Anda di halaman 1dari 39

POJK NOMOR 48/POJK.

03/2020 TENTANG PERUBAHAN ATAS


POJK NOMOR 11/POJK.03/2020 TENTANG STIMULUS
PEREKONOMIAN NASIONAL SEBAGAI KEBIJAKAN
COUNTERCYCLICAL DAMPAK PENYEBARAN CORONAVIRUS
DISEASE 2019
LATAR BELAKANG
Penyebaran COVID-19 yang masih berlanjut diperkirakan akan berdampak terhadap kinerja dan
kapasitas debitur serta meningkatkan risiko kredit perbankan. Oleh karena itu, perlu diambil
kebijakan stimulus perekonomian sebagai countercyclical dampak penyebaran COVID-19

Peraturan ini diterbitkan sebagai langkah antisipatif dan lanjutan untuk mendorong optimalisasi
kinerja perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi
dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian dan menghindari terjadinya moral hazard.

TARGET
LEMBAGA JASA
KEUANGAN BUK BUS UUS BPR BPRS

TARGET DEBITUR YANG MENDAPAT PERLAKUAN KHUSUS


Debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Bank karena debitur atau usaha
debitur terdampak dari penyebaran COVID-19 baik secara langsung ataupun tidak langsung.

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO


Bank menerapkan manajemen risiko paling sedikit meliputi:

Memiliki pedoman untuk menetapkan debitur terkena Mempertimbangkan ketahanan modal dengan
dampak penyebaran COVID-19 memperhitungkan tambahan cadangan untuk
mengantisipasi potensi penurunan kualitas
kredit/pembiayaan restrukturisasi dalam hal akan
Melakukan penilaian terhadap debitur yang mampu
membagikan dividen/tantiem
terus bertahan dan memiliki prospek usaha sehingga
dapat diberikan restrukturisasi sesuai POJK ini Melakukan uji ketahanan secara berkala terhadap
potensi penurunan kualitas kredit/pembiayaan
Membentuk cadangan untuk debitur yang dinilai tidak
restrukturisasi dan dampaknya terhadap likuiditas dan
mampu bertahan setelah dilakukan restrukturisasi
permodalan bank

KEBIJAKAN BAGI DEBITUR YANG TERDAMPAK COVID-19

RESTRUKTURISASI PENETAPAN PEMBERIAN PENYEDIAAN


KREDIT/PEMBIAYAAN KUALITAS ASET DANA BARU
Kualitas kredit/pembiayaan yang
direstrukturisasi ditetapkan Lancar
sejak dilakukan restrukturisasi

Kredit/pembiayaan yang Penetapan kualitas kredit, Penetapan kualitas


direstrukturisasi COVID-19 pembiayaan, dan/atau kredit/pembiayaan/ penyediaan dana
dikecualikan dari perhitungan aset penyediaan dana lain dengan lain yang baru dilakukan terpisah
berkualitas rendah (KKR) dalam plafon paling banyak Rp 10 dengan kualitas kredit/
penilaian TKS bank bagi miliar didasarkan pada pembiayaan/penyediaan dana lain
BUK/BUS/UUS ketepatan pembayaran pokok yang telah diberikan sebelumnya
dan/atau bunga atau
Bank dapat menyesuaikan margin/bagi hasil/ujrah
mekanisme persetujuan
restrukturisasi kredit/pembiayaan
dengan tetap memperhatikan
prinsip kehati-hatian

KEBIJAKAN BAGI BUK, BUS, ATAU UUS SEBAGAI DAMPAK


PENYEBARAN COVID 19

BUK yang termasuk dalam kelompok BUKU 3, BUKU 4, dan bank asing dapat menyesuaikan batas bawah
pemenuhan liquidity coverage ratio dan net stable funding ratio dari 100% menjadi 85% sampai dengan
tanggal 31 Maret 2022
BUK atau BUS dapat menyediakan dana pendidikan kurang dari 5% dari anggaran pengeluaran sumber
daya manusia untuk tahun 2020 dan 2021
BUK, BUS, atau UUS dapat menetapkan kualitas agunan yang diambil alih yang diperoleh sampai dengan
tanggal 31 Maret 2020 berdasarkan kualitas agunan yang diambil alih posisi akhir bulan Maret 2020
BUK atau BUS yang termasuk dalam kelompok BUKU 3 dan BUKU 4 dapat tidak memenuhi capital
conservation buffer sebesar 2,5% dari aset tertimbang menurut risiko

Penerapan kebijakan dimaksud harus berdasarkan persetujuan OJK

PELAPORAN

Penambahan Laporan Rekapitulasi Pelaporan kredit/pembiayaan yang


Stimulus Kredit atau Pembiayaan direstrukturisasi COVID-19 dalam Sistem
Restrukturisasi yang disampaikan secara Layanan Informasi Keuangan dengan
bulanan sejak posisi data akhir bulan menambahkan keterangan “COVID19"
November 2020

PENERAPAN KEBIJAKAN YANG MENDUKUNG STIMULUS


PERTUMBUHAN EKONOMI INI BERLAKU SAMPAI DENGAN TANGGAL
31 MARET 2022
POJK Nomor 48/POJK.03/2020
tentang Perubahan atas POJK Nomor 11/POJK.03/2020
tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai
Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran COVID-19

Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan


Desember 2020

1
KRONOLOGI KEBIJAKAN OJK DALAM MERESPON COVID-19 2

31 Des 2019 31 Jan 2020 27 Feb 2020


Pertama kali Cina 21 negara melaporkan Melalui siaran pers, OJK
melaporkan kasus telah terjangkit virus merespon dampak COVID-19
pneumonia ke WHO dengan mempersiapkan
kebijakan Stimulus Kebijakan relaksasi kredit
terdampak COVID 19
merupakan respon dini dan
16 Mar 2020 5 Mar 2020 2 Mar 2020 merupakan kebijakan forward
Merespon COVID-19 yg telah masuk ke looking untuk mengantisipasi
OJK menerbitkan POJK Pemerintah Indonesia
Stimulus COVID-19 untuk Indonesia, OJK melalui siaran pers,meminta mengumumkan 2 WNI dampak pandemi. Dicanangkan
Perbankan (POJK No. 11) perbankan untuk segera menginventarisasi positif COVID-19 bahkan sebelum ditemukan
debitur terdampak COVID 19 dan tindak
lanjut penerapan kebijakan stimulus kasus COVID di Indonesia

19 Mar 2020 14 Apr 2020 27 Mei 2020 3 Des 2020


OJK mengirimkan surat kepada OJK mengirimkan surat kepada OJK mengirimkan surat kepada OJK menerbitkan POJK
perbankan terkait penyesuaian perbankan terkait panduan perbankan terkait Kebijakan Perubahan POJK Stimulus
batas waktu laporan Bank dalam penerapan PSAK 71 & PSAK 68 Relaksasi Lanjutan untuk COVID-19 untuk Perbankan
kondisi COVID-19 dalam kondisi pandemi COVID-19 mendukung program PEN (POJK No. 48)
Mengapa POJK 11 Perlu Diperpanjang ? 3

Update Kasus COVID- Antisipasi Dampak COVID- Keselarasan dengan


19 di Indonesia 19 yang Masih Berlanjut Kebijakan Pemerintah

 Kasus paparan COVID-19 terus • Sebagai langkah antisipatif untuk Sejalan dengan rencana Pemerintah untuk
bertambah. Berdasarkan data per tanggal membantu debitur terdampak COVID-19 menangani dampak COVID-19 secara
10 November 2020, terdapat 444 ribu kasus yang masih memiliki prospek usaha multiyears, yang tercermin dalam
positif COVID-19 di Indonesia. namun memerlukan waktu lebih panjang penetapan defisit APBN yang dapat
untuk bisa kembali normal. melampaui 3% sampai dengan akhir tahun
 Dalam hal vaksin telah tersedia, dampak 2022.
COVID-19 kemungkinan juga masih belum • Langkah ini juga untuk membantu
(sesuai UU No.2 Tahun 2020 tentang Kebijakan
dapat selesai segera, mengingat perbankan dalam menata kinerja Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan
kemungkinan perlunya pentahapan untuk keuangannya terutama dari sisi mitigasi untuk Penanganan Pandemi COVID-19)
distribusi vaksin tersebut. risiko kredit.

Kebijakan stimulus Potensi penurunan a. Beban CKPN Berdampak pada:


berakhir 31 Maret kualitas kredit meningkat a. Peningkatan NPL Nett
2021 restrukturisasi b. LAR meningkat b. Penurunan CAR

 dalam hal COVID-19 terus berlanjut dan POJK Stimulus COVID-19 tidak diperpanjang maka terdapat potensi KENAIKAN NPL dan CKPN yang
dapat berdampak pada MODAL dan SOLVABILITAS Bank
KETENTUAN UMUM DAN CAKUPAN PENGATURAN 4

TARGET LEMBAGA JASA KEUANGAN


Berlaku bagi Bank Umum, Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, Bank Perkreditan
Rakyat dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah.

KEBIJAKAN

Bank dapat menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi yang meliputi:
a. Kebijakan bagi debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 termasuk debitur Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM).
b. Kebijakan bagi BUK, BUS, atau UUS sebagai dampak penyebaran COVID-19.
Kebijakan pada huruf b meliputi kebijakan likuiditas dan permodalan, dan Bank harus memperoleh persetujuan OJK
dalam menerapkan kebijakan dimaksud.

Kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi berlaku sampai dengan 31 Maret 2022
KEBIJAKAN UNTUK DEBITUR TERKENA DAMPAK COVID-19
5

DEFINISI DEBITUR
Debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada Bank
karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran COVID-19 baik
secara langsung ataupun tidak langsung.
Perseorangan Korporasi UMKM

PENERAPAN MANAJEMEN RISIKO OLEH BANK


Bank harus menerapkan manajemen risiko dalam penerapan stimulus, antara lain:
a. Memiliki pedoman untuk menetapkan debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19.
b. Melakukan penilaian terhadap debitur yang mampu terus bertahan dari dampak COVID-19 dan masih memiliki prospek
usaha sehingga dapat diberikan restrukturisasi kredit/pembiayaan sesuai POJK ini.
c. Membentuk cadangan untuk debitur yang dinilai tidak lagi mampu bertahan setelah dilakukan restrukturisasi kredit atau
pembiayaan sesuai POJK ini.
d. Mempertimbangkan ketahanan modal dan memperhitungkan tambahan pembentukan cadangan untuk
mengantisipasi potensi penurunan kualitas kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi dalam hal Bank akan melakukan
pembagian dividen dan/atau tantiem.
e. Melakukan uji ketahanan secara berkala terhadap potensi penurunan kualitas kredit atau pembiayaan yang
direstrukturisasi dan pengaruhnya terhadap likuiditas dan permodalan Bank. Uji ketahanan antara lain berupa penerapan
stress testing dalam berbagai skenario atau review kinerja dan kelayakan debitur.
KEBIJAKAN UNTUK DEBITUR TERKENA DAMPAK COVID-19 6

PENILAIAN KUALITAS ASET


Kredit / pembiayaan / penyediaan dana lain plafon ≤
RESTRUKTURISASI
Rp 10M dapat hanya didasarkan pada ketepatan 1. Restrukturisasi kredit dan/atau pembiayaan pada debitur
pembayaran pokok dan/atau bunga / margin / bagi terdampak ditetapkan lancar sejak direstrukturisasi.
hasil / ujrah. 2. Bank dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh
kredit/pembiayaan tanpa melihat batasan plafon dan jenis
kredit/pembiayaan (produktif / konsumtif).
PENYEDIAAN DANA BARU
3. Kredit bagi BUK atau pembiayaan bagi BUS atau UUS yang
1. Bank dapat memberikan kredit / pembiayaan /
direstrukturisasi dapat dikecualikan dari perhitungan aset
penyediaan dana lain yang baru kepada debitur
berkualitas rendah.
terdampak COVID-19; dan
4. Bank dapat menyesuaikan mekanisme persetujuan
2. Penetapan kualitas kredit / pembiayaan /
restrukturisasi kredit atau pembiayaan dengan tetap
penyediaan dana lain tersebut dilakukan secara
memperhatikan prinsip kehati-hatian.
terpisah dengan kualitas kredit / pembiayaan /
penyediaan dana lain sebelumnya (no uniform 5. Mekanisme persetujuan harus tercantum dan menjadi satu
classification). kesatuan dengan pedoman penetapan debitur yang terkena
dampak COVID-19.
Prosedur Persetujuan Restrukturisasi 7

Debitur COVID-19 ….
Contoh penyesuaian mekanisme persetujuan kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi:

 anggota direksi dapat memberikan principle approval terhadap kredit/pembiayaan dan debitur yang
ditetapkan sesuai kriteria dalam POJK ini dan mendelegasikan kewenangan kepada pejabat pada level
tertentu untuk memberikan persetujuan/keputusan restrukturisasi;
 persetujuan tetap dilakukan oleh pihak yang lebih tinggi dari pemutus kredit/pembiayaan, namun dapat
dilakukan secara kolektif setelah menetapkan kriteria debitur yang layak mendapatkan fasilitas restrukturisasi
berdasarkan POJK ini; atau
 mekanisme lain sesuai dengan kondisi teknis yang dihadapi bank, dengan tetap menerapkan prinsip
objektivitas, independensi, menghindari benturan kepentingan, dan kewajaran.
PENILAIAN ATAS DEBITUR YANG DIRESTRUKTURISASI
8

Assesment Kemampuan Bertahan Debitur


1. Bank harus melakukan penilaian terhadap kemampuan debitur untuk dapat bertahan sampai dengan berakhirnya POJK ini, a.l. terkait potensi
pertumbuhan usaha debitur dan kemampuan debitur untuk memenuhi kewajiban sesuai skema restrukturisasi.
2. Penilaian dilakukan terhadap debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 yang direstrukturisasi sesuai dengan POJK No.11/POJK.03/2020
(existing) maupun POJK ini.
3. Penilaian terhadap debitur dapat dilakukan secara individu atau kolektif (mempertimbangkan a.l. kesamaan karakteristik dan risiko debitur).
4. Dalam hal Bank menilai bahwa debitur tidak dapat bertahan, Bank melakukan:
a. penilaian kualitas kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi sesuai dengan POJK mengenai penilaian kualitas aset; dan
b. pembentukan cadangan.
5. Mekanisme penilaian harus tercantum dan menjadi satu kesatuan dengan pedoman penetapan debitur yang terkena dampak COVID-19.

Debitur restrukturisasi COVID-19 Debitur restrukturisasi COVID-19


SEBELUM POJK ini berlaku SETELAH POJK ini berlaku

Apakah debitur dapat survive?

TIDAK YA YA TIDAK

Penilaian kualitas mengacu ke POJK Tidak eligible untuk mendapatkan stimulus


Berkualitas lancar selama periode
Kualitas Aset dan perlu dibentuk CKPN (gunakan restrukturisasi sesuai POJK
perpanjangan stimulus
yang memadai Kualitas Aset)
KEBIJAKAN LIKUIDITAS DAN PERMODALAN 9

Relaksasi Rasio LCR dan NSFR - BUK


• Penurunan batas minimum LCR dan NSFR dari 100% menjadi menjadi 85% s.d 31 Maret 2022.

01 • Bank dengan LCR dan NSFR kurang dari 100% pada 31 Maret 2022 harus menyusun rencana tindak untuk
mengembalikan pemenuhan LCR dan NSFR menjadi 100% dan disampaikan secara luring kepada Pengawas
Bank paling lambat pada tanggal 30 April 2022.

Relaksasi Kewajiban Penyediaan Dana Pendidikan SDM – BUK/BUS

02
• Dana Pendidikan SDM untuk tahun 2020 dan tahun 2021 dapat kurang dari 5% anggaran biaya SDM.
• (BUK atau BUS dapat tidak melakukan perubahan rencana bisnis dalam hal terjadi perubahan rencana
penyediaan dana pendidikan sepanjang telah mendapatkan persetujuan OJK.

Penghentian Sementara Penilaian Kualitas AYDA – BUK/BUS/UUS

03 Penilaian Kualitas AYDA yang diperoleh sampai dengan tanggal 31 Maret 2020 dapat dihentikan sementara. Bank
menggunakan kualitas AYDA posisi 31 Maret 2020 dalam perhitungan Penyisihan Penilaian Kualitas Aset.

04
Relaksasi Capital Conservation Buffer (CCB) - BUK/BUS
Peniadaan sementara kewajiban pemenuhan CCB sebesar 2.5% ATMR.
10
PELAPORAN
Laporan Triwulanan
01 a. Laporan kredit/pembiayaan yang mendapatkan relaksasi penilaian 1 pilar.
b. Laporan kredit/pembiayaan restrukturisasi yang memuat detail per debitur.

Laporan Bulanan (mulai posisi November 2020)

02 Laporan Rekapitulasi Stimulus Kredit atau Pembiayaan Restrukturisasi yang berisikan


akumulasi debitur yang telah dilakukan restrukturisasi sesuai POJK ini, termasuk
informasi pencadangan yang telah dibentuk.

Pelaporan Kredit /Pembiayaan Restrukturisasi dalam SLIK


03 Kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi dilaporkan dalam SLIK dengan menambahkan
keterangan “COVID19”.
Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan Perbankan 11

dalam Penerapan Stimulus COVID-19

Patuh Pantau
Perbankan diharapkan dapat Melakukan pemantauan
mematuhi dan melaksanakan secara berkala pada kinerja
kebijakan yang telah debitur dan juga stakeholders.
dikeluarkan OJK.

Lapor
Proaktif Menyampaikan laporan dan/
Diharapkan perbankan dapat atau publikasi secara berkala
proaktif dalam mengidentifikasi kepada OJK dan/ atau
debitur yang terdampak COVID-19. masyarakat.
stay home
stay safe

TERIMA KASIH
13
Laporan Rekapitulasi Stimulus Kredit atau Pembiayaan Restrukturisasi

Diisi antara lain dalam hal terdapat perbedaan informasi yang dilaporkan
pada SLIK dengan laporan realisasi restrukturisasi posisi.
RINGKASAN

PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 48/POJK.03/2020


TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN
NOMOR 11/POJK.03/2020 TENTANG STIMULUS PEREKONOMIAN
NASIONAL SEBAGAI KEBIJAKAN COUNTERCYCLICAL DAMPAK
PENYEBARAN CORONAVIRUS DISEASE 2019
(POJK PERUBAHAN ATAS POJK STIMULUS COVID-19)

1. Sebagai quick response atas dampak penyebaran Coronavirus Disease (COVID-


19), pada bulan Maret 2020 OJK telah menerbitkan Peraturan OJK Nomor
11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan
Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 (POJK Stimulus
COVID-19) yang berlaku sampai dengan 31 Maret 2021. Mencermati bahwa
penyebaran COVID-19 yang masih berlanjut secara global maupun domestik
diperkirakan akan berdampak terhadap kinerja dan kapasitas debitur serta
meningkatkan risiko kredit perbankan, perlu diambil kebijakan stimulus
perekonomian sebagai countercyclical dampak penyebaran COVID-19. POJK ini
diterbitkan sebagai langkah antisipatif dan lanjutan untuk mendorong
optimalisasi kinerja perbankan, menjaga stabilitas sistem keuangan, dan
mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap menerapkan prinsip kehati-
hatian dan menghindari terjadinya moral hazard.

2. Pokok-pokok pengaturan dalam POJK Stimulus COVID-19 berupa kebijakan


relaksasi bagi debitur yang terkena dampak COVID-19 masih tetap berlaku,
antara lain mencakup:
a. penilaian kualitas kredit/pembiayaan hanya berdasarkan ketepatan
pembayaran pokok dan/atau bunga untuk kredit/pembiayaan s.d Rp10
miliar;
b. penetapan kualitas kredit/pembiayaan menjadi Lancar setelah
direstrukturisasi; dan
c. pemisahan penetapan kualitas untuk kredit/pembiayaan baru.
Adapun dalam POJK Perubahan atas POJK Stimulus COVID-19 ini terdapat
penambahan pengaturan untuk memastikan penerapan manajemen risiko dan
prinsip kehati-hatian bagi bank dalam menerapkan kebijakan tersebut, serta
kebijakan terkait dengan permodalan dan likuditas bank.

3. Penambahan pengaturan antara lain:


a. Penerapan manajemen risiko
Dalam menerapkan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan
ekonomi, bank menerapkan manajemen risiko yang paling sedikit meliputi:
1) memiliki pedoman untuk menetapkan debitur yang terkena dampak
penyebaran COVID-19;
2) melakukan penilaian terhadap debitur yang mampu terus bertahan dari
dampak COVID-19 dan masih memiliki prospek usaha sehingga dapat
diberikan restrukturisasi kredit/pembiayaan sesuai POJK ini;
3) membentuk cadangan untuk debitur yang dinilai tidak lagi mampu
bertahan setelah dilakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan sesuai
POJK ini;
4) mempertimbangkan ketahanan modal dengan memperhitungkan
tambahan pembentukan cadangan untuk mengantisipasi potensi
penurunan kualitas kredit/pembiayaan restrukturisasi dalam hal bank
akan melakukan pembagian dividen dan/atau tantiem; dan
5) melakukan uji ketahanan secara berkala terhadap potensi penurunan
kualitas kredit atau pembiayaan yang direstrukturisasi dan
pengaruhnya terhadap likuiditas dan permodalan bank.
b. Restrukturisasi kredit/pembiayaan
1) Kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi COVID-19 dikecualikan dari
perhitungan aset berkualitas rendah (KKR) dalam penilaian tingkat
kesehatan bank bagi BUK/BUS/UUS.
2) Bank dapat menyesuaikan mekanisme persetujuan restrukturisasi
kredit/pembiayaan sepanjang tetap memenuhi prinsip kehati-hatian.
3) Bank harus melakukan penilaian terhadap kemampuan debitur yang
terkena dampak penyebaran COVID-19 untuk dapat bertahan sampai
dengan berakhirnya POJK ini. Penilaian dimaksud akan berdampak
terhadap penilaian kualitas kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi
dimaksud.
c. Kebijakan bagi bank sebagai dampak penyebaran COVID-19
Bank dapat menerapkan kebijakan likuiditas dan permodalan sebagai
dampak penyebaran COVID-19 yang terdiri atas:
1) BUK yang termasuk dalam kelompok bank umum kegiatan usaha 3,
bank umum kegiatan usaha 4, dan bank asing dapat menyesuaikan
batas bawah pemenuhan liquidity coverage ratio dan net stable funding
ratio dari 100% (seratus persen) menjadi 85% (delapan puluh lima
persen) sampai dengan tanggal 31 Maret 2022.
2) BUK atau BUS dapat menyediakan dana pendidikan kurang dari 5%
(lima persen) dari anggaran pengeluaran sumber daya manusia untuk
tahun 2020 dan 2021.
3) BUK, BUS, atau UUS dapat menetapkan kualitas agunan yang diambil
alih yang diperoleh sampai dengan tanggal 31 Maret 2020 berdasarkan
kualitas agunan yang diambil alih posisi akhir bulan Maret 2020.
4) BUK atau BUS yang termasuk dalam kelompok bank umum kegiatan
usaha 3 dan bank umum kegiatan usaha 4 dapat tidak memenuhi
capital conservation buffer sebesar 2,5% (dua koma lima persen) dari aset
tertimbang menurut risiko.
1

Frequently Asked Questions (FAQ)


Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 48/POJK.03/2020
Tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai
Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019
(POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19)

Umum

1. Apa latar belakang penerbitan POJK ini?


Latar belakang penerbitan POJK ini adalah sebagai langkah antisipatif dan
lanjutan terhadap potensi penurunan kinerja dan kapasitas debitur serta
peningkatan risiko kredit dan risiko likuiditas bank seiring dengan
perkembangan penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang masih
berlanjut secara global maupun domestik. Kebijakan ini diharapkan dapat
mendorong optimalisasi kinerja perbankan, menjaga stabilitas sistem
keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap menerapkan
prinsip kehati-hatian dan menghindari terjadinya moral hazard.
Meski diapresiasi sebagai kebijakan perintis yang membantu dalam meredam
dampak finansial dari COVID-19 dan menjaga stabilitas sektor jasa keuangan,
kebijakan ini dapat menimbulkan bom waktu apabila dampak COVID-19 terus
berkepanjangan dan debitur restrukturisasi tidak dapat pulih. Untuk itu,
selain dukungan kebijakan pendamping seperti subsidi bunga dan penjaminan
pemerintah, ketahanan likuditas dan permodalan bank juga menjadi kunci
keberhasilan kebijakan pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, bank
diharapkan secara proaktif memantau kinerja debitur dan segera membentuk
pencadangan yang memadai apabila terdapat indikasi penurunan kualitas
debitur restrukturisasi, serta secara berkala melakukan uji ketahanan
terhadap likuiditas dan permodalan bank.

2. Bagaimana kriteria debitur yang dapat diberikan restrukturisasi


kredit/pembiayaan sesuai POJK ini?
Debitur yang dapat diberikan restrukturisasi kredit/pembiayaan sesuai POJK
ini adalah:
a. Debitur yang secara langsung maupun tidak langsung terdampak
penyebaran COVID-19 dan memiliki kinerja yang baik, dengan kualitas aset
debitur paling tidak Lancar atau Dalam Perhatian Khusus, sebelum terkena
dampak COVID-19; dan
b. Debitur yang mampu terus bertahan dari dampak COVID-19 dan masih
memiliki prospek usaha.

3. Apakah kredit/pembiayaan yang telah direstrukturisasi sesuai POJK


No.11/POJK.03/2020 tetap dapat ditetapkan berkualitas Lancar sampai
dengan 31 Maret 2022?
Secara umum, tidak terdapat pembatasan jangka waktu perjanjian
restrukturisasi kredit/pembiayaan sebagai dampak COVID-19. Dengan
demikian, jangka waktu perjanjian restrukturisasi kredit/pembiayaan
2

diperbolehkan kurang dari atau melewati tanggal 31 Maret 2022 (batas masa
berlaku POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19).
Dalam hal jangka waktu perjanjian restrukturisasi kredit/pembiayaan kurang
dari tanggal 31 Maret 2022, maka penetapan kualitas sebagai Lancar hanya
berlaku s.d akhir jangka waktu perjanjian restrukturisasi. Sementara itu,
dalam hal jangka waktu perjanjian restrukturisasi kredit/pembiayaan melewati
tanggal 31 Maret 2022, maka penetapan kualitas sebagai Lancar hanya berlaku
s.d. tanggal 31 Maret 2022. Penetapan kualitas sebagai Lancar tersebut berlaku
sepanjang bank menilai bahwa debitur merupakan debitur yang terdampak
COVID-19 dan mampu bertahan hingga akhir periode stimulus. Selanjutnya,
penilaian kualitas mengacu pada POJK Kualitas Aset.

4. Apakah fasilitas berupa non-cash loan merupakan cakupan stimulus


restrukturisasi COVID-19 sebagaimana diatur dalam POJK ini?
Fasilitas berupa non-cash loan tidak termasuk dalam cakupan stimulus
restrukturisasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat 1 POJK Perubahan
POJK Stimulus COVID-19. Non cash loan akan masuk dalam cakupan POJK
Perubahan POJK Stimulus COVID-19 dalam hal telah diubah menjadi fasilitas
kredit/pembiayaan dan dilakukan restrukturisasi atas kredit/pembiayaan
dimaksud.

Penerapan Manajemen Risiko

5. Bagaimana mekanisme penilaian terhadap debitur yang mampu terus


bertahan dari dampak COVID-19 dan masih memiliki prospek usaha,
terkait dengan pemberian restrukturisasi kredit/pembiayaan sesuai POJK
ini?
Bank melakukan penilaian misalnya terhadap perkembangan usaha atau
sumber pembayaran kembali (source of repayment) kredit/pembiayaan debitur,
dan melakukan simulasi terhadap perkembangan usaha atau sumber
pembayaran kembali kredit/pembiayaan debitur dengan berbagai asumsi yang
diperkirakan dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha atau sumber
pembayaran kembali kredit/pembiayaan tersebut.
Selanjutnya, bank tetap melakukan pemantauan secara berkala atas seluruh
kredit/pembiayaan restrukturisasi tersebut sesuai kebijakan manajemen
risiko bank.

6. Bagaimana penetapan kualitas untuk debitur yang telah direstrukturisasi


sesuai POJK ini namun kemudian menunggak selama periode stimulus?
Dalam POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19 diatur mengenai keharusan
bank untuk melakukan penilaian secara objektif terhadap kemampuan debitur
untuk bertahan hingga berakhirnya POJK ini.
Dalam hal bank menilai bahwa debitur tersebut masih layak untuk diberikan
stimulus, bank dapat tetap menetapkan kualitas Lancar atas debitur
dimaksud. Namun, jika debitur kemudian menunggak (tidak dapat memenuhi
skema restrukturisasi), bank perlu melakukan review terhadap ketepatan
skema restrukturisasi sesuai kondisi debitur (termasuk melakukan
restrukturisasi ulang jika dinilai perlu). Bank juga dapat melakukan
pendekatan yang lebih konservatif yaitu dengan menurunkan kualitas debitur
3

sesuai dengan jumlah hari tunggakan dan meningkatkan pembentukan


cadangan atas debitur tersebut.
Namun demikian, jika bank menilai bahwa debitur tersebut tidak lagi dapat
bertahan (survive) dari dampak COVID-19 sehingga tidak eligible untuk
mendapatkan stimulus, maka penilaian kualitas mengacu pada POJK tentang
Kualitas Aset dan membentuk cadangan yang memadai.

7. Bagaimana mekanisme uji ketahanan terhadap potensi penurunan kualitas


kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi dan pengaruhnya terhadap
likuiditas dan permodalan bank yang secara berkala harus dilakukan
bank?
Uji ketahanan antara lain berupa penerapan stress testing dalam berbagai
skenario atau review kinerja dan kelayakan debitur. Uji ketahanan dilakukan
secara periodik sejalan dengan dinamika besaran kredit/pembiayaan
restrukturisasi dan potensi penurunan kualitasnya, berdasarkan skenario
tertentu yang ditetapkan oleh bank. Contoh penerapan pada Bank Umum dan
BPR antara lain sebagai berikut:
a. Bagi Bank Umum
Terkait dengan besaran kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi, bank
secara reguler menyusun skenario potensi penurunan kualitas
kredit/pembiayaan restrukturisasi, kemudian tambahan CKPN yang
diperlukan dan dampaknya terhadap modal. Sementara itu, dampak
terhadap likuiditas bank dapat dihitung melalui cashflow analysis
berdasarkan penundaan dan/atau pengurangan pokok dan/atau bunga
serta besaran run-off rate.
Pengembangan skenario dalam stress testing dapat dilakukan dengan
mengacu pada data historis (historical scenario) atau mengembangkan
model kegagalan tertentu (probability of default atau hypotethical scenario).
Bank juga dapat melakukan reverse stress test untuk menguji penurunan
kualitas debitur sejauh apa yang dapat mengganggu kinerja bank.
Skenario-skenario yang dikembangkan tersebut dapat dikelompokkan
sesuai dampaknya yaitu low, moderate, atau severe. Apabila dampak
terhadap modal dan likuiditas tersebut dinilai severe, bank selanjutnya
dapat melakukan capital planning atau contingency funding plan dan
melakukan prudential meeting dengan Pengawas.
b. Bagi BPR/BPRS
BPR/BPRS dapat melakukan simulasi perhitungan rasio likuiditas (antara
lain Cash Ratio) dan rasio permodalan (antara lain Capital Adequacy Ratio )
yang dikaitkan dengan asumsi antara lain peningkatan rasio Non Performing
Loan/Non Performing Financing atau penurunan cash inflow BPR/BPRS
akibat perubahan jumlah angsuran debitur hasil restrukturisasi serta
dampaknya terhadap penyisihan penghapusan aset produktif yang harus
dibentuk. Melalui uji ketahanan, BPR/BPRS melakukan pemantauan
terhadap kecukupan permodalan BPR/BPRS dalam meng-cover risiko dan
mengetahui kecukupan likuiditas BPR/BPRS.
4

8. Apakah bank dilarang melakukan pembagian dividen dan/atau tantiem


selama POJK ini berlaku?
POJK ini tidak melarang bank untuk melakukan pembagian dividen dan/atau
tantiem. Namun, mencermati besarnya kredit/pembiayaan restrukturisasi saat
ini yang berpotensi tidak dapat recover serta belum dibentuk cadangan secara
memadai, terdapat potensi profitabilitas bank overstated sehingga dividend
payout juga cenderung overstated. Pada saat POJK ini berakhir dan terjadi
realized loss pada debitur yang menurun kualitasnya, hal tersebut akan
menyebabkan kenaikan cadangan yang berdampak terhadap modal. Oleh
karena itu, bank diminta untuk melakukan langkah preventif dengan
memperhitungkan dampak terhadap rasio modal dalam hal bank akan
melakukan pembagian dividen dan/atau tantiem.

Mekanisme Pelaporan

9. Bagaimana mekanisme pelaporan dalam Sistem Layanan Informasi


Keuangan (SLIK) dan Perlakuan dalam Perhitungan Aset Berkualitas
Rendah untuk debitur yang direstrukturisasi berdasarkan POJK ini?
a. Dalam kondisi normal
Sebagaimana restrukturisasi pada umumnya, bank melaporkan
kredit/pembiayaan dimaksud dalam SLIK dengan kolom Kode Sifat Kredit
atau Pembiayaan diisi “1 = Kredit atau Pembiayaan yang Direstrukturisasi”.
Namun demikian, sebagai pembeda dengan restrukturisasi umum, bank
menambahkan keterangan “COVID19”.
Penambahan keterangan dimaksud berfungsi sebagai mekanisme
pengawasan (tracking) terhadap debitur restrukturisasi COVID-19 dan
konsistensi data dalam rangka penerapan program pemerintah misalnya
Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Selain itu, tagging pada SLIK
dimaksud dapat menjadi referensi untuk mengecualikan
kredit/pembiayaan restrukturisasi COVID-19 dari perhitungan aset
kualitas rendah meskipun periode stimulus telah berakhir, sepanjang
kredit/pembiayaan restrukturisasi dimaksud berkualitas lancar (berbeda
dari restrukturisasi biasa). Perlakuan tersebut berlaku sampai
kredit/pembiayaan lunas (meskipun melewati 31 Maret 2022) atau
direstrukturisasi kembali setelah masa berlaku POJK ini berakhir.
Selanjutnya, dengan pertimbangan di atas, dalam hal perjanjian
restrukturisasi sebagaimana dimaksud POJK ini telah berakhir atau
debitur telah melakukan pembayaran secara normal maka bank tetap
melaporkan kredit atau pembiayaan dimaksud dalam SLIK dengan kolom
Kode Sifat Kredit atau Pembiayaan diisi “1 = Kredit atau Pembiayaan yang
Direstrukturisasi” serta menambahkan keterangan “COVID19” sampai
kredit/pembiayaan lunas atau direstrukturisasi kembali setelah masa
berlaku POJK ini berakhir.
5

b. Pengecualian mekanisme pelaporan dalam kondisi tertentu


Bank dimungkinkan untuk memilih tidak melaporkan kredit restrukturisasi
sebagaimana huruf a yaitu dengan menghapus tagging pada SLIK, namun
Bank antara lain perlu:
a. memastikan bahwa berdasarkan asesmen Bank, debitur telah mengatasi
permasalahan jangka pendek, skema restrukturisasi yang tidak
berubah, dan debitur memenuhi seluruh kewajiban sesuai perjanjian
kredit terakhir;
b. memastikan ketersediaan historikal data debitur tersebut dalam hal di
kemudian hari terdapat pemeriksaan misalnya terkait dengan program
PEN;
c. memastikan tidak terjadi inkonsistensi data dalam hal debitur tersebut
masih tercatat di Kemenkeu sebagai debitur yang eligible untuk
mendapatkan program PEN, namun sudah tidak lagi tercatat sebagai
restrukturisasi COVID-19 pada SLIK;
d. menerapkan perlakuan tersebut hanya atas kredit/pembiayaan yang
belum pernah direstrukturisasi sebelum diberikan restrukturisasi
COVID-19;
e. menerapkan perlakuan tersebut secara konsisten baik untuk pelaporan
SLIK maupun pelaporan Laporan Bulanan Bank Umum (LBU)/Laporan
Bank Umum Terintegrasi (LBUT); dan
f. menginformasikan kepada debitur terkait perubahan status pada SLIK.

10. Bagaimana pelaporan dalam SLIK untuk debitur yang berdasarkan hasil
penilaian bank tidak mampu bertahan dari dampak COVID-19 setelah
dilakukan restrukturisasi kredit/pembiayaan sesuai POJK ini?
Dalam hal debitur dinilai tidak mampu bertahan dari dampak COVID-19, maka
penilaian kualitas mengacu pada POJK tentang Kualitas Aset dan bank
membentuk cadangan yang memadai. Adapun restrukturisasi yang
sebelumnya telah diberikan merupakan restrukturisasi terhadap debitur
terdampak COVID-19. Oleh karena itu, bank tetap melaporkan kredit/
pembiayaan dimaksud dalam SLIK dengan kolom Kode Sifat Kredit atau
Pembiayaan diisi “1 = Kredit atau Pembiayaan yang Direstrukturisasi” serta
menambahkan Keterangan “COVID19”. Perlakuan tersebut berlaku sampai
kredit/pembiayaan lunas atau bank melakukan restrukturisasi kembali
terhadap debitur yang tidak mampu bertahan tersebut (restrukturisasi biasa
sesuai POJK tentang Kualitas Aset).

11. Apakah Bank dapat menetapkan kualitas kredit/pembiayaan


restrukturisasi sebagaimana dimaksud POJK ini dengan kolektibilitas
selain Lancar?
Dalam hal bank bermaksud melakukan pendekatan yang lebih konservatif,
maka bank dapat menetapkan kualitas debitur restrukturisasi COVID-19
selain Lancar. Bank tetap dapat melaporkan kredit/pembiayaan dimaksud
dalam SLIK dengan menambahkan keterangan “COVID19”. Dalam penilaian
tingkat kesehatan bank umum, kredit/pembiayaan dimaksud diperhitungkan
dalam aset berkualitas rendah, kecuali kualitas kembali menjadi Lancar.
6

12. Bagaimana perlakuan untuk kredit/pembiayaan restrukturisasi sesuai


POJK ini yang mengalami penurunan kualitas menjadi selain lancar
setelah 31 Maret 2022?
Bank tetap dapat melaporkan kredit/pembiayaan dimaksud dalam SLIK
dengan menambahkan keterangan “COVID19” sampai kredit/pembiayaan
lunas atau direstrukturisasi kembali setelah masa berlaku Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan ini. Dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum,
kredit/pembiayaan dimaksud akan diperhitungkan kembali sebagai aset
berkualitas rendah, kecuali kualitas kembali menjadi Lancar.

13. Bagaimana perlakuan untuk kredit/pembiayaan yang dilakukan


restrukturisasi sesuai POJK ini, namun dilakukan restrukturisasi ulang
setelah 31 Maret 2022?
Kredit/pembiayaan dimaksud dilaporkan dalam SLIK seperti
kredit/pembiayaan restrukturisasi biasa tanpa pengisian Keterangan
“COVID19”. Dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum,
kredit/pembiayaan dimaksud diperhitungkan dalam aset berkualitas rendah
meskipun berkualitas Lancar.

Penyesuaian Mekanisme Persetujuan Restrukturisasi COVID-19

14. Apakah bank dapat melakukan penyesuaian mekanisme persetujuan


restrukturisasi sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (5) POJK ini namun
tidak tercantum dalam pedoman internal bank?
Tidak, tanpa pencantuman dalam pedoman internal bank, maka bank tidak
dapat menerapkan mekanisme alternatif dalam persetujuan restrukturisasi.
bank harus mencantumkan mekanisme-mekanisme restrukturisasi dalam
pedoman internal bank sebagai satu kesatuan dengan pedoman penetapan
debitur terdampak COVID19 sebagaimana dimaksud dalam POJK Perubahan
POJK Stimulus COVID-19 sehingga dapat diperoleh keyakinan bahwa bank
telah menerapkan prinsip kehati-hatian serta menghindari adanya free rider.

15. Apakah yang dimaksud dengan prinsip objektivitas, independensi,


menghindari benturan kepentingan, dan kewajaran yang menjadi dasar
bagi bank dalam menyesuaikan mekanisme persetujuan restrukturisasi
sesuai dengan kondisi teknis yang dihadapi bank?
a. Objektivitas yaitu sikap jujur tanpa dipengaruhi pendapat dan
pertimbangan pribadi atau golongan dalam mengambil keputusan atau
tindakan.
b. Independensi yaitu pengelolaan bank secara profesional tanpa pengaruh
atau tekanan dari pihak manapun.
c. Benturan kepentingan antara lain perbedaan antara kepentingan ekonomis
bank dengan kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham, anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, Pejabat Eksekutif, dan/atau Pihak
Terkait dengan bank.
7

d. Kewajaran yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak para


pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan.

Stimulus Likuiditas dan Permodalan bagi BUK, BUS, atau UUS

16. Apakah seluruh BUK harus menyampaikan rencana tindak pemenuhan


LCR dan NSFR kepada Pengawas pada tanggal 30 April 2022?
Tidak, penyampaian rencana tindak tersebut hanya berlaku untuk bank umum
dengan LCR dan NSFR kurang dari 100% pada posisi 31 Maret 2022. Rencana
tindak tersebut merupakan penjelasan mengenai rencana bank umum untuk
mengembalikan pemenuhan LCR dan NSFR menjadi 100% pada posisi April
2022.

17. Apakah relaksasi penilaian kualitas kualitas agunan yang diambil alih
(AYDA) berlaku untuk seluruh AYDA yang dimiliki bank umum?
Tidak, relaksasi dimaksud hanya untuk AYDA yang diambil alih sampai dengan
31 Maret 2020 dan telah tercatat pada laporan posisi keuangan bank pada
tanggal 31 Maret 2020. Untuk penilaian kualitas AYDA yang diambil alih
setelah 31 Maret 2020 mengacu pada POJK mengenai kualitas aset bank
umum.

18. Bagaimana bila bank umum tidak dapat memenuhi Capital Conservation
Buffer setelah 31 Maret 2022?
bank umum akan dikenakan sanksi sesuai POJK tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum.

Pelaporan Restrukturisasi COVID-19

19. Apakah perbedaan antara laporan terkait restrukturisasi


kredit/pembiayaan yang disampaikan kepada OJK secara bulanan dan
triwulanan sebagaimana diatur dalam POJK ini?
Laporan restrukturisasi kredit/pembiayaan yang selama ini disampaikan bank
secara triwulanan berisi data per rekening kredit/pembiayaan yang
direstrukturisasi Sementara itu, laporan restrukturisasi kredit/pembiayaan
yang disampaikan secara bulanan sejak periode data November 2020 berisi
data agregat restrukturisasi kredit/pembiayaan yang dirinci berdasarkan
kategori debitur UMKM atau non UMKM, informasi potensi dan realisasi
restrukturisasi, dan sektor ekonomi realisasi restrukturisasi.
8

20. Dalam laporan stimulus kredit atau pembiayaan restrukturisasi, terdapat


kolom “kualitas aset sebelum direstrukturisasi” yang dapat diisi dengan
alternatif jawaban 1 (lancar), 2 (dalam perhatian khusus), 3 (kurang lancar),
4 (diragukan), atau 5 (macet). Apakah ini berarti debitur dengan kualitas
selain 1 (lancar) dan 2 (dalam perhatian khusus) diperkenankan
memperoleh restrukturisasi kredit/pembiayaan sesuai POJK ini?
Debitur yang diperkenankan memperoleh restrukturisasi kredit/pembiayaan
sesuai POJK ini adalah debitur dengan kriteria sebagaimana angka 2 FAQ ini.
Keterangan kualitas kredit atau pembiayaan dalam kolom “kualitas aset
sebelum restrukturisasi” pada laporan stimulus kredit atau pembiayaan
restrukturisasi dapat diisi selain 1 atau 2 yang disebabkan antara lain adanya
debitur yang mengalami penurunan kualitas kredit/pembiayaan selama
menunggu persetujuan dan realisasi restrukturisasi akibat kendala dalam
proses restrukturisasi pada bank.
Frequently Asked Questions (FAQ)
(Bank Perkreditan Rakyat)
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 48/POJK.03/2020
Tentang Perubahan atas Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional sebagai Kebijakan
Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019
(POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19)

A. Umum
1. Apa latar belakang penerbitan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19?
Latar belakang penerbitan POJK ini adalah sebagai langkah antisipatif dan
lanjutan terhadap potensi penurunan kinerja dan kapasitas debitur serta
peningkatan risiko kredit dan risiko likuiditas BPR seiring dengan
perkembangan penyebaran coronavirus disease 2019 (COVID-19) yang masih
berlanjut secara global maupun domestik. Kebijakan ini diharapkan dapat
mendorong optimalisasi kinerja perbankan, menjaga stabilitas sistem
keuangan, dan mendukung pertumbuhan ekonomi dengan tetap menerapkan
prinsip kehati-hatian dan menghindari terjadinya moral hazard.
Meski diapresiasi sebagai kebijakan perintis yang membantu dalam meredam
dampak finansial dari COVID-19 dan menjaga stabilitas sektor jasa keuangan,
kebijakan ini dapat menimbulkan bom waktu apabila dampak COVID-19 terus
berkepanjangan dan debitur restrukturisasi tidak dapat pulih. Untuk itu,
selain dukungan kebijakan pendamping seperti subsidi bunga dan penjaminan
pemerintah, ketahanan likuditas dan permodalan BPR juga menjadi kunci
keberhasilan kebijakan pemulihan ekonomi nasional. Oleh karena itu, BPR
diharapkan secara proaktif memantau kinerja debitur dan segera membentuk
pencadangan yang memadai apabila terdapat indikasi penurunan kualitas
debitur restrukturisasi, serta secara berkala melakukan uji ketahanan
terhadap likuiditas dan permodalan BPR.

2. Apa kriteria debitur yang mendapatkan perlakuan khusus?


Debitur yang mendapatkan perlakuan khusus adalah debitur (termasuk
debitur UMKM) yang sebelum adanya pandemi COVID-19 memiliki kinerja
yang baik, kemudian mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada
BPR karena debitur atau usaha debitur terdampak dari penyebaran COVID-19
baik secara langsung ataupun tidak langsung pada sektor ekonomi antara lain
pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan
pertambangan. Contoh kondisi debitur yang terkena dampak antara lain:
a. Debitur yang terkena dampak jalur transportasi dan pariwisata dari dan ke
Tiongkok atau negara lain yang telah terdampak COVID-19 serta travel
warning beberapa negara, sehingga usaha debitur misalnya rumah makan,
travel atau toko souvenir di wilayah terdampak menjadi kehilangan
customer/pembeli karena berkurangnya wisatawan.
b. Debitur yang terkena dampak dari penurunan volume ekspor impor secara
signifikan akibat keterkaitan rantai suplai dan perdagangan dengan
Tiongkok ataupun negara lain yang telah terdampak COVID-19, sehingga
usaha debitur pelaku UMKM misalnya yang bergerak di bidang kerajinan,
makanan, atau pertanian/perikanan tidak dapat melakukan ekspor hasil
produksinya.
c. Debitur yang terkena dampak terhambatnya proyek pembangunan
infrastruktur karena terhentinya pasokan bahan baku, tenaga kerja, dan
mesin dari Tiongkok ataupun negara lain yang telah terdampak COVID-19.
d. Debitur yang terkena dampak kebijakan pemerintah terkait pembatasan
sosial berskala besar sehingga tidak dapat melakukan usahanya atau
mengalami penurunan volume usaha, antara lain pedagang pasar, atau
pengusaha transportasi umum.

3. Bagaimana perlakuan untuk debitur yang termasuk dalam sektor ekonomi


pariwisata, transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian,
dan pertambangan, namun tidak terkena dampak dari COVID-19?
Perlakuan khusus tidak dapat diterapkan BPR kepada debitur tersebut.

4. Apakah dimungkinkan debitur dengan sektor ekonomi selain pariwisata,


transportasi, perhotelan, perdagangan, pengolahan, pertanian, dan
pertambangan, mendapatkan perlakuan khusus sesuai Peraturan Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian
Nasional sebagai Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran
Coronavirus Disease 2019 (POJK Stimulus COVID-19) dan POJK
Perubahan POJK Stimulus COVID-19?
Perlakuan khusus dalam POJK dimaksud dapat diterapkan BPR kepada
debitur tersebut, sepanjang berdasarkan assessment BPR debitur dimaksud
terkena dampak COVID-19. Oleh karena itu, BPR harus memiliki pedoman
yang paling sedikit menjelaskan kriteria debitur yang ditetapkan terkena
dampak COVID-19 serta sektor yang terdampak.

5. Apakah kebijakan stimulus kredit bagi debitur yang terkena dampak


penyebaran COVID-19 dapat diterapkan selama jangka waktu kredit?
Penerapan kebijakan stimulus kredit bagi debitur yang terkena dampak
penyebaran COVID-19 berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2022. Setelah
tanggal 31 Maret 2022, penilaian kualitas kredit dan restrukturisasi kredit
mengacu pada POJK No.33/POJK.03/2018 tentang Kualitas Aset Produktif dan
Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif BPR (POJK KAP PPAP
BPR).
Dalam rangka penerapan manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian, BPR
diharapkan dapat melakukan review terhadap pelaksanaan kebijakan stimulus
dimaksud secara berkala untuk mencegah terjadinya lonjakan NPL pada saat
berakhirnya masa berlaku kebijakan dan/atau setelah berakhirnya dampak
penyebaran COVID-19.

B. Kebijakan Penetapan Kualitas Aset


6. Apa kebijakan perlakuan khusus terkait penetapan kualitas kredit debitur
yang diatur dalam POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK
Stimulus COVID-19?
BPR dapat menetapkan kualitas kredit bagi debitur yang terkena dampak
COVID-19 dengan plafon sampai dengan Rp 10 miliar hanya didasarkan pada
ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.

7. Dalam hal terdapat BPR yang tetap menetapkan kualitas kredit debitur
yang terkena dampak COVID-19 dengan plafon Rp 8 miliar didasarkan
pada prospek usaha, kinerja debitur, dan kemampuan membayar, apakah
BPR tersebut melanggar POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan
POJK Stimulus COVID-19?
Tidak, BPR tidak melanggar POJK dimaksud karena dalam rangka penerapan
manajemen risiko dan prinsip kehati-hatian, BPR tetap diperkenankan
menetapkan kualitas kredit debitur dimaksud didasarkan pada ketiga pilar
sebagaimana POJK KAP PPAP BPR.

8. Apakah BPR tetap dapat memberikan kredit baru kepada debitur yang
terkena dampak penyebaran COVID-19? Bagaimana mekanisme penetapan
kualitas kredit baru tersebut?
BPR tetap dapat memberikan kredit baru kepada debitur yang terkena dampak
penyebaran COVID-19. Adapun penetapan kualitas kredit baru tersebut
dilakukan terpisah dari kualitas kredit yang telah diberikan sebelum debitur
terkena dampak penyebaran COVID-19, baik dari aspek penetapan golongan
kualitasnya, maupun dasar penetapannya. Dengan demikian, untuk kredit
baru yang diberikan setelah debitur terkena dampak COVID-19, kualitas dapat
hanya didasarkan pada ketepatan pembayaran untuk plafon paling banyak Rp
10 miliar yang hanya dihitung atas kredit yang baru (terpisah dari plafon
fasilitas existing).
Contoh: Debitur A dan B memiliki fasilitas sebagai berikut:

Kredit Debitur A Debitur B


Fasilitas 1 (existing) Rp 500 juta Rp 6 miliar
Fasilitas 2 (existing) Rp 2 miliar Rp 5 miliar
Fasilitas 3 (baru) Rp 11 miliar Rp 700 juta
Fasilitas 4 (baru) - Rp 100 juta
Penetapan kualitas kredit kedua debitur adalah sebagai berikut:
a. Debitur A:
- Kualitas Fasilitas 1 dan 2 (existing) dapat didasarkan pada ketepatan
pembayaran karena berjumlah kurang dari Rp 10 miliar.
- Kualitas Fasilitas 3 (baru) tidak dapat didasarkan pada ketepatan
pembayaran karena berjumlah lebih dari Rp 10 miliar dan penetapan
kualitas fasilitas 3 (baru) dilakukan secara terpisah dengan kualitas
fasilitas 1 dan 2 (existing).
b. Debitur B:
- Kualitas Fasilitas 1 tidak dapat didasarkan pada ketepatan pembayaran
karena berjumlah lebih dari Rp 10 miliar.
- Kualitas Fasilitas 2, 3 (baru) dan 4 (baru) dapat didasarkan pada
ketepatan pembayaran karena berjumlah kurang dari Rp 10 miliar dan
penetapan kualitas fasilitas 3 (baru) dan 4 (baru) dilakukan secara
terpisah dengan kualitas fasilitas 1 dan 2 (existing).

C. Kebijakan Restrukturisasi Kredit


9. Bagaimana kriteria debitur yang dapat diberikan restrukturisasi kredit
sesuai kebijakan stimulus?
Debitur yang dapat diberikan restrukturisasi kredit sesuai kebijakan stimulus
adalah:
a. Debitur yang secara langsung maupun tidak langsung terdampak
penyebaran COVID-19 dan memiliki kinerja yang baik, dengan kualitas aset
debitur paling tidak “Lancar” atau “Dalam Perhatian Khusus”, sebelum
terkena dampak COVID-19; dan
b. Debitur yang mampu terus bertahan dari dampak COVID-19 dan masih
memiliki prospek usaha.

10. Apabila debitur memenuhi kriteria sebagaimana dijelaskan pada angka 9,


namun karena banyaknya antrian kredit yang harus direstrukturisasi
sehingga dalam waktu tunggu tersebut kualitas debitur menjadi NPL,
apakah debitur tersebut tetap eligible untuk mendapatkan restrukturisasi
berdasarkan POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK
Stimulus COVID-19?
Terhadap debitur tersebut dapat dilakukan restrukturisasi berdasarkan POJK
Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19.

11. Terhadap debitur sebagaimana dijelaskan pada angka 10, apakah BPR
boleh tetap menggunakan kualitas kredit debitur tersebut sebagaimana
kualitas kredit debitur sebelum terdampak COVID-19 (misalnya tetap
Lancar atau tetap DPK), selama periode proses pengajuan restrukturisasi?
Dalam hal BPR akan menggunakan kualitas kredit debitur sebelum terdampak
COVID-19 sambil menunggu antrian persetujuan restrukturisasi untuk debitur
tersebut sesuai POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK
Stimulus COVID-19, harus dipastikan bahwa BPR telah melakukan
assessment sehingga dapat dipastikan debitur tersebut sudah memenuhi
kriteria untuk dilakukan restrukturisasi sesuai POJK Stimulus COVID-19 dan
POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19 dan kredit tersebut memang akan
dilakukan restrukturisasi dalam periode yang dekat.

12. Apakah kredit yang telah direstrukturisasi sesuai POJK Stimulus COVID-
19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19 tetap dapat ditetapkan
berkualitas Lancar sampai dengan 31 Maret 2022?
Kredit yang telah direstrukturisasi tetap dapat ditetapkan berkualitas Lancar
hingga jangka waktu perjanjian restrukturisasi berakhir atau 31 Maret 2022
(batas waktu yang lebih dahulu tercapai).
Secara umum, tidak terdapat pembatasan jangka waktu perjanjian
restrukturisasi kredit sebagai dampak COVID-19. Dengan demikian, jangka
waktu perjanjian restrukturisasi kredit diperbolehkan kurang dari atau
melewati tanggal 31 Maret 2022 (batas masa berlaku POJK Perubahan POJK
Stimulus COVID-19).
Dalam hal jangka waktu perjanjian restrukturisasi kredit kurang dari tanggal
31 Maret 2022, maka penetapan kualitas sebagai Lancar hanya berlaku s/d
akhir jangka waktu perjanjian restrukturisasi. Sementara itu, dalam hal jangka
waktu perjanjian restrukturisasi kredit melewati tanggal 31 Maret 2022, maka
penetapan kualitas sebagai Lancar hanya berlaku s/d tanggal 31 Maret 2022.
Penetapan kualitas sebagai Lancar tersebut berlaku sepanjang BPR menilai
bahwa debitur merupakan debitur yang terdampak COVID-19 dan mampu
bertahan hingga akhir periode stimulus. Selanjutnya, penilaian kualitas
mengacu pada POJK KAP PPAP BPR.

13. Bagaimana perlakuan bagi debitur yang berdasarkan hasil penilaian BPR
tidak mampu bertahan dari dampak COVID-19 setelah dilakukan
restrukturisasi kredit sesuai POJK ini?
BPR melakukan penyesuaian kualitas kredit debitur yang setelah dilakukan
restrukturisasi kredit dinilai tidak mampu bertahan dari dampak COVID-19,
dan menyesuaikan pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif
(PPAP) mengacu pada POJK KAP PPAP BPR.

14. Bagaimana kebijakan perlakuan khusus terkait penetapan kualitas kredit


debitur yang telah direstrukturisasi yang diatur dalam POJK Stimulus
COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19?
Kualitas kredit debitur yang direstrukturisasi yang memenuhi kriteria sebagai
debitur yang mendapat perlakuan khusus sesuai POJK dimaksud dapat
langsung ditetapkan Lancar.

15. Bagaimanakah tata cara restrukturisasi kredit yang dapat ditetapkan


Lancar sesuai POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK
Stimulus COVID-19?
Kualitas kredit yang direstrukturisasi dapat ditetapkan Lancar apabila
diberikan kepada debitur yang terkena dampak penyebaran COVID-19 dan
restrukturisasi dilakukan setelah debitur terkena dampak penyebaran COVID-
19.
Restrukturisasi kredit dilakukan sesuai POJK KAP PPAP BPR, antara lain
dengan cara:
a. penurunan suku bunga;
b. perpanjangan jangka waktu;
c. pengurangan tunggakan pokok;
d. pengurangan tunggakan bunga; dan
e. penambahan fasilitas kredit.

16. Apakah perlakuan khusus penetapan Lancar untuk kredit yang


direstrukturisasi dapat berlaku untuk debitur UMKM?
BPR dapat melakukan restrukturisasi untuk seluruh kredit kepada seluruh
debitur, termasuk debitur UMKM, sepanjang debitur memenuhi kriteria
sebagaimana angka 9. Pemberian perlakuan khusus tanpa melihat batasan
plafon.

17. Dalam hal debitur yang terkena dampak COVID-19 memiliki beberapa
fasilitas, bagaimana penetapan kualitas kredit yang direstrukturisasi
untuk debitur dimaksud?
Kualitas seluruh kredit debitur terkena dampak COVID-19 yang
direstrukturisasi dengan menggunakan POJK Stimulus COVID-19 dan POJK
Perubahan POJK Stimulus COVID-19 dapat ditetapkan Lancar.
Contoh: Debitur C yang telah ditetapkan sebagai debitur yang terkena dampak
COVID-19 memiliki fasilitas sebagai berikut:

Fasilitas Kredit Plafond Keterangan


Fasilitas 1-Konsumtif Rp 500 juta Cashflow terganggu akibat
dampak COVID-19
Fasilitas 2-Modal Kerja Rp 1 miliar Cashflow terganggu akibat
dampak COVID-19
Fasilitas 3-Investasi Rp 6 miliar Cashflow tidak terganggu akibat
dampak COVID-19

Dalam hal terhadap ketiga fasilitas kredit tersebut dilakukan restrukturisasi


dengan menggunakan POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK
Stimulus COVID-19, maka BPR dapat menetapkan kualitas Lancar untuk
seluruh fasilitas kredit/pembiayaan Debitur C (termasuk fasilitas 3 yang
cashflow-nya tidak terganggu) sejak dilakukan restrukturisasi. Namun jika
terhadap fasilitas 3 (yang cashflow-nya tidak terganggu) tidak dilakukan
restrukturisasi menggunakan POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan
POJK Stimulus COVID-19 dan kualitasnya selain Lancar, maka tidak dapat
langsung ditetapkan berkualitas Lancar. Penetapan kualitas fasilitas 3 tersebut
selanjutnya dapat tetap mengacu pada POJK KAP PPAP BPR (berdasarkan 3
pilar) atau POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus
COVID-19 (berdasarkan ketepatan membayar).

18. Apabila debitur pernah dilakukan restrukturisasi sebelum adanya dampak


COVID-19 dan kualitas kredit tersebut telah mengalami perbaikan
(misalnya telah menjadi Lancar), namun karena adanya dampak COVID-19
terjadi kemungkinan penurunan kinerja debitur, apakah debitur eligible
untuk dapat dilakukan restrukturisasi berdasarkan POJK Stimulus COVID-
19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19?
Kelayakan debitur tersebut untuk dapat direstrukturisasi berdasarkan POJK
Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19
didasarkan pada pemenuhan kriteria sebagaimana angka 9, dan bergantung
dari hasil asessment BPR terhadap historikal kinerja debitur tersebut dan
penyebab dari restrukturisasi yang pernah dilakukan sebelumnya, antara lain
debitur memiliki kinerja baik, terdampak COVID-19, dan memiliki prospek
usaha.

19. Apabila terdapat restrukturisasi yang dilakukan terhadap debitur yang


memenuhi kriteria sebagaimana angka 9 dan 18, namun restrukturisasi
tersebut dilakukan sebelum berlakunya POJK Stimulus COVID-19 apakah
BPR perlu melakukan restrukturisasi ulang atas kredit tersebut sehingga
dapat diperlakukan dan dilaporkan sebagai restrukturisasi COVID-19?
BPR tidak perlu melakukan restrukturisasi ulang dan BPR dapat
memperlakukan dan melaporkan restrukturisasi tersebut sebagai
restrukturisasi berdasarkan POJK Stimulus COVID-19.

20. Dalam hal terdapat kredit dengan sumber pembayaran adalah gaji debitur
namun karena adanya dampak COVID-19 terdapat pengurangan atau
pemotongan penghasilan lainnya (misalnya tunjangan hari raya dan bonus
lainnya), apakah debitur dimaksud eligible untuk mendapatkan relaksasi
restrukturisasi berdasarkan POJK Stimulus COVID-19 dan POJK
Perubahan POJK Stimulus COVID-19?
BPR perlu memperhatikan keterbatasan kapasitas BPR dalam menyerap risiko
yang timbul sebagai dampak COVID-19 dan dengan mempertimbangkan
pengelolaan risiko, restrukturisasi hanya untuk debitur yang benar-benar
terdampak sehingga BPR tidak mengalami kesulitan likuiditas ke depannya.
Untuk kondisi sebagaimana dijelaskan di atas, dalam hal sumber pembayaran
kredit adalah gaji tetap yang tidak terdapat pengurangan atau pemotongan,
BPR tetap dapat memberikan restrukturisasi kepada debitur tersebut dengan
mengacu kepada POJK KAP PPAP BPR.
21. Sesuai dengan POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK
Stimulus COVID-19, BPR diharuskan memiliki pedoman terkait debitur
yang terkena dampak COVID-19. Dalam hal terdapat debitur terkena
dampak COVID-19 akan tetapi tidak masuk kriteria internal BPR, apakah
debitur dapat direstrukturisasi dengan menggunakan POJK KAP PPAP
BPR?
Pedoman internal merupakan panduan bagi BPR untuk melakukan
restrukturisasi berdasarkan POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan
POJK Stimulus COVID-19 sehingga terdapat kejelasan dan kesamaan
perlakuan di internal BPR dalam melakukan restrukturisasi. Pedoman
restrukturisasi BPR harus disusun sejalan dengan pengaturan di POJK
Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19, yang
antara lain mencukup kriteria debitur yang eligible untuk mendapatkan
restrukturisasi COVID-19. Dengan demikian, BPR dapat menetapkan debitur
yang eligible untuk mendapat restrukturisasi sesuai pedoman internal BPR.
Terhadap debitur tersebut, BPR dapat melakukan restrukturisasi sesuai
dengan POJK KAP PPAP BPR.

22. Jika terdapat kondisi di mana individu (personal/PIC) debitur terjangkit


COVID-19, sedangkan kondisi usaha/perusahaan tempat debitur bekerja
tidak terdampak COVID-19, apakah debitur tersebut masuk dalam kategori
sebagai debitur yang dapat diberikan skim stimulus ini?
Sesuai POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus
COVID-19, debitur yang terkena dampak COVID-19 adalah debitur yang
mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajiban pada BPR karena debitur
atau usaha debitur terdampak dari penyebaran COVID-19. Dengan demikian
penekanannya lebih kepada apakah penghasilan debitur dimaksud terganggu
dan mengalami kesulitan pembayaran kredit sebagai dampak COVID-19. BPR
dapat menentukan kriteria debitur yang terganggu penghasilannya misalnya
debitur dengan penurunan penghasilan sebesar persentase tertentu. Dalam hal
penghasilan debitur tidak terganggu, maka tidak memenuhi kriteria debitur
terdampak COVID-19 sebagaimana diatur dalam POJK Stimulus COVID-19
dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19.

23. Apabila debitur telah mengikuti program restrukturisasi berdasarkan POJK


Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19 namun
karena kondisi tidak membaik debitur tidak dapat melakukan pembayaran
setelah beberapa periode, apakah kualitas debitur dapat disesuaikan sesuai
jumlah hari tunggakan atau ditetapkan Lancar hingga POJK Perubahan
POJK Stimulus COVID-19 berakhir di Maret 2022?
Sesuai dengan POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus
COVID-19 disebutkan kualitas kredit yang direstrukturisasi ditetapkan Lancar
sejak dilakukan restrukturisasi sampai dengan jangka waktu perjanjian
restrukturisasi berakhir atau jangka waktu ketentuan stimulus berakhir,
sehingga tidak melihat lagi pembayaran dari debitur. Dalam hal terdapat
debitur yang tidak dapat memenuhi kewajiban sesuai perjanjian
restrukturisasi, BPR perlu melakukan assessment ulang mengenai ketepatan
skema restrukturisasi sesuai kondisi debitur (termasuk melakukan
restrukturisasi ulang jika dinilai perlu) sehingga NPL BPR tidak meningkat
drastis pada saat periode stimulus selesai, atau pendekatan yang lebih
konservatif yaitu dengan menurunkan kualitas debitur sesuai dengan jumlah
hari tunggakan dan meningkatkan pembentukan PPAP atas kredit debitur
tersebut sesuai POJK KAP PPAP BPR.

24. Apakah sampai dengan 31 Maret 2022, BPR dapat melakukan


restrukturisasi berulang terhadap debitur yang terdampak COVID-19
dengan kualitas kredit mengikuti POJK Stimulus COVID-19 dan POJK
Perubahan POJK Stimulus COVID-19 (langsung Lancar kembali)?
POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19
tidak membatasi frekuensi BPR dalam melakukan restrukturisasi selama
periode stimulus, sehingga kredit yang dilakukan restrukturisasi ulang dapat
ditetapkan Lancar, sepanjang debitur memenuhi kriteria sebagaimana angka 9.
BPR harus melakukan analisis dan memberikan skema restrukturisasi yang
sesuai dengan kondisi debitur, sehingga inefisiensi yang kemungkinan dapat
terjadi karena restrukturisasi berulang dapat diminimalisir, dan restrukturisasi
dilakukan bukan semata hanya dalam rangka perbaikan kualitas tanpa
memperhatikan prospek usaha debitur.

25. Dalam hal BPR memberikan skema restrukturisasi berdasarkan POJK


Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19 berupa
pemberian penundaan atau pengurangan pembayaran bunga dan/atau
pokok selama periode tertentu (payment holiday), apakah BPR dapat
melakukan akrual bunga dan/atau pokok atas kredit tersebut dalam
pembukuan BPR?
Untuk penundaan pembayaran bunga dan/atau pokok selama periode tertentu
maka secara substansi dan diperkuat dengan aspek legal perjanjian
restrukturisasi bahwa BPR sudah tidak memiliki ekspektasi untuk menerima
pembayaran bunga dan/atau pokok, maka BPR mempertimbangkan tidak
boleh melakukan akrual atas bunga dan/atau pokok selama periode payment
holiday tersebut. Dalam kondisi ini, BPR juga dapat mensyaratkan dalam
perjanjian restrukturisasi agar debitur juga tidak melakukan pengakuan biaya
bunga dalam pembukuannya untuk menghindari permasalahan perpajakan
dimasa mendatang. Selanjutnya, dalam hal perjanjian restrukturisasi
memperjanjikan pengurangan pembayaran bunga dan/atau pokok selama
periode tertentu maka dapat melakukan akrual pembayaran bunga dan/atau
pokok sesuai yang diperjanjikan dalam perjanjian restrukturisasi.
26. Apakah BPR diperkenankan untuk melakukan akumulasi pembayaran
bunga selama jangka waktu tertentu ke depan sebagai plafon pinjaman
BPR?
Sesuai POJK KAP PPAP BPR, salah satu prinsip utama restrukturisasi kredit
yaitu harus memperhatikan kemampuan debitur untuk melakukan
pembayaran setelah perjanjian restrukturisasi. Dengan demikian, BPR tidak
diperkenankan untuk mengakumulasi angsuran bunga dan/atau pokok yang
harus dibayarkan debitur untuk beberapa bulan ke depan sesuai perjanjian
restrukturisasi, ke dalam plafon restrukturisasi.

27. Apabila terdapat kredit dengan plafon lebih dari Rp 5 miliar dan kurang
dari Rp 10 miliar yang direstrukturisasi berdasarkan POJK Stimulus
COVID-19, apakah kredit tersebut dilaporkan dalam laporan kredit
berdasarkan ketepatan pembayaran dan laporan kredit yang
direstrukturisasi?
Pada prinsipnya, seluruh kredit yang direstrukturisasi berdasarkan POJK
Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19
dilaporkan dalam Laporan Stimulus Kredit dan Pembiayaan Restrukturisasi,
karena tidak terdapat batasan syarat plafon kredit yang dapat direstrukturisasi
berdasarkan POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus
COVID-19.

28. Dalam hal BPR melakukan restrukturisasi atas kredit debitur yang
terdampak COVID-19 dan ditetapkan kualitas Lancar, bagaimana
perlakuan pendapatan bunga yang akan diterima terhadap kredit yang
direstrukturisasi yang ditetapkan Lancar sampai dengan 31 Maret 2022
namun terdapat tunggakan angsuran?
BPR dapat melakukan pengakuan pendapatan bunga akrual selama-lamanya 3
bulan atau sesuai dengan periode pembayaran bunga kontraktual yang baru
sesuai perjanjian restrukturisasi mengingat kualitas kredit hasil
restrukturisasi ini dikategorikan Lancar. Setelah itu, BPR harus melakukan
assessment atas realisasi pembayaran tersebut, dan segera menghentikan
akrual bunga dan/atau pokok dalam hal debitur wanprestasi dan BPR
memperkirakan bahwa kinerja debitur tidak akan membaik.

29. Bagaimana perlakuan akuntansi terkait pelaksanaan restrukturisasi oleh


BPR?
Pelaksanaan restrukturisasi oleh BPR dikecualikan dari penerapan perlakuan
akuntansi restrukturisasi kredit, di antaranya tidak diwajibkan melakukan
pengakuan kerugian yang timbul akibat restrukturisasi kredit.

D. Penerapan Manajemen Risiko


30. Bagaimana mekanisme penilaian terhadap debitur yang mampu terus
bertahan dari dampak COVID-19 dan masih memiliki prospek usaha,
terkait dengan pemberian restrukturisasi kredit sesuai POJK Perubahan
POJK Stimulus COVID-19?
BPR melakukan penilaian misalnya terhadap perkembangan usaha atau
sumber pembayaran kembali (source of repayment) kredit debitur, dan
melakukan simulasi terhadap perkembangan usaha atau sumber pembayaran
kembali kredit debitur dengan berbagai asumsi yang diperkirakan dapat
mempengaruhi keberlangsungan usaha atau sumber pembayaran kembali
kredit tersebut.
Selanjutnya, BPR tetap melakukan pemantauan secara berkala atas seluruh
kredit restrukturisasi tersebut sesuai kebijakan manajemen risiko BPR.

31. Bagaimana mekanisme uji ketahanan terhadap potensi penurunan kualitas


kredit yang direstrukturisasi dan pengaruhnya terhadap likuiditas dan
permodalan BPR yang secara berkala harus dilakukan BPR?
Uji ketahanan antara lain berupa penerapan stress testing dalam berbagai
skenario atau review kinerja dan kelayakan debitur. Uji ketahanan dilakukan
secara periodik sejalan dengan dinamika besaran kredit restrukturisasi dan
potensi penurunan kualitasnya, berdasarkan skenario tertentu yang
ditetapkan oleh BPR. BPR dapat melakukan simulasi perhitungan rasio
likuiditas (antara lain Cash Ratio) dan rasio permodalan (antara lain Capital
Adequacy Ratio) yang dikaitkan dengan asumsi antara lain peningkatan rasio
NPL atau penurunan cash inflow BPR akibat perubahan jumlah angsuran
debitur hasil restrukturisasi serta dampaknya terhadap penyisihan
penghapusan aset produktif yang harus dibentuk. Melalui uji ketahanan, BPR
melakukan pemantauan terhadap kecukupan permodalan BPR dalam meng-
cover risiko dan mengetahui kecukupan likuiditas BPR.

32. Apakah BPR dilarang melakukan pembagian dividen dan/atau tantiem


selama POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19 berlaku?
Dalam hal BPR akan melakukan pembagian dividen dan/atau tantiem, BPR
diminta untuk melakukan langkah preventif dengan memperhitungkan
dampak terhadap rasio modal.
Hal tersebut didasarkan besarnya kredit restrukturisasi saat ini yang
berpotensi tidak dapat recover serta belum dibentuk cadangan secara
memadai, yang berpotensi menyebabkan profitabilitas BPR overstated sehingga
dividend payout juga cenderung overstated.
Berkaitan dengan pembentukan cadangan atas kredit restrukturisasi yang
belum dilakukan secara memadai, BPR perlu mempertimbangkan
pembentukan pencadangan secara penuh sesuai POJK KAP PPAP BPR pada
saat POJK dimaksud berakhir yang dapat berdampak terhadap modal.
E. Mekanisme Pelaporan dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK)
33. Bagaimana mekanisme pelaporan dalam SLIK untuk debitur yang
direstrukturisasi berdasarkan POJK Stimulus COVID-19 dan POJK
Perubahan POJK Stimulus COVID-19?
Sebagaimana restrukturisasi pada umumnya, BPR melaporkan kredit
dimaksud dalam SLIK dengan kolom Kode Sifat Kredit atau Pembiayaan diisi “1
= Kredit atau Pembiayaan yang Direstrukturisasi”. Namun demikian, sebagai
pembeda dengan restrukturisasi umum, BPR menambahkan keterangan
“COVID19”.
Penambahan keterangan dimaksud berfungsi sebagai mekanisme pengawasan
(tracking) terhadap debitur restrukturisasi COVID-19 dan konsistensi data
dalam rangka penerapan program pemerintah misalnya Program Pemulihan
Ekonomi Nasional (PEN).
Mekanisme pelaporan dalam SLIK tersebut berlaku sampai kredit lunas
(meskipun melewati 31 Maret 2022) atau sampai direstrukturisasi kembali
setelah masa berlaku POJK dimaksud berakhir.

34. Dalam hal perjanjian restrukturisasi sebagaimana dimaksud POJK


Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19 telah
berakhir atau debitur telah melakukan pembayaran secara normal, apakah
BPR dapat tidak menambahkan keterangan COVID-19?
Dengan pertimbangan sebagaimana angka 33 di atas, BPR tetap melaporkan
kredit dimaksud dalam SLIK dengan kolom Kode Sifat Kredit atau Pembiayaan
diisi “1 = Kredit atau Pembiayaan yang Direstrukturisasi” serta menambahkan
keterangan “COVID19” sampai kredit lunas atau sampai direstrukturisasi
kembali setelah masa berlaku POJK dimaksud berakhir.

35. Bagaimana pelaporan dalam SLIK untuk debitur yang berdasarkan hasil
penilaian BPR tidak mampu bertahan dari dampak COVID-19 setelah
dilakukan restrukturisasi kredit sesuai POJK Stimulus COVID-19 dan
POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19?
Dalam hal debitur dinilai tidak mampu bertahan dari dampak COVID-19, maka
penilaian kualitas mengacu pada POJK KAP PPAP BPR membentuk cadangan
yang memadai. Adapun restrukturisasi yang sebelumnya telah diberikan
merupakan restrukturisasi terhadap debitur terdampak COVID-19. Oleh
karena itu, BPR tetap melaporkan kredit dimaksud dalam SLIK dengan kolom
Kode Sifat Kredit atau Pembiayaan diisi “1 = Kredit atau Pembiayaan yang
Direstrukturisasi” serta menambahkan Keterangan “COVID19”. Perlakuan
tersebut berlaku sampai kredit lunas atau sampai BPR melakukan
restrukturisasi kembali terhadap debitur yang tidak mampu bertahan tersebut
(restrukturisasi biasa sesuai POJK KAP PPAP BPR).
36. Apakah BPR dapat menetapkan kualitas kredit restrukturisasi
sebagaimana dimaksud POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan
POJK Stimulus COVID-19 dengan kolektibilitas selain Lancar?
Dalam hal BPR bermaksud melakukan pendekatan yang lebih konservatif,
maka BPR dapat menetapkan kualitas debitur restrukturisasi COVID-19 selain
Lancar. BPR tetap dapat melaporkan kredit dimaksud dalam SLIK dengan
menambahkan keterangan “COVID19”.

37. Bagaimana perlakuan untuk kredit restrukturisasi sesuai POJK Stimulus


COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19 yang mengalami
penurunan kualitas menjadi selain Lancar setelah 31 Maret 2022?
BPR tetap dapat melaporkan kredit dimaksud dalam SLIK dengan
menambahkan keterangan “COVID19” sampai kredit lunas atau sampai
direstrukturisasi kembali setelah masa berlaku POJK dimaksud.

38. Bagaimana perlakuan untuk kredit yang dilakukan restrukturisasi sesuai


POJK Stimulus COVID-19 dan POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19,
namun dilakukan restrukturisasi ulang setelah 31 Maret 2022?
Kredit dimaksud dilaporkan dalam SLIK seperti kredit restrukturisasi biasa
tanpa pengisian Keterangan “COVID19”.

F. Penyesuaian Mekanisme Persetujuan Restrukturisasi COVID-19


39. Apakah BPR dapat melakukan penyesuaian mekanisme persetujuan
restrukturisasi sebagaimana dimaksud Pasal 5 ayat (5) POJK Perubahan
POJK Stimulus COVID-19 namun tidak tercantum dalam pedoman internal
BPR?
Tidak, tanpa pencantuman dalam pedoman internal BPR, maka BPR tidak
dapat menerapkan mekanisme alternatif dalam persetujuan restrukturisasi.
BPR harus mencantumkan mekanisme-mekanisme restrukturisasi dalam
pedoman internal BPR sebagai satu kesatuan dengan pedoman penetapan
debitur terdampak COVID-19 sebagaimana dimaksud dalam POJK Perubahan
POJK Stimulus COVID-19 sehingga dapat diperoleh keyakinan bahwa BPR
telah menerapkan prinsip kehati-hatian serta menghindari adanya free rider.

40. Apakah yang dimaksud dengan prinsip objektivitas, independensi,


menghindari benturan kepentingan, dan kewajaran yang menjadi dasar
bagi BPR dalam menyesuaikan mekanisme persetujuan restrukturisasi
sesuai dengan kondisi teknis yang dihadapi BPR?
a. Objektivitas yaitu sikap jujur tanpa dipengaruhi pendapat dan
pertimbangan pribadi atau golongan dalam mengambil keputusan atau
tindakan.
b. Independensi yaitu pengelolaan BPR secara profesional tanpa pengaruh
atau tekanan dari pihak manapun.
c. Benturan kepentingan antara lain perbedaan antara kepentingan ekonomis
BPR dengan kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham, anggota
Direksi, anggota Dewan Komisaris, Pejabat Eksekutif, dan/atau Pihak
Terkait dengan BPR.
d. Kewajaran yaitu keadilan dan kesetaraan dalam memenuhi hak-hak para
pemangku kepentingan yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan.

G. Pelaporan Restrukturisasi COVID-19


41. Apakah perbedaan antara laporan terkait restrukturisasi kredit yang
disampaikan kepada OJK secara bulanan dan triwulanan sebagaimana
diatur dalam POJK Perubahan POJK Stimulus COVID-19?
Laporan restrukturisasi kredit yang selama ini disampaikan BPR secara
triwulanan tetap disampaikan dengan cakupan data per rekening kredit yang
direstrukturisasi. Adapun laporan restrukturisasi kredit yang disampaikan
secara bulanan sejak periode data November 2020 berisi data agregat
restrukturisasi kredit yang dirinci berdasarkan kategori debitur UMKM atau
non UMKM, informasi potensi dan realisasi restrukturisasi, dan sektor ekonomi
realisasi restrukturisasi.

42. Dalam laporan stimulus kredit restrukturisasi, terdapat kolom “kualitas


aset sebelum direstrukturisasi” yang dapat diisi dengan alternatif jawaban
1 (Lancar), 2 (Dalam Perhatian Khusus), 3 (Kurang Lancar), 4 (Diragukan),
atau 5 (Macet). Apakah ini berarti debitur dengan kualitas selain 1 (Lancar)
dan 2 (Dalam Perhatian Khusus) diperkenankan memperoleh
restrukturisasi kredit sesuai POJK Stimulus COVID-19 dan POJK
Perubahan POJK Stimulus COVID-19?
Debitur yang diperkenankan memperoleh restrukturisasi kredit sesuai POJK
dimaksud adalah debitur dengan kriteria sebagaimana angka 9 FAQ ini.
Keterangan kualitas kredit dalam kolom “kualitas aset sebelum restrukturisasi”
pada laporan stimulus kredit restrukturisasi dapat diisi selain 1 atau 2 yang
disebabkan antara lain adanya debitur yang mengalami penurunan kualitas
kredit selama menunggu persetujuan dan realisasi restrukturisasi akibat
kendala dalam proses restrukturisasi pada BPR.
Penerapan kebijakan dimaksud harus berdasarkan persetujuan OJK.

d. Pelaporan
1) Penambahan Laporan Rekapitulasi Stimulus Kredit atau Pembiayaan
Restrukturisasi yang disampaikan secara bulanan sejak posisi data
akhir bulan November 2020.
2) Pelaporan kredit/pembiayaan yang direstrukturisasi COVID-19 dalam
Sistem Layanan Informasi Keuangan dengan menambahkan keterangan
“COVID19”.

4. Penerapan kebijakan yang mendukung stimulus pertumbuhan ekonomi dalam


POJK ini berlaku sampai dengan tanggal 31 Maret 2022.

Anda mungkin juga menyukai