1 Jam Selama 24 jam
Jam (Wita) Salinitas (o/oo) Jam (Wita) Salinitas (o/oo)
10.00 31 22.00 31
11.00 32 23.00 32
12.00 31 24.00 31
13.00 30 01.00 31
14.00 33 02.00 33
15.00 35 03.00 32
16.00 30 04.00 32
17.00 31 05.00 31
18.00 32 06.00 32
19.00 32 07.00 31
20.00 35 08.00 31
21.00 32 09.00 31

Hasil pengamatan kecepatan dan arah arus di lokasi praktek saat air dalam kondisi
pasang dan surut disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4
Tabel 3. Hasil Pengukuran Kecepatan dan Arah Arus di Lokasi Praktek saat air laut
dalam keadaan surut.
Stasiun Kecepatan Arus Arah Arus Arah Angin Dasar Perairan
(m/det)
I 0,046 Barat Barat Pasir, Landai
II 0,075 Barat Barat Pasir, Landai
III 1,078 Barat Barat Pasir, Landai
IV 0,037 Barat Laut Barat Pasir, Landai
V 0,067 Barat Laut Barat Pasir, Landai
VI 0,014 Barat Laut Barat Pasir, Landai
VII 0,096 Barat Laut Barat Pasir, Landai
VIII 0,013 Barat Laut Barat Pasir, Landai
Ket: Pengamatan pertama Pukul 15.00 : muka air bergerak surut, kedalaman 100-124 cm

Tabel 4. Hasil Pengukuran Kecepatan dan Arah Arus di Lokasi Praktek saat air laut
dalam keadaan pasang
Stasiun Kecepatan Arus (m/det) Arah Arus Arah Angin Dasar Perairan
I 0,102 Tenggara Barat Pasir, Landai
II 0,031 Selatan Barat Pasir, Landai
III 1,078 Tenggara Barat Pasir, Landai
IV 0,083 Selatan Barat Pasir, Landai
V 0,067 Tenggara Barat Pasir, Landai
VI 0,040 Selatan Barat Pasir, Landai
VII 0,040 Selatan Barat Pasir, Landai
VIII 0,040 Tenggara Barat Pasir, Landai
Ket.: Pengamatan kedua Pukul 07.00 : muka air bergerak surut, kedalaman 100-124 cm

Tabel 5. Hasil Pengukuran Tinggi Permukaan Air di Lokasi Praktek Setiap 1 Jam Selama
24 Jam.
Jam (Wita) Tinggi (cm) Jam (Wita) Tinggi (cm)
17.00 55 05.00 56
18.00 66 06.00 46
19.00 86 07.00 85
20.00 112 08.00 130
21.00 136 09.00 123
22.00 134 10.00 117
23.00 115 11.00 117
24.00 115 12.00 95
01.00 111 13.00 74
02.00 106 14.00 65
03.00 102 15.00 65
04.00 56 16.00 60

Ket : Umur bulan saat pengamatan : 09-10 hari bulan


Data di atas ditampilkan dalam bentuk grafik, mulai dengan jam 17.00 [pada Gambar
4]
Gambar 1. Grafik Pasang Surut di Perairan Lokasi Praktek

Chart Title
136

126

116

106

96

86

76

66

56

46

Gambar 2.Salinitas

salinitas
35
34.5
34
33.5
33
32.5
32
31.5
31
30.5
30
4.2. Pembahasan

▪ Suhu

Pengukuran suhu dilakukan selama 24 jam dan alat yang digunakan/dibutuhkan untuk
mengukur suhu adalah thermometer. Awal dilakukannya praktikum pada pukul 10.00 dan
berakhir pada pukul 09.00 esok hari. Pada saat pengukuran, suhu air laut tidak mengalami
kenaikan dan penurunan suhu yang sangat signifikan pada setiap satu jam sekali. Suhu air laut
berkisar diantara 240C – 300C dimana suhu terendah terjadi pada pukul 03.00 dengan suhu
240C, dan suhu tertinggi dengan suhu 300C yang terjadi pada pukul 11.00-12.00, 14.00, dan
08.00-09.00. Dari hasil pengukuran tersebut, suhu yang didapatkan berbeda-beda. Namun ada
juga sebagian yang sama karena disebabkan oleh matahari yang menyinari perairan. Sehingga
suhu tersebut akan mengalami perubahan, baik itu dengan cepat maupun lambat tergantung
lama penyinaran matahari. Faktor yang menyebabkan adanya variasi suhu diperairan yaitu
disebabkan oleh proses-proses alam seperti proses biokimia, melalui mikroorganisme yang
dapat menghasilkan panas [reaksi endotermik dan eksotermik] dan proses mikrobiologis
[sumber panas bumi] [Simon,201 3].
Pada pukul 12 tengah hari tiba-tiba suhu air laut naik, sinar matahari yang sama akan
terkonsentrasi pada luas daerah yang lebih kecil. Saat siang hari atau tengah hari, bumi
mendapatkan energi dari matahari lebih banyak dari energi yang dilepaskan. Akibatnya, suhu
pada tengah hari lebih panas dari pada pagi ataupun pada sore hari.
▪ Salinitas

Berdasarkan hasil pengukuran salinitas yang dilakukan selama 24 jam, diperoleh


salinitas terendah pada jam 13.00 dan 16.00 yaitu 30‰ dan salinitas tertinggi yang diperoleh
yaitu 35‰ pada jam 15.00 dan 20.00. Faktor yang menyebabkan itu semua karena cuaca yang
mendung dan berawan. Dan juga tidak terdapat aliran sungai sehingga menyebabkan salinitas
pada perairan ini dominan begitu tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alfert [2013] bahwa
sebaran horizontal salinitas dipengaruhi oleh pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan air
sungai. Pengaruh air sungai membuat variasi salinitas diperairan pantai lebih besar dibandikan
perairan laut lepas. Kisaran salinitas diperairan pantai dapat berkisar dari 0-33 tergantung pada
volume air sungai yang dialirkan.

● Arus

Pengukuran arus laut dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada saat air laut dalam keadaan
surut dan dalam keadaan pasang. Alat yang digunakan adalah layangan arus. Pengukuran
pertama dilakukan pada saat air laut dalam keadaan surut pada pukul 15.00 dengan kedalaman
100-124 cm. Hasil pengamatan terdiri dari 8 stasiun yaitu pada stasiun I, II, dan III yang
berturut-turut berkisar pada 0,046 m/det, 0,075 m/det, dan 1,078 m/det dengan arah arus dan
arah angin menuju ke arah barat serta keadaan dasar perairan yang berpasir dan landai.
Kemudian pada stasiun IV hingga VIII yang arah arusnya menuju ke arah barat laut dan arah
angin yang mengarah ke barat dengan keadaan dasar laut yang berpasir dan landai, memiliki
kecepatan arus yang berbeda-beda yaitu berkisar pada kecepatan 0,037 m/det, 0,067 m/det,
0,014 m/det, 0,096 m/det, dan 0,013 m/det. Selanjutnya dilakukan pengamatan yang kedua
pada saat air laut sedang pasang pada pukul 07.00. Pada pengamatan kedua ini juga terdapat
8 stasiun dengan arah angin menuju arah barat dan keadaan dasar perairan yang berpasir dan
landai. Pada arah arus menuju Tenggara, kecepatan arus berturut-turut pada stasiun I dengan
kecepatan 0,102 m/det, stasiun III dengan kecepatan 1,078 m/det, Stasiun V dengan kecepatan
0,067 m/det, dan pada stasiun VIII dengan kecepatan 0,040 m/det. Kemudian pada stasiun II,
IV, VI, dan VII yang berturut-turut memiliki kecepatan sebesar 0,031 m/det, 0,083 m/det, dan
0,040 m/det yang arah arusnya mengarah ke Selatan.
Secara umum, arus laut yang mempengaruhi karakteristik perairan di Indonesia adalah
arus laut yang dibangkitkan oleh angin dan pasut. Pada musim barat, Samudera Hindia sebelah
barat Sumatera Barat bertiup angin dari barat ke timur. Sedangkan pada musim timur arus
laut sebaliknya. Arus-arus laut di kedalaman laut yang lebih dalam lebih banyak dipengaruhi
oleh keadaan pasang surut dan sifat-sifat fisik lainnya seperti temperatur, salinitas dan tekanan
[illahude, 1999].
Mengetahui arah arus merupakan hal yang sangat penting, sebab arus memiliki
peranan yang sangat penting. Seperti misalnya dalam dunia perikanan tangkap, arus berperan
dalam menentukan letak strategis dimana ikan bergerombol. Hal ini tentunya sangat
bermanfaat sekali bagi para nelayan untuk mendapatkan hasil laut yang memuaskan. Cepat
lambatnya arus tentunya juga dipengaruhi oleh parameter yang lain seperti densitas air laut,
angin yang bertiup dipermukaan laut, dan pasang surut serta radiasi matahari. Radiasi matahari
ini menyebabkan terjadinya pemanasan udara. Makin panas udara di tempat tersebut maka
makin renggang udaranya dan tekanan udaranya akan semakin kecil. Perbedaan tekanan udara
menimbulkan angin yang berhembus dari daerah bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan
rendah. Jika angin bertiup di permukaan laut, air laut akan terseret dan menimbulkan arus laut.

● Pasang Surut

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan setiap 1 jam selama 24 jam maka
diperoleh tinggi permukaan air yang berbeda-beda. Pengamatan dimulai pada pukul 17.00
dengan tinggi permukaan laut yaitu 55 cm kemudian terus menerus naik. Pada pukul 18.00
tinggi permukaan laut naik menjadi 66 cm, kemudian pada pukul 19.00 tinggi permukaan laut
menjadi 86 cm. Tinggi permukaan air laut terus mengalami kenaikan tinggi yang cukup
signifikan, tepat pukul 20.00 tinggi permukaan air laut menjadi 112 cm, kemudian pada pukul
21.00 mengalami kenaikan tingi menjadi 136 cm, selanjutnya pada pukul 22.00 tinggi
permukaan laut turun hingga 134 cm dan turun lagi menjadi 115 cm pada pukul 23.00 dan
tidak mengalami kenaikan maupun penurunan tinggi permukaan hingga pukul 00.00. Satu jam
berikutnya yaitu pada pukul 01.00 tinggi permukaan laut turun menjadi 111 cm dan terus
menerus turun.

Pada pukul 02.00 tinggi permukaan laut menjadi 106 cm, kemudian pada pukul 03.00
tinggi permukaan laut menjadi 102 cm. Tinggi permukaan laut turun sangat signifikan pada 1
jam berikutnya yaitu pada pukul 04.00 dengan tinggi 56 cm dan hingga pukul 05.00 tinggi
permukaan laut tidak mengalami perubahan. Pada pukul 06.00 tinggi permukaan laut turun
hingga berada pada titik terendah yaitu 46 cm. Pada jam berikutnya tinggi permukaan laut
berangsur naik menjadi 85 cm pada pukul 07.00. selanjutnya pada pukul 08.00 tinggi
permukaan laut naik hingga 130 cm, kemudian berangsur turun pada satu jam berikutnya yaitu
pada pukul 09.00 dengan tinggi permukaan air laut 123 cm, kemudian pada pukul 10.00-11.00
tinggi permukaan laut berada pada ketinggian 117 cm. Pada pukul 12.00 tinggi permukaan laut
turun menjadi 95 cm, kemudian turun lagi menjadi 74 cm pada pukul 13.00, tinggi permukaan
laut turun dan tetap pada tinggi permukaaan 65 cm pada pukul 14.00-15.00, dan pada pukul
16.00 tinggi permukaan laut turun menjadi 60 cm.
Pasang surut di lokasi praktek tentunya terdapat suatu perbedaan disebabkan adanya
gravitasi bulan dan matahari. Tinggi permukaan laut yang paling tinggi terjadi pada malam hari
yaitu pada pukul 21.00 dengan tinggi 136 cm tentunya ini dipengaruhi oleh gaya gravitasi
bulan. Gaya gravitasi bulan lebih dominan pengaruhnya dibandingkan gaya gravitasi matahari
terhadap terjadinya pasang air laut ini, karena posisi bulan lebih dekat ke bumi dibandingkan
jarak bumi ke matahari [Soebyakto].
Berdasarkan hasil pengamatan, pasang surut yang terjadi adalah pasang surut tunggal
murni [diurnal tide] karena hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari.

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik pada setiap parameter yaitu :


1. Suhu
Pengukuran suhu air laut dilakukan setiap satu jam sekali selama 24 jam, sehingga
didapat suhu permukaan laut yang bervariasi. Suhu permukaan laut ditempat
pengamatan yaitu berkisar pada 24 -300C. Suhu tertinggi terjadi pada beberapa waktu
yang berbeda yaitu pada pukul 11.00-12.00, 14.00, dan 08.00-09.00. Kemudian, suhu
permukaan laut terendah terjadi pada pukul 03.00 dengan suhu permukaan laut sebesar
240C. Hal ini tentunya disebabkan karena ada atau tidak adanya pengaruh radiasi sinar
matahari sebagai penghasil panas.
2. Salinitas
Pengukuran salinitas dilakukan setiap satu jam sekali selama 24 jam. Adapun salinitas
yang didapatkan berkisar 30-35‰. Salinitas tertinggi terjadi dua kali yaitu pada pukul
15.00 dan 20.00 dengan salinitas sebesar 35‰. Kemudian salinitas terendah terjadi dua
kali juga yaitu pada pukul 13.00 dan 16.00 dengan salinitas sebesar 30‰. Faktor yang
menyebabkan itu semua karena cuaca yang mendung dan berawan. Dan juga tidak
terdapat aliran sungai sehingga menyebabkan salinitas pada perairan ini dominan begitu
tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Alfert [2013] bahwa sebaran horizontal
salinitas dipengaruhi oleh pola sirkulasi air, penguapan, curah hujan dan air sungai.
Pengaruh air sungai membuat variasi salinitas diperairan pantai lebih besar dibandikan
perairan laut lepas.
3. Arus
Pengukuran kecepatan arus dilakukan setiap satu jam sekali selama 24 jam dengan dua
kali pengukuran yaitu saat pasang dan surutnya air laut. Pada saat pengukuran kecepatan
arus, keadaan dasar perairan yaitu berpasir dan landai dengan arah angin ke Barat.
Kecepatan arus terbesar yaitu sebesar 1,078 m/det pada stasiun III baik saat pasang
dengan arah arus ke Tenggara maupun surut dengan arah arus ke Barat, sedangkan
kecepatan arus terkecil terdapat pada stasiun VIII sebesar 0,013 m/det saat surut dengan
arah arus ke Barat Laut dan saat pasang terdapat pada stasiun II sebesar 0,031 m/det
dengan arah arus ke Selatan. Cepat lambatnya arus tentunya juga dipengaruhi oleh
parameter yang lain seperti densitas air laut, angin yang bertiup dipermukaan laut, dan
pasang surut serta radiasi matahari.
4. Pasang surut
Pasang tertinggi terjadi pada pukul 21.00 dengan tinggi permukaan laut sebesar 136 cm
dan juga pada pukul 08.00 dengan tinggi permukaan laut sebesar 130 cm. Kemudian
surut terendah terjadi pada pukul 06.00 dengan tinggi permukaan sebesar 46 cm. Adapun
pasang surut yang terjadi adalah pasang surut tunggal murni [diurnal tide] karena hanya
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut dalam satu hari. Pasang surut disebabkan
karena adanya gaya gravitasi bulan dan matahari.
DAFTAR PUSTAKA

Brotowidjoyo. 1995. Pengantar Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Liberty.


Yogyakarta.

Ilahude, A.G. 1999. Pengantar Ke Oseanologi Fisika. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Oseanologi LIPI, Jakarta. 240 hal.

Loupatty and Grace. 2013. Karakteristik Energi Gelombang dan Arus Perairan di Provinsi
Maluku. Journal Barekeng. Vol 7.

Laevastu, T and M.L. Hayes. 1988. Fisheries Oceanography and Ecology. Fishing News
Book Ltd. Oxford. 199 pp.

Raharjo, S.dan H.S.Sanusi. 1983. Oseanografi Perikanan. Departemen Pendidikan dan


kebudayaan Direktorat Pendidikan menengah Kejuruan

Supangat, A. dan Susanna. Pengantar Oseanografi. Pusat Riset Wilayah laut dab Sumberdaya
Non-Hayati, Badan Risek Kelautan dan Perikanan, Departemen Kelautan dan
Perikanan. Jakarta. Hal.49-63

Subyakta, Hj. Zulfah dan Mustaqim. Pasang Surut Air Laut Di Pantai Kota Te

Anda mungkin juga menyukai