BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1. Bagi pemakalah untuk menambah pengetahuan dan wawasan mengenai
penyakit rabies
2. Bagi pihak Rumah Sakit dalam menyusun program dan pencegahan
pemberantasan penyakit rabies
3. Bagi Dinas Kesehatan Kota Medan dalam mengambil kebijakan lebih lanjut
dalam pemberantasan penyakit rabies
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Rabies pada manusia merupakan penyakit radang susunan saraf pusat yang fatal.
Rabies ditularkan pada manusia melalui gigitan hewan yang mendertia rabies.
Rabies merupakan penyakit zoonosis yang terpenting di Indonesia.1,4
2.2. Epidemiologi
Rabies merupakan penyakit infeksi hewan berdarah panas yang hidup di seluruh
dunia.2 Di Amerika Serikat rabies terjadi pada musang, rakkon, serigala, dan
kelelawar. Di Asia dan Afrika masalah utamanya adalah anjing gila.1 Rabies
menyerang lebih dari 150 negara. Di dunia, 55000 orang meninggal setiap tahun
karena rabies. Empat puluh persen penderita rabies adalah anak berusia di bawah
15 tahun.5
Di Indonesia sampai dengan tahun 2009, kasus rabies ditemukan di 24
provinsi di Indonesia, dengan Provinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, NTT,
Lampung dan Sumatera Barat merupakan daerah endemis tinggi. Hanya 9
provinsi yang masih dinyatakan sebagai daerah bebas yaitu Provinsi Bangka
Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa
Timur, NTB, Papua dan Papua Barat.3
Dikatakan, selama 3 tahun terakhir (2006-2008) di Departemen Kesehatan,
tercatat sebanyak 18.945 kasus gigitan hewan penular rabies, diantaranya 13.175
kasus mendapat Vaksin Anti Rabies dan 122 orang positif rabies (angka kematian
100%).3
Pada bulan November 2008, Provinsi Bali yang semula bebas rabies
dilaporkan terjadi kematian karena rabies di Kabupaten Badung. Kasus kemudian
menyebar ke kabupaten lainnya. Sampai dengan bulan Oktober 2009 telah
dilaporkan 10.911 kasus gigitan yang mendapat VAR dan sebanyak 15 orang
meninggal dengan gejala klinis rabies yang berasal dari kabupaten Badung dan
Tabanan.3
3
2.3. Etiologi
Virus rabies termasuk famili rhabdovirus yang mempunyai diameter 80-180 nm.1,4
Virus ini dapat tahan pada suhu 40°C selama beberapa minggu, apabila keadaan
beku atau dalam keadaan tidak adanya karbondioksida.4
anjing mudah terkejut, gugup, air liur banyak keluar, ekornya terkepit berada
diantara kedua paha.4
2.5. Diagnosis
Apabila penderita punya riwayat digigit binatang, kesemutan pada daerah yang
digigit serta hidrofobia maka diagnosis klinis rabies tidak sukar untuk dibuat.
Rabies paralitik dapat salah didiagnosis dengan sindrom Guillane-Barre,
poliomielitis atau ensefalomielitis pasca vaksinasi rabies. Pemeriksaan neurologik
yang seksama dan analisis cairan serebrospinal akan membantu menyingkirkan
diagnosis ini. Spasme tetanus dapat membingungkan, tetapi trismus bukan gejala
dari rabies, selain itu hidrofobia bukan merupakan gejala tetanus. Botolimus dapat
pula menyebabkan paralisis, tetapi adanya perubahan hilangnya sensori akan
menyingkirkan rabies. Hasil analisis gas darah yang normal tanpa perubahan
tingkah laku mendukung diagnosis pseudorabies.4
Virus dapat ditemukan dengan uji antibodi flouresens pada sediaan apus
sel epitel kornea atau sayatan kulit pada batas rambut. Hasil uji yang positif
disebabkan oleh karena adanya virus yang bermigrasi ke bawah dari otak ke
susunan saraf, disebabkan kornea dan folikel rambut kaya akan persarafan.
Diagnostik serologik juga mungkin dilakukan apabila penderita hidup setelah
masa akut. Pada pasien yang tidak diberikan pengobatan pencegahan setelah
digigit, akan tampak kenaikan yang cepat titer virus neutralizing antibody yang
akan muncul 6 sampai 10 hari sesudah awitan gejala. Rabies dapat pula
didiagnosis pada penderita yang kebal terhadap rabies dan ditandai dengan adanya
kenaikan titer setelah awitan timbul dan diperkuat dengan kadar titer yang
nilainya >1: 5000, suatu nilai yang biasanya tidak dapat dicapai dengan tindakan
imunisasi. Kadar yang tinggi pada susunan saraf pusat karakteristik menunjukkan
perjalanan akhir ensefalitis rabies.4
6
Virus rabies dapat diisolasi pada hari keempat dan kedua puluh empat
setelah awitan penyakit. Virus dapat diisolasi pada beberapa kasus dari cairan
serebrospinal, jaringan otak dan sedimen urin pada 2 minggu pertama penyakit.
Diagnosis post mortem dapat ditegakkan dengan adanya inklusi sitoplasma pada
jaringan otak, tetapi penemuan ini kurang dari 80% kasus.4
2.6. Tatalaksana
Tindakan yang paling penting adalah pembersihan luka dari ludah yang
mengandung virus rabies. Luka harus dibersihkan dengan sabun dan air sedini
mungkin selama 5 sampai 10 menit, kemudian dikeringkan supaya bibit
penyakitnya mati. Luka yang sudah bersih dan kering diberi merkurokrom,
alkohol 40-70%, atau betadin. Kemudian penderita dirujuk/dikirim ke Puskesmas
atau ke Rumah Sakit terdekat untuk memperoleh pengobatan lanjutan.4,6
Apabila pembersihan ini menimbulkan rasa nyeri, dapat diberikan
anastesia lokal prokain terlebih dahulu. Luka gigitan tidak dibenarkan untuk
dijahit kecuali jahitan situasi. Bila memang dianggap perlu sekali jahit, maka
harus diberi serum anti rabies (SAR) yang disuntikkan secara infiltrasi sekitar
luka sebanyak mungkin dosis 40 IU/kgBB untuk serum heterolog, atau 20
IU/kgBB untuk serum homolog, sisanya disuntikkan secara intramuskular.4
Tabel 2. Indikasi Pemberian VAR dan SAR Bila Tersentuh Air Liur Penderita
Rabies
No Kejadian Penderita pada Pengobatan yang Dianjurkan
Waktu Kejadian
1 Kontak air liur tetapi Positif rabies Tak perlu diberikan vaksin anti rabies
tak ada luka atau
kontak langsung
2 Kontak air liur pada Positif rabies Segera diberikan vaksin, dan diberikan
kulit yang luka dan serum kalau luka di daerah berbahaya,
selaput lendir seperti : di atas bahu, ujung jari, selaput
lendir dan daerah yang banyak
8
persarafannya.
0,5ml
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Dari penyajian makalah di atas dapat disimpulkan:
1. Rabies adalah penyakit menular yang akut dari susunan syaraf pusat yang
dapat menyerang hewan berdarah panas dan manusia yang disebabkan oleh
10
virus rabies yang sebagian besar terdapat pada anjing yang sudah terkena
rabies.
2. Gejala awal rabies menyerupai infeksi virus sistemik lain, meliputi demam,
sakit kepala, malaise, dan gangguan saluran napas atas serta traktus
gastrointestinal. Gejala neurologis awal dapat berupa perubahan ringan
kepribadian dan kognisi, dan parestesi atau nyeri di dekat daerah gigitan.
3. Penatalaksanaan awal apabila digigit oleh hewan yang terinfeksi rabies adalah
pembersihan luka dari ludah yang mengandung virus rabies.
3.2. Saran
1. Untuk mencegah penyakit rabies perlu diberi vaksin pada semua anjing,
kucing dan kera biasanya dalam hal ini perlu kesadaran dari pemilik hewan
peliharaan untuk mengvaksinasi secara teratur dan berkesinambungan,
sedangkan dari pihak Dinas Peternakan perlu memberi penyuluhan tentang
rabies melalui media masa.
DAFTAR PUSTAKA