Anda di halaman 1dari 14

FARMAKOTERAPI TERAPAN

TUGAS MAKALAH
PSORIASIS

OLEH:
KELOMPOK 1

DEWA KETUT KHARISMA PRATAMA (2108611001)


NI NENGAH FINNA KETRIN (2108611002)
DEWA AYU MADE DWI DESY ARI (2108611003)
ELSA FITRI SAPTA UTAMI (2108611004)

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii


I. EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI ...................................................... 1
1.1 Epidemiologi ........................................................................................ 1
1.2 Etiologi ................................................................................................ 1

II. GEJALA DAN TANDA ............................................................................ 2

III. DATA LABORATORIUM ..................................................................... 3


3.1 Gambaran Klinis ................................................................................... 4
3.2 Pemeriksaan Histopatologis................................................................... 4
3.3 Diagnosa Banding .................................................................................. 4
3.4 Laboratorium ......................................................................................... 4

VI. KLASIFIKASI ......................................................................................... 5

V. PANDUAN TERAPI ................................................................................. 7

VI. LUARAN TERAPI .................................................................................. 9

VII. PERHATIAN KHUSUS PADA TERAPI OBAT ................................ 10


7.1 Terapi Topikal ....................................................................................... 10
7.2 Fototerapi/ Fotokemoterapi ................................................................... 10
7.3 Pengobatan Sistemik .............................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 11

ii
BAB I
EPIDEMIOLOGI DAN ETIOLOGI

I.1 EPIDEMIOLOGI
Penyakit kulit merupakan salah satu penyakit yang sering ditemui dikalangan
masyarakat, penyakit ini memiliki gejala dan jenis yang berbeda-beda. Gejala penyakit
kulit sering di abaikan begitu saja karena dianggap hal biasa, namun dalam kasus
tertentu penyakit kulit apabila dibiarkan akan bedampak kronik. Salah satu jenis
penyakit kulit kronik yang sering dijumpai yaitu psoriasis. Psoriasis merupakan
penyakit kulit kronik yang ditandai dengan peradangan kulit dan timbul secara
berulang-ulang sehingga akan menimbulkkan rasa tidak nyaman bagi penderitanya.
Ciri-ciri psioriasis adalah adanya lesi yang khas dengan plak eritrema, dtutupi oleh
skuama yang kasar dan transparan. (Leo, 2015)

Ferdinan Von Hebra adalah seorang dermatologi yang berasal dari Vienna, pada
tahun 1841 Ferdinan memberikan nama Psoriais dimana nama ini berasal dari bahasa
Yunani yaitu kata “psora” yang memiliki arti “gatal”. Namun hingga saat ini penyebab
psoriasis masih belum pasti, sehingga penyakit ini sulit untuk disembuhkan. Meskipun
psoriasis tidak mengancam jiwa penderita dan merupakan bukan penyakit menular,
apabila tidak ditangani dengan baik psoriasis dapat merusak organ dalam tubuh. ( M.
Syahputra, 2021). Selain itu psoriasis akan sangat mempengaruhi kualitas hidup
penderitanya baik dari segi penampilan, kenyamanan maupun diskriminasi. Dalam
kasus ini tidak dapat data epidemiologi secara menyeluruh yang menyatakan perbedaan
rasio kasus psoriasis pada seseorang. Sehingga penderita psoriasis dapat berasal dari
berbagai latar belakang social, jenis kelamin maupun usia.

1.2 ETIOLOGI
Etiologi psoriasis sampai saat ini masih belum jelas, karena penyakit ini
merupakan penyakit multifaktorial. Secara umum beberapa faktor pencetus psoriasis
adalah genetika. Terkait faktor genetika psoriasis vulgaris yaitu terutaama pada lokus
major histocompatibility complex (MHC) di kromosom 6. Pada psoriasis pustular yang
berkaitan dengan genetika yaitu pada mutase gen IL36RN. Riwayat penyakit genetik
ini akan memberikan peluang lebih tinggi apabila dikeluarganya terdapat kasus yang
serupa. Sedangkan psoriasis gutata berkaitan dengan factor lingkungan seperti obat-
obatan, sinar matahari, stress, rokok dan alkohol. (Marsha K, 2021).

1
BAB II
GEJALA DAN TANDA

Pasien dengan kondisi psoriasis pada umumnya tidak menunjukkan perubahan dalam
kondisi umum. Kecuali bila stadium penyakitnya sudah sampai pada eritroderma. Penderita
biasanya mengeluh rasa gatal, kaku, atau terasa sakit bila bergerak. Gambaran klasik berupa
adanya plak eritematosa meliputi adanya skuama putih yang disertai dengan munculnya titik-
titik perdarahan apabila skuama dilepas; berukuran dari seujung jarum sampai dengan plakat
menutupi sebagian besar area tubuh dengan bentuk umum simetris. Adapun gejala pertama
psoriasis berupa makula dan papula eritema yang muncul tiba-tiba dan membesar secara
sentrifugal. Makula dapat bergabung hingga membentuk lesi-lesi yang lebar. Manifestasi klinis
dari psoriasis sendiri bervariasi, namun yang paling umum dijumpai adalah jenis psoriasis
vulgaris yang ditemukan pada 80% kasus. Psoriasis juga bisa menyerang kulit, kuku, mukosa,
dan sendi akan tetapi tidak menganggu rambut.

Diagnosis dibuat atas dasar klinis, tidak dapat ditegakkan hanya pada gambaran
histopatologi saja. Penyakit ini berlangsung secara kronis dan dengan lesi makula eritematus
simetris, ditutupi oleh skuama kasar berlapis-lapis, transparan, dan berwarna seperti mika atau
perak. Lesi terutama ditemukan pada daerah kulit yang sering mengalami gesekan dan tekanan
seperti siku, lutut, dan daerah punggung. Penyakit ini dapat berdampak pada pengurangan
kualitas hidup pasien dan juga morbiditas akibat dari adanya eksaserbasi klinis dan juga kondisi
lesi yang parah pada area kulit yang tidak tertutup, manifestasi sistemik, dan juga efek samping
dari obat. Disamping pemeriksaan kulit, pemeriksaan laboratorium lain perlu dilaksanakan
untuk mencari faktor penyebab atau pencetus penyakit.

2
BAB III
DATA LABORATORIUM

3.1 GAMBARAN KLINIS


Derajat keparahan psoriasis dapat dengan cara mengukur skor Body Surface
Area (BSA) atau dengan cara mengukur Psoriasis Area and Severity Index (PASI)
(Widaty S., dkk). PASI merupakan kriteria pengukuran tingkat keparahan yang paling
sering digunakan dikarenakan metode ini cepat dan praktis, serta mempunyai tingkat
variabilitas yang tinggi. Cara mengukur PASI dengan menggabungkan elemen pada
presentasi klinis yang tampak pada kulit penderita yang berupa eritema, indurasi dan
skuama. Setiap elemen tersebut dinilai secara terpisah menggunakan skala 0-4 untuk
masing-masing bagian tubuh yaitu kepala dan leher, batang tubuh, ekstrimitas atas dan
bawah (Kennet.B, 2005). Klasifikasi psoriasis berdasarkan skor BSA/PASI dapat di
klasifikasikan sebagai berikut :

Skor Tingkat Psoriasis


<3% Ringan
3-10% Sedang
>10% Berat

Namun jika diklasifikasikan berdasarkan Fitzpatrick sebagai berikut :


Skor Tingkat Psoriasis
<10% Ringan
10-20% Sedang
>30% Berat

3.2 PEMERIKSAAN HISTOPATOLOGIS


Adanya perpanjangan (akontosis) reteridges berbentuk clubike, perpanjangan
papilla dermis, lapisan sel granuler menghilang, parakeratosis, mikro abses munro yaitu,
kumpulan netrofil leukosit polimorfonuklear yang menyerupai pustule spomgiform kecil
dalam stratum korneum, terjadi penebalan suprapapiler epidermis yang menyebabkan
adanya tanda Auspitz, dilatasi kapiler papilla dermis dan pembuluh darah berkelok-kelok,
infiltrate inflamasi limfohistiositik ringan sampai sedang dalam papilla dermis atas.

3
3.3 DIAGNOSA BANDING

a. Pitiriasis plak eritem skuama papul folikular keratolitik yang sudah menahun batas
tegak penebalan di telapak tangan dan kaki.
b. Dermatitis serboroik; skuma berminyak berwarna kekuningan prideliksi pada tempat
yang seboroik.
c. Candidosis; gatal akut atau subakut eritam dan ada lesi satelit berupa vasikel-vasikel
atau papul-papul kecil yang basah (madidan).
d. Tinea; keluhan sangat gatal pada kulit dan di temukan jamur. Sipilis stadium II (coitus
suspektus) yaitu, pembesaran kelenjar getah bening dari hasil tes (TSS)+.
e. Pitirisis rosea; tidak ditemukan gejala konstitusi namun biasanya gatal ringan skuama
halus lesi inisial (Herald Patch) soliter berbentuk oval atau anuler dengan diameter 3
cm mirip pohon cemara terbalik, predileksi di badan lengan atas bagian proksimal dan
paha atas.
f. Dermatitis Atopik; berbentuk infantil-dewasa lesi kering likenifikasi predileksi di
tengkik fleksor kubital dan poplitea (bentuk dewasa).
g. Liken planus; keluhan sangat gatal papul poligonal datar berkilat fenomena kobner
(isomorfik) ada garis anyaman putih (striae wickham) ada cekungan di tengah (delle)
predileksi di ekstremitas lengan fleksor (pergelangan tangan dan lengan bawah)
selaput lendir dan alat kelamin dapat sembuh 1-2 tahun (Patrich, 1999).

3.4 LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium tidak terlalu banyak membantu diagnosis psoriasis.
Namun dengan adanya pemeriksaan laboratorium dapat digunakan untuk menemukan
adanya penyakit penyerta lain yang menyertai psoriasis, seperti pemeriksaan kadar gula
darah dan kolestrol untuk penyakit diabetes militus (Sinaga 2013).

4
BAB IV

KLASIFIKASI

Psoriasis dibagi menjadi psoriasis plak (psoriasis vulgaris), psoriasis gutata, psoriasis
pustulosa generalisata/lokalisata, Psoriasis kuku, psoriasis inversa, dan eritroderma psoriatika.
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis yang diklasifikasikan sesuai dengan perbedaan
bentuk klinisnya maupun pemicu terjadinya.

JENIS PENJELASAN GAMBAR


PSORIASIS
Psoriasis Termasuk variasi psoriasis yang paling umum 90% lebih
Plakat kasus. Lesi primer adalah plak eritematosa dengan
(psoriasis ketebalan yang bervariasi, ukuran > 1 cm atau papul yang
vulgaris) lebih melebar kearah pinggir dengan gabungan lesi
dengan diameter satu hingga beberapa sentimeter yang
ditutupi dengan sisik putih dengan keperakan (Woronoff’s
ring).

Psoriasis Psoriasis gutata berdiameter tidak melebihi 1 cm.


Gutata Timbulnya secara mendadak dan diseminata, umumnya
terjadi setelah terinfeksi Streptococcus di saluran napas
bagian atas. Selain itu juga dapat timbul setelah infeksi
yang lain, baik yang disebabkan oleh bakteria maupun
virus. (Djuanda A.,2011).

Psoriasis Terdapat dua bentuk psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata


pustulosa dan generalisata. Bentuk lokal, contohnya psoriasis
pustulosa palmo-plantar (barber). Sedangkan bentuk
generalisata contohnya psoriasis pustulosa generalisata
akut (von Zumbusch). (Djuanda A.,2011).

5
Eritoderma Eritoderma psoriatik dapat disebabkan oleh pengobatan
Psoriatik topikal yang terlalu kuat atau oleh penyakitnya sendiri
yang meluas. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis
tidak tampak lagi karena terdapat eritema dan skuama
tebal secara keseluruhan. (Djuanda A.,2011).

Psoriasis Psoriasis jenis terjadi pada bagian kuku jari maupun kuku
Kuku kaki. Pada psoriasis kuku paling seringdi jumpai berupa
pitting nail atau cekungan mulai dari 0,5mm – 2,0mm.
kuku berwarna kekuningan, biasa disebut oil spots atau
kuku yang terlepas dari dasarnya. (Langley dan Ellis,
2004).

Psoriasis Pada tipe ini muncul lipatan-lipatan kulit sperti aksila,


Inversa genitokruris, serta leher,lesi berbentuk eritema dengan
sedikit skuama. (Djuanda A.,2011).

6
BAB V
PANDUAN TERAPI

Tujuan pemberian terapi untuk penyakit psoriasis adalah tidak muculnya lesi, sehingga
pemberian terapi dapat dimodifikasi secara individual. Pada kasus psoriasis perlu dikakukan
identifikasi tipe, derajat keparahan psoriasis guna memilih tata laksana terapi yang sesuai.
Derajat keparahan psoriasis dapat ditentukan ditentukan dengan skor presentase dari body
surface area (BSA) atau psoriasis area and severity index (PASI). (Widaty., 2017)

Pemilihan terapi lini pertama untuk terapi dari psoriasis ringan dapat diberikan
pengobatan topikal misalnya emolien, kortikosteroid, keratolitik, analog vitamin D. Bila tidak
memberikan respon yang baik, dapat dilakukan langkah selanjutnya dengan fototerapi dan
terapi sistemik. Pada kondisi khusus dapat diberikan terapi sistemik pada kasus psoriasis ringan,
yaitu pada keadaan keterlibatan area luas pada kulit yang tidak responsif pada terapi topikal,
pada bagian tubuh seperti pada tangan dan wajah serta area yang resisten terhadap pengobatan
topikal. Keberhasilan dari pemberian terapi psoriasis dapat diukur berdasarkan beberapa
indikator, yaitu tungkat keparahan dari kelainan kulit yang dapat diukur diukur berdasarkan
presentase BSA/PASI dan dampak penyakit pada kualitas hidup pasien yang dihitung dengan
Dermatology Life Quality Index (DLQI). (Widaty., 2017) Terapi psoriasis dikatakan berhasil
bila PASI 75 tercapai, yaitu penurunan 75% dari skor PASI. apabila PASI 50 tidak tercapainya
penurunan 50% maka terapi psoriasis dapat dinyatakan gagal. (Gisondi P., 2017)

Faktor-fakor yang dapat mempengaruhi pemberian terapi psoriasis yaitu kepatuhan


pasien, keterlambatan memulai pengobatan sistemik, mengganti pengobatan, penghentian
pengobatan lalu memulai kembali, serta pengurangan dan peningkatan dosis pengobatan
adalah masalah yang umum terjadi. Penilaian kesesuaian terapi psoriasis perlu dilakukan
secara berkala dengan tetap mempertimbangkan kebutuhan pasien perorangan/individual agar
dapat tercapai pemberian terapi yang tepat dan optimal untuk penderita psoriasis. Berikut
langkah pengobatan psoriasis:

1. Pengobatan topikal (obat luar) untuk psoriasis ringan, luas kelainan kulit kurang dari
3% (psoriasis tingkat ringan)
2. Fototerapi/fotokemoterapi untuk mengobati psoriasis sedang sampai berat, selain itu
juga dipakai untuk mengobati psoriasis yang tidak berhasil dengan pengobatan topical
3. Pengobatan sistemik (obat makan atau obat suntik) khusus untuk psoriasis sedang
sampai parah (lebih dari 10% permukaan tubuh) atau psoriatik arthritis berat yang
disertai dengan cacat tubuh. (Fuller LC.,2014)

Topikal emolien urea, petrolatum, parafin cair, minyak mineral, gliserin, asam
glikolat

Kortikosteroid kortikosteroid potensi sedang dan kuat dapat dikombinasi dengan


obat topikal lain, fototerapi, obat sistemik

Kombinasi Kombinasi dari kalsipotriol dan betamethasone diproprionat


kortikotikosteroid
dan analog vitamin
D

Keratolik Asam salisilat (tidak dapat digunakan pada saat fototerapi karena
asam salisilat dapat mengurangi efikasi UVB)

Fototerapi Ultraviolet B (UVB) broadband (BB) dan Ultraviolet B (UVB)


narrowband (NB)

Sistemik metotreksat, siklosporin, asitretin, pemberian obat biologik.

(Jacobi, A., 2015)

8
BAB VI
LUARAN TERAPI

Terapi psoriasis terdiri dari dua tipe pengobatan pada penderita psoriasis yaitu
pengobatan sistemik dan pengobatan topikal dimana pengobatan sistemik lebih banyak
memberikan efek samping. Terapi Non Farmakologi penyakit kronik seperti psoriasis tidak
dapat sembuh total, pengobatan secara farmakologi dilakukan untuk mengurangi gejala yang
dirasakan pasien yaitu rasa gatal dan kemerahan yang timbul akibat psoriasis. Terapi Non
Farmakologi dilakukan untuk mencegah kemungkinan munculnya penyakit penyerta lain
karena psoriasis seperti diabetes, depresi, dan penyakit jantung. (Menter,A., dkk, 2020)

9
BAB VII
PERHATIAN KHUSUS PADA TERAPI OBAT

7.1 TERAPI TOPIKAL


Pada terapi topikal, Adapun hal-hal yang harus diperhatikan adalah pada saat
penggunaan obat diharapkan tidak terpapar sinar matahari secara langsung agar tidak
terjadi reaksi yang tidak diinginkan. Sinar UV dapat memicu reaksi alergi pada obat. Pasien
psoriasis dapat menggunakan bahan mengandung emolien untung mengurangi kekeringan
pada kulit. Namun, penggunaan emolien sendiri sebelum menggunakan kortikosteroid
dapat menghambat mekanisme kerja obat. Selain itu, penggunaan emolien bersamaan
dengan asam salisilat dapat menyebabkan iritasi lokal, dan apabila diaplikasikan pada area
inflamasi yang luas akan memicu reaksi salicylism yang dapat terjadi apabila asam salisilat
terserap secara sistemik dengan pengunaan obat lain seperti aspirin. (Dyah, Febriyani.,
2011)

7.2 FOTOTERAPI/ FOTOKEMOTERAPI


Untuk terapi fototerapi atau fotokemoterapi, pasien harus melakukan konsultasi
terlebih dahulu dengan dokter untuk memastikan bahwa kulit mampu merespon terapi sinar
UVB, PUVA, maupun ultraviolet. Dalam terapi ini dapat dikombinasikan dengan terapi
sistemik untuk mendapatkan hasil yang optimal.

7.3 PENGOBATAN SISTEMIK

Terapi sistemik, seperti pada pengunaan siklosporin dapat menunjukkan aktivitas


imunosupresif yang menghibisi fase pertama aktivitas sel T. Siklosporin juga menginhibisi
mediator inflamasi yang biasnaya digunakan untuk penanganan kasus psoriasis yang parah.
Meskipun demikian, penggunaannya tidak boleh dilakukan secara terus-menerus karena
diakibatkan dapat meningkatkan resiko kanker kulit. (Dyah, Febriyani., 2011)

10
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda, A. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Dyah, Febriyani. 2021. Terapi pada Psoriasis. Jurnal Media Kahutama

Fleetcroft R dkk. 2010. The UK pay-for-performance programme in primary care:


estimation of population mortality reduction
Fuller LC dkk. 2014. British Association of Dermatologists’ Guideline for the
Management of Tinea Capitis
Gisondi P dkk. 2017. Treatment approaches to moderate to Severe Psoriasis.
International Journal Mol Science
Gudjonsson JE., Elder JT. Psoriasis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. 2012.
Penyunting: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Grew
Hill
Harahap, M. 2015. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates
Jacobi A, Mayer A, Augustin M. 2015. Keratolytics and Emollients and Their Role in
the Therapy of Psoriasis: a Systematic Review. Dermatol Ther
Kenneth, B. 2005. Clinical outcome measurements Psoriatis and Psoriatic Arthritis- An
Integrated Approach. Edisi ke-1. New York: Springer
Kurnia, M, Franklind. 2021. Terapi Psoriasis di Era Pandemi Covid-19. Vol. 48,
Nomor 7
Langley R, Krueger G, Griffiths C. 2005. Psoriasis: Epidemiology, Clinical Features,
and Quality of Life. Ann Rheum Dis
Menter, A.; Cordoro, K.M.; Davis, D.; Kroshinsky, D.; Paller, A.S.; Armstrong,
A.W.2020. Management and treatment of psoriasis in pediatric patients. J. Am. Acad.
Dermatol..161–201.
Patrich F, B Thomas. 1999. Dermatology in General Medicine. Volume 2. Sixth Edition
Rinaldi, Leo dkk. 2015. Hubungan Antara Indeks Massa Tubuh Terhadap Skor
Psoriasis Area and Savenity Indeks Pada Pasien Psoriasis di RSUD dr. Soedarsono Pontianak.
Sinaga, D. 2013. Pengaruh StresPsikologis terhadap Pasien Psoriasis. Jurnal Ilmiah
Widya. 1(2):129-134.
Slamet, G. 2009. Diagnosis dan Terapi Psoriasis. Fakultas Kedokteran Universitas
Yarsi

11
Widaty, S dkk. 2017. Panduan Praktik Klinis bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin
di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia.

Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI. 2017. Fitzpatrick’s: Dermatology in General


Medicine. Edisi ke-8. New York: Mc Grew Hill

12

Anda mungkin juga menyukai