Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN

IBU HAMIL RISIKO TINGGI DAN ANEMIA

Mewujudkan SDM
Terampil
Dan
Profesional

AKADEMI KEBIDANAN

INDRAGIRI

Disusun Oleh:
Nama : Ade Putri Avilia
NIM : (140117191161)
Ruangan : Kebidanan
CI : Sulastri, SST

AKADEMI KEBIDANAN INDRAGIRI RENGAT


T.A 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehamilan resiko tinggi merupakan kehamilaan yang menyebabkan
terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin
yang dikandungnya selama masa kehamilan, persalinan sampai dengan nifas
dan bayi baru lahir (Simbolon, 2018). Komplikasi kehamilan adalah masalah
atau gangguan kesehatan yang dapat terjadi selama masa kehamilan, dan dapat
berdampak bukan hanya pada kesehatan ibu saja tetapi juga pada bayi baru
lahir (SDKI, 2017).
Anemia merupakan salah satu komplikasi dalam kehamilan yang
dapat menyebabkan resiko tinggi pada ibu hamil (Simbolon, 2018). Anemia
adalah suatu keadaan dimana jumlah hemoglobin dalam darah kurang dari
normal. Hemoglobin ini dibuat di dalam sel darah merah, sehingga anemia
dapat terjadi baik karena sel darah merah mengandung terlalu sedikit
hemoglobin maupun karena jumlah sel darah yang tidak cukup (Profil
Kesehatan DIY, 2018). Anemia pada ibu hamil disebabkan oleh karena
kekurangan zat besi, kekurangan asam folat, infeksi dan kelainan darah (Profil
Kesehatan Indonesia, 2018).
Menurut World Health Organization (WHO) secara global prevalensi
anemia pada ibu hamil sebesar 41,8 %. Sedangkan frekuensi ibu hamil dengan
anemia sesuai dengan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018
menyatakan bahwa di Indonesia sebesar 48,9 % ibu hamil mengalami anemia.
Sebanyak 84,6 % anemia pada ibu hamil terjadi pada kelompok usia 15-24
tahun, 33,7 % pada usia 25-34 tahun, 33,6 % pada usia 35-44 tahun, dan 24 %
pada kelompok usia 45-54 tahun (Riskesdas, 2018).
Anemia dalam kehamilan dapat menimbulkan faktor resiko buruk
terutama pada saat kehamilan, persalinan dan nifas. Anemia pada ibu hamil
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin, serta memiliki
kemungkinan dapat mengalami perdarahan. Anemia pada ibu hamil juga dapat
meningkatkan resiko kelahiran premature, penyakit infeksi, serta kematian ibu
dan anak (Profil Kesehatan Indonesia, 2018).
Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat adalah jumlah
Angka Kematian Ibu (AKI). Tingginya AKI di Indonesia sebanyak 305 per
100.000 kelahiran hidup (Profil Kesehatan Indonesia, 2018) yang sampai saat
ini masihmenjadi masalah prioritas di bidang kesehatan (Suhartati, 2017).
1.2 Tujuan Laporan Pendahuluan
A. Tujuan Umum
Untuk memahami dan mengaplikasikan asuhan kebidanan pada ibu
hamil resiko tinggi.
B. Tujuan Khusus
Untuk memaparkan pemberian asuhan kebidanan pada Ny. E
dengan kehamilan resiko tinggi.
1.3 Manfaat Laporan Pendahuluan
Laporan Pendahuluan ini dibuat untuk menambah wawasan dan
pengetahuan dalam penatalaksanaan asuhan kebidanan pada ibu hamil dengan
kehamilan resiko tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kehamilan Resiko Tinggi


2.1.1 Definisi
Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang memiliki resiko
meninggalnya bayi, ibu atau melahirkan bayi yang cacat atau terjadi
komplikasi kehamilan, yang lebih besar dari resiko pada wanita normal
umumnya. Penyebab kehamilan risiko pada ibu hamil adalah karena
kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi, rendahnya
status sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah. Pengetahuan ibu
tentang tujuan atau manfaat pemeriksaan kehamilan dapat
memotivasinya untuk memeriksakan kehamilan secara rutin.
Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan hidup sehat
meliputi jenis makanan bergizi, menjaga kebersihan diri, serta
pentingnya istirahat cukup sehingga dapat mencegah timbulnya
komplikasi dan tetap mempertahankan derajat kesehatan yang sudah ada.
Umur seseorang dapat mempengaruhi keadaan kehamilannya. Bila
wanita tersebut hamil pada masa reproduksi, kecil kemungkinan untuk
mengalami komplikasi di bandingkan wanita yang hamil dibawah usia
reproduksi ataupun diatas usia reproduksi (Rikadewi,2010).
2.1.2 Faktor Kehamilan Resiko Tinggi
a. Kehamilan pada usia di atas 35 tahun atau di bawah 18 tahun.
Usia ibu merupakan salah satu faktor risiko yang berhubungan
dengan kualitas kehamilan. Usia yang paling aman atau bisa dikatakan
waktu reproduksi sehat adalah antara umur 20 tahun sampai umur 30
tahun. Penyulit pada kehamilan remaja salah satunya pre eklamsi lebih
tinggi dibandingkan waktu reproduksi sehat. Keadaan ini disebabkab
belum matangnya alat reproduksi untuk hamil, sehingga dapat
merugikan kesehatan ibu maupun perkembangan dan pertumbuhan
janin (Manuaba, 1998).
b. Kehamilan pertama setelah 3 tahun atau lebih pernikahan.
c. Kehamilan kelima atau lebih
Paritas atau para adalah wanita yang pernah melahirkan dan di
bagi menjadi beberapa istilah :
1. Primipara yaitu wanita yang telah melahirkan sebanyak satu kali.
2. Multipara yaitu wanita yang telah pernah melahirkan anak hidup
beberapa kali, di mana persalinan tersebut tidak lebih dari lima kali.
3. Grandemultipara yaitu wanita yang telah melahirkan janin aterm
lebih dari lima kali.
d. Kehamilan dengan jarak antara di atas 5 tahun atau kurang dari 2 tahun.
Pada kehamilan dengan jarak < 3 tahun keadaan endometrium
mengalami perubahan, perubahan ini berkaitan dengan persalinan
sebelumnya yaitu timbulnya trombosis, degenerasi dan nekrosis di
tempat implantasi plasenta. Adanya kemunduran fungsi dan
berkurangnya vaskularisasi pada daerah endometrium pada bagian
korpus uteri mengakibatkan daerah tersebut kurang subur sehingga
kehamilan dengan jarak < 3 tahun dapat menimbulkan kelainan yang
berhubungan dengan letak dan keadaan plasenta.
e. Tinggi badan ibu kurang dari 145 cm dan ibu belum pernah melahirkan
bayi cukup bulan dan berat normal.
Wanita hamil yang mempunyai tinggi badan kurang dari 145
cm, memiliki resiko tinggi mengalami persalinan secara premature,
karena lebih mungkin memiliki panggul yang sempit.
f. Kehamilan dengan penyakit (hipertensi, Diabetes, Tiroid, Jantung, Paru,
Ginjal, dan penyakit sistemik lainnya)
Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit
ginjal atau lupus, akan meningkatkan risiko terkena preeklamsia.
Kehamilan dengan hipertensi esensial atau hipertensi yag telah ada
sebelum kehamilan dapat berlangsung sampai aterm tanpa gejala mejadi
pre eklamsi tidak murni. Penyakit gula atau diabetes mellitus dapat
menimbulkan pre eklamsi dan eklamsi begitu pula penyakit ginjal
karena dapat meingkatkan tekanan darah sehingga dapat menyebabkan
pre eklamsi.
g. Kehamilan dengan keadaan tertentu ( Mioma uteri, kista ovarium)
Mioma uteri dapat mengganggu kehamilan dengan dampak berupa
kelainan letak bayidan plasenta, terhalangnya jalan lahir, kelemahan
pada saat kontraksi rahim, pendarahan yang banyak setelah melahirkan
dan gangguan pelepasan plasenta, bahkan bisa menyebabkan
keguguran. Sebaliknya, kehamilan juga bisa berdampak memperparah
Mioma Uteri. Saat hamil, mioma uteri cenderung membesar, dan sering
juga terjadi perubahan dari tumor yang menyebabkan perdarahan dalam
tumor sehingga menimbulkan nyeri. Selain itu, selama kehamilan,
tangkai tumor bisa terputar.
h. Kehamilan dengan anemia ( Hb kurang dari 10,5 gr %)
Wanita hamil biasanya sering mengeluh sering letih, kepala
pusing, sesak nafas, wajah pucat dan berbagai macam keluhan lainnya.
Semua keluhan tersebut merupakan indikasi bahwa wanita hamil
tersebut sedang menderita anemia pada masa kehamilan. Penyakit
terjadi akibat rendahnya kandungan hemoglobin dalam tubuh semasa
mengandung.Faktor yang mempengaruhi terjadinya anemia pada ibu
hamil adalah kekurangan zat besi, infeksi, kekurangan asam folat dan
kelainan haemoglobin. Anemia dalam kehamilan adalah suatu kondisi
ibu dengan kadar nilai hemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester satu
dan tiga, atau kadar nilai hemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada
trimester dua. Perbedaan nilai batas diatas dihubungkan dengan
kejadian hemodilusi.
2.2 Anemia
2.2.1 Definisi
Anemia merupakan kondisi berkurangnya sel darah merah
(eritrosit) dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin (Hb) sehingga
tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke
seluruh jaringan (Ertiana dan Astutik, 2018). Anemia merupakan
penyakit kekurangan sel darah merah. Apabila jumlah sel darah merah
berkurang, asupan oksigen dan aliran darah menuju otak juga semakin
berkurang (Pratiwi dan Fatimah, 2019). Anemia dalam kehamilan dapat
diartikan ibu hamil yang mengalami defisiensi zat besi dalam darah.
Selain itu anemia dalam kehamilan dapat dikatakan juga sebagai suatu
kondisi ibu dengan kadar hemoglobin (Hb) <11 gr% pada trimester I
dan III sedangkan pada trimester II kadar hemoglobin lebih kurang 10,5
gr%. Anemia kehamilan disebut “potentional danger to mother and
child” (potensi membahayakan ibu dan anak) karena itulah anemia
memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam
pelayanan kesehatan (Ertiana dan Astutik, 2018).
Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan adalah
kekurangan zat besi. Hal ini penting dilakukan pemeriksaan untuk
anemia pada kunjungan pertama kehamilan. Bahkan, jika tidak
mengalami anemia pada saat kunjungan pertama, masih mungkin
terjadi anemia pada kehamilan lanjutannya (Proverawati, 2011).
2.2.2 Derajat Anemia
Menurut WHO nilai ambang batas yang digunakan untuk
menentukan status anemia ibu hamil ditetapkan dalam 3 kategori, yaitu
normal (≥ 11 gr/dl), anemia ringan (8 – <11 gr/dl), anemia berat (< 8
gr/dl). Berdasarkan hasil pemeriksaan darah ternyata rata-rata kadar
hemoglobin ibu hamil adalah sebesar 11,28 gr/dl, kadar hemoglobin
terendah 7,63 gr/dl dan tertinggi 14,00 gr/dl (Irianto, 2014).
Klasifikasi anemia yang lain menurut Irianto (2014) adalah:
Tabel 1
Derajat Anemia Berdasarkan Batasan Hemoglobin

Klasifikasi Anemia Batasan Hemoglobin

Normal 11 gr %

Anemia Ringan 9 – 10.9 gr %

Anemia Sedang 7 – 8.9 gr %

Anemia Berat < 7 gr %


2.2.3 Patofisiologi Anemia Pada Kehamilan
Darah akan bertambah selama kehamilan, yang lazim disebut
hidremia atau hipervolemia. Namun, peningkatan volume plasma terjadi
dalam proporsi yang lebih besar jika dibandingkan dengan peningkatan
eritrosit sehingga terjadi pengenceran darah (Hemodilusi). Hemodilusi
ini menyebabkan pseudoanemia atau anemia fisiologis. Hemodilusi
dimulai pada trimester pertama kehamilan yaitu pada minggu 12-20 dan
hemodilusi maksimal terjadi pada umur kehamilan 20-36 minggu. Akibat
hemodilusi saja kadar hemoglobin darah ibu dapat menurun sampai 10
gr/dl, umumnya kondisi ini karena turunnya cadangan zat besi
(Sarimawar, 2003 dalam Samuel, 2019).
Menurut Irianto (2014) volume plasma meningkat 45-65% dimulai
pada trimester II kehamilan, dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan
meningkatnya sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta
kembali normal 3 bulan setelah partus (Irianto, 2014).

2.2.4 Tanda dan gejala anemia


Tanda-tanda anemia pada ibu hamil menurut Ertiana & Astutik
(2018) diantaranya yaitu:
1. Terjadinya peningkatan kecepatan denyut jantung karena tubuh berusaha
memberi oksigen lebih banyak ke jaringan.
2. Adanya peningkatan kecepatan pernafasan karena tubuh berusaha
menyediakan lebih banyak oksigen pada darah.
3. Pusing akibat kurangnya darah ke otak.
4. Terasa lelah karena meningkatnya oksigenasi berbagai organ termasuk
otot jantung dan rangka.
5. Kulit pucat karena berkurangnya oksigenasi.
6. Mual akibat penurunan aliran darah saluran cerna dan susunan saraf
pusat.
7. Penurunan kualitas rambut dan kulit.
2.2.5 Pencegahan dan pengobatan anemia pada kehamilan
Menurut Depkes (2009) dalam Fathonah (2016), cara mencegah dan
mengobati anemia adalah:
1. Meningkatkan konsumsi makan bergizi
2. Mengonsumsi makanan yang banyak mengandung zat besi.
3. Bahan makanan hewani : daging, ikan, ayam, hati, dan telur.
4. Bahan makanan nabati: sayuran berwarna hijau, kacang- kacangan, dan
tempe. Makan sayur-sayuran dan buah-buahan yang banyak
mengandung vitamin C sangat bermanfaat untuk meningkatkan
penyerapan zat besi dalam usus. Bahan makanan tersebut, antara
laindaun katuk, daun singkong, bayam, jambu, tomat, jeruk, dan nanas.
Menurut Grober (2013) mengonsumsi bersama vitamin C (200 mg atau
lebih) dapat meningkatkan absorpsi zat besi sedikitnya 30 %.
5. Menambah asupan zat besi kedalam tubuh dengan minum tablet tambah
darah (TTD)
6. Mengobati penyakit yang menyebabkan atau memperberat anemia
seperti, cacingan, malaria, dan TB paru.
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Kehamilan resiko tinggi adalah kehamilan yang memiliki resiko


meninggalnya bayi, ibu atau melahirkan bayi yang cacat atau terjadi
komplikasi kehamilan, yang lebih besar dari resiko pada wanita normal
umumnya. Penyebab kehamilan risiko pada ibu hamil adalah karena
kurangnya pengetahuan ibu tentang kesehatan reproduksi, rendahnya status
sosial ekonomi dan pendidikan yang rendah. Pengetahuan ibu tentang tujuan
atau manfaat pemeriksaan kehamilan dapat memotivasinya untuk
memeriksakan kehamilan secara rutin.

Anemia merupakan kondisi berkurangnya sel darah merah (eritrosit)


dalam sirkulasi darah atau massa hemoglobin (Hb) sehingga tidak mampu
memenuhi fungsinya sebagai pembawa oksigen ke seluruh jaringan (Ertiana
dan Astutik, 2018). Penyebab paling umum dari anemia pada kehamilan
adalah kekurangan zat besi.

4.2 Saran

Penulis menyadari sepenuhnya jika makalah ini masih banyak kesalahan


dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, untuk memperbaiki makalah
tersebut penulis meminta kritik yang membangun dari para pembaca.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.poltekkes-tjk.ac.id/2309/3/BAB%20II.pdf
http://repository.unjaya.ac.id/3674/3/BAB%20I.pdf
http://eprints.undip.ac.id/63547/3/BAB_II.pdf

Anda mungkin juga menyukai