Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

HUMMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS/ACQUIRED


IMMUNODEFICIENCY SYNDROME

DISUSUN OLEH:
Kelompok 10
Chindy Rorong(19142010222)
Fidiana Sagrim (tidak aktif)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNA INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Eesa karena dengan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HUMAN
IMMUNODEFICIENCY VIRUS / ACQUIRED IMMUNEDEFICIENCY dalam
tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan II
Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pembuatan makalah
ini,namun kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Jika didalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan,maka kami
memohon maaf atasnya.Kami menyadari bahwa makalah kami jauh dari
kesempurnaan.
Lebih dan kurangnya di ucapkan Terima Kasih.

Manado,20 April 2020


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………….....


DAFTAR ISI………………………………………………………………………………
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………………………………
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………….…………...
1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………….…………..
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah HIV AIDS………………………………………………….…………...
2.2 Definisi Virus HIV………………………………………………………………
2.3 Epidemiologi……………………………………………………….……………
2.4 Patogenesis………………………………………………………………………
2.5 Patofisiologis ……………………………………………………………………
2.6 Penyebab dan Gejala terserang Virus HIV/AIDS………………………………
2.7 Cara penularan HIV………………………………………………..……………
2.8 Penyebaran Virus HIV dalam tubuh ……………………………………………
2.9 Pemeriksaan Laboratorium………………………………………………………
2.10 Terapi Obat………………………………………………………..……………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang


Seperti yang kita ketahui bersama, AIDS adalah suatu penyakit yang belum
ada obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah serangan virus HIV,
sehingga penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang sangat berbahaya bagi
kehidupan manusia baik sekarang maupun waktu yang datang. Selain itu AIDS
juga dapat menimbulkan penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari segi
mental. Mungkin kita sering mendapat informasi melalui media cetak, elektronik,
ataupun seminar-seminar, tentang betapa menderitanya seseorang yang mengidap
penyakit AIDS. Dari segi fisik, penderitaan itu mungkin, tidak terlihat secara
langsung karena gejalanya baru dapat kita lihat setelah beberapa bulan. Tapi dari
segi mental, orang yang mengetahui dirinya mengidap penyakit AIDS akan
merasakan penderitaan batin yang berkepanjangan. Semua itu menunjukkan
bahwa masalah AIDS adalah suatu masalah besar dari kehidupan kita semua.
Dengan pertimbangan-pertimbangan dan alasan itulah kami sebagai pelajar,
sebagai bagian dari anggota masyarakat dan sebagai generasi penerus bangsa,
merasa perlu memperhatikan hal tersebut. Oleh karena itu kami membahasnya
dalam makalah ini dan mengangkat judul “HIV/AIDS Dan Cara
Penanggulangannya”.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.      Apakah HIV/AIDS itu?

2.      Bagaimana penyebaran dan tanda-tanda terserang HIV/AIDS tersebut?

3.      Bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS tersebut?


1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis mengangkat masalah AIDS dalam Makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui HIV/AIDS tersebut.

2.      Agar mengerti tentang penyebaran dan tanda-tanda terserang HIV/AIDS.

3.      Supaya memahami cara pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS


tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Sejarah HIV AIDS
Kasus AIDS pertama kali ditemukan oleh Gottlieb di Amerika Serikat pada
tahun 1983 dan virusnya di temukan Luc Montagnier pada tahun 1983. AIDS
pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 juni 1981, ketika Centers for Disease
Control and Prevention Amerika Serikat mencatat adanya Pneumonia
pneumosistis (sekarang masih diklasifikasi sebagai PCP tetapi diketahui
disebabkan oleh Peneumocystis Jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los
Angeles.

Penyakit AIDS dewasa ini telah terjangkit hampir setiap didunia (pandemi),
termasuk diantaranya Indonesia. Hingga November 1996 diperkirakan telah
terdapat sebanyak 8.400.000 kasus didunia yang terdiri dari 6,7 juta dewasa dan
1,7 anak-anak. Di Indonesia berdasarkan data-data yang bersumber dari
Direktorat Jendaral P2M dan PLP Depertemen Kesehatan RI sampai dengan 1Mei
1998 jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh 23
provinsi di Indonesia. Data jumlsh penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini
berlaku teori “Gunung Es” dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil
dari yang semestinya. Untuk itu WHO mengestimasikan bahwa 1 penderita yang
terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200 penderita HIV yang belum
diketahui.

Penyakit AIDS telah menjadi masalah internasional karena dalam waktu


singkat terjadi peningkatan jumlah penderita dan melanda semakin banyak
negara. Dikatakan pula bahwa epidemic yang terjadi tidak saja mengenal penyakit
(AIDS), virus (HIV) tetapi juga reaksi/dampak negative berbagai bidang seperti
kesehatan, social, ekonomi, politik, kebudayaan dan demografi. Hal ini
merupakan tantangan yang harus diharapi baik oleh negara maju maupun negara
berkembang.
2.2  Defiinisi Virus HIV
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus yang dapat
menyebabkan AIDS. HIV termasuk keluarga virus retro yaitu virus yang
memasukan materi genetiknya ke dalam sel tuan rumah ketika melakukan cara
infeksi dengan cara yang berbeda (retro), yaitu dari RNA menjadi DNA, yang
kemudian menyatu dalam DNA sel tuan rumah, membentuk pro virus dan
kemudian melakukan replikasi.

  Virus HIV ini dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel
darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan
tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit
walaupun yang sangat ringan sekalipun.

Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat


berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat
digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh.
Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak
memiliki pelindung. Dampaknya adalah kita dapat meninggal dunia akibat
terkena pilek biasa.

2.3 Epidemiologi

Infeksi HIV (human immunodeficiency virus) secara epidemiologi tersebar luas di


seluruh dunia dengan konsentrasi tertinggi ditemukan di daerah subSaharan
Afrika.

 Global

Lebih dari 35 juta orang di seluruh dunia diketahui meninggal dunia akibat HIV.
Tahun 2015, 1.1 juta orang meninggal akibat berbagai kasus terkait infeksi HIV.
Ada sekitar 36.7 juta orang hidup dengan HIV, dengan 2.1 juta orang yang baru
terdeteksi mengidap infeksi HIV di tahun 2015 secara global. Area subsaharan
Afrika merupakan area dengan tingkat kasus infeksi HIV tertinggi, yakni dengan
25.6 juta ODHA tahun 2015, area ini juga memegang 2/3 populasi global dari
infeksi HIV baru.

 Indonesia

Di Indonesia, HIV/AIDS pertama kali ditemukan di provinsi Bali, tahun 1987.


HIV/AIDS telah menyebar hampir di seluruh Indonesia. Dalam jangka 5 tahun
(2009-2014), infeksi HIV paling banyak terjadi pada kelompok usia produktif 25-
49 tahun, dengan jumlah pria terinfeksi lebih banyak dari perempuan.
Berdasarkan faktor risiko infeksi HIV, penyakit ini dominan ditemukan pada
kaum heteroseksual, pengguna narkoba suntik, kemudian diikuti oleh lelaki suka
lelaki (LSL).

Sejak tahun 1987-2014, maka 10 propinsi dengan angka kejadian HIV/AIDS


tertinggi adalah DKI Jakarta, Jawa Timur, Papua, Jawa Barat, Bali, Sumatera
Utara, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, Kepulauan Riau, dan Sulawesi Selatan.
[2,4,7]

2.4 Patogenesis
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T
helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan
pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas
seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan
membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4.
Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia
melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah
bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang
berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan
demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang
di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga
ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat
laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit
T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada
penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.
Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa
inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-
anak dan 60 bulan pada orang dewasa.
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena
penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma
kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf,
menyebabkan kerusakan neurologis.

2.5 Patofisiologis

Virus HIV dibagi menjadi dua jenis yaitu HIV-1 dan HIV-2. Keduanya memiliki
persamaan dari segi transmisinya. Hanya saja perbedaan antara keduanya yaitu
pada stainnya, menyebabkan beberapa sifat yang berbeda. Perbedaannya yaitu
HIV-2 memiliki sifat yang kurang patogen dan laju progresi penyakitnya yang
lebih lambat. Hal itu disebabkan karena HIV-2 memiliki viral load yang lebih
rendah. Hal tersebut juga sudah dibuktikan secara invivo bahwa laju replikasi
virus HIV-2 memiliki laju yang lebih rendah dibandingkan dengan laju replikasi
virus HIV-1. Pasien memiliki hasil lab HIV-1 positif yang mana virus HIV-1 ini
memang lebih banyak menginfeksi manusia daripada virus HIV-2.

Pada keadaan normal bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh akan
mengaktifkan WBC yaitu salahh satunya sel T helper limfosit. Akibat
teraktifasinya sel T helper maka sel T helper mengeluarkan zat kimia untuk
mengaktifkan WBC lainnya untuk membantu menyerang virus atau bakteri yang
masuk ke dalam tubuh. Setelah itu virus atau bakteri akan di nonaktifkan dan
selanjutnya akan dieliminasi oleh WBC. WBC juga mengeluarkan zat kimia yang
bertujuan untuk membuat WBC lainnya bermultiplikasi yang kemudian WBC
akan mengeluarkan antibodi untuk menyerang virus atau bakteri tersebut.
Sedangkan dalam keadaan HIV, virus HIV yang masuk ke dalam tubuh akan
masuk ke dalam sel T helper dan membuat copy sel yang sangat banyak di dalam
sel T helper. Jumlah yang banyak tersebut kemudian meninggalkan sel T helper
yang rusak dan menginfeksi sel lainnya. Sel T yang ditinggalkan kehilangan
kemampuannya untuk memproteksi sel host terhadap virus atau bakteri dan lama
kelamaan sel T helper akan mati. Semakin lama jumlah sel T helper akan
berkurang karena terserang virus HIV. Dengan menurunnya jumlah sel T helper
maka sistem imun tubuh akan berkurang dan tubuh menjadi mudah terserang
virus atau bakteri yang menyebabkan infeksi oportunistik (Mohammed et al.,
2010).

Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di
infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga
ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat
laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit
T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada
penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.
Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa
inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-
anak dan 60 bulan pada orang dewasa. Masa inkubasi adalah waktu yang
diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan
gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan ratarata cukup lama dan dapat
mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak
menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut
penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat
terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular
virus HIV yang dikenal dengan “masa wndow periode”. Selama masa inkubasi
penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain
dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi
yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka
sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini (Siregar,
2004).

2.6 Penyebab dan Gejala Terserang Virus HIV/AIDS


HIV tidak ditularkan atau disebarkan melalui hubungan sosial yang biasa
seperti jabatan tangan, bersentuhan, berciuman biasa, berpelukan, penggunaan
peralatan makan dan minum, gigitan nyamuk, kolam renang, penggunaan kamar
mandi atau WC/Jamban yang sama atau tinggal serumah bersama Orang Dengan
HIV/AIDS (ODHA). ODHA yaitu pengidap HIV atau AIDS. Sedangkan OHIDA
(Orang hidup dengan HIV atau AIDS) yakni keluarga (anak, istri, suami, ayah,
ibu) atau teman-teman pengidap HIV atau AIDS.
Lebih dari 80% infeksi HIV diderita oleh kelompok usia produktif terutama
laki-laki, tetapi proporsi penderita HIV perempuan cenderung meningkat. Infeksi
pada bayi dan anak, 90 % terjadi dari Ibu pengidap HIV. Hingga beberapa tahun,
seorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala-gejala klinis tertular HIV,
namun demikian orang tersebut dapat menularkan kepada orang lain. Setelah itu,
AIDS mulai berkembang dan menunjukkan tanda-tanda atau gejala-gejala.Tanda-
tanda klinis penderita AIDS :
1. Berat badan menurun lebih dari 10 % dalam 1 bulan
2. Diare kronis yang berlangsung lebih dari 1 bulan
3. Demam berkepanjangan lebih dari1 bulan
4. Penurunan kesadaran dan gangguan-gangguan neurologis
5. Dimensia/HIV ensefalopati

Gejala minor :
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata yang gatal
3. Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
4. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan
mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
1.Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa
menggunakan kondom
2. Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-
sama
3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
4. Bayi yang ibunya positif HIV
Para ahli menjelaskan bahwa Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang
terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan
gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu
tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah
kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa
tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena
serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah
dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah
melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya
adalah seperti dibawah ini :
1. .Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak,
batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya
(Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS
diduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan
gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami
penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami
diarhea yang kronik.
3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting
syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal
karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang
dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan
absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan
diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
4. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang
mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering
tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system
persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan
pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami
tensi darah rendah dan Impoten.
5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus
cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam
penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya
adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit
kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami
penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV.
Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan
Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar.
Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan
rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic inflammatory disease
(PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).

2.7 Cara Penularan HIV


Cara penularan HIV  ada tiga :
1. Hubungan seksual, baik secara vaginal, oral, ataupun anal dengan seorang
pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi,. Lebih mudah terjadi
penularan bila terdapat lesi penyakit kelamin dengan ulkus atau
peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis, gonorea, klamidia,
kankroid, dan trikomoniasis. Resiko pada seks anal lebih besar disbanding
seks vaginal dan resiko juga lebih besar pada yang reseptive dari pada
yang insertive.
2. Kontak langsung dengan darah / produk darah / jarum suntik.
a. Transfusi darah yang tercemar HIV
b. Pemakaian jarum tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan sempritnya
pada para pencandu narkotik suntik.
c.Penularan lewat kecelakaan tertusuk jarum pada petugas kesehatan.
3. Secara vertical dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selam
hamil, saat melahirkan ataupun setelah melahirkan.
Infeksi HIV kadang-kadang ditularkan ke bayi melalui air susu ibu (ASI). Saat ini
belum diketahui dengan pasti frekuensi kejadian seperti ini atau mengapa hanya
terjadi pada beberapa bayi tertentu tetapi tidak pada bayi yang lain. Di ASI
terdapat lebih banyak virus HIV pada ibu-ibu yang baru saja terkena infeksi dan
ibu-ibu yang telah memperlihatkan tanda-tanda penyakit AIDS.
Setelah 6 bulan, sewaktu bayi menjadi lebih kuat dan besar, bahaya diare dan
infeksi menjadi lebih baik. ASI dapat diganti dengan susu lain dan memberikan
makanan tambahan. Dengan cara ini bayi akan mendapat manfaat ASI dengan
resiko lebih kecil untuk terkena HIV.

2.8 Penyebaran Virus HIV Dalam Tubuh


Supaya terjadi infeksi, virus harus masuk ke dalam sel dan materi genetik virus
dimasukkan ke dalam DNA sel sehingga terjadi infeksi. Di dalam sel, Virus
berkembng biak pada akhirnya menghancurkan sel serta melepaskan pertikel
virus yang baru. Partikel virus yang baru kemudian menginfeksi limfosit lainnya
dan menghancurkannya.

Virus menempel pada limfosit yang memiliki satu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. Sel-sel yang memiliki reseptor
biasanya, disebut sel CD4+ atu disebut limfosit T penolong. Limfosit T penolong
berfungsi mengaktifkan dan menagatur sel-sel lain pada sistem kekebalan.
(misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T stitostik), yang kesemuanya
membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.
Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga teradi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi HIV akan kehilangan limfosit Tpenolong melalui 3
tahap selama beberpa bulan atau tahun.
1. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL
darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV sejumlah sel menurun
sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada
orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat dalam luar darah. Meskipun
tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
2. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus didalam darah mencapai kadar
yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan
penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang
tinggi dak kadar Limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter mendapati orang-
orang yang berisiko tinggi menderita AIDS.
3.  1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun
drastis. Jika kadarnya turun hingga 200 sel/Ml darah, maka penderita menjadi
rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B. Limfosit B
adalah limfosit yang menghasilkan antibodi. Seringkali HIV meyebabkan
produksi antibodi berlebihan. Antibodi yang diperuntukkan melawan HIV dan
infeksi lain ini banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik
pada AIDS.
Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus
menyebabkan berkurangnya kemampuan  Sistem kekebalan tubuh dalam
mengenali dan sasaran baru yang harus diserang.
2.9 Terapi Obat dan Tanpa Obat

1. Terapi Obat
Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS
tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat
yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara
medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap
HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi
dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi
Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat
mengunakan:
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam
mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT,
ddl, ddC & 3TC).
2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)
memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse
transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial
untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan
NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan
rumah dan dilepaskan.

 Pencegahan perpindahan dari ibu ke anak (PMTCT): seorang wanita yang


mengidap HIV(+) dapat menularkan HIV kepada bayinya selama masa kehamilan,
persalinan dan masa menyusui. Dalam ketidakhadiran dari intervensi pencegahan,
kemungkinan bahwa bayi dari seorang wanita yang mengidap HIV(+) akan
terinfeksi kira–kira 25%–35%. Dua pilihan pengobatan tersedia untuk mengurangi
penularan HIV/AIDS dari ibu ke anak. Obat–obatan tersebut adalah:
1. Ziduvidine (AZT) dapat diberikan sebagai suatu rangkaian panjang dari 14–
28 minggu selama masa kehamilan. Studi menunjukkan bahwa hal ini
menurunkan angka penularan mendekati 67%. Suatu rangkaian pendek
dimulai pada kehamilan terlambat sekitar 36 minggu menjadi 50%
penurunan. Suatu rangkaian pendek dimulai pada masa persalinan sekitas
38%. Beberapa studi telah menyelidiki pengunaan dari Ziduvidine (AZT)
dalam kombinasi dengan Lamivudine (3TC)
2. Nevirapine: diberikan dalam dosis tunggal kepada ibu dalam masa
persalinan dan satu dosis tunggal kepada bayi pada sekitar 2–3 hari.
Diperkirakan bahwa dosis tersebut dapat menurunkan penularan HIV sekitar
47%. Nevirapine hanya digunakan pada ibu dengan membawa satu tablet
kerumah ketika masa persalinan tiba, sementara bayi tersebut harus
diberikan satu dosis dalam 3 hari.

 Post–exposure prophylaxis (PEP) adalah sebuah program dari beberapa obat


antiviral, yang dikonsumsi beberapa kali setiap harinya, paling kurang 30 hari,
untuk mencegah seseorang menjadi terinfeksi dengan HIV sesudah terinfeksi, baik
melalui serangan seksual maupun terinfeksi occupational. Dihubungankan dengan
permulaan pengunaan dari PEP, maka suatu pengujian HIV harus dijalani untuk
menetapkan status orang yang bersangkutan. Informasi dan bimbingan perlu
diberikan untuk memungkinkan orang tersebut mengerti obat–obatan, keperluan
untuk mentaati, kebutuhan untuk mempraktekan hubungan seks yang aman dan
memperbaharui pengujian HIV. Antiretrovirals direkomendasikan untuk PEP
termasuk AZT dan 3TC yang digunakan dalam kombinasi. CDC telah
memperingatkan mengenai pengunaan dari Nevirapine sebagai bagian dari PEP
yang berhutang pada bahaya akan kerusakan pada hati. Sesudah terkena infeksi
yang potensial ke HIV, pengobatan PEP perlu dimulai sekurangnya selama 72 jam,
sekalipun terdapat bukti untuk mengusulkan bahwa lebih awal seseorang memulai
pengobatan, maka keuntungannya pun akan menjadi lebih besar. PEP tidak
merekomen.
3. Terapi Tanpa Obat
 Makan makanan dengan gizi seimbang dan memperbanyak sayur, buah, biji-bijian,
dan protein tanpa lemak.
 Cukup istirahat.
 Rutin berolahraga.
 Menghindari obat-obatan terlarang termasuk alkohol.
 Berhenti merokok.
 Melakukan berbagai cara untuk mengelola stres seperti meditasi atau yoga.
 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun setiap habis memegang hewan
peliharaan.
 Menghindari daging mentah, telur mentah, susu yang tidak dipasteurisasi, dan
makanan laut mentah.
 Melakukan vaksin yang tepat untuk mencegah infeksi seperti radang paru dan flu.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1.      HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam
tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS
(Acguired Immuno–Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala menurunnya
gejala kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
2.      Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada
awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas,
penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya
tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
3.      Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun
vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit
AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.
DAFTAR PUSTAKA

Widoyono. 2005. Penyakit Tropis: Epidomologi, penularan, pencegahan, dan


pemberantasannya.. Jakarta: Erlangga Medical Series
Muhajir. 2007. Pendidkan Jasmani Olahraga dan Kesehatan. Bandung: Erlangga
Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 1993. Mikrobiolog
Kedokteran. Jakarta Barat: Binarupa Aksara
Djuanda, adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI
Mandal,dkk. 2008. Penyakit Infeksi. Jakarta: Erlangga Medical Series

Anda mungkin juga menyukai