DISUSUN OLEH:
Kelompok 10
Chindy Rorong(19142010222)
Fidiana Sagrim (tidak aktif)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNA INDONESIA
2020
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Eesa karena dengan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “HUMAN
IMMUNODEFICIENCY VIRUS / ACQUIRED IMMUNEDEFICIENCY dalam
tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan II
Meskipun banyak hambatan yang kami alami dalam proses pembuatan makalah
ini,namun kami mampu menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Jika didalam makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan,maka kami
memohon maaf atasnya.Kami menyadari bahwa makalah kami jauh dari
kesempurnaan.
Lebih dan kurangnya di ucapkan Terima Kasih.
Penyakit AIDS dewasa ini telah terjangkit hampir setiap didunia (pandemi),
termasuk diantaranya Indonesia. Hingga November 1996 diperkirakan telah
terdapat sebanyak 8.400.000 kasus didunia yang terdiri dari 6,7 juta dewasa dan
1,7 anak-anak. Di Indonesia berdasarkan data-data yang bersumber dari
Direktorat Jendaral P2M dan PLP Depertemen Kesehatan RI sampai dengan 1Mei
1998 jumlah penderita HIV/AIDS sebanyak 685 orang yang dilaporkan oleh 23
provinsi di Indonesia. Data jumlsh penderita yang sebenarnya. Pada penyakit ini
berlaku teori “Gunung Es” dimana penderita yang kelihatan hanya sebagian kecil
dari yang semestinya. Untuk itu WHO mengestimasikan bahwa 1 penderita yang
terinfeksi telah terdapat kurang lebih 100-200 penderita HIV yang belum
diketahui.
Virus HIV ini dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel
darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan
tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit
walaupun yang sangat ringan sekalipun.
2.3 Epidemiologi
Global
Lebih dari 35 juta orang di seluruh dunia diketahui meninggal dunia akibat HIV.
Tahun 2015, 1.1 juta orang meninggal akibat berbagai kasus terkait infeksi HIV.
Ada sekitar 36.7 juta orang hidup dengan HIV, dengan 2.1 juta orang yang baru
terdeteksi mengidap infeksi HIV di tahun 2015 secara global. Area subsaharan
Afrika merupakan area dengan tingkat kasus infeksi HIV tertinggi, yakni dengan
25.6 juta ODHA tahun 2015, area ini juga memegang 2/3 populasi global dari
infeksi HIV baru.
Indonesia
2.4 Patogenesis
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limposit T
helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan
pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas
seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan
membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4.
Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia
melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah
bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang
berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. Infeksi HIV dengan
demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang
di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga
ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat
laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit
T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada
penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.
Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa
inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-
anak dan 60 bulan pada orang dewasa.
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena
penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkoma
kaposi. HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel syaraf,
menyebabkan kerusakan neurologis.
2.5 Patofisiologis
Virus HIV dibagi menjadi dua jenis yaitu HIV-1 dan HIV-2. Keduanya memiliki
persamaan dari segi transmisinya. Hanya saja perbedaan antara keduanya yaitu
pada stainnya, menyebabkan beberapa sifat yang berbeda. Perbedaannya yaitu
HIV-2 memiliki sifat yang kurang patogen dan laju progresi penyakitnya yang
lebih lambat. Hal itu disebabkan karena HIV-2 memiliki viral load yang lebih
rendah. Hal tersebut juga sudah dibuktikan secara invivo bahwa laju replikasi
virus HIV-2 memiliki laju yang lebih rendah dibandingkan dengan laju replikasi
virus HIV-1. Pasien memiliki hasil lab HIV-1 positif yang mana virus HIV-1 ini
memang lebih banyak menginfeksi manusia daripada virus HIV-2.
Pada keadaan normal bakteri atau virus yang masuk ke dalam tubuh akan
mengaktifkan WBC yaitu salahh satunya sel T helper limfosit. Akibat
teraktifasinya sel T helper maka sel T helper mengeluarkan zat kimia untuk
mengaktifkan WBC lainnya untuk membantu menyerang virus atau bakteri yang
masuk ke dalam tubuh. Setelah itu virus atau bakteri akan di nonaktifkan dan
selanjutnya akan dieliminasi oleh WBC. WBC juga mengeluarkan zat kimia yang
bertujuan untuk membuat WBC lainnya bermultiplikasi yang kemudian WBC
akan mengeluarkan antibodi untuk menyerang virus atau bakteri tersebut.
Sedangkan dalam keadaan HIV, virus HIV yang masuk ke dalam tubuh akan
masuk ke dalam sel T helper dan membuat copy sel yang sangat banyak di dalam
sel T helper. Jumlah yang banyak tersebut kemudian meninggalkan sel T helper
yang rusak dan menginfeksi sel lainnya. Sel T yang ditinggalkan kehilangan
kemampuannya untuk memproteksi sel host terhadap virus atau bakteri dan lama
kelamaan sel T helper akan mati. Semakin lama jumlah sel T helper akan
berkurang karena terserang virus HIV. Dengan menurunnya jumlah sel T helper
maka sistem imun tubuh akan berkurang dan tubuh menjadi mudah terserang
virus atau bakteri yang menyebabkan infeksi oportunistik (Mohammed et al.,
2010).
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di
infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga
ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat
laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit
T4. setelah beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada
penderita akan terlihat gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut.
Masa antara terinfeksinya HIV dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa
inkubasi) adalah 6 bulan sampai lebih dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-
anak dan 60 bulan pada orang dewasa. Masa inkubasi adalah waktu yang
diperlukan sejak seseorang terpapar virus HIV sampai dengan menunjukkan
gejala-gejala AIDS. Waktu yang dibutuhkan ratarata cukup lama dan dapat
mencapai kurang lebih 12 tahun dan semasa inkubasi penderita tidak
menunjukkan gejala-gejala sakit. Selama masa inkubasi ini penderita disebut
penderita HIV. Pada fase ini terdapat masa dimana virus HIV tidak dapat
terdeteksi dengan pemeriksaan laboratorium kurang lebih 3 bulan sejak tertular
virus HIV yang dikenal dengan “masa wndow periode”. Selama masa inkubasi
penderita HIV sudah berpotensi untuk menularkan virus HIV kepada orang lain
dengan berbagai cara sesuai pola transmisi virus HIV. Mengingat masa inkubasi
yang relatif lama, dan penderita HIV tidak menunjukkan gejala-gejala sakit, maka
sangat besar kemungkinan penularan terjadi pada fase inkubasi ini (Siregar,
2004).
Gejala minor :
1. Batuk menetap lebih dari 1 bulan
2. Dermatitis generalisata yang gatal
3. Adanya Herpes zoster multisegmental dan berulang
4. Infeksi jamur berulang pada alat kelamin wanita
HIV dan AIDS dapat menyerang siapa saja. Namun pada kelompok rawan
mempunyai risiko besar tertular HIV penyebab AIDS, yaitu :
1.Orang yang berperilaku seksual dengan berganti-ganti pasangan tanpa
menggunakan kondom
2. Pengguna narkoba suntik yang menggunakan jarum suntik secara bersama-
sama
3. Pasangan seksual pengguna narkoba suntik
4. Bayi yang ibunya positif HIV
Para ahli menjelaskan bahwa Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang
terkena virus HIV pada awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan
gejala yang khas, penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu
tergantung daya tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut. Setelah
kondisi membaik, orang yang terkena virus HIV akan tetap sehat dalam beberapa
tahun dan perlahan kekebelan tubuhnya menurun/lemah hingga jatuh sakit karena
serangan demam yang berulang. Satu cara untuk mendapat kepastian adalah
dengan menjalani Uji Antibodi HIV terutamanya jika seseorang merasa telah
melakukan aktivitas yang berisiko terkena virus HIV.
Adapun tanda dan gejala yang tampak pada penderita penyakit AIDS diantaranya
adalah seperti dibawah ini :
1. .Saluran pernafasan. Penderita mengalami nafas pendek, henti nafas sejenak,
batuk, nyeri dada dan demam seprti terserang infeksi virus lainnya
(Pneumonia). Tidak jarang diagnosa pada stadium awal penyakit HIV AIDS
diduga sebagai TBC.
2. Saluran Pencernaan. Penderita penyakit AIDS menampakkan tanda dan
gejala seperti hilangnya nafsu makan, mual dan muntah, kerap mengalami
penyakit jamur pada rongga mulut dan kerongkongan, serta mengalami
diarhea yang kronik.
3. Berat badan tubuh. Penderita mengalami hal yang disebut juga wasting
syndrome, yaitu kehilangan berat badan tubuh hingga 10% dibawah normal
karena gangguan pada sistem protein dan energy didalam tubuh seperti yang
dikenal sebagai Malnutrisi termasuk juga karena gangguan
absorbsi/penyerapan makanan pada sistem pencernaan yang mengakibatkan
diarhea kronik, kondisi letih dan lemah kurang bertenaga.
4. System Persyarafan. Terjadinya gangguan pada persyarafan central yang
mengakibatkan kurang ingatan, sakit kepala, susah berkonsentrasi, sering
tampak kebingungan dan respon anggota gerak melambat. Pada system
persyarafan ujung (Peripheral) akan menimbulkan nyeri dan kesemutan
pada telapak tangan dan kaki, reflek tendon yang kurang, selalu mengalami
tensi darah rendah dan Impoten.
5. System Integument (Jaringan kulit). Penderita mengalami serangan virus
cacar air (herpes simplex) atau carar api (herpes zoster) dan berbagai macam
penyakit kulit yang menimbulkan rasa nyeri pada jaringan kulit. Lainnya
adalah mengalami infeksi jaringan rambut pada kulit (Folliculities), kulit
kering berbercak (kulit lapisan luar retak-retak) serta Eczema atau psoriasis.
6. Saluran kemih dan Reproduksi pada wanita. Penderita seringkali mengalami
penyakit jamur pada vagina, hal ini sebagai tanda awal terinfeksi virus HIV.
Luka pada saluran kemih, menderita penyakit syphillis dan dibandingkan
Pria maka wanita lebih banyak jumlahnya yang menderita penyakit cacar.
Lainnya adalah penderita AIDS wanita banyak yang mengalami peradangan
rongga (tulang) pelvic dikenal sebagai istilah 'pelvic inflammatory disease
(PID)' dan mengalami masa haid yang tidak teratur (abnormal).
Virus menempel pada limfosit yang memiliki satu reseptor protein yang disebut
CD4, yang terdapat di selaput bagian luar. Sel-sel yang memiliki reseptor
biasanya, disebut sel CD4+ atu disebut limfosit T penolong. Limfosit T penolong
berfungsi mengaktifkan dan menagatur sel-sel lain pada sistem kekebalan.
(misalnya limfosit B, makrofag dan limfosit T stitostik), yang kesemuanya
membantu menghancurkan sel-sel ganas dan organisme asing.
Infeksi HIV menyebabkan hancurnya limfosit T penolong, sehingga teradi
kelemahan sistem tubuh dalam melindungi dirinya terhadap infksi dan kanker.
Seseorang yang terinfeksi HIV akan kehilangan limfosit Tpenolong melalui 3
tahap selama beberpa bulan atau tahun.
1. Seseorang yang sehat memiliki limfosit CD4 sebanyak 800-1300 sel/mL
darah. Pada beberapa bulan pertama setelah terinfeksi HIV sejumlah sel menurun
sebanyak 40-50%. Selama bulan-bulan ini penderita bisa menularkan HIV kepada
orang lain karena banyak partikel virus yang terdapat dalam luar darah. Meskipun
tubuh berusaha melawan virus, tetapi tubuh tidak mampu meredakan infeksi.
2. Setelah sekitar 6 bulan, jumlah partikel virus didalam darah mencapai kadar
yang stabil, yang berlainan pada setiap penderita. Perusakan sel CD4+ dan
penularan penyakit kepada orang lain terus berlanjut. Kadar partikel virus yang
tinggi dak kadar Limfosit CD4+ yang rendah membantu dokter mendapati orang-
orang yang berisiko tinggi menderita AIDS.
3. 1-2 tahun sebelum terjadinya AIDS, jumlah limfosit CD4+ biasanya menurun
drastis. Jika kadarnya turun hingga 200 sel/Ml darah, maka penderita menjadi
rentan terhadap infeksi.
Infeksi HIV juga menyebabkan gangguan pada fungsi limfosit B. Limfosit B
adalah limfosit yang menghasilkan antibodi. Seringkali HIV meyebabkan
produksi antibodi berlebihan. Antibodi yang diperuntukkan melawan HIV dan
infeksi lain ini banyak membantu dalam melawan berbagai infeksi oportunistik
pada AIDS.
Pada saat yang bersamaan, penghancuran limfosit CD4+ oleh virus
menyebabkan berkurangnya kemampuan Sistem kekebalan tubuh dalam
mengenali dan sasaran baru yang harus diserang.
2.9 Terapi Obat dan Tanpa Obat
1. Terapi Obat
Obat–obatan Antiretroviral (ARV) bukanlah suatu pengobatan untuk HIV/AIDS
tetapi cukup memperpanjang hidup dari mereka yang mengidap HIV. Pada tempat
yang kurang baik pengaturannya permulaan dari pengobatan ARV biasanya secara
medis direkomendasikan ketika jumlah sel CD4 dari orang yang mengidap
HIV/AIDS adalah 200 atau lebih rendah. Untuk lebih efektif, maka suatu kombinasi
dari tiga atau lebih ARV dikonsumsi, secara umum ini adalah mengenai terapi
Antiretroviral yang sangat aktif (HAART). Kombinasi dari ARV berikut ini dapat
mengunakan:
1. Nucleoside Analogue Reverse Transcriptase Inhibitors (NRTI'),
mentargetkan pencegahan protein reverse transcriptase HIV dalam
mencegah perpindahan dari viral RNA menjadi viral DNA (contohnya AZT,
ddl, ddC & 3TC).
2. Non–nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitors (NNRTI's)
memperlambat reproduksi dari HIV dengan bercampur dengan reverse
transcriptase, suatu enzim viral yang penting. Enzim tersebut sangat esensial
untuk HIV dalam memasukan materi turunan kedalam sel–sel. Obat–obatan
NNRTI termasuk: Nevirapine, delavirdine (Rescripta), efavirenza (Sustiva).
3. Protease Inhibitors (PI) mengtargetkan protein protease HIV dan
menahannya sehingga suatu virus baru tidak dapat berkumpul pada sel tuan
rumah dan dilepaskan.
3.1 Kesimpulan
1. HIV (Human Immuno–Devesiensi) adalah virus yang hanya hidup dalam
tubuh manusia, yang dapat merusak daya kekebalan tubuh manusia. AIDS
(Acguired Immuno–Deviensi Syndromer) adalah kumpulan gejala menurunnya
gejala kekebalan tubuh terhadap serangan penyakit dari luar.
2. Tanda dan Gejala Penyakit AIDS seseorang yang terkena virus HIV pada
awal permulaan umumnya tidak memberikan tanda dan gejala yang khas,
penderita hanya mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya
tahan tubuh saat mendapat kontak virus HIV tersebut.
3. Hingga saat ini penyakit AIDS tidak ada obatnya termasuk serum maupun
vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit
AIDS yang ada hanyalah pencegahannya saja.
DAFTAR PUSTAKA