Anda di halaman 1dari 16

Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika dan Obat - obat Terlarang...

( Wenda Hartanto )

PENEGAKAN HUKUM TERHADAP KEJAHATAN NARKOTIKA DAN OBAT-OBAT


TERLARANG DALAM ERA PERDAGANGAN BEBAS INTERNASIONAL YANG
BERDAMPAK PADA KEAMANAN DAN KEDAULATAN NEGARA
(THE LAW ENFORCEMENT AGAINST NARCOTIC AND DRUG CRIMES IMPACTING
ON SECURITY AND STATE SOVEREIGNTY IN THE ERA
OF INTERNATIONAL FREE TRADE)

Wenda Hartanto
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Riau
Jl. Jenderal Sudirman Nomor 233, Pekanbaru, Indonesia
E-mail: wendahartanto@yahoo.com
(Naskah diterima 18/10/2016, direvisi 20/03/2017, disetujui 27/03/2017)

Abstrak
Kejahatan narkotika saat ini dalam level berbahaya, karena selain merusak fisik dan mental juga dapat
mempengaruhi kehidupan sosial dalam masyarakat, berpotensi menjadi penghambat pembangunan nasional yang
dapat mengancam keamanan dan kedaulatan Negara. Permasalahan yang dihadapi yaitu Bagaimana Penegakan
Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika Di Indonesia Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika, Bagaimana Perlindungan terhadap Anak Penyalahgunaan Narkoba Ditinjau dari Aspek Viktimologi
dan Bagaimana Peredaran Sindikat Narkotika di Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas Internasional ditinjau
dari Aspek Hukum Internasional. Penulisan ini mengkaji atau menganalisis data sekunder yang berupa bahan-
bahan hukum sekunder dengan memahami hukum sebagai perangkat peraturan atau norma-norma positif di
dalam sistem perundang-undangan yang mengatur mengenai kehidupan manusia (library research). Berdasarkan
hasil penelitian tersebut diketahui bahwa penegakan hukum terhadap kejahatan Narkotika menurut Undang-
Undang Narkotika dikenakan sanksi pidana penjara, pidana denda, pidana seumur hidup dan sanksi lainnya,
Perlindungan bagi anak penyalahgunaan Narkotika ditinjau dari Aspek Viktimologi yaitu direhabilitasi karena
anak tersebut disatu sisi menjadi pelaku dan sisi lainnya menjadi korban, Peredaran Narkotika ditinjau dari
hukum internasional yaitu kebijakan penanggulangan kejahatan narkotika pada awalnya dituangkan dalam The
United Nation's Single Convention on Narcotic Drugs 1961.

Kata Kunci: Kejahatan Narkotika, Era Perdagangan Bebas Internasional, Keamanan dan Kedaulatan Negara

Abstract
Narcotic is currently in a dangerous level, because in addition to the physical and mental damage can also affect
social life in the community, has the potential to become an obstacle to national development that can threaten
the security and sovereignty of the country. The curent problems are How the Law Enforcement Against Narcotic
Crimes in Indonesia According to Law Number 35 of 2009 on Narcotics, How the Protection of Children Drug Abuse
from Victimology Aspects and How the Circulation of Narcotic Syndicate in Indonesia in the Era of International
Free Trade from International Law Aspects, The research uses a normative juridical method namely by reviewing or
analyzing secondary data in the form of secondary legal materials to understand the law as a set of rules or norms
of positivity within the regulatory system governing the human life. This study is understood as a library research
(library research), such as a study on secondary data. In conclusion, the law enforcement against Narcotic Crimes
according to Law on Narcotics shall give sanction of imprisonment, criminal fines, life imprisonment and other
sanctions. The protection of child abuse of narcotics from victimology aspects is rehabilitated due to the child as a
perpetrator and victim. The International Law on drug trafficking is the policy on preventing narcotic crimes originally
provided in the United Nation's Single Convention on narcotic drugs in 1961.
Keywords: Narcotic Crimes, the Era of International Free Trade, Security and State Sovereignty.

A. Pendahuluan
Narkoba dan obat-obat terlarang merupakan kehidupan keluarga, lingkungan masyarakat,
kejahatan luar biasa yang dapat merusak tatanan dan lingkungan sekolah, bahkan langsung

1
Vol. 14 N0. 01 - Maret 2017 : 1 - 16

atau tidak langsung merupakan ancaman bagi Malaysia, Philippines, Singapura, dan Thailand,
kelangsungan pembangunan serta masa depan dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam
bangsa dan negara. Dalam beberapa tahun pada tahun 2015.
terakhir, Indonesia telah menjadi salah satu Dalam perdagangan bebas, Indonesia telah
negara yang dijadikan pasar utama dari jaringan menetapkan aturan-aturan hukum yang
sindikat peredaran narkotika yang berdimensi mengatur tentang hukum perdagangan bebas.
internasional untuk tujuan komersial. Untuk Hukum perdagangan bebas adalah suatu
jaringan peredaran narkotika di negara-negara aturan hukum, kaedah hukum, serta prinsip
Asia, Indonesia diperhitungkan sebagai pasar hukum yang berkaitan dengan bidang ekonomi,
(market-state) yang paling prospektif secara khususnya untuk perdagangan yang dilakukan
komersial bagi sindikat internasional yang oleh negara dalam memenuhi kebutuhan
beroperasi di negara-negara sedang berkembang. ekonomi global yang bersifat bebas sesuai dengan
Masalah penyalahgunaan narkotika ini bukan aturan hukum internasional yang berlaku2 .
saja merupakan masalah yang perlu mendapat Di Indonesia, Narkotika sudah pada level
perhatian bagi negara Indonesia, melainkan juga yang mengkhawatirkan dan dapat mengancam
bagi dunia internasional1 . keamanan dan kedaulatan negara. Banyak
Indonesia merupakan negara yang tergabung kasus yang disebabkan oleh kasus narkotika.
dalam ASEAN, akan memasuki era baru Daerah yang sebelumnya tidak pernah tersentuh
penerapan perdagangan bebas kawasan Asia oleh peredaran narkotika lambat laun berubah
Tenggara yang telah dimulai sejak Desember menjadi sentra peredaran narkotika. Begitu pula
2015, yaitu ASEAN Free Trade Area (AFTA), anak-anak yang berumur dibawah 21 tahun
yang merupakan wujud dari kesepakatan dari yang seharusnya masih tabu mengenai barang
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu haram ini, belakangan ini telah berubah menjadi
kawasan bebas perdagangan dalam rangka sosok pecandu yang sukar untuk dilepaskan
meningkatkan daya saing ekonomi kawasan ketergantungannya3 . Narkotika menurut Pasal 1
regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
sebagai basis produksi dunia serta menciptakan tentang Narkotika (UU Narkotika), adalah zat
pasar regional bagi 500 juta penduduknya. atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan
AFTA dibentuk pada Konferensi Tingkat Tinggi tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang
(KTT) ASEAN IV di Singapura 1992. Awalnya dapat menyebabkan penurunan atau perubahan
AFTA merupakan wujud dari kesepakatan dari kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi
negara-negara ASEAN untuk membentuk suatu sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
kawasan bebas perdagangan dalam rangka menimbulkan ketergantungan. Saat ini narkotika
meningkatkan daya saing ekonomi kawasan dapat dengan mudahnya diracik sendiri sehingga
regional ASEAN, dengan menjadikan ASEAN sulit untuk mendeteksi penggunanya. Pabrik
sebagai basis produksi dunia, yang ditargetkan narkoba secara illegal pun banyak didapati di
untuk dicapai dalam kurun waktu 15 (lima Indonesia. Peredaran narkotika di Indonesia
belas) tahun (sejak tahun 1993 sampai dengan sebagian besar dilakukan oleh Warga Negara
tahun 2008), yang kemudian dipercepat menjadi Asing seperti kasus Tee Kok King alias Ayung
tahun 2003, dan terakhir kembali dipercepat alias Polo yang berkewarganegaraan Malaysia.
menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Polo diringkus Polda Bali saat membawa sabu
Preferential Tariffs For ASEAN Free Trade Area seberat 4,64 gram netto, yang rencananya akan
(CEPT- AFTA) merupakan suatu skema untuk diperdagangkan oleh pelaku4 .
mewujudkan AFTA melalui: penurunan tarif Pecandu narkotika wajib direhabilitasi.
hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan Dalam hal ini yang dimaksud dengan pecandu
kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung
lainnya. Perkembangan terakhir terkait AFTA (SEMA) Nomor 4 Tahun 2010 tentang Penempatan
yaitu adanya kesepakatan untuk menghapuskan Penyalahgunaan, Korban Penyalahgunaan
semua bea masuk impor barang bagi Brunei dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga
Darussalam pada tahun 2010, Indonesia, Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial adalah
1 Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Oleh Anak (Malang: UMM Press, 2014), hlm. 30.
2 Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2015), hlm. 5.
3 Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom, Urgensi Perlindungan Korban Kejahatan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm. 101.
4 http://daerah.sindonews.com/read/1080045/174/bandar-sabu-malaysia-simpan-narkoba-dalam-saset kopi-herbal-1453717157
(diakses 28 Januari 2016)

2
Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika dan Obat - obat Terlarang...( Wenda Hartanto )

orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika, diatur mengenai penguatan


narkotika dalam keadaan ketergantungan baik kelembagaan yang sudah ada yaitu Badan
secara fisik maupun psikis, tentang penempatan Narkotika Nasional. Dasar hukum pembentukan
penyalah guna, korban penyalahguna dan Badan Narkotika Nasional adalah Peraturan
pecandu narkotika ditempatkan ke dalam Presiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang
lembaga rehabilitasi medis dan sosial. Ini berarti Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika
menempatkan penyalah guna narkotika sebagai Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/
korban kejahatan narkotika. Kota. Badan Narkotika Nasional merupakan
Menurut Saparinah Sadli seperti yang dikutip lembaga non struktural yang berkedudukan
oleh Barda Nawawi Arief; kejahatan atau tindak di bawah dan bertanggung jawab langsung
kriminal merupakan salah satu bentuk dari kepada Presiden, yang hanya mempunyai tugas
perilaku yang menyimpang yang selalu ada dan dan fungsi melakukan koordinasi. Dalam UU
melekat pada tiap bentuk masyarakat, tidak ada Narkotika, peran Badan Narkotika Nasional
masyarakat yang sepi dari kejahatan. Menurut (BNN) ditingkatkan menjadi lembaga pemerintah
beliau perilaku menyimpang itu merupakan nonkementerian dan diperkuat kewenangannya
suatu ancaman yang nyata atau ancaman untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan.
terhadap norma-norma sosial yang mendasari BNN berkedudukan di bawah Presiden dan
kehidupan atau keteraturan sosial, dapat bertanggung jawab kepada Presiden dan
menimbulkan ketegangan individual maupun mempunyai perwakilan di daerah provinsi dan
ketegangan-ketegangan sosial, dan merupakan kabupaten/kota sebagai instansi vertikal, yaitu
ancaman riil atau potensial bagi berlangsungnya BNN Provinsi dan BNN Kabupaten/Kota.
ketertiban sosial5. Dapat dikatakan bahwa Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka
keistimewaan yang diberikan kepada pecandu/ timbul pertanyaan:
pemakai yang telah candu dengan narkotika di 1. bagaimana penegakan hukum terhadap
Indonesia mendapat hak untuk direhabilitasi kejahatan narkotika di Indonesia menurut
sehingga banyak generasi muda memakai Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
narkotika untuk dirinya sendiri dikarenakan tentang Narkotika;
penegakan hukum di Indonesia tidak tegas dan 2. bagaimana perlindungan terhadap anak
tidak memberikan efek jera. penyalahgunaan narkoba ditinjau dari aspek
Penegakan hukum mempunyai sasaran agar viktimologi; dan
orang taat kepada hukum. Ketaatan masyarakat 3. bagaimana peredaran sindikat narkotika
terhadap hukum disebabkan tiga hal, yakni: (1) di Indonesia dalam era perdagangan bebas
takut berbuat dosa; (2) takut karena kekuasaan internasional ditinjau dari aspek hukum
dari pihak penguasa berkaitan dengan sifat Internasional?
hukum yang bersifat imperatif; (3) takut karena
malu berbuat jahat. Penegakan hukum dengan B. Pembahasan
sarana non penal mempunyai sasaran dan tujuan
untuk kepentingan internalisasi6. Ketentuan B.1. Penegakan Hukum terhadap Kejahatan
perundang-undangan yang mengatur masalah Narkotika di Indonesia menurut Undang-
narkotika telah disusun dan diberlakukan Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
melalui UU Narkotika. Namun demikian Narkotika
kejahatan yang menyangkut tentang narkotika Dampak dari penyalahgunaan Narkotika
belum dapat diredakan. Dalam banyak kasus tidak dapat dianggap sepele, karena sama halnya
terakhir, banyak bandar dan pengedar narkotika dengan Korupsi dimana keduanya sama-sama
yang tertangkap dan mendapat sanksi berat, mengancam kemajuan bangsa dan keamanan
tetapi hal ini sepertinya tidak menimbulkan efek negara. Kasus Narkotika masih menjadi tren
jera bagi pelaku lain, bahkan ada kecenderungan atau masih dominan diantara beberapa kasus
untuk memperluas daerah operasinya7. kejahatan ataupun pelanggaran lainnya dan
Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan itupun hanya sebatas kasus yang terungkap
pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran atau terdata. Sudah bukan rahasia lagi bahwa

5 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana (Bandung: Alumni,2013), hlm. 42.
6 Siswantoro Sonarso, Penegakan Hukum Dalam Kajian Sosiologis (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2014), hlm. 142.
7 O.C. Kaligis & Associates, Narkoba dan Peradilannya di Indonesia, Reformasi Hukum Pidana Melalui Perundangan dan Peradilan
(Bandung: Alumni, 2012), hlm. 260.

3
Vol. 14 N0. 01 - Maret 2017 : 1 - 16

banyak kasus Narkotika yang diselesaikan e. untuk berusaha agar dapat menemukan
secara “damai” sehingga kasus tersebut tidak arti hidup;
terdata (dark number). f. untuk mengisi kekosongan dan mengisi
Narkotika adalah zat atau obat yang berasal perasaan bosan, karena kurang
dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis kesibukan;
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan g. untuk menghilangkan rasa frustasi
penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya dan kegelisahan yang disebabkan oleh
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa problema yang tidak bisa diatasi dan
nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. jalan pikiran yang buntu, terutama bagi
Dapat dikatakan bahwa, di satu sisi narkotika mereka yang mempunyai kepribadian
merupakan obat atau bahan yang bermanfaat yang tidak harmonis;
di bidang pengobatan, pelayanan kesehatan, h. untuk mengikuti kemauan kawan dan
dan pengembangan ilmu pengetahuan, namun untuk memupuk solidaritas dengan
di sisi lain dapat menimbulkan ketergantungan kawan-kawan; dan
yang sangat merugikan apabila dipergunakan
i. karena didorong rasa ingin tahu (curiosity)
tanpa adanya pengendalian serta pengawasan
dan karena iseng (just for kicks)
yang ketat dan seksama. Dalam hal ini, apabila
Penyebab penggunaan narkotika secara tidak
ditinjau dari aspek yuridis maka keberadaan
legal yang dilakukan oleh para remaja dapatlah
narkotika adalah sah. UU Narkotika hanya
dikelompokkan tiga keinginan yaitu10:
melarang penggunaan narkotika tidak sesuai
dengan ketentuan undang-undang. Keadaan a. mereka yang ingin mengalami (the
yang demikian ini dalam tataran empirisnya experience seekers) yaitu ingin
mengakibatkan narkotika sering disalahgunakan memperoleh pengalaman baru dan
bukan untuk kepentingan pengobatan dan ilmu sensasi dari akibat pemakaian narkotika;
pengetahuan, melainkan dijadikan ajang bisnis b. mereka yang bermaksud menjauhi atau
yang menjanjikan dan berkembang pesat, yang mengelakkan realita hidup (the oblivion
mana kegiatan ini berimbas pada rusaknya seekers) yaitu mereka yang menganggap
fisik maupun psikis mental semua lapisan keadaan terbius sebagai tempat pelarian
masyarakat. Dari segi usia, narkotika tidak terindah dan ternyaman; dan
hanya dinikmati golongan remaja saja, tetapi c. mereka yang ingin merubah
juga golongan setengah baya maupun golongan kepribadiannya (personality change) yaitu
usia tua. Penyebaran narkotika tidak lagi mereka yang beranggapan menggunakan
terbatas di kota besar, tetapi sudah masuk kota- narkotika dapat merubah kepribadian,
kota kecil dan merambah ke kecamatan bahkan seperti menjadi tidak kaku dalam
desa-desa8 . pergaulan. Sedangkan untuk orang-orang
Menurut psikiater Graham Blaine, sebab- dewasa dan yang telah lanjut usia, alasan
sebab penyalahgunaan narkotika adalah sebagai menggunakan narkotika yaitu sebagai
berikut9 : berikut11:
a. untuk membuktikan keberanian dalam a. menghilangkan rasa sakit dari
melakukan tindakan-tindakan yang penyakit kronis;
berbahaya dan mempunyai resiko; b.
menjadi kebiasaan (akibat
b. untuk menantang suatu otoritas terhadap penyembuhan dan menghilangkan
orangtua, guru, hukum atau instansi rasa sakit);
berwenang; c. pelarian dari frustasi; atau
c. untuk mempermudah penyaluran dan d. meningkatkan kesanggupan untuk
perbuatan seksual; berprestasi (biasanya sebagai zat
d. untuk melepaskan diri dari rasa kesepian perangsang).
dan ingin memperoleh pengalaman- Pemberantasan narkotika tentunya tidak
pengalaman emosional; dapat ditekan jika aparat penegak hukum hanya

8 Hari Sasangka,Narkotika dan Psikotropika Dalam Hukum Pidana (Bandung: Mandar Maju, 2011),
9 Ibid.,
10 Soedjono Dirdjosisworo, Pathologi Sosial (Bandung: Alumni, 2013), hlm. 70-71.
11 Hari Sasangka, Op.cit.,

4
Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika dan Obat - obat Terlarang...( Wenda Hartanto )

fokus pada level para pengguna. Seharusnya Pasal Pidana penjara (1) Pidana penjara paling sing-
penguna maupun pecandu ditempatkan 113 dan kat 5 (lima) tahun dan paling
116 pidana denda lama 15 (lima belas) tahun
sebagai korban ataupun pasien yang harus dan pidana denda paling
sedikit Rp.1.000.000.000,00
direhabilitasi, dan yang menjadi target operasi (satu miliar rupiah)
kepolisian adalah para pengedar/bandar. dan paling banyak
Rp.10.000.000.000.000,00
Logikanya, dengan menangkap pengguna maka (sepuluh miliar rupiah).
tentunya dapat membantu untuk menangkap (2) Pidana mati, atau pidana
penjara seumur hidup atau
pengedarnya yang kemudian pengguna dengan pidana penjara paling singkat
paling singkat 5 (lima) tahun
kategori tertentu dapat dijatuhi vonis rehabilitasi dan paling lama 20 (dua pu-
seperti yang diamanahkan dalam Surat Edaran luh) tahun dan pidana denda
maksimum sebagaimana di-
Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 7 Tahun 2009 maksud pada ayat (1) ditam-
bah 1/3 (sepertiga).
tentang Menempatkan Pemakai Narkoba ke
dalam Panti Terapi dan Rehabilitasi. Sedangkan Pasal Pidana seumur (1) Pidana penjara paling sing-
115 hidup kat 4 (empat) tahun dan pal-
untuk pengedarnya diberikan sanksi pidana atau pidana ing lama 12 (dua belas) ta-
secara tegas bahkan jika mencukupi syarat penjara dan hun dan pidana denda paling
pidana denda sedikit Rp. 800.000.000,00
dapat langsung divonis hukuman mati. Dapat (delapan ratus juta ru-
piah) dan paling banyak
dikatakan bahwa disatu sisi ada semangat yang Rp.8.000.000.000.000,00
luar biasa dalam pemberantasan narkotika dan (delapan miliar rupiah).
(2) Pidana penjara seumur
precursor narkotika dalam UU Narkotika, namun hidup atau pidana penjara
di sisi lain juga tercermin semangat melindungi paling singkat paling singkat
5 (lima) tahun dan paling
penyalahgunaan narkotika baik sebagai pecandu lama 20 (dua puluh) tahun
dan pidana denda maksi-
maupun sebagai korban penyalahgunaan mum sebagaimana dimak-
narkotika. sud pada ayat (1) ditambah
1/3 (sepertiga)
Bentuk rumusan sanksi pidana dalam UU
Narkotika dapat dikelompokkan sebagai berikut: Pasal Pidana penjara (1) Pidana penjara paling singkat
117 dan 3 (tiga) tahun dan paling
a. dalam bentuk tunggal (penjara atau pidana denda lama 10 (sepuluh) tahun
pemerintahan dan pidana denda paling
denda saja) (pemetaan sedikit Rp. 600.000.000,00
urusan) (enam ratus juta rupiah)
b. dalam bentuk alternatif (pilihan antara dan paling banyak Rp.
6.000.000.000.000,00 (enam
denda atau penjara) miliar rupiah).
c. dalam bentuk komulatif (penjara dan (2) Pidana penjara paling singkat
5 (lima) tahun dan paling
denda) lama 15 (lima belas) tahun
dan pidana denda maksi-
d. dalam bentuk kombinasi/campuran mum sebagaimana dimaksud
(penjara dan/atau denda). pada ayat (1) ditambah 1/3
(sepertiga)

Tabel 1 Pasal Pidana mati, (1) Pidana penjara paling singkat


118 pidana 3 (tiga) tahun dan paling
Jenis Sanksi dan Bentuk Saksi Pengedar Narkotika 119 penjara seu- lama 10 (sepuluh) tahun
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 121 mur hidup dan pidana denda paling
atau pidana sedikit Rp. 600.000.000,00
penjara dan (enam ratus juta rupiah)
Pasal Jenis Sanksi Bentuk Sanksi pidana denda dan paling banyak Rp.
6.000.000.000.000,00 (enam
Pasal Pidana penjara (1) Pidana penjara paling sing- miliar rupiah).
111 dan kat 4 (empat) tahun dan pal- (2) Pidana penjara paling singkat
112 pidana denda ing lama 12 (dua belas) ta- 5 (lima) tahun dan paling
hun dan pidana denda paling lama 15 (lima belas) tahun
sedikit Rp. 800.000.000,00 dan pidana denda maksi-
(delapan ratus juta ru- mum sebagaimana dimaksud
piah) dan paling banyak pada ayat (1) ditambah 1/3
Rp.8.000.000.000.000,00 (sepertiga)
(delapan miliar rupiah).
(2) Pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara
paling singkat 5 (lima) ta-
hun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit
Rp.800.000.000,00 (delapan
ratus juta rupiah) dan
pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah 1/3 (seper-
tiga)

5
Vol. 14 N0. 01 - Maret 2017 : 1 - 16

Pasal Pidana penjara (1) Pidana penjara paling singkat Pasal Pidana pen- (1) Pidana penjara paling sing-
120 dan 3 (tiga) tahun dan paling 126 jara dan kat 3 (tiga) tahun dan paling
123 pidana denda lama 10 (sepuluh) tahun pidana denda lama 10 (sepuluh belas) ta-
124 dan pidana denda paling hun dan pidana denda paling
sedikit Rp. 600.000.000,00 sedikit Rp.600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah) (enam ratus juta rupiah)
dan paling banyak Rp. (2) Pidana penjara paling sing-
5.000.000.000.000,00 (lima kat 5 (lima) tahun dan paling
miliar rupiah). lama 15 (lima belas) tahun
(2) Pidana penjara paling singkat dan pidana denda paling
5 (lima) tahun dan paling sedikit Rp.1.000.000.000,00
lama 15 (lima) tahun dan (satu miliar rupiah) dan
pidana denda maksimum pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah 1/3 (seper- ayat (1) ditambah 1/3 (seper-
tiga) tiga)

Pasal Pidana penjara (1) Pidana penjara paling


Pasal Pidana pen- (1) Pidana kurungan paling
122 dan singkat 2 (dua) tahun dan
134 jara dan lama 6 (enam) bulan atau
125 pidana denda paling lama 7 (tujuh) tahun
pidana denda pidana denda paling banyak
dan pidana denda paling
Rp. 2.000.000,00 (dua juta
sedikit Rp.400.000.000,00
rupiah).
(empat ratus juta ru-
piah) dan paling banyak (2) Pidana kurungan paling
Rp.3.000.000.000.000,00 lama 3 (tiga) bulan atau
(tiga miliar rupiah). pidana denda paling banyak
Rp. 1.000.000,00 (satu juta
(2) Pidana penjara paling singkat
rupiah)
3 (tiga) tahun dan paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda maksimum Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditambah 1/3 (seper- Pidana (KUHP) menentukan jenis-jenis pidana
tiga).
yaitu;
1) pidana pokok yang terdiri dari pidana mati,
Tabel 2 pidana penjara, kurungan, dan denda; serta
Jenis Sanksi dan Bentuk Saksi Pengguna Narkotika 2) pidana tambahan yang terdiri dari
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 pencabutan hak-hak tertentu, perampasan
Pasal Jenis Sanksi Bentuk Sanksi barang-barang tertentu, dan pengumuman
putusan hakim.
Pasal Pidana mati, (1) Pidana penjara paling sing-
116 pidana kat 5 (lima) tahun dan paling Sejalan dengan ketentuan Pasal 10 KUHP,
penjara seu- lama 15 (lima belas) tahun
mur hidup, dan pidana denda paling terdapat 4 (empat) jenis pidana dalam UU
atau pidana sedikit Rp.1.000.000.000,00
penjara dan (satu miliar rupiah)
Narkotika, yaitu pidana mati, pidana penjara,
pidana denda dan paling banyak denda, serta kurungan. Untuk itu, sepanjang
Rp.10.000.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah). tidak ditentukan lain dalam UU Narkotika
(2) Pidana mati, atau pidana maka aturan pemidanaan mengikuti ketentuan
penjara seumur hidup
atau pidana penjara paling pemidanaan sesuai dengan KUHP. Sebaliknya
singkat paling singkat 5
(lima) tahun dan paling lama apabila ditentukan tersendiri dalam UU Narkotika,
20 (dua puluh) tahun dan maka diberlakukan aturan pemidanaan sesuai
pidana denda maksimum
sebagaimana dimaksud pada UU Narkotika. Sebagai contoh yaitu ketentuan
ayat (1) ditambah 1/3 (seper-
tiga) Pasal 148 yang berbunyi12:

Pasal Pidana mati, (1) Pidana penjara paling sing- “apabila putusan pidana denda
121 pidana kat 4 (empat) tahun dan pal-
penjara seu- ing lama 12 (dua belas) ta-
sebagaimana diatur dalam undang-
mur hidup, hun dan pidana denda paling undang ini tidak dapat dibayar dan
atau pidana sedikit Rp.800.000.000,00
penjara dan (delapan ratus juta ru- pelaku tindak pidana narkotika dan
pidana denda piah) dan paling banyak
Rp.8.000.000.000.000,00
tindak pidana precursor narkotika,
(delapan miliar rupiah). pelaku dijatuhi pidana penjara paling
(2) Pidana mati, pidana penjara
seumur hidup, atau pidana
lama 2 (dua) tahun sebagai pengganti
penjara paling singkat 5 pidana denda yang tidak dapat dibayar”
(lima) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan
pidana denda maksimum Aturan pemidanaan dalam Pasal 148 ini
sebagaimana dimaksud pada berbeda dengan KUHP, dimana pidana pengganti
ayat (1) ditambah 1/3 (seper-
tiga) atas denda yang tidak dibayar dalam KUHP adalah
kurungan dan bukan penjara. Dalam hemat saya,

12 A.R. Sujono dan Bony Daniel, “Komentar dan pembahasan Undang-Undang No. 35 Tahun 2009” (Bandung: Alumni, 2012), hlm. 214.

6
Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika dan Obat - obat Terlarang...( Wenda Hartanto )

sepanjang diatur tersendiri oleh UU Narkotika menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi
tentulah berlaku ketentuan pemidanaan sosial.
misalnya perampasan barang-barang tertentu Barda Nawawi mengutarakan masih
(Pasal 101). Hal ini dikarenakan ketentuan pentingnya menggunakan sarana penal dalam
mengenai pencabutan hak-hak tertentu atau rangka menanggulangi kejahatan yaitu14 :
pengumuman putusan hakim merupakan bagian a. Sanksi pidana sangatlah diperlukan, kita
dari aturan pemidanaan dalam UU Narkotika. tidak dapat hidup, sekarang maupun di
Bahkan dengan tidak adanya amar putusan masa yang akan datang tanpa pidana;
pidana tambahan khususnya pencabutan hak-
b. Sanksi pidana merupakan alat atau
hak tertentu terhadap pelaku tindak pidana
sarana terbaik yang tersedia, yang kita
narkotika dan precursor narkotika tertentu dapat
miliki untuk menghadapi kejahatan-
mengakibatkan putusan dibatalkan. Hal ini
kejahatan atau bahaya besar serta untuk
sejalan dengan Yurisprudensi Mahkamah Agung
menghadapi ancaman-ancaman dari
RI dalam Putusan Nomor Reg.15/mil/2000,
bahaya;
tertanggal 27 Januari 200113 :
c. Sanksi pidana suatu ketika merupakan
“Bahwa oleh karena tindak pidana yang penjamin yang utama/terbaik dan
dilakukan terdakwa adalah berupa suatu ketika merupakan pengancam
penyalahgunaan narkoba, yang oleh yang utama dari kebebasan manusia. Ia
masyarakat maupun pemerintah merupakan penjamin apabila digunakan
dianggap sebagai kejahatan berat yang secara hemat, cermat dan secara
dapat merusak keluarga, maupun manusiawi, ia merupakan pengancam
generasi muda dan Negara, maka pidana apabila digunakan secara sembarangan
yang dijatuhkan kepada terdakwa dan secara paksa.
tidak cukup dengan hukuman penjara Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan
dan denda, tetapi harus dijatuhi menggunakan sarana penal oleh beberapa pakar
hukuman tambahan, yaitu dipecat kriminologi disebut juga dengan cara represif.
dari anggota TNI Kopassus dan oleh Tindakan represif menitikberatkan pada upaya
karenanya putusan Mahkamah Militer pemberantasan/penindasan/penumpasan
Tinggi II Jakarta harus dibatalkan.” sesudah kejahatan terjadi yaitu dengan
Dalam Pasal 127 UU Narkotika yang dijatuhkannya sanksi pidana15.
menyatakan: Dapat disimpulkan dari uraian diatas bahwa
(1) Setiap Penyalah Guna: kedudukan pengguna narkotika sebagai pelaku
a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dan sebagai korban sangat sulit dibedakan.
dipidana dengan pidana penjara paling Akan tetapi hal tersebut tidak dapat disamakan
lama 15 (lima belas) tahun; dan upaya penanggulangannya juga harus
dibedakan. Pengguna narkotika yang awalnya
b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri
dijamin rehabilitasi, berdasarkan Pasal 127
dipidana dengan pidana penjara paling
tersebut diatas dapat diancam dengan hukuman
lama 12 (dua belas) tahun; dan
pidana. Di dalam hukum pidana dikenal “tidak
c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri
ada kejahatan tanpa korban”, sehingga dapat
dipidana dengan pidana penjara paling
dikatakan bahwa mereka menjadi korban karena
lama 10 (sepuluh) tahun.
kejahatan yang dilakukannya sendiri.
(2) Dalam memutus perkara sebagaimana
BNN, Kepolisian, Kejaksaan, Hakim dan
dimaksud pada ayat (1), hakim wajib
penegak hukum lainnya termasuk juga
memperhatikan ketentuan sebagaimana
komponen masyarakat mempunyai tanggung
dimaksud dalam Pasal 116 .
jawab untuk melakukan penanggulangan
(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dan pencegahan terhadap penyalahgunaan
dimaksud pada ayat (1) dapat dibuktikan atau narkotika. Hal tersebut merupakan amanat
terbukti sebagai korban penyalahgunaan dari peraturan perundang-undangan, termasuk
Narkotika, Penyalah Guna tersebut wajib dalam hal ini UU Narkotika. Pencegahan

13 Ibid.
14 Barda Nawawi Arief, Op.cit., hlm. 31.
15 Soedjono Dirdjosisworo, Ruang Lingkup Kriminologi (Bandung: Remaja Karya, 2013), hlm. 28.

7
Vol. 14 N0. 01 - Maret 2017 : 1 - 16

penyalahgunaan narkotika harus sesegera belum pernah kawin. Namun seiring dengan
mungkin dilakukan dengan tindakan yang perkembangan hukum di Indonesia, Mahkamah
bersifat antisipatif, meliputi pencegahan primer, Konstitusi (MK) melakukan Judicial Review
pencegahan skunder, dan pencegahan tersier, terhadap Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Sistem
seperti berikut ini16: Peradilan Pidana Anak dimana Mahkamah
1. Pencegahan Primer Konstitusi merubah bunyi Pasal tersebut
adalah pencegahan yang ditujukan kepada menjadi Anak adalah orang dalam perkara anak
individu, kelompok atau masyarakat luas nakal telah mencapai umur 12 (dua belas) tahun
yang belum terkena kasus penyalahgunaan tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas)
narkoba. Pencegahan diberikan dengan tahun dan belum pernah kawin. Anak sangat
memberikan informasi dan pendidikan perlu dilindungi dari berbagai bentuk kejahatan
meliputi kegiatan alternatif agar mereka yang dapat mempengaruhi perkembangan
terhindar dari penyalahgunaan narkoba fisik, mental, serta rohaninya. Oleh karena
serta memperkuat kemampuannya untuk itu, diperlukan adanya peraturan yang dapat
menolak. melindungi anak dari berbagai bentuk kejahatan.

2. Pencegahan Sekunder Hukum harus selalu ditegakkan guna mencapai


cita-cita dan tujuan Negara Indonesia yang telah
adalah pencegahan yang ditujukan kepada
dituangkan dalam pembukaan alinea keempat
individu, kelompok atau masyarakat
Undang-Undang Dasar Negara Republik
luas yang rentan terhadap atau lebih
Indonesia Tahun 1945 yaitu membentuk suatu
menunjukkan adanya kasus penyalahgunaan
pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi
narkoba. Pencegahan ini dilakukan melalui
segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
jalur pendidikan, konseling, dan pelatihan
darah Indonesia dan untuk memajukan
agar mereka berhenti, kemudian melakukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
kegiatan positif dan menjaga agar mereka
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
tetap lebih mengutamakan kesehatan.
yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian
3. Pencegahan Tersier
abadi dan keadilan sosial. Salah satu bidang
adalah pencegahan yang ditujukan kepada hukum yang harus di tegakkan adalah bidang
mereka yang sudah menjadi pengguna hukum pidana. Hal ini dikarenakan eksistensi
atau yang telah menderita ketergantungan. hukum pidana sampai saat ini masih diakui
Pencegahan dapat dilakukan melalui sebagai salah satu sarana untuk menanggulangi
pelayanan medis, rehabilitasi, dan menjaga atau mencegah terjadinya kejahatan khususnya
agar mereka tidak kambuh dan sakaw. kejahatan narkotika dan obat-obat terlarang
yang sebagian besar dilakukan oleh anak yang
B.2.
Perlindungan terhadap Anak
masih berusia dibawah usia 21 (dua puluh satu)
Penyalahgunaan Narkotika Ditinjau dari
tahun.
Aspek Viktimologi
Permasalahan yang timbul ketika
Pembatasan umur bagi anak yang melakukan
membicarakan hukum yaitu terjadinya
tindak pidana atau berhadapan dengan hukum
kejahatan dan pelanggaran tidak terlepas dari
didasarkan pada Undang-Undang Nomor 11
pelaku, perbuatan, punishment dan korban. Pada
tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
masalah pelaku, hukum pidana lebih cenderung
yaitu pada Pasal 1 angka 4 dimana disebutkan
membahas mengenai sifat bersalahnya pelaku
bahwa Anak yang menjadi korban tindak pidana
tindak pidana, apakah dia dapat dikenai
yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah
pertanggung jawaban pidana atau tidak, dan
anak yang belum berumur 18 (delapan belas)
mengenai ada tidaknya alasan pembenar
tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental,
maupun alasan pemaaf pada pelaku. Kemudian
dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan
pada masalah perbuatan, lebih menitik beratkan
oleh tindak pidana.
pada perbuatan tersebut melawan hukum
Anak adalah orang dalam perkara anak telah atau tidak (criminal act). Selanjutnya masalah
mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum punishment akan lebih menitikberatkan pada
mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan stelsel hukum pidana. Terakhir masalah korban,

16 Yusuf Apandi, Katakan Tidak Pada Narkoba (Bandung: Simbiosa Rekatama Mebia, 2012), hlm. 22.

8
Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika dan Obat - obat Terlarang...( Wenda Hartanto )

hal ini seringkali dilupakan dalam masalah a. tindakan kejahatan memang dikehendaki
pidana, padahal korban merupakan pihak yang oleh si korban untuk terjadi;
seharusnya diperhatikan. Pada saat berbicara b. kerugian akibat tindak kejahatan
tentang korban kejahatan, cara pandang kita mungkin dijadikan si korban untuk
tidak dilepaskan dari viktimologi. Melalui memperoleh keuntungan lebih besar;
viktimologi dapat diketahui berbagai aspek yang c. akibat yang merugikan si korban mungkin
berkaitan dengan korban, yaitu faktor penyebab merupakan kerja sama antara si pelaku
munculnya kejahatan, bagaimana seseorang dan si korban; dan
dapat menjadi korban, upaya mengurangi
d. kerugian akibat tindak kejahatan
terjadinya korban kejahatan, hak dan kewajiban
sebenarnya tidak terjadi bila tidak ada
korban kejahatan17.
provokasi si korban.
Kejahatan adalah suatu hasil interaksi karena
Lain halnya dengan pendapat JE. Sahetapy
adanya interelasi antara fenomena yang ada dan
yang melihat hubungan antara kejahatan
yang saling mempengaruhi. Pada umumnya
dengan korban secara berbeda. JE Sahetapy
hubungan korban dengan kejahatan adalah
menawarkan suatu istilah ”viktimitas” berasal
pihak yang menjadi korban sebagai akibat
dari kata ”victimity”, dimana dia menginginkan
kejahatan. Pihak tersebut menjadi korban karena
adanya pembatasan hubungan antara masalah
ada pihak lain yang melakukan kejahatan. Hal
korban dengan faktor kejahatan. ”Jadi kalau kita
terpenting yang disepakati dalam hubungan ini
beranjak dari pangkal tolak viktimitas, maka
yaitu bahwa pihak korban adalah pihak yang di dengan sendirinya masalah korban tidak perlu
rugikan dan pelaku adalah pihak yang mengambil selalu dihubungkan dengan faktor kejahatan”19.
untung atau merugikan korban. Apabila hendak
Sedangkan Arif Gosita mendefinisikan korban
menemukan upaya penanggulangan kejahatan
dalam berbagai dimensi antara lain:
yang tepat, maka cara pandang kita sebaiknya
a. korban akibat perbuatan manusia,
tidak hanya terfokus pada hal-hal yang berkaitan
korban akibat perbuatan manusia
dengan faktor penyebab timbulnya kejahatan
dapat menimbulkan perbuatan kriminal
atau metode apa yang paling tepat dipergunakan
misalnya: korban kejahatan Narkotika,
dalam penanggulangan kejahatan. Hal terpenting
korban kejahatan perkosaan, korban
yang tidak boleh luput untuk dipahami adalah
kejahatan politik, dan yang bukan bersifat
masalah korban kejahatan itu sendiri yang kriminal (perbuatan perdata) misalnya
dalam keadaan-keadaan tertentu dapat menjadi korban dalam bidang Administratif, dan
pemicu munculnya kejahatan atau juga bahkan lain sebagainya; dan
menjadi pelaku kejahatan itu sendiri. Di satu
b. korban di luar perbuatan manusia, korban
sisi, anak pengguna narkotika adalah pelaku
akibat di luar perbuatan manusia seperti
dari tindak pidana narkotika yang diatur dalam bencana alam dan lain sebagainya20.
UU Narkotika, namun di sisi lain ia juga adalah
Muladi memiliki pendapat lain mengenai
korban dari tindak pidana yang dilakukannya
pengertian ini. Menurut beliau korban adalah
sendiri. seseorang yang telah menderita kerugian
Kajian terhadap korban dipelajari dengan akibat suatu kejahatan atau rasa keadilannya
ilmu tersendiri yaitu Viktimologi dan di dalam secara langsung telah terganggu sebagai akibat
viktimologi tersebut terdapat berbagai kajian pengalamannya sebagai sasaran kejahatan21.
mengenai korban diantaranya adalah mengenai Dalam hal ini Muladi melihat terciptanya korban
peranan korban dalam suatu tindak pidana secara langsung dari suatu tindakan kejahatan.
khususnya Narkotika. Von Hentig, seperti yang Sementara Asep N Mulyana berpendapat bahwa
ada 2 (dua) kategori korban yaitu direct victim dan
dikutip Bambang Waluyo beranggapan bahwa
indirect victim. Muladi dalam tulisan lainnya juga
peranan korban dalam menimbulkan kejahatan
memaparkan dari segi pandang hukum pidana,
adalah18: kriminologis dan viktimologis, pendekatan yang

17 Dikdik M. Arief Mansur & Elisatri Gultom, Op.cit., hlm 33.


18 Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm 9.
19 Ibid, hlm. 8.
20 Ibid, hlm. 25.
21 Muladi, ”Perlindungan Korban Melalui Proses Pemidanaan” (makalah disampaikan pada Seminar Viktimologis di Universitas
Airlangga, Surabaya, 28-29 Oktober 2011)

9
Vol. 14 N0. 01 - Maret 2017 : 1 - 16

berorientasi pada hubungan pelaku dan korban adiktif lainnya;


(offender-victim-oriented) untuk dapat melakukan f. Anak yang menjadi korban pornografi;
identifikasi korban dalam beberapa kategori g. Anak dengan HIV/AIDS;
sebagai berikut:
h. Anak korban penculikan, penjualan, dan/
a. korban serta merta (unrelated victim), atau perdagangan;
karena nasib;
i. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau
b. korban yang turut memprovokatif psikis;
(provocated victim);
j. Anak korban kejahatan seksual;
c. korban yang turut mendorong, tanpa
k. Anak korban jaringan terorisme;
harus memprovokasi (precipative victim);
l. Anak Penyandang Disabilitas;
d. korban secara fisik lemah (biolocally week
victim), seperti anak, wanita,orang cacat; m. Anak korban perlakuan salah dan
penelantaran;
e. korban yang lemah secara sosial (socially
week victim), misalnya kelompok imigran, n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang;
minoritas; dan

f. korban politis (political victim); dan o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi
dari pelabelan terkait dengan kondisi
g. korban latent, yakni mereka yang
Orang Tuanya.
mempunyai karakter perilaku yang selalu
menjadi korban (victimo nato)22. Pasal 59A Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Frank R. Prassel menyatakan bahwa korban
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
merupakan sosok yang terlupakan dalam studi
Anak berbunyi :
kejahatan. Para korban kejahatan Narkotika,
korban kekerasan, perampokan, pencurian Perlindungan Khusus bagi Anak sebagaimana
dan tindakan lainnya telah diabaikan oleh dimaksud dalam Pasal 59 ayat (1) dilakukan
polisi, pengadilan, dan akademisi yang hanya melalui upaya:
derkonsentrasi dalam mempelajari penjahat”23. a. penanganan yang cepat, termasuk
Dalam hal korban Anak, perlindungan yang pengobatan dan/atau rehabilitasi secara
diberikan oleh pemerintah kepada anak yang fisik, psikis, dan sosial, serta pencegahan
dalam situasi darurat adalah perlindungan penyakit dan gangguan kesehatan
khusus sebagaimana yang diatur dalam Pasal 59 lainnya;
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang b. pendampingan psikososial pada saat
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 pengobatan sampai pemulihan;
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yang c. pemberian bantuan sosial bagi Anak yang
berbunyi : berasal dari Keluarga tidak mampu; dan
(1) Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan d. pemberian perlindungan dan
lembaga negara lainnya berkewajiban dan pendampingan pada setiap proses
bertanggung jawab untuk memberikan peradilan.
Perlindungan Khusus kepada Anak. Sehingga dapat disimpulkan bahwa meskipun
(2) Perlindungan Khusus kepada Anak anak penyalahgunaan Narkotika melakukan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kejahatan Narkotika dan obat-obat terlarang,
diberikan kepada: tetap anak tersebut harus dilindungi dan
a. Anak dalam situasi darurat; dilakukan rehabilitasi yang dilakukan oleh BNN.
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
B.3.
Peredaran Sindikat Narkotika di
c. Anak dari kelompok minoritas dan Indonesia dalam Era Perdagangan Bebas
terisolasi; Internasional ditinjau dari Aspek Hukum
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi Internasional
dan/atau seksual; Pada era perdagangan bebas, secara faktual
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan batas antar negara semakin kabur meskipun
narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat secara yurisdiksi tetap tidak berubah. Pelaku

22 Eko Prasetyo dan Suparman Marzuki (ed), Muladi, Perempuan dalam Wacana Perkosaan, (Yogyakarta: PKBI, 2013), hlm. 139-140.
23 Frank R. Prassel, Criminal Law, Justice, and Society (California: Goodyear Publishing Company Inc., 2014), hlm. 65.

10
Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika dan Obat - obat Terlarang...( Wenda Hartanto )

kejahatan tidak mengenal batas wilayah maupun Beberapa kawasan yang menjadi negara
batas yurisdiksi, mereka beroperasi dari satu sumber atau keberangkatan peredaran gelap
wilayah negara ke wilayah negara lain dengan narkotika psikotropika antara lain29:
bebas. Para pelaku kejahatan telah sejak lama 1. Heroin:
menggunakan konsep perdagangan bebas tanpa a. Thailand-Myanmar-Laos atau yang
dihadapkan pada rambu-rambu hukum, bahkan dikenal dengan sebutan negara Golden
yang terjadi di berbagai negara di dunia saat ini, Triangle (Segitiga Emas)
hukum dengan segala keterbatasannya menjadi
b. Iran-Pakistan-Afganistan atau yang
pelindung bagi para pelaku kejahatan tersebut24.
dikenal dengan negara Golden Crescent
Pengertian tentang kejahatan internasional (Bulan Sabit Emas)
telah diterima dunia internasional dan merupakan
2. Kokain, banyak berasal dari Kolumbia, Peru,
pengertian yang bersifat umum. Dalam
Bolivia dan Brazil.
kenyataannya, kejahatan internasional adalah
3. Methamphetamine (shabu-shabu), banyak
kejahatan yang telah disepakati dalam konvensi-
berasal dari Hongkong dan Cina.
konvensi internasional serta kejahatan yang
beraspek internasional25. Kejahatan yang diatur 4. Ekstasi, banyak berasal dari Hongkong, Cina
dalam konvensi internasional yaitu meliputi dan Belanda.
kejahatan narkotika, kejahatan terorisme, Kebijakan penanggulangan kejahatan
kejahatan uang palsu, kejahatan terhadap narkotika pada awalnya dituangkan dalam The
penerbangan sipil, dan kejahatan-kejahatan United Nation's Single Convention on Narcotic
lainnya26. Karakteristik kejahatan internasional Drugs 1961. Konvensi ini pada dasarnya
adalah kejahatan yang membahayakan umat dimaksudkan untuk30:
manusia, kejahatan yang mana pelakunya 1. menciptakan satu konvensi internasional
dapat diekstradisi, dan kejahatan yang dianggap yang dapat diterima oleh negara-negara
bukan kejahatan politik27. Kejahatan-kejahatan di dunia dan dapat mengganti peraturan
yang beraspek internasional lebih sering disebut mengenai pengawasan internasional terhadap
sebagai kejahatan transnasional28. Kejahatan penyalahgunaan narkotika yang terpisah-
transnasional meningkat akibat perkembangan pisah di 8 bentuk perjanjian internasional.
era perdagangan bebas internasional salah 2. menyempurnakan cara-cara pengawasan
satunya kejahatan peredaran gelap narkotika. peredaran narkotika dan membatasi
Kejahatan peredaran gelap narkotika yaitu penggunaannya khusus untuk kepentingan
kejahatan berdimensi internasional yang pengobatan dan pengembangan ilmu
memiliki sifat terorganisir (berupa sindikat), pengetahuan; dan
adanya dukungan dana yang besar, serta 3. menjamin adanya kerjasama internasional
peredarannya memanfaatkan teknologi yang dalam pengawasan peredaran narkotika
canggih. Peredaran gelap narkotika internasional untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut
selalu melibatkan warga negara asing dan diatas.
berdampak terhadap teritorial dua negara atau
Dapat disimpulkan bahwa kerjasama antar
lebih serta selalu didahului oleh persiapan
negara terhadap pemberantasan peredaran gelap
atau perencanaan yang dilakukan diluar batas
narkotika harus ditingkatkan karena sangat sulit
teritorial negara tertentu. Selain itu, modus
bagi suatu negara untuk dapat memberantas
operandi tindak pidana narkotika internasional
peredaran gelap narkotika yang sudah
terbagi atas tiga wilayah operasi yaitu negara
mendunia ini sendirian. Dalam hal ini kejahatan
keberangkatan, negara transit dan negara tujuan
transnasional dibidang Narkotika semakin
pemasaran.

24 R. Makbul Padmanagara, Kejahatan Internasional, Tantangan dan Upaya Pemecahan (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), hlm. 58. 23
25 Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Kepolisian (Jakarta: NCB Indonesia, 2014), hlm. 132.
26 R. Makbul Padmanagara, Loc.cit.
27 Sardjono, Op.cit., hlm. 135.
28 Transnational crime digunakan dalam Keputusan Kongres PBB ke VIII, tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap
para Pelanggar Hukum tahun 1990, dan digunakan dalam Konvensi Wina tentang Pencegahan dan Pemberantasan Lalu Lintas Ilegal
Narkotika dan Psikotropika tahun 1988. Terakhir Transnational crime digunakan dalam Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional
Terorganisasi tahun 2000. yang diartikan, sebagai kejahatan yang memiliki karakteristik (1) melibatkan dua negara atau lebih; (2)
pelakunya atau korban WNA; (3) sarana melampaui batas territorial satu atau dua negara .
29 Direktorat IV/Narkoba dan K.T, Tindak Pidana Narkoba dalam Angka dan Gambar (Jakarta: POLRI Press, 2012), hlm. 9.
30 Budiarto, M. SH, Ekstradisi dalam Hukum Nasional (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2014), hlm. 12.

11
Vol. 14 N0. 01 - Maret 2017 : 1 - 16

meningkat, sehingga dalam penyidikan terhadap hingga 100 gram. Semuanya diperkirakan
kejahatan tersebut penyidik dihadapkan pada bernilai Rp.4.500.000.000.- (empat miliar
birokrasi dan sistem hukum yang berbeda yang rupiah). Narkotika di Indonesia berasal
mengakibatkan terhambatnya proses penyidikan, dari daerah-daerah produsen terkemuka di
bahkan tidak dapat dilakukan penuntutan. dunia. Heroin dan sabu misalnya, berasal
Berbagai kesepakatan bilateral dan multilateral dari golden crescent, yaitu Afghanistan, Iran,
telah dilakukan antar negara guna mengatasi dan Pakistan.
permasalahan yang terjadi, khususnya dalam 3. Pasokan dari Afghanistan skala besar, yaitu
penanganan kejahatan narkotika tersebut. mencapai 93% (Sembilan puluh tiga persen).
Disamping itu, jika kejahatan narkotika Dari jumlah tersebut, 12% (dua belas persen)
terjadi dan melibatkan lebih dari satu negara, didistribusikan melalui jalur utara ke Eropa
maka permasalahan yang mungkin timbul dalam dan Asia melalui Turkmenistan, Tajikistan,
penanganannya diantaranya yaitu mengenai: Uzbekistan, dan Kazakhstan. Sejumlah 53%
1. masalah batas negara dan yurisdiksi; (lima puluh tiga persen) sabu dan heroin
2. perbedaan hukum nasional masing-masing dikirim melalui jalur barat ke Eropa Iran.
Negara; Tidak kurang dari 700 ton sabu dan heroin
beredar di jalur ini setiap tahun. Sekitar 35%
3. ada tidaknya perjanjian ekstradisi;
(tiga puluh lima persen) dikirim ke Asia Timur
4. ada tidaknya perjanjian mengenai bantuan
Jauh melalui Pakistan, khususnya melalui
timbal balik (mutual legal assistance); dan
jalur Pakistan dan India. Negara tujuannya
5. kecepatan dalam pertukaran informasi adalah Thailand, Kamboja, Malaysia, dan
antara negara-negara yang menjadi tujuan Indonesia.
peredaran gelap narkotika.
4. Dari Pakistan, khususnya Karachi dan
Batas dari kewenangan aparat penegak Lahore, barang haram itu dikirim ke
hukum dalam melakukan penegakan hukum Bangkok, Phuket, dan terus ke selatan
dibatasi oleh suatu wilayah negara yang melalui Songkla, Pattani-semua di Thailand-
berdaulat penuh sebagai batas dari yurisdiksi hingga ke Malaysia dan Indonesia.
hukum yang dimilikinya. Sedangkan di sisi lain
5. Dari India, sabu dan heroin beredar ke
para pelaku kejahatan dapat bergerak dengan
Nephal, Mumbai, Chenai, dan Hyderabad,
lebih bebas melewati batas wilayah negara
kemudian ke Kuala Lumpur, Port Klang,
sepanjang didukung dengan adanya dokumen
Melaka, Johor Baru, dan masuk ke Selat
keimigrasian yang memadai, sehingga prosesnya
Malaka. Medan, Kepulauan Riau, dan Dumai
sedikit lambat dan berbelit-belit. Pola peredaran
menjadi tempat transit berikutnya. Melalui
sindikat narkotika dan obat-obat terlarang di
Kuching, narkotika terus masuk ke Indonesia
wilayah Indonesia dapat digambarkan sebagai
melalui perbatasan Entikong ke Pontianak
berikut:
dan Jakarta. Juga melalui Nunukan ke
1. dari bulan sabit emas Asia Tengah, narkotika Tarakan atau kota-kota lain di Sulawesi yang
dan obat-obat terlarang melewati perjalanan mempunyai hubungan transportasi dari
panjang untuk sampai ke Indonesia. Nunukan31.
2. pengedar memasukkan narkotika dan
obat-obat terlarang dengan sembunyi dan
sangat rahasia yaitu dalam beberapa kaleng
merah, sepintas kaleng tersebut berisi
manisan bermerek Sheezan dari Lahore,
Pakistan. Dan jika dibuka, mata hanya
melihat manisan berwarna coklat. Tetapi,
tak disangka di dalamnya terdapat 3.455
gram heroin dan 524 gram sabu di dalam
bungkusan plastik. Dan bungkusan tersebut
dimasukkan dalam kardus sachet kopi dan Gambar 1
makanan ringan. Beratnya hanya 10 gram Rute Peredaran Gelap Heroin dari Segitiga Emas
Sumber Data: Direktorat Tindak Pidana narkoba Mabes
Polri 2014
31 Seribu Cara Penyelundupan Narkotika ke Indonesia. Dalam http://bataviase.co.id. Diakses tanggal 29 Januari 2016.23

12
Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika dan Obat - obat Terlarang...( Wenda Hartanto )

menggunakan narkotika, yang jika dilakukan


tanpa pengendalian dan pengawasan dari pihak
yang berwenang, dapat dikategorikan sebagai
tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran
gelap narkotika.

C. Penutup
Dari pembahasan yang telah diuraikan di
atas dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Bentuk rumusan sanksi pidana dalam UU
Narkotika dapat dikelompokkan sebagai
Gambar 2
berikut :
Rute Peredaran Gelap Shabu, Ecstassy, Marijuana
Sumber Data: Direktorat Tindak Pidana narkoba Mabes a. dalam bentuk tunggal (penjara atau
Polri 2014.
Konvensi tunggal 1961 ini berjalan selama denda saja);
11 (sebelas) tahun yang kemudian dilakukan b. dalam bentuk alternatif (pilihan antara
perubahan pada tanggal 6 Maret sampai denda atau penjara);
dengan tanggal 24 Maret 1972 di Jenewa yang c. dalam bentuk komulatif (penjara dan
menghasilkan Protokol dan yang dibuka untuk denda); dan
penandatanganan pada tanggal 25 Maret 1972, d. dalam bentuk kombinasi/campuran
termasuk oleh Indonesia32. Transformasi yang (penjara dan/atau denda).
dilakukan oleh Indonesia yakni meratifikasinya
Hal ini tertuang dalam ketentuan Pasal 111,
melalui Undang-Undang Republik Indonesia
Pasal 112, Pasal 113, Pasal 115, Pasal 116,
Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan
Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120
United Nations Convention Against Illicit Traffic in
– Pasal 126, Pasal 134 dan Pasal 127 UU
Narcotic Drugs And Psychotropic Substance, 1988
Narkotika. sedangkan Penegak Hukum yang
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang
menegakkan hukum terhadap kejahatan
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika
Narkotika dan obat-obat terlarang yaitu
dan Psikotropika,1988), dengan pertimbangan
BNN berdasarkan Peraturan Presiden Nomor
bahwa Pemerintah Republik Indonesia
83 Tahun 2007 tentang Badan Narkotika
memandang perlu untuk bersama-sama
Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan
dengan anggota masyarakat dunia lainnya aktif
Badan Narkotika Kabupaten/Kota. Selain
mengambil bagian dalam upaya memberantas
itu penegak hukum yang turut menegakkan
peredaran gelap narkotika dan psikotropika,
hukum yaitu Kepolisian, Kejaksaan, dan
oleh karena itu telah menandatangani United
Hakim.
Nations Convention Againts Illicit Traffic in
2. Menurut Ilmu Viktimologi, Anak yang menjadi
Narcotic Drugs and Psychotropic Substances,
korban penyalahgunaan narkoba tergolong
1988 (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa
kepada self victimizing victims, yaitu mereka
tentang Pemberantasan Peredaran Gelap
yang menjadi korban karena kejahatan yang
Narkotika dan Psikotropika, 1988) di Wina,
dilakukannya sendiri sehingga di satu sisi,
Australia pada tanggal 17 Maret 1989 dan telah
anak yang bersangkutan adalah pelaku dari
pula meratifikasi Konvensi Tunggal Narkotika
tindak pidana narkotika yang diatur dalam
1961 dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
Undang-Undang Nomor 39 tahun 2009
1976 dan Konvensi Psikotropika 1971, dengan
tentang Narkotika, namun di sisi lain ia
undang-undang Nomor 8 Tahun 1996, serta
juga adalah korban dari tindak pidana yang
membentuk Undang-Undang Nomor 9 Tahun
dilakukannya sendiri.
1976 tentang Narkotika. Saat ini Negara Indonesia
telah melahirkan Undang-Undang Nomor 35 3. Kebijakan penanggulangan kejahatan
Tahun 2009 tentang Narkotika yang secara narkotika pada awalnya dituangkan dalam
tegas menguraikan beberapa perbuatan mulai The United Nation's Single Convention on
dari mengimpor, mengekspor, memproduksi, Narcotic Drugs 1961. Konvensi ini pada
menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau dasarnya dimaksudkan untuk:

32 Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2013), hlm. 45.

13
Vol. 14 N0. 01 - Maret 2017 : 1 - 16

a. menciptakan satu konvensi internasional menanam, menyimpan, mengedarkan, dan/atau


yang dapat diterima oleh negara-negara menggunakan narkotika, yang jika dilakukan
di dunia dan dapat mengganti peraturan tanpa pengendalian dan pengawasan dari pihak
mengenai pengawasan internasional yang berwenang, dapat dikategorikan sebagai
terhadap penyalahgunaan narkotika yang tindak pidana penyalahgunaan dan peredaran
terpisah-pisah di 8 bentuk perjanjian gelap narkotika.
internasional. Adapun hal-hal yang dapat disarankan adalah
b. menyempurnakan cara-cara pe- sebagai berikut:
ngawasan peredaran narkotika dan 1. Sebaiknya penegakan hukum terhadap
membatasi penggunaannya khusus Kejahatan Narkotika di Indonesia menurut
untuk kepentingan pengobatan dan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
pengembangan ilmu pengetahuan; dan Tentang Narkotika harus ditegaskan
c. menjamin adanya kerjasama internasional aturannya sehingga pengguna dan pengedar
dalam pengawasan peredaran narkotika yang melakukan kejahatan Narkotika dan
untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut obat-obat terlarang mendapatkan efek jera
diatas. dan tidak mengulangi perbuatannya tersebut.
Konvensi tunggal 1961 ini berjalan selama 2. Sebaiknya anak penyalahgunaan Narkotika
11 (sebelas) tahun yang kemudian dilakukan lebih dilindungi dikarenakan menurut
perubahan pada tanggal 6 Maret sampai viktimologi anak tersebut menjadi korban
dengan tanggal 24 Maret 1972 di Jenewa yang dan menjadi pelaku, anak tersebut diberikan
menghasilkan Protokol dan yang dibuka untuk rehabilitasi sehingga sadar akan perilaku
penandatanganan pada tanggal 25 Maret 1972, yang dilakukannya merupakan kejahatan
termasuk oleh Indonesia. Transformasi yang yang membahayakan dirinya baik dari fisik
dilakukan oleh Indonesia yakni meratifikasinya maupun psikis.
dalam Undang-Undang Republik Indonesia 3. Sebaiknya Indonesia lebih tegas terhadap
Nomor 7 Tahun 1997 tentang Pengesahan peredaran sindikat Narkotika dalam era
United Nations Convention Against Illicit Traffic in perdagangan bebas internasional dan saling
Narcotic Drugs And Psychotropic Substance, 1988 memperkuat kerjasama dengan Negara lain
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang dalam pemberantasan peredaran sindikat
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Narkotika dengan membuat perjanjian
Psikotropika,1988), dengan pertimbangan bahwa kerjasama internasional.
Pemerintah Republik Indonesia memandang
perlu untuk bersama-sama dengan anggota Daftar Pustaka
masyarakat dunia lainnya aktif mengambil Buku-Buku
bagian dalam upaya memberantas peredaran
A.R. Sujono dan Bony Daniel, “Komentar dan
gelap narkotika dan psikotropika, oleh karena
pembahasan Undang-Undang No. 35 Tahun
itu telah menandatangani United Nations
2009” (Bandung: Alumni, 2012).
Convention Againts Illicit Traffic in Narcotic
Bambang Waluyo, Viktimologi Perlindungan
Drugs and Psychotropic Substances, 1988
Hukum Terhadap Korban Kejahatan (Jakarta:
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang
Sinar Grafika, 2013).
Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan
Psikotropika, 1988) di Wina, Australia pada Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif dalam
tanggal 17 Maret 1989 dan telah pula meratifikasi Penanggulangan Tindak pidana dengan
Konvensi Tunggal Narkotika 1961 dengan Pidana Penjara (Semarang: Badan Penerbit
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 dan UNDIP, 2013).
Konvensi Psikotropika 1971, dengan undang- Budiarto, M. SH, Ekstradisi dalam Hukum
undang Nomor 8 Tahun 1996, serta membentuk Nasional (Jakarta: Ghalia Indonesia,2014).
Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 tentang Dikdik M. Arief dan Elisatris Gultom, Urgensi
Narkotika. Saat ini Negara Indonesia telah Perlindungan Korban Kejahatan (Jakarta: PT.
melahirkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun Raja Grafindo Persada, 2013).
2009 tentang Narkotika yang secara tegas Direktorat IV/Narkoba dan K.T, Tindak Pidana
menguraikan beberapa perbuatan mulai Narkoba dalam Angka dan Gambar (Jakarta:
dari mengimpor, mengekspor, memproduksi, POLRI Press, 2012).

14
Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Narkotika dan Obat - obat Terlarang...( Wenda Hartanto )

Frank R. Prassel, Criminal Law, Justice, and Siswantoro Sonarso, Penegakan Hukum Dalam
Society (California: Goodyear Publishing Kajian Sosiologis (Jakarta: Raja Grafindo
Company Inc., 2014). Persada, 2014).
Hari Sasangka, Narkotika dan Psikotropika Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian
Dalam Hukum Pidana (Bandung: Mandar Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat
Maju, 2011). (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada, 2014).
JE. Sahetapy (ed), Viktimologi Sebuah Bunga Soedjono Dirdjosisworo, Pathologi Sosial
Rampai (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, (Bandung: Alumni, 2013).
2015). Soedjono Dirdjosisworo, Ruang Lingkup
Kusno Adi, Kebijakan Kriminal Dalam Kriminologi (Bandung: Remaja Karya, 2013).
Penanggulangan Tindak Pidana Narkotika Yusuf Apandi, Katakan Tidak Pada Narkoba
Oleh Anak (Malang: UMM Press, 2014). (Bandung: Simbiosa Rekatama Mebia, 2012).
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan
Kebijakan Pidana (Bandung: Alumni,2013). Website
O.C. Kaligis & Associates, Narkoba dan http://daerah.sindonews.com/read/
Peradilannya di Indonesia, Reformasi Hukum 1080045/174/bandar-sabu-malaysia-
Pidana Melalui Perundangan dan Peradilan simpan-narkoba-dalam-saset kopi-
(Bandung: Alumni, 2012). herbal-1453717157 (diakses 28 Januari
Purwosutjipto, H.M.N, Pengertian Pokok Hukum 2016)
Dagang Indonesia (Jakarta: Djambatan,
Seminar
2015).
Muladi, ”Perlindungan Korban Melalui Proses
Romli Atmasasmita, Tindak Pidana Narkotika
Pemidanaan” (makalah disampaikan pada
Transnasional dalam Sistem Hukum Pidana
Seminar Viktimologis di Universitas Airlangga,
Indonesia (Bandung: Citra Aditya Bakti,
Surabaya, 28-29 Oktober 1988)
2013).
R. Makbul Padmanagara, Kejahatan Internasional, Artikel dalam jurnal on line
Tantangan dan Upaya Pemecahan (Jakarta:
Seribu Cara Penyelundupan Narkotika ke
Sinar Grafika, 2013).
Indonesia. Dalam http://bataviase.co.id.
Sardjono, Kerjasama Internasional di Bidang Diakses tanggal 29 Januari 2016
Kepolisian (Jakarta: NCB Indonesia, 2014).

15
Vol. 14 N0. 01 - Maret 2017 : 1 - 16

16

Anda mungkin juga menyukai