Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONSEP TAKHALLI TAHALLI DAN TAJALLI DALAM


TASAWUF
Diajukan sebagai
Tugas Mata Kuliah Ahklaq Tasawuf

Oleh :
AINI NUR AZIZAH
WAHID HABIBULLAH
SITI SAFIATUZ ZAHRA
AHMAD SUAIDI

Dosen Pembimbing :
Bpk Arif Hidayatullah, M.Si

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM WALISEMBILAN

KATA PENGANTAR
            

Alhamdulillah puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan nafas kehidupan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul “KONSEP TAKHOLLI TAKHALLI DAN
TAJALLI” dengan tepat waktu. Tidak lupa shalawat dan salam selalu
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang merupakan inspirator
terbesar dalam segala keteladanannya. Tidak lupa penulis sampaikan
terima kasih kepada Bpk ARIF HIDAYATULLAH,M.Si ,selaku dosen
pengampu mata kuliah Akhlaq tasawuf yang telah memberikan arahan dan
bimbingan dalam pembuatan makalah ini, orang tua yang selalu
mendukung kelancaran tugas kami, serta pada anggota tim kelompok 2
yang selalu kompak dan konsisten dalam penyelesaian tugas ini.

           

            Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya


terhadap makalah ini, dan penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi tim penulis khususnya dan pembaca yang budiman pada
umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah adanya makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang konstruktif
sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu mendatang.

                                                                         Purwodadi, 20 oktober 2018

      

                                                            

Tim Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..........................................................i
KATA PENGANTAR...........................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................1
A. Latar Belakang.................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................2
C. Tujuan.............................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................3
A.PENGERTIAN TAKHALLI ,TAHALLI DAN TAJALLI..........3
1. PENGERTIAN TAKHALLI.......................................................3
2. PENGERTIAN TAHALLI.........................................................7
3. PENGERTIAN TAJALLI..........................................................13
B . ALAM MALAKUT.....................................................14
BAB III PENUTUP..............................................................
A .KESIMPULAN...........................................................
DAFTAR PUSTAKA............................................................
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tasawuf adalah suatu bidang ilmu keislaman untuk memasuki
atau menghiasi diri dengan akhlak yang luhur dan keluar dari akhlak
yang rendah. Tasawuf juga dapat diartikan sebagai kebebasan,
kemuliaan, meninggalkan perasaan terbebani alam setiap
melaksanakan perbuatan syara’, dermawan, dan murah hati. Secara
garis besar tasawuf terbagi menjadi tasawuf sunni dan tasawuf falsafi.
Tasawuf falsafi ialah tasawuf yang ajaran-ajarannya disusun secara
kompleks dan mendalam dengan bahasa-bahasa simbolik filosofis.
Sementara, tasawuf sunni adalah tasawuf yang didasarkan pada Al-
Qur’an dan sunnah. Tasawuf sunni dibagi dalam dua tipe, yaitu
tasawuf akhlaqi, dan tasawuf amali.
Di dalam tasawuf akhlaqi, para sufi memandang manusia
cenderung mengikuti hawa nafsu. Manusia dikendalikan oleh
dorongan-dorongan nafsu pribadi, bukan manusia yang
mengendalikan nafsu. Manusia yang sudah dikendalikan oleh nafsu
cenderung untuk memiliki rasa keinginan untuk menguasai dunia atau
agar berkuasa dunia. Seseorang yang sudah dikendalikan oleh nafsu
memiliki kecenderungan memiliki mental yang kurang baik, hubungan
dengan Tuhan sebagai hamba Allah kurang harmonis karena waktu
yang imili habis untuk mengurus kepentingan duniawi.
Untuk mengembalikan manusia kekondisi yang baik tidak hanya
dari aspek lahiriah semata melainkan juga melalui aspek batiniah.
Didalam tasawuf proses batiniah itu meliputi tahapan-tahapan.
Tujuannya adalah untuk menguasai hawa nafsu dalam rangka
pembersihan jiwa agar bisa lebih dekat dengan Allah. Tahapan-
tahapan itu adalah takhalli, tahalli, dan tajalli.

B. Rumusan Masalah
Dari permasalahn tersebut di atas kami mengambil rumusan masalah
yaitu:
1. Apakah pengertian takhalli, tahalli, dan tajalli?
2. Apa yang dimaksud dengan alam malakut?

C. Tujuan
Tujuan penulis mengangkat tema ini yaitu agar penulis dan
pembaca pada umumnya dapat memahami fase-fase dalam
bertasawuf agar pembaca tidak salah langkah dalam memilih apa
yang harusnya dilakukan saat ingin melakukan pendekatan dengan
Allah dengan melakukan fase-fase yang benar . Penulis dalam
makalah ini juga ingin memperkenalkan jenis-jenis alam dimana masih
banyak yang belum mengerti tentangnya.
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Takhalli, Tahalli, Tajalli dan Alam malakut
1. Pengertian Takhalli
Takhalli yakni penyucian diri dari sifat-sifat tercela 1, dari
maksiat lahir maupun batin. Diantaranya ialah hasad (dengki),
hiqd (rasa mendongkol), su’uzhan (buruk sangka), riya’ (pamer),
bukhl (kikir), dan ghadab (pemarah). Dalam hal ini Allah berfirman:
“Berbahagialah orang yang mensucikan jiwanya dan rugilah orang
yang mengotorinya” (Q.S. Asy-Syams [91]: 9-10).
Takhalli juga berarti menghindarkan diri dari
ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi. Kelompok sufi
yang ekstrim berkeyakinan bahwa kehidupan duniawi benar-benar
sebagai “racun pembunuh” kelangsungan cita-cita sufi. Oleh
karena itu, nafsu duniawi harus dimatikan dari diri manusia agar ia
bebas berjalan mencapai kenikmatan yang hakiki. Bagi mereka,
mencapai keridhaan Tuhan lebih uatam daripada kenikmatan-
kenikmatan materiil. Pengingkaran pada ego dengan meresapkan
diri pada kemauan Tuhan adalah perbuatan utama. Dengan
demikian nilai moral betul-betul agamis karena setiap tindakan
disejajarkan dengan ibadat yang lahir dari motivasi eskatologis. 2

2 .Pengertian Tahalli

1
M. Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, 2012, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 2
2
Sokhi Huda, Tasawuf Kultural, 2008, (Yogyakarta: LKiS), hlm. 53-54
Tahalli yakni menghiasi dan membiasakan diri engan
sikap perbuatan terpuji.3 Dalam hal ini Allah berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, member kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia member
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pengajaran.”
(Q.S. Al-Balad [16]: 90). Tahalli ini merupakan tahap pengisian
jiwa yang telah dikosongkan. Apabila manusia mampu mengisi
hatinya dengan sifat-sifat terpuji maka ia akan menjadi cerah dan
terang sehingga dapat menerima cahaya ilahi sebab hati yang
kotor tidak dapat menerima cahaya tersebut. Setelah hatinya
terang, maka segala perbuatan dan tindakannya akan dijalankan
dengan niat yang ikhlas: ikhlas melakukan ibadah kepada Allah,
mengabdi kepada kepentingan agamanya, serta ikhlas bekerja
untuk melayani kepentingan keluarga, masyarakat dan negaranya
tanpa mengharap balasan apapun kecuali dari Allah.
Tahalli juga dapat diartikan sebagai usaha menghiasi diri
dengan jalan membiasakan diri bersikap dan berbuat baik.
Berusaha agar dalam setiap perilakunya selalu berjalan diatas
ketentuan agama baik kewajiban yang bersifat luar atau ketaatan
lahir seperti shalat, puasa, zakat dan haji maupun ketaatan yang
bersifat dalam atau ketaatan batin seperti iman, bersikap ikhlas
dan juga ridha terhadap seluruh ketentuan Allah. 4

 Menurut Al Ghazali, jiwa manusia dapat diubah, dilatih, dikuasai, dan


dibentuk sesuai dengan kehendak manusia itu sendiri. Perbuatan baik
yang sangat penting di isikan kedalam jiwa manusia dan dibiasakan
dalam perbuatan agar menjadi manusia paripurna (insane kamil).
Perbuatan baik itu, antara lain sebagai berikut:

3
M. Amin Syukur, Tasawuf Kontekstual, 2012, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), hlm. 2
4
a.       Taubat

Kebanyakan sufi menjadikan taubat sebagai perhentian awal dijalan


menuju Allah. Pada tingkatan terendah, taubat menyangkut dosa yang
dilakukan anggota badan. Pada tingkat menengah, taubat
menyangkut pangkal dosa dosa, seperti dengki, sombong, dan ria.
Pada tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan
bujukan setan dan menyadarkan jiwa akan rasa bersalah. Pada
tingkat terakhir, taubat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran
dalam mengingat Allah. Taubat pada tingkat ini adalah penolakan
terhadap segala sesuatu yang dapat memalingkan dari jalan Allah.

Al Ghazali mengklasifikasikan taubat menjadi tiga tingkatan yaitu:

 Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih


pada kebaikan karena takut terhadap siksa Allah.
 Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju situasi yang
lebih baik lagi. Dalam tasawuf keadaan ini sering disebut
dengan inabah
 Rasa penyeslan yang dilakukan semata mata karena ketaatan
dan kecintaan kepada Allah hal ini disebut aubah

b.      Khauf  dan Raja’

Bagi kalangan sufi khauf dan raja’ berjalan seimbang dan saling
mempengaruhi. Khauf adalah perasaan takut seorang hamba semata
mata kepada Allah, sedangkan  Raja’ adalah  perasaan hati yang
senag karena menati sesuatu yang diinginkan dan disenangi.

Menurut Al Ghazali, Raja’ adalah rasa lapang hati dalam menantikan


hal yang diharapkan pada masa yang akan datang yang mungkin
terjadi. Raja’ merupakan sikap hidup yang selalu mendorong
seseorang untuk lebih banyak berbuat dan beramal shaleh sehingga
menjadi taat kepada Allah dan Rasul NYA.

Biasanya orang yang memiliki sikap Raja’ juga memiliki sikap Khauf.

Khauf dan raja’ saling berhubungan, kekurangan Khauf akan


menyebabkan seseorang lalai daan berani berbuat maksiat,
sedangkan Khauf yang berlebihan akan menjadikan seseorang
menjadi putus asa dan pesimistis. Keseimbangan antara Khauf dan
Raja’ sama sama penting karena tanpa Raja’, orang akan serba
khawatir, tidak mempunyai gairah hidup, serba takut, dan pesimistis.
Dimilikinya Khauf dalam kadar sedang akan membuat orang senatiasa
waspada dan hati hati dalam berperilaku agar terhindar dari ancaman.

Dengan dmikian dua sikap tersebut merupakan sikap mental yang


bersifat introspeksi, mawas diri, dan selalu memikirkan kehidupan yang
akan datang, yaitu kehidupan abadi di alam akhirat.

c . Zuhud

Zuhud yaitu ketidak tertarikan pada dunia atau harta benda. Zuhud
terbagi menjadi tiga tingkatan yaitu:

   Zuhud yang terendah adalah menjauhkan diri dari dunia ini


agar terhindar dari hukuman di akhirat.
   Menjauhi dunia dengan menimbang imbalan akhirat
   Merupakan maqam tertinggi adalah mengucilkan dunia
bukan karena takut atau karena berharap, tetapi karena cinta
kepada Allah.

Orang yang berada pada tingkat tertinggi ini akan memandang segala
sesuatu, kecuali Allah, tidak mempunyai arti apa apa. Sesuai dengan
pandangan sufi, hawa nafsu duniwilah yang menjadi sumber
kerusakan moral manusia. Sikap kecenderungan seseorang kepada
hawa nafsu, mengakibatkan kebrutalan dalam mengejar kepuasan
nafsunya. Dorongan jiwa yang ingin menikmati kehidupan dunia akan
menimbulkan kesenjangan antar manusia dengan Allah.
Al Ghazali mengartikan zuhud sebagai sikap mengurangi keterikatan
kepada dunia untuk kemudian menjauhinya dengan penuh kesadaran.
Al Qusyairi mengartikan zuhud sebagai suatu sikap menerima rezeki
yang diperolehnya. Jika kaya, ia tidak merasa bangga dan gembira.
Sebaliknya, jika miskin iapun tidak bersedih.
Hasan Al Bashri mengatakan bahwa Zuhud itu meninggalkan
kehidupan dunia kerena dunia itu seperti ular, licin jika dipegang tetapi
racunnya dapat membunuh.
Inti dan tujuan zuhud sama, yaitu tidak menjadikan kehidupan dunia
sebagai tujuan akhir.

d.      Fakir

Fakir bermakna tidak menuntut lebih banyak dan merasa puas dengan
apa yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain.
Sikap mental fakir merupakan benteng pertahana yang kuat dalam
menghadapi pengaruh dalam menghadapi kehidupan materi. Hal ini
karena sikap fakir dapat menghindarkan seseorang dari semua
keserakahan. Dengan demikian, pada prinsipnya sikap mental fakir
merupakan rentetan sikap zuhud. Hanya saja, zuhud lebih keras
menghadapi kehidupan duniawi, sedangkan fakir hanya sekadar
pendisiplinan diri dalam memanfaatkan fasilitas hidup. Sikap fakir
dapat memunuculkan sikap wara’, yaitu sikap berhati hati dalam
menghadapi segala sesuatu yang kurang jelas masalahnya. Apabila
bertemu dengan satu persoalan baik yang bersifat materi maupun non
materi yang tidak pasti hukumnya lebih baik dihindari.

e.       Sabar
Menurut Al Ghazali, sabar adalah suatu kondidi jiwa yang terjadi
karena adanya dorongan ajaran agama dalam mengendalikan hawa
nafsu. Dengan demikian, sabar berarti konsisten dalam melaksanakan
semua perintah Allah, menghadapi kesulitan, dan tabah dalam
menghadapi cobaan selama dalam perjuangan untuk mencapai
tujuan. Oleh karena itu, sabar erat hubungannya dengan
pengendalian diri, sikap dan emosi. Apabila seseorang telah mapu
mengendalikan nafsunya, maka sikap sabar akan tercipta.

Tercapainya karakter sabar merupakan respon dari keyakinan yang


dipertahankan. Keyakinan adalah landasan sabar, apabila seseorang
telah yakin bahwa jlan yang ditempuhnya benar, maka ia akan teguh
dalam pendiriannya walaupun menghadapi tantangan.

Al Ghazali membedakan tingkatan sabar, menjadi iffah, hilm, qana’ah


dan syaja’ah. Iffah ialah kemampuan mengatasi hawa nafsu. Hilm
merupakan kesanggupan seseorang menguasai diri agar tidak marah.
Qana’ah yaitu ketabahan hati untuk meneriman nasib. Adapun
syaja’ah yaitu sifat pantang menyerah.

f.       Ridha

Menurut Ibnu Ajibah, ridha adalah menerima hal hal yang tidak
menyenangkan dengan wajah senyum ceria. Seorang hamba dengan
senag hati menerima qadha dari Allah dan tidak mengingkari apa yang
telah menjadi keputusanNYA.[8] Sikap mental ridha merupakan
perpaduan dari mahabbah dan sabar. Rasa cinta yang diperkuat
dengan ketabahan akan menimbulkan kelapangan hati untuk
berkorban demi yang dicintai. Seorang hamba yang ridha, ia rela
menuruti apa yang dikehendaki Allah dengan senang hati, sekaligus
tidak dibarengi sikap menentang dan menyesal.
g.      Muraqabah

Muraqabah adalah mawas diri. Muraqabah mempunyai arti yang mirip


dengan introspeksi. Dengan kata lain, muraqabah adalah siap dan
siaga setiap saat untuk meneliti keadaan sendiri. Seorang calon sufi
sejak awal sudah diajarkan bahwa dirinya tidak pernah lepas dari
pengawasan Allah. Seluruh aktifitas hidupnya ditujukan untuk berada
sedekat mungkin denganNYA. Ia sadar bahwa Allah “memandang”
NYA. Kesadaran itu membawanya pada satu sikap mawas diri atau
muraqabah.[9]

3. Pengertian Tajalli
Tajalli yaitu terungkapnya nur ghaib untuk hati. Dalam hal
ini kaum sufi mendasarkan pendapatnya pada firman Allah: “Allah
adalah nur (cahaya) langit dan bumi” (Q.S. An-Nur [24]: 35).
Menurut Mustofa Zahri, tajalli diartika sebagai lenyapnya hijab dari
sifat-sifat kemanusiaan, tersingkapnya nur yang selama itu ghaib,
dan lenyapnya segala sesuatu ketika muncul wajah Allah.
Sedangkan menurut Al-Ghazali dalam kitab al-Munqizh min adh-
Dhalal, tajalli adalah tersingkapnya hal-hal ghaib yang menjadi
pengetahuan kita yang hakiki disebabkan oleh nur yang
dipancarkan Allah kedalam hati seseorang. Pengetahuan hakiki
tersebut tidak didapat dengan menyusun dalil dan menata
argumentasi, tetapi karena nur yang dipancarkan Allah kedalam
hati, dan Nur ini merupakan kunci untuk sekian banyak
pengetahuan. 5

5
Tajalli merupakan tanda-tanda yang Allah tanamkan
didalam diri manusia supaya Ia dapat disaksiakan. Setiap tajalli
melimpahkan cahaya demi cahaya sehingga seorang yang
menerimanya akan tenggelam dalam kebaikan. Jika terjadi
perbedaan yang dijumpai dalam berbagai penyingkapan itu tidak
menandakan adanya perselisihan diantara guru sufi. Masing-
masing manusia unik, oleh karena itu masing-masing tajalli juga
unik. Sehingga tidak ada dua orang yang meraskan pengalaman
tajalli yang sama. Tajalli melampaui kata-kata. Tajalli adalah
ketakjuban.
Al-Jilli membagi tajalli menjadi empat tingkatan, yaitu:
a. Tajalli Af`al, yaitu tajalli Allah pada perbuatan seseorang, artinya
segala aktivitasnya itu disertai qudrat-Nya, dan ketika itu dia
melihat-Nya.
b. Tajalli Asma`, yaitu lenyapanya seseorang dari dirinya dan
bebasnya dari genggaman sifat-sifat kebaruan dan lepasnya
dari ikatan tubuh kasarnya. Dalam tingkatan ini tidak ada yang
dilihat kecuali hannya dzat Ash Shirfah (hakikat gerakan), bukan
melihat asma`.
c. Tajalli sifat, yaitu menerimanya seorang hamba atas sifat-siafat
ketuhanan, artinya Tuhan mengambil tempat padanya tanpa
hullul dzat-Nya.
d. Tajalli Zat, yaitu apabila Allah menghendaki adanya tajalli atas
hamba-Nya yang mem-fana` kan dirinya maka bertempat
padanya karunia ketuhanan yang bisa berupa sifat dan bisa
pula berupa zat, disitulah terjadi ketunggalan yang sempurna.
Dengan fana`nya hamba maka yang baqa` hanyalah Allah. 6

6
B. Alam Malakut
Ada berbagai istilah dalam memahami berbagai jenis alam. Di
antaranya 3 buah alam yang diberi istilah Alam Jabarut, Alam
Malakut, dan Alam Mulk.

1. Alam Jabarut, adalah alam yang “paling dekat” dengan aspek-


aspek Ketuhanan. Penghuni alam Jabarut adalah ‘sesuatu yang
bukan Allah dalam aspek Ahadiyyah’, melainkan derivasi dari
aspek Ahadiyyah yang tertinggi selain apa pun yang ada. Misal
penghuni alam ini adalah Nafakh Ruh (Tiupan Ruh Allah) yang
mampu manghidupkan jasad, Ruh Al-Quds.
2. Alam Malakut adalah suatu alam yang tingkat kedekatan dengan
aspek Allahnya lebih rendah dari Alam Jabarut, namun masih lebih
tinggi dari Alam Mulk. Baik Alam Jabarut maupun Alam Malakut, 
keduanya adalah realitas/wujud yang tidak dapat ditangkap oleh
indera jasadiah kita. Indera jasad biasanya hanya bisa menangkap
sesuatu yang terukur secara jasad, sedang Alam Jabarut dan
Alam Malakut memiliki ukuran melampui ukuran jasad. Misal
penghuni Alam Malakut adalah malaikat, An-nafs(jiwa).
3. Alam Mulk adalah alam yang tingkat kedekatannya dengan aspek
Allah adalah yang paling rendah. Dalam wujudnya terbagi menjadi
2, yang tertangkap oleh indera jasad dan yang gaib (dalam arti
tidak tertangkap atau terukur) bagi indera jasad. Jadi karena
keterbatasan indera jasad kita, ada wujud yang sebetulnya bukan
penghuni alam-alam yang lebih tinggi dari alam Mulk, tetapi juga
tidak tertangkap kemampuan indera jasad. Yang terukur oleh
indera jasad contohnya tubuh/jasad manusia, jasad hewan, jasad
tumbuhan. Penghuni alam Mulk yang tidak terukur oleh indera
jasad contohnya adalah jin dengan segala kehidupannya. Jin
dengan segala kehidupannya bisa dimengerti oleh indera-indera
malakuti (indera-indera an-nafs/jiwa).
4. 7

Kontribusi Psikologi Lingkungan Bagi Kehidupan


Manusia
Ada banyak hal yang telah dilakukan psikologi lingkungan dalam memberikan
kontribusinya terhadap kehidupan manusia, diantaranya adalah:

7
 Sebagai solusi dalam pemecahan masalah.

Seperti bagaimana caranya agar masyarakat dapat memanfaatkan air sungai (misalnya
untuk keperluan industri) dengan tetap menjaga kebersihan dan debitnya, bagaimana
orang dapat tetap merasa sejuk dalam ruangan dengan menggunakan pendingin udara
yang hemat energi, dan bagaimana mengurangi pertumbuhan penduduk agar tidak
melampaui daya dukung sumber alam.

 Mempelajari proses manusia dalam hubungannya dengan lingkungan.

Misalnya mengapa orang lebih lebih mudah menghafal peta lingkungannya atau
mempunyai peta kognitif di wilayahnya sendiri dari pada di tempat yang asing. Mengapa
orang Jakarta tidak merasa sesak tinggal di daerahyang sangat padat, sementara orang
dari luar Jawa tidak betah di Jakarta karena merasa sesak.

 Meningkatkan kesehatan masyarakat.

Seperti menghentikan kebiasaan merokok, mencegah AIDS, mnegurangi kecemasan dan


meningkatkan prognosis yang positif setelah pembedahan serta memberikan alternatif
psikologi lingkungan terhadap program – program kesehatan yang selama ini hanya
mengandalkan pendekatan medis.

 Membantu dalam membuat desain lingkungan yang nyaman.

Misalnya mengatur perancngan, arsitektur, prasarana, tata kota, peta bumi dll yang
disesuaikan dengan psikologi orang – orang yang akan menghuni, bekerja atau
memanfaatkan lingkungan tersebut.

Dapat ditarik kesimpulkan bahwa kontribusi psikologi lingkungan adalah sebagai sebuah
solusi dalam pemecahan masalah, mempelajari proses kognisi manusia dalam
hubungannya dengan lingkungan, meningkatkan kesehatan masyarakat dan membantu
dalam menciptakan lingkungan yang nyaman. Sekian artikel kali ini semoga memberikan
manfaat positif dan terima kasih.

            Dari pembahasan diatas kita bisa mengambil kesimpulan:

1.      Takhalli adalah membersihkan diri dari sifat sifat tercela dan kotoran hati

2.      Tahalli adalah mengisi diri dengan sifat sifat terpuji dan menyinari hati
Tahalli juga dibagi kedalam tujuh tingkatan:

a.   Taubat
b.   Khauf dan Raja’
c.   Zuhud
d.   Fakir
e.   Sabar
f.   Ridha
g.   Muraqabah
4. Tajalli adalah kenyataan Tuhan
5. Alam Malakut adalah suatu alam yang tingkat kedekatan dengan aspek Allahnya
lebih rendah dari Alam Jabarut, namun masih lebih tinggi dari Alam Mulk yang
tidak dapat ditangkap oleh indera jasadiah kita.
DAFTAR PUSTAKA

Al aziz, Moh. Saifulloh. 1998. Risalah Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: Terbit Terang.

Munir Amin, Samsul. 2012. Ilmu Tasawuf. Jakarta : Amzah.

Zahri, DR. Mustafa. 1973. Kunci Memahami ilmu Tasawuf. Surabaya: P

[1] Drs. Samsul Munir Amin, MA. (Ilmu Tasawuf), Jakarta:


Hamzah, 2012, Hal 209.

[2] Asmaran As., Pengantar Studi Tasawuf, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal
66.

[3] DR. Mustafa Zahri., Kunci Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Bina Ilmu, 1973), hal
74-75

[4] Drs. Moh. Saifulloh Al Aziz S., Risalah Memahami Ilmu Tasawuf, (Surabaya: Terbit
Terang, 1998), hal 87

[5] Drs. Samsul Munir Amin, MA. (Ilmu Tasawuf), Jakarta: Hamzah, 2012, Hal 213

Anda mungkin juga menyukai