Anda di halaman 1dari 12

Departemen Teknik Industri

Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin

Tugas Ergonomi
Pengukuran Metode Nasa TLX, SWAT, & MCH

19
Metode Nasa TLX

ANALISA BEBAN KERJA MENTAL DENGAN METODE NASA TLX PADA OPERATOR KARGO
DI PT. DHARMA BANDAR MANDALA (PT. DBM)

Dalam aktivitas pengukuran beban kerja dapat dibagi menjadi dua yaitu pengukuran
beban kerja fisik dan beban kerja mental. Pada pengukuran beban kerja fisik output yang
dihasilkan dapat dilihat dari hasil pekerjaan seorang pekerja. Sedangkan, agak sulit untuk
melakukan pengukuran beban kerja mental hanya dengan pengamatan lapangan. Pengukuran
beban kerja mental dapat dilakukan dengan menggunakan metode-metode yang
mempertimbangkan aspek-aspek dalam pengukuran beban kerja mental. Salah satu contoh
metode yang dapat digunakan adalah metode NASA-TLX.
PT Dharma Bandar Mandala (PT DBM) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang
kargo maskapai penerbangan. Aktivitas yang terjadi di PT DBM meliputi menerima kargo,
melakukan pendataan dan melakukan proses shipping kargo kedalam truk yang nantinya akan
dikirim melalui udara atau dikirim langsung ke tujuannya. Operator pada PT DBM bertugas
melakukan pengecekan kargo yang datang kemudian menyamakan data yang ada dengan barang
aktual, kemudian memilah sesuai dengan tujuannya, dan selanjutnya adalah melakukan shipping
yaitu memindahkan barang ke dalam truk muatan untuk dikirim.
Dalam melakukan aktivitasnya tentunya banyak aktivitas kerja fisik dan kerja mental
yang terjadi pada operator PT DBM. Aktivitas operator in dilakukan dalam rentang waktu yang
cukup lama karena padatnya aktivitas penerbangan di bandara. Maka dari itu perlu dilakukan
pengukuran beban kerja mental pada operator PT DBM untuk mengukur aspek apa yang
mempengaruhi pekerjaan mereka dengan metode NASA-TLX dan dari skor yang didapatkan akan
ditentukan usulan perbaikan apa yang dapat diberikan untuk operator PT DBM.
NASA-TLX dikembangkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Center dan
Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981. Metode ini berupa kuesioner
dikembangkan berdasarkan munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang lebih mudah
namun lebih sensitif pada pengukuran beban kerja (Hancock, 1988).
NASA-TLX menggunakan enam dimensi untuk menilai beban mental :mental demand,
physical demand , temporal demand, effort, dan frustation. Dua puluh langkah digunakan untuk
mendapatkan peringkat untuk dimensi ini. Skor dari 0 sampai 100 didapatkan pada setiap skala .
Prosedur pembobotan digunakan untuk menggabungkan enam peringkat skala individu menjad
skor akhir; prosedur ini memerlukan perbandingan yang berbentuk pasangan antara dua dimensi
sebelum penilaian beban kerja. Perbandingan berpasangan memerlukan operator (responden)
untuk memilih dimensi yang lebih relevan dengan beban kerja di semua pasang keenam dimensi
tersebut. Jumlah dimensi yang terpilih sebagai bobot yang lebih relevan sebagai yang skala
dimensi untuk tugas yang diberikan untuk Operator itu . Skor beban kerja dari 0 sampai 100
diperoleh untuk setiap skor dimensi dengan mengalikan berat dengan skor skala dimensi (rating),
menjumlahkan seluruh dimensi, dan membaginya dengan 15 ( jumlah total perbandingan
berpasangan) (Rubio, 2004). Berikut merupakan indikator beban mental yang akan diukur dalam
NASA-TLX.

Skala Rating Keterangan


Seberapa besar aktivitas mental
Mental Demand (MD) Rendah, tinggi dan perseptual yang
dibutuhkan untuk melihat,
mengingat dan mencari..
Jumlah aktivitas fisik yang
Physical Demand (PD) Rendah, Tinggi dibutuhkan (misalnya:
mendorong, menarik,
mengontrol putaran)
Jumlah tekanan yang berkaitan
Temporal Demand (TD) Rendah, tinggi dengan waktu yang dirasakan
selama elemen pekerjaan
berlangsung.
Seberapa besar keberhasilan
Performance (OP) Tidak tepat, Sempurna seseorang di dalam
pekerjaannya dan seberapa
puas dengan hasil kerjanya
Seberapa tidak aman, putus
Frustation (FR) Rendah,tinggi asa, tersinggung, terganggu,
dibandingkan dengan perasaan
aman, puas, nyaman, dan
kepuasan diri yang dirasakan.
Seberapa keras kerja mental
Effort (EF) Rendah, tinggi dan fisik yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan

PERHITUNGAN SKOR NASA TLX

Langkah awal untuk menghitung skore akhir NASA TLX yaitu menghitung nilai total dari setiap
aspek beban mental dari perkalian rating dengan bobot. Kemudian total dari keseluruhan nilai
aspek beban mental dijumlahkan untuk mendapatkan nilai WWL. Skor akhir didapatkan dari nilai
WWL (weighted workload) dibagi 15. Nilai 15 didapatkan dari kombinasi dari keenam pasangan
aspek beban mental.

WWL = MD + PD + TD + PO + FR + EF [1]
MD = rating x bobot PO = rating x bobot
PD = rating x bobot FR = rating x bobot
TD = rating x bobot EF = rating x bobot
WWL
Skor Nasa TLX = [2]
15
Contoh Perhitungan :

Responden 1 (Rejo W.)

MD = rating x bobot PO = rating x bobot


= 75 x 2 = 65 x 3
= 150 = 195
PD = rating x bobot EF = rating x bobot
= 50 x 1 = 70 x 5
= 50 = 350
TD = rating x bobot FR = rating x bobot
= 70 x 4 = 60 x 0
= 280 = 0
WWL = MD + PD + TD + PO + FR + EF
= 150 + 50 + 280 + 195 + 0 + 350
= 1025
WWL 1025
Skor Nasa TLX = = = 68,33
15 15

KLASIFIKASI BEBAN KERJA BERDASARKAN SKOR NASA

<50 = Ringan
50 – 80 = Sedang
> 80 = Berat

No Nama Skor Klasifik


Pekerja asi
Beban
Kerja
1 Rejo W. 68,33 Sedang
2 D. 69,33 Sedang
Rinawati
3 Nadi 68,67 Sedang
4 Mustaqim 68,33 Sedang
5 Triyanto 68,33 Sedang
6 Arif K. 68,67 Sedang
7 Rony 65,33 Sedang
8 Pudjianto 70,00 Sedang

ANALISIS SKOR AKHIR

Secara keseluruhan beban kerja mental bagian operasional PT Dharma Bandar Mandala (PT.
DBM) tergolong sedang. Hal ini dikarenakan dalam melakukan pekerjaannya operator masih
dilakukan sendiri-sendiri dan belum menerapkan pembagian kerja. Selain itu jumlah operator
yang hanya berjumlah 8 orang dengan pekerjaan pemindahan barang kargo ke dalam truk kecil
yang banyak dan tak menentu jumlahnya ditambah dengan jam kerja dalam satu shift yang lama,
dikarenakan bandara mulai beroperasi dari dini hari sampai tengah malam. Ditambah dengan
tempat kerja operator di dalam ruangan tertutup yang memiliki fasilitasi pencahayaan kurang
dan ventilasi yang sedikit. Padahal, bagian operasional pengangkutan merupakan aktivitas inti
dari PT DBM.
METODE SWAT

PENGUKURAN BEBAN KERJA KARYAWAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE SWAT


(SUBJECTIVE WORKLOAD ASSESSMENT TECHNIQUE) DAN WORK SAMPLING DI PT. XYZ

Berdasarkan data tahun 2012 jumlah karyawan di PT. XYZ sebanyak 296 orang dan jumlah
tenaga outsourcing adalah 290 orang. Untuk itu, meningkatkan efisiensi di bidang sumber daya
manusia sangatlah penting bagi PT. XYZ mengingat besarnya jumlah sumber daya manusia yang
bekerja di dalam lingkungan perusahaan. Efisiensi sumber daya manusia berkaitan erat dengan
efektifitas kerja dan waktu yang digunakan karyawan untuk menyelesaikan tugasnya dengan baik.
Pada beberapa fungsi di PT. XYZ sering terjadi keterlambatan-keterlambatan dalam penyelesaian
laporan/ tugas. Adapun keterlambatan yang sering terjadi antara lain adalah pengurusan sertifikasi
tanah milik PT. XYZ serta pembuatan dan pemeriksaan terhadap dokumen kontrak atau perjanjian
dengan agen SPBU dan LPG yang dikerjakan oleh fungsi Legal. Kemudian pada fungsi External Relation
terjadi keterlambatan dalam penyelesaian pembuatan Laporan TJSP (Tanggung Jawab Sosial
Perusahaan) untuk keperluan manajemen. Sedangkan pada fungsi HSSE karyawan dituntut untuk
selalu siap siaga dalam 24 jam atau tanggap darurat dalam mengantisipasi terjadinya kebakaran dan
kecelakaan kerja.
Dalam usaha meningkatkan efisiensi sumber daya manusia diperlukan analisis dan
pendekatan yang tepat untuk menganalisis beban kerja karyawan sehingga dapat mengoptimalkan
pemakaian waktu kerja.
Berdasarkan permasalahan di PT. XYZ diharapkan dengan penerapan metode Work Sampling
dan SWAT (Subjective Workload Assessment Technique) dapat diketahui persentase waktu produktif
dan tingkat beban kerja karyawan. Sehingga diharapkan dapat mengoptimalkan pengelolaan sumber
daya manusia dan meningkatkan efisiensi kerja karyawan.

PENGUKURAN BEBAN KERJA MENTAL DENGAN METODE SWAT

Hasil rekapitulasi dari penyusunan kartu SWAT dan penyebaran angket beban kerja kemudian diolah
dengan menggunakan metode SWAT. Pengolahan data dengan metode SWAT dilakukan dalam dua
tahap, yaitu tahap penskalaan (scale development) dan tahap penilaian (Event Scoring).

1. Tahap Penskalaan (Scale Development)

Res TES TSE ETS EST SET STE Prot


pon otip
den e
1 0.92 0.88 0.56 0.40 0.28 0.40 T
4 5 5 6 9 8
2 0.91 0.84 0.62 0.46 0.26 0.36 T
Pada tahap 1 6 6 5 7 2 penskalaan
dilakukan 3 1.00 0.95 0.60 0.42 0.29 0.42 T pengolahan data
kelompok dan 0 6 4 9 7 9 penentuan
prototipe untuk 4 0.88 0.88 0.70 0.63 0.63 0.69 T beban kerja masing-
masing karyawan. 5 2 1 8 1 2 Pengolahan data
kelompok dilakukan 5 0.73 0.75 0.70 0.72 0.80 0.81 S dengan perhitungan
koefisien Kendall 2 9 3 0 0 0 untuk mengetahui
apakah data yang 6 0.87 0.87 0.71 0.65 0.66 0.71 T digunakan mewakili
data kelompok. 5 6 0 6 0 5 Sedangkan tujuan
penentuan 7 0.74 0.76 0.71 0.72 0.77 0.78 S prototipe adalah
untuk mengetahui 8 6 6 2 3 4 beban kerja
karyawan dapat 8 0.89 0.87 0.68 0.59 0.53 0.60 T digolongkan
1 1 2 3 4 4
9 0.86 0.82 0.74 0.66 0.56 0.60 T
3 8 2 7 5 5
10 0.42 0.29 0.95 1.00 0.60 0.42 E
9 7 6 0 4 9
11 1.00 0.95 0.60 0.42 0.29 0.42 T
0 6 4 9 7 9
menurut prototipe masing-masing yaitu Time (T), Effort (E) atau Stress (S) dengan perhitungan
koefisien korelasi Spearman. Adapun hasil perhitungan koefisien korelasi Spearman dan prototipe
untuk masing-masing responden dapat dilihat pada Tabel di atas.

Dari hasil perhitungan Koefisien Kendall diperoleh nilai sebesar 0,8161 atau lebih besar dari 0,75 yang
berarti semua data yang diperoleh dari penyusunan kartu oleh responden dianggap homogen
(Gary,B.Reid 1989). Oleh karena itu, pembuatan skala akhir yang dipergunakan pada penelitian ini
adalah penskalaan data kelompok.

2. Tahap Penilaian (Event Scoring)

Tahap penilaian merupakan tahap lanjutan dari tahap penskalaan. Pada tahap ini dilakukan
pembuatan skala akhir SWAT sehingga dapat ditentukan kategori dari masing-masing beban kerja
yang dialami oleh karyawan yang berkaitan dengan aktivitas yang dilakukannya. Kategori tersebut
terdiri dari tiga tingkatan, yaitu rendah (1) dengan skala interval 0 – 40, sedang (2) dengan skala
interval 41 – 60 dan tinggi (3) dengan skala interval 61 - 100.
Adapun rekapitulasi kategori beban kerja karyawan berdasarkan penskalaan akhir SWAT dapat dilihat
pada Tabel berikut.

Responden Nilai Beban Kategori


Kerja
I 62,49 Tinggi
II 61,13 Tinggi
III 44,27 Sedang
IV 62,49 Tinggi
V 72,51 Tinggi
VI 44,27 Sedang
VII 58,23 Sedang
VIII 41,37 Sedang
IX 61,13 Tinggi
X 58,23 Sedang
XI 47,92 Sedang

Adapun penjelasan kategori beban kerja karyawan dan faktor yang paling berpengaruh menurut
masing-masing karyawan adalah sebagai berikut :
 Legal area manager
 Assistant legal affair 1
 Assistant legal affair 2
 Assistant legal affair 3
 Assistant manager eksternal relation
 Assistant community development
 Assistant customer relation
 HSSE Area manager
 Assistan Fire
 Assistant Industrial Hygiene
 Assistant Environmental

Dari hasil pengamatan sampling kerja dapat diketahui persentase waktu produktif
para karyawan (work) (Sutalaksana, 1979), waktu menganggur (idle) serta seberapa besar
allowance yang diberikan pada setiap karyawan fungsi Legal, External Relation dan HSSE PT
XYZ. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa persentase waktu produktif yang paling
besar dimiliki oleh karyawan di fungsi Human Safety and Security Environment yaitu
Assisstant Industrial Hygiene sebesar 90,2% dan persentase waktu produktif terkecil dimiliki
oleh HSSE Area Manager sebesar 83,1%.
Jika dibandingkan antara waktu produktif aktual (diperoleh dari hasil pengamatan
secara langsung) dengan waktu produktif seharusnya (dengan allowance/ kelonggaran yang
diberikan), maka dapat diketahui bahwa karyawan masih memiliki waktu non produktif
dengan persentase yang berbeda-beda. Persentase waktu non produktif yang paling besar
dimiliki oleh karyawan HSSE Area Manager dan karyawan yang tidak memiliki waktu non
produktif bahkan tidak menggunakan allowance yang diberikan secara keseluruhan adalah
Assisstant Industrial Hygiene.
Adapun rekapitulasi waktu produktif, waktu non produktif dan allowance pada
masing-masing karyawan dapat dilihat pada Tabel berikut

No Karyaw Waktu Waktu Allowan Selisih


an Produk Non ce yang Allowa
tif Produk Diberik nce dan
Aktual tif (%) an (%) Waktu
(%) Non
Produk
tif (%)
1 Legal 88.6 11.4 9 2.4
Area
Manage
r
2 Assissta 85.2 14.8 10 4.8
nt Legal
Affair
(1)
3 Assissta 87.9 12.1 10 2.1
nt Legal
Affair
(2)
4 Assissta 86.4 13.6 10 3.6
nt Legal
Affair
(3)
5 Asisstan 86.7 13.3 9 4.3
t
Manajer
Externa
l
Relatio
n
6 Asisten 86.6 13.4 8 5.4
Commu
nity
Develop
ment
7 Asisten 88.2 11.8 10 1.8
Costum
er
Relatio
n
8 HSSE 83.1 16.9 8 8.9
Area
Manag
er
9 Assissta 88.2 11.8 10 1.8
nt Fire
10 Assissta 90.2 9.8 10 - 0.2
nt
Industri
al
Hygiene
11 Assissta 89.7 10.3 10 0.3
nt
Environ
mental
.
Hasil pengukuran beban kerja dengan metode Subjective Workload Assessment
Technique (SWAT) menunjukkan bahwa faktor Time Load (T) yang dominan mempengaruhi
beban kerja karyawan fungsi Legal, External Relation dan HSSE. Untuk Assisstant Manager
External Relation dan Assisstant Customer Relation faktor Phsycological Stress (S) lebih
berpengaruh dalam pekerjaannya. Sedangkan untuk Assisstant Industrial Hygiene faktor
Mental Effort (E) yang berpengaruh dalam melakukan pekerjaannya. Sedangkan dari hasil
tahap penilaian menunjukkan beban kerja karyawan fungsi Legal, External Relation dan HSSE
berada pada kategori tinggi dan sedang. Berdasarkan pada skala kategori beban kerja dapat
diketahui bahwa prototype Time (T) yang paling berpengaruh terhadap beban kerja mental
karyawan. Hal ini dapat dilihat pada pengumpulan data angket beban kerja, jika karyawan
memilih kategori Tinggi (bernilai 3) pada prototype Time, maka dapat disimpulkan bahwa
beban kerja karyawan tersebut pada kategori Tinggi. Namun, jika karyawan memilih kategori
Sedang (bernilai 2) pada prototype Time, maka dapat disimpulkan bahwa beban kerja
karyawan tersebut pada kategori Sedang pula.
METODE MCH

Pengukuran Beban Kerja dengan Menggunakan Metode Modified Cooper Harper


(Studi Kasus Stasiun Kerja Finishing Home Industry Erlangga Steel)

Wierelli dan Cassali (1983) dalam Gawron (2000) menyatakan bahwa


Cooper Harper Scale adalah pendekatan yang memperhitungkan kombinasi skala
antara beban kerja fisik dan mental, khususnya dalam penanganan pesawat terbang.
Skala penilaian ini berbentuk pohon keputusan. Wierwille dan Casali (1986) dalam
Gawron (2000) juga menyebutkan bahwa pendekatan ini sangat mudah, efisien dan
cocok digunakan pada berbagai variasi bidang pekerjaan terutama pada sistem
manusia-mesin yang membutuhkan persepsi, monitoring, evaluasi, komunikasi dan
pengambilan keputusan dari manusia. Beberapa peneliti yang menggunakannya
sebagai basis penelitiannya adalah Cummings, Myers dan Stacey (2006) dan Donmez
dkk (2008). Keduanya meneliti interaksi antara pilot dengan monitor yang ada dalam
pesawat terbang. Paradigma dalam metode Modified Cooper Harper Scale terbagi
dalam 4 faktor yaitu pernyataan kecukupan untuk pemilihan pekerjaan atau operator
yang dibutuhkan, karakteristik pekerjaan, pemenuhan kebutuhan terhadap operator
dalam pemilihan pekerjaan yang diperlukan, dan penilaian kategori beban kerja
operator. Secara garis besar paradigma dalam metode Modified Cooper Harper Scale
dapat dilihat pada Gambar berikut.

Wierwille dan Casali (1983) dalam Gawron (2000) mendefinisikan usaha mental
minimal memiliki skor 1, sementara usaha mental yang tidak termasuk kategori
minimal tetapi masih dapat diterima termasuk skor sampai 3. Selanjutnya, usaha yang
mulai tidak dapat diterima berada pada skor 3 keatas dan skor maksimal dari metode
Modified Cooper Harper Scale yaitu 10. Bagan dari metode Modified Cooper Harper
Scale dapat dilihat pada Gambar berikut.
Tahapan pada pengukuran beban kerja mental menggunakan metode Modified
Cooper Harper adalah :

1. Pernyataan kecukupan dalam pemilihan pekerjaan atau operasi yang


dibutuhkan.
2. Selanjutnya penentuan karakterisitk pekerjaan tersebut.Penentuan
karakteristik pekerjaan merupakan atribut suatu pekerjaan
berdasarkan kategori beban kerja yang sangat berat, berat, sedang, dan ringan.
3. Pemenuhan kebutuhan operator dalam pemilihan pekerjaan atau operasiyang
diperlukan merupakan tindakan operator yang sesuai dengan karakteristik
pekerjaan.
4. Penentuan rating operator terhadap karakteristik pekerjaan diberikan nilai
dengan skala 1 sampai 10 dimana pembagiannya disesuaikan dengan kategori
karakteristik pekerjaan dari operator tersebut.
5. Penentuan pembobotan beban kerja terhadap operator terhadap pekerjaan
yang dilakukannya dengan ketentuan yang telah ditetapkan.

Pengukuran beban kerja mental menggunakan metode Modified Cooper Harper yaitu
dengan mengidentifikasi beban yang diterima pada setiap aktivitas. Adapun aktivitas
yang dilakukan pada bagian finishing dapat dilihat pada Tabel 1. Penyebaran
kuesioner Modified Cooper Harper dilakukan kepada satu (1) orang operator pada
bagian finishing.

Aktivitas Kerja
1. Pemeriksaan Seluruh Komponen
2. Perakitan komponen
3. Proses Packing

IDENTIFIKASI BEBAN KERJA DENGAN METODE MCH

Data rekapitulasi hasil penentuan skala ditunjukkan pada gambar tabel di atas. Hasil
penentuan skala Modified Cooper Harper didapat bahwa terdapat dua aktivitas kerja
yang termasuk skala berat dan satu aktivitas kerja yang termasuk skala ringan.
Aktivitas pemeriksaan seluruh komponen operator menyatakan bahwa pekerjaan
pemeriksaan berat dengan skala 8 dikarenakan seluruh komponen yang disimpan di
sisi kanan menyebabkan gerakan operator tidak sesuai ekonomi gerakan sehingga
operator sering istirahat sejenak karena cepat lelah. Aktivitas perakitan komponen
operator menyatakan pekerjaan perakitan berat dengan skala 7 dikarenakan layout
yang tidak nyaman membuat operator cepat lelah dan banyak istirahat sehingga
penyelesaian tidak memenuhi target. Sedangkan untuk proses packing termasuk
ringan dengan skala 3 dikarenakan pekerjaan yang dilakukan tidak terlalu berat hanya
saja layout yang tidak tertata dengan baik dapat sedikit mengganggu proses pekerjaan
namun dapat diselesaikan. Penyebab keterlambatan proses produksi dikarenakan
terjadi penumpukan komponen di bagian finishing yang disebabkan oleh aktivitas
pemeriksaan dan perakitan terlalu berat untuk operator.

Dari 3 Metode sebelumnya terdapat 3 jenis metode pengukuran yang dapat dilakukan yang berkaitan
dengan Ergonomi. Dari ketiga metode di atas dapatkita lihat ketiganya berbeda dan digunakan sesuai
dengan keburuhan.

3 Metode di atas merupakan contoh dari jurnal yang sebelumnya telah melakukan pengujian pada
perusahaan dengan metode NASA TLX. SWAT, dan MCH. Bagian jurnal yang terlampir di atas hanya
menunjukkan bagian metode tidak secara keseluruhan. Karena tugas kali ini yaitu mencari 3 metode
tersebut kita dapat mengerti tentang cara dan fungsi dari metode tersbeut beserta hasil atau output
dari metode.

Adrian hernanto, E. A. (2018). Pengukuran Beban Kerja dengan Menggunakan Metode


Modified. Prosiding Teknik Industri Universita Islam Bandung.

Ainul Sabrini Jabbar Lambe, D. w. (2013). PENGUKURAN BEBAN KERJA KARYAWAN


DENGAN MENGGUNAKAN METODE SWAT (SUBJECTIVE WORKLOAD
ASSESSMENT TECHNIQUE) DAN WORK SAMPLING DI PT. XYZ. Teknik Industri.
Universitas Diponegoro
Muhammad Arsyandi, A. B. (n.d.). ANALISA BEBAN KERJA MENTAL DENGAN METODE
NASA TLX PADA OPERATOR KARGO DI PT. DHARMA BANDAR MANDALA (PT.
DBM). Teknik Industri Universitas Sumatera Utara.

Anda mungkin juga menyukai