SKRIPSI
Oleh:
11141010000002
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
JAKARTA
1440 H/ 2019 M
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
Skripsi, November 2018
ABSTRAK
i
Berdasarkan hasil penelitian disarankan agar peran surveilans gizi
khusunya pada stunting ditingkatkan. Dengan mengetahui lebih dini diharapkan
dapat meminimalisir risiko stunting. Selain itu, untuk penelitian selanjutnya
memasukkan faktor lain yang menyebabkan masalah stunting, melakukan FFQ
untuk mengetahui gambaran asupan makan dalam waktu yang lama, meneliti
durasi dan frekuensi ASI terhadap stunting dan menggunakan desain studi kohort
untuk menjawab hubungan sebab akibat.
ABSTRACT
Stunting is a reduced growth rate due to chronically inadequate intake of
nutrition. It is occurred mostly in developing countrie, including Indonesia.
Children are categorized as stunting if the measurement of body length according
to age (PB / U) is below minus two standard deviation (<-2 SD). Stunting can be
clearly observed in childhood. Therefore, early intervention is needed to prevent
stunting.
Based on the Health Profile Data of Tangerang City Health Office, it was
found that Pisangan Public Health Center has the highest ranking of stunting
problems in infants (0-59 months). The stunting incidence was 25.46%, with a
short category (11.82%) and very short category ( 13.64%). The stunting
incidence is considered as public health problems because it is more than 20%.
This research was carried out in the working area of Pisangan Public
Health Center, South Tangerang City during September-October 2018. This is a
quantitative research with a cross sectional study design. This study was involved
132 pairs of mothers and children aged 6-23 months in all Posyandu located in
the working area of Pisangan Public Health Center.
The results showed variables which were significantly related to
nutritional status based on body length according to age (PB / U) in children
aged 6-23 months in the working area of Pisangan Public Health Center in South
Tangerang in 2018. Those were birth weight (p = 0.015), birth length ( p =
0.029), maternal height (p = 0.028), calcium intake (p = 0.031), parenting (p =
0,000) and graph of infection (p = 0,000). While the variables that has no
significant relationship were birth space (p = 0.895), energy intake (p = 0.723),
protein intake (p = 0.327) and exclusive breastfeeding (p = 0.755).
Based on the research results, it is suggested that the role of nutrition
surveillance particularly stunting is need to be improved. Early awareness can
minimize the risk of stunting. In addition, further research should include other
factors that cause stunting problems, conduct FFQ to know the nutrition intake in
iii
longer duration, assess the effect of duration and frequency of breastfeeding
against stunting and use a cohort study design to answer causal relationships.
I Skripsi ini merupakan basil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi sa\nh saN pers\ aratai› gelar strata 1 Ji Fak ultas IlnJu
Hiduyatullah Jakarta.
*. Acnua surñbcr yang saya gufialcan :daIém pcnu!isan inl lelalJ saya
?. .lima di k ml\diBn kari terbukti bahwa.karya iii bukan Basil Lara 8sli
saya atau nlcrugak an j ipiakan d:‹ri hasil ka a orang Jain. maka saya bersedia
Jakarta,Deseniber 2018
NumlFrLamhf
yh
iii
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. Data Pribadi
Jenis Kelamin :
perempuan
No. Telp : 085362140057
Alamat Email :
Mandala, Medan.
B. Riwayat Pendidikan
Medan
C. Pengalaman Organisasi
viii
2008-2010 :Anggota Pancak Silat Walet Putih Madrasah
2013-2014 :Demisioner/
Dakwah instruktur
Madrasah Kursus
Aliyyah Negeri 1 Medan
Kader
JABODETABEK
Hidayatullah Jakarta
D. Pengalaman Kerja
Tangerang Selatan
Tangerang Selatan
x
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang
Rasulullah saw yang telah menjadi tauladan bagi umatnya. Skripsi ini berjudul
23 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan Tahun 2018”. Skripsi ini disusun
berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Mama (Nurkhalishah MG) dan Ayah (Syahniman)
yang tiada henti memberikan cinta dan kasih sayangnya, selalu mendoakan,
skripsi ini.
2. Bapak Prof Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes,Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu
Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D selaku dosen pembimbing skripsi. Terima
kasih atas waktu dan arahan yang diberikan setiap bimbingan, serta
xi
semangat dan motivasi yang diberikan untuk penulis segera menyelesaikan
skripsi ini.
5. Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan yang telah memberikan izin penulis
Selatan
Puskesmas Pisangan yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian
Ibu Jamilah Amaliyah sebagai TPG (Tim Pengawas Gizi) Puskesmas Pisangan yang
skripsi ini.
Para kader Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan yang telah membatu
dalam proses pengambilan data dan memberi dukungan kepada penulis dalam
Kakanda tersayang Nurul Sakinah Syah dan Nurul Hasalah Syah yang senantiasa
xii
Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih terdapat keterbatasan
dan kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap kritik dan saran dari semua
yang telah diberikan dari seluruh pihak yang telah disebutkan mendapatkan
xiii
DAFTAR ISI
ABSTRAK..........................................................................................................................i
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN.............................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP........................................................................................viii
xiv
3. Distribusi menurut waktu (Time)......................................................................21
E. Penyebab stunting................................................................................................21
F. Dampak stunting..................................................................................................22
G. Pencegahan dan penanggulangan stunting............................................................23
H. Faktor-faktor yang mempengaruhi stunting pada anak.........................................26
1. Faktor Maternal................................................................................................28
2. Lingkungan Rumah..........................................................................................42
2. Sampel..............................................................................................................67
D. Teknik pemilihan sampel.....................................................................................69
E. Pengumpulan Data...............................................................................................71
F. Pengolahan data....................................................................................................76
G. Validitas Dan Realibilitas.....................................................................................77
H. Analisis data.........................................................................................................78
1. Analisis Univariat.............................................................................................78
2. Analisis Bivariat...............................................................................................79
BAB V.............................................................................................................................81
HASIL PENELITIAN......................................................................................................81
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian..................................................................81
B. Analisis Univariat.................................................................................................82
xv
1. Gambaran Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-23 Bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.............................................................................82
2. Gambaran Berat Badan Lahir Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.............................................................................83
3. Gambaran Panjang Badan Lahir Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.............................................................................84
4. Gambaran Tinggi Badan Ibu Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.............................................................................85
A. Keterbatasan penelitian........................................................................................98
B. Gambaran Kejadian Stunting Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.....................................................................................99
C. Gambaran Dan Hubungan Variabel Independen Dengan Variabel Dependen Pada
Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan Tahun 2018.....................101
1. Gambaran dan Hubungan Berat Badan Lahir Dengan Kejadian Stunting......102
2. Gambaran dan Hubungan Panjang Badan Lahir Dengan Kejadian Stunting. .104
3. Gambaran dan Hubungan Tinggi Badan Ibu Dengan Kejadian Stunting........106
4. Gambaran dan Hubungan Asupan Kalsium Dengan Kejadian Stunting.........108
5. Gambaran dan Hubungan Pola Asuh Dengan Kejadian Stunting...................112
6. Gambaran dan Hubungan Riwayat Infeksi Dengan Kejadian Stunting..........114
7. Gambaran dan Hubungan Jarak Kelahiran Anak Dengan Kejadian Stunting. 117
xvi
8. Gambaran Dan Hubungan Pemberian ASI Eksklusif Dengan Kejadian Stunting
120
9. Gambaran dan Hubungan Asupan Energi Dengan Kejadian Stunting............125
10. Gambaran dan Hubungan Asupan Protein Dengan Kejadian Stunting.......127
BAB VII.........................................................................................................................129
KESIMPULAN DAN SARAN......................................................................................129
A. Kesimpulan........................................................................................................129
xvii
Tabel 2.1 Indeks Antropometri..............................................................................15
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jarak Kelahiran Pada Anak Usia 6-23
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Energi Pada Anak Usia 6-23
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Protein Pada Anak Usia 6-23
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Kalsium Pada Anak Usia 6-
xviii
Tabel 5.9 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pola Asuh Pada Anak Usia 6-23
Tabel 5.10 Distribusi Frekuensi Berdasarkan ASI Eksklusif Pada Anak Usia 6-23
Tabel 5.11 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Riwayat Infeksi Pada Anak Usia 6-
xix
DAFTAR SINGKATAN
xx
AKG : Angka Kecukupan Gizi
IQ : Intelligence Quotient
xxi
PSG : Pemantauan Status Gizi
xxii
Lampiran 1 Output SPSS.....................................................................................142
xxiii
BAB 1
PENDAHULUA
N
A. Latar Belakang
linier akibat kekurangan asupan yang bersifat kronik. Anak dikatakan memiliki
status stunting atau pendek apabila hasil pengukuran tinggi badan terhadap
umur (TB/U) atau panjang badan menurut umur (PB/U) menunjukkan angka
di bawah minus dua standar deviasi (<-2 SD) (Kemenkes, 2011). Stunting pada
anak merupakan hasil jangka panjang dari konsumsi diet kronis berkualitas
stunting dan 95% di antaranya tinggal di negara berkembang (de Onis et al.,
stunting pada negara berkembang dari 40% menjadi 29% terhitung sejak
1
3
Sehingga pada bulan Mei 2012, WHO mencanangkan enam target dunia untuk
40% hingga tahun 2025. Mengacu pada target tersebut, prevalensi stunting
Tenggara, seperti Myanmar sebesar 35%, Vietnam 23%, dan Thailand 16%
tahun 2010 (35,6%) dan 2007( 36,8%). Prevalensi pendek sebesar 37,2%
pada tahun 2007 menjadi 19,2% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013).
yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi, penurunan prevalensi anak
anak baduta (dibawah 2 tahun) adalah menjadi 28% (RPJMN, 2015 – 2019).
3
dan upaya untuk mencegah dan mengurangi gangguan secara tidak langsung
(intervensi gizi sensitif). Upaya intervensi gizi spesifik untuk anak pendek
difokuskan pada kelompok 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yaitu Ibu Hamil, Ibu
Menyusui, dan Anak 0-23 bulan, karena penanggulangan anak pendek yang paling
Periode 1.000 HPK yang meliputi 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pertama
setelah bayi yang dilahirkan telah dibuktikan secara ilmiah merupakan periode yang
opportunity". Dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah gizi pada periode
belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi
pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua, serta kualitas
melibatkan status gizi ibu sejak masa hamil dan pola asuh ibu setelah lahir.
Faktor risiko stunting adalah ibu pendek, berat bayi lahir, rendah, tidak ASI
eksklusif, penyakit infeksi, defisiensi protein, dan defisiensi zat gizi mikro
tahun 2016-2017. Kejadian stunting pada balita (0-59 bulan) di Kota Tangerang
Selatan pada tahun 2016 sebanyak 11,6%, dan pada tahun 2017 kejadian stunting di
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun 2015 stunting tertinggi berada di
Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan 5,46% dengan kategori pendek 11,82% dan
sangat pendek 13,64%. Angka kejadian stunting tersebut termasuk dalam masalah
Kejadian stunting bisa saja terus meningkat apabila faktor-faktor risiko yang telah
kerja Puskesmas Pisangan terdapat 14 anak usia 6-23 bulan yang mengalami
B. Rumusan Masalah
laporan Pemantauan Status Gizi (PSG) Indonesia, stunting pada balita di Kota
Kejadian stunting pada balita (0-59 bulan) di Kota Tangerang Selatan pada
tahun 2015 yaitu 17,8%, di tahun 2016 sebanyak 11,6%, dan pada tahun 2017
kejadian stunting di Kota Tangerang selatan meningkat menjadi 23,9%.
Berdasarkan Data Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan tahun
masalah stunting pada balita (0-59 bulan) dengan presentase sebesar 25,46%.
Dengan kategori pendek 11,82% dan sangat pendek 13,64%. Presentase stunting
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada Agustus 2018 kepada 25 anak
usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan terdapat 14 anak usia 6-23
C. Pertanyaan penelitian
panjang badan lahir) pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja
3. Bagaimana gambaran faktor karakteristik ibu (tinggi badan ibu dan jarak
Bagaimana gambaran faktor asupan gizi (energi, protein dan kalsium) pada anak usia
Bagaimana gambaran faktor pola asuh pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja
Bagaimana gambaran faktor ASI eksklusif pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja
Bagaimana gambaran faktor riwayat infeksi pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah
panjang badan lahir) dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan
9. Bagaimana hubungan faktor karakteristik ibu (tinggi badan ibu dan jarak
kelahiran) dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah
10. Bagaimana hubungan faktor asupan gizi (energi, protein dan kalsium)
dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja
12. Bagaimana hubungan faktor ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada
anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan Tahun 2018?
13. Bagaimana hubungan faktor riwayat infeksi dengan kejadian stunting pada
anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan Tahun 2018?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
dan panjang badan lahir ) pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja
5 Diketahuinya gambaran faktor pola asuh pada anak usia 6-23 bulan di
Diketahuinya gambaran faktor ASI eksklusif pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah
Diketahuinya gambaran faktor riwayat infeksi pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah
Diketahuinya hubungan faktor karakteristik anak (berat badan lahir dan panjang
badan lahir) dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja
Diketahuinya hubungan faktor karakteristik ibu (tinggi badan ibu dan jarak kelahiran)
dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Tahun 2018.
Tahun 2018.
13 Diketahuinya hubungan faktor riwayat infeksi dengan kejadian
E. Manfaat Penelitian
stunting pada anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kota
bersamaan. Sampel penelitian adalah 132 anak usia 6-23 bulanyang berada di
adalah karakteristik anak (berat baban lahir dan panjang badan lahir),
karakteristik ibu (tinggi badan ibu dan jarak kelahiran), asupan zat gizi (energi,
protein dan kalsium), pola asuh, ASI eksklusif, dan riwayat infeksi.
.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian stunting
jumlah asupan zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
gizi merupakan salah satu faktor yang menentukan sumberdaya manusia dan
meningkatkan mutu gizi konsumsi pangan, agar terjadi perbaikan status gizi
masyarakat.
Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut umur (TB/U) atau
(PB/U) kurang dari minus dua standar deviasi (-2 SD) atau
dibawah rata-rata standar yang ada (Depkes, 2010). Stunting pada anak
merupakan hasil jangka panjang konsumsi kronis diet berkualitas rendah yang
pada anak yang memiliki indeks TB/U rendah. Stunting dapat mencerminkan
baik variasi normal dalam pertumbuhan atau pun defisit dalam pertumbuhan.
11
12
yang diderita anak pada awal kehidupan, pada hal ini stunting, dapat
masa kecil, dengan demikian mereka membawa risiko kesehatan yang buruk
yang buruk, termasuk pasokan air bersih, juga menempatkan anak pada risiko
bayi dan anak, bersama dengan ketahanan pangan rumah tangga, pelayanan
kesehatan yang memadai dan lingkungan yang sehat adalah prasyarat yang
diperlukan untuk gizi yang cukup (ACC/SCN, 1997).
Stunting adalah masalah gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi
yang kurang dalam waktu lama, umumnya karena asupan makan yang tidak
sesuai kebutuhan gizi. Stunting terjadi mulai dari dalam kandungan dan baru
(Lejarraga, 2002).
Pertumbuhan anak pada dua ahun pertama adalah predictor kemampuan kognitif
dan pencapaian fisiologis ketiaka dewas. Lebih lanjut lagi tinggi badan pada umur dua
tahun adalah predictor tterbaik kapasitas manusia (victora et al. 2008). Menurut
Barker (1998) kegagalan pertumbuhan pada dua tahun pertama adalah bentuk
kerusakan permanen yang konsekuensi itu dapat ditemui dimasa mendatang dan
kondisi kurang gizi selama hamil dan stuning pada dua tahun pertama kehidupan
dalam konsep perkembangan penyakit. Kesakitan yang diderita oleh seseorang ketika
dewasa adalah kumulasi deficit antara kebutuhan dan ketersediaan zat gizi dan
1. Antropometri
artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran
pengukuran tubuh manusia dalam hal dimensi tulang otot, dan jaringan
adiposa atau lemak. Karena tubuh dapat mengasumsikan berbagai postur,
2. Indeks Antropometri
yang ada. Indeks antropometri terdiri dari berat badan menurut umur
(BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), panjang badan menurut umur
(PB/U) dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Untuk mengetahui
anak stunting atau tidak indeks yang digunakan adalah indeks tinggi
badan menurut umur (TB/U) atau panjang badan menurut umur (PB/U)
(Kemenkes, 2011)
pertumbuhan linier. Hasil dari proses yang terakhir ini disebut "stunting"
2005).
tinggi badan akan terus meningkat, meskipun laju tumbuh berubah dari
pesat pada masa bayi muda kemudian melambat dan menjadi pesat lagi
badan maksimal. Pada keadaan normal, sama halnya dengan berat badan,
rata-rata tinggi badan orang dewasa dalam suatu bangsa dapat dijadikan
Kategori Ambang
Indeks Batas
Status Gizi
(Z-score)
Gizi Buruk < -3 SD
Sangat < -3 SD
Panjang Badan Pendek
-3 SD sampai dengan -2
menurut Umur Pendek
SD
(PB/U) atau Tinggi
-2 SD sampai dengan 2
Badan menurut Umur Normal
SD
(TB/U)
Tinggi >2 SD
Anak Umur 0 – 60
Bulan
Berat Badan menurut Sangat Kurus < -3 SD
Panjang Badan -3 SD sampai dengan -2
Kurus
(BB/PB) atau Berat SD
(BB/TB)
-3 SD sampai dengan -2
Kurus
Indeks Massa Tubuh SD
menurut Umur Normal -2 SD sampai dengan 1
SD
(IMT/U) Anak Umur 5 >1 SD sampai dengan 2
Gemuk
– 18 Tahun SD
Obesitas >2 SD
D. Epidemiologi Stunting
lain di Asia Tenggara, seperti Myanmar (35%), Vietnam (23%), dan Thailand
sebesar 18% dan pendek 19,2%. Angka nasional ini meningkat dari tahun
sebagai
berikut:
Gambar 2.2 proporsi status gizi pada balita Menurut Provinsi, Indonesia
2007, 2013 dan 2018
di mana terjadi penurunan pemberian ASI, makanan tambahan mulai diberikan dan
mulai mengalami kepekaan terhadap infeksi. Dalam penelitian Rosha, dkk. (2007),
menyatakan usia adalah faktor internal anak yang memengaruhi kejadian stunting.
Hasil analisis regresi logistik menunjukkan, anak berusia 0-12 bulan memiliki efek
protektif atau risiko lebih rendah 41% terhadap stunting dibandingkan dengan anak
berusia 13-23 bulan dengan nilai OR=0,59 (CI 95% ; 0,44-0,79). Hal ini diduga karena
pada usia 0-6 bulan ibu memberikan ASI eksklusif yang dapat membentuk daya imun
anak sehingga anak dapat terhindar dari penyakit infeksi, setelah usia 6 bulan anak
diberikan makanan pendamping ASI dalam jumlah dan frekuensi yang cukup
dari stunting.
Sejalan dengan pernyataan di atas, dalam penelitian Rosha, dkk. (2007) terdapat
memiliki efek protektif atau risiko lebih rendah 29% terhadap stunting dibandingkan
dengan anak laki- laki (p=0,03) dengan nilai OR=0,71 (CI 95% ; 0,53-0,96). Hal ini
diduga karena faktor kecemasan atau kekhawatiran ibu serta kedekatan ibu terhadap
mendapatkan perhatiaan ekstra dibandingkan dengan anak laki laki yang dianggap
seperti sebagian besar Asia, Afrika, Amerika Tengah dan Amerika Selatan
negara maju, seperti Eropa Barat dan Amerika Serikat pada umumnya
mengalami gizi lebih (Almatsier, 2004). Masih seperti yang dinyatakan
hewan, seperti daging, telur, dan susu daripada pola pangan di daerah
lebih
pendek daripada penduduk di daerah empat musim).
Data yang diperoleh WHO (2014), negara di Asia dengan prevalensi gizi
yang tinggal di wilayah kota memiliki efek protektif atau risiko lebih
di
desa. Hal ini memungkinkan orang tua untuk memenuhi kebutuhan gizi
36,8% dan pada tahun 2010 prevalensi balita pendek turun tipis menjadi
prevalensi balita pendek secara nasional menurun dari 37,2% pada tahun
2013 menjadi 30,8% yang terdiri dari 11,5% sangat pendek dan 19,3%
pendek (Kemenkes, 2018).
E. Penyebab stunting
kategori besar yaitu faktor keluarga dan rumah tangga, makanan tambahan/
komplementer yang tidak adekuat, menyusui, dan infeksi. Faktor keluarga dan
rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor maternal dan faktor lingkungan
rumah. Faktor maternal berupa nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi,
kehamilan dan laktasi, tinggi badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilan pada
kelahiran preterm, jarak kehamilan yang pendek, dan hipertensi (WHO, 2013).
tidak adekuat, perawatan yang kurang, sanitasi dan pasukan air yang tidak
adekuat, akses dan ketersediaan pangan yang kurang, alokasi makanan dalam
rumah tangga yang tidak sesuai, dan edukasi pengasuh yang rendah. Faktor
yang dibagi menjadi tiga, yaitu kualitas makanan yang rendah, cara pemberian
yang tidak adekuat, dan keamanan makanan dan minuman. Kualitas makanan
yang rendah dapat berupa kualitas mikronutrien yang rendah, keragaman jenis
adekuat ketika sakit dan setelah sakit, konsistensi makanan yang terlalu halus,
(Air Susu Ibu) yang salah, karena inisiasi yang terlambat, tidak ASI eksklusif,
dan penghentian penyusuan yang terlalu cepat. Faktor keempat adalah infeksi
klinis dan sub klinis seperti infeksi pada usus : diare, environmental
F. Dampak stunting
yang terdiri dari jangka pendek dan jangka panjang. Dampak jangka pendek
dari stunting adalah di bidang kesehatan, dapat menyebabkan peningkatan
penurunan
kemampuan dan kapasitas kerja.
Menurut penelitian Hoddinott, dkk. (2013) stunting pada usia 2 tahun
memberikan dampak yang buruk berupa nilai sekolah yang lebih rendah,
berhenti sekolah, akan memiliki tinggi badan yang lebih pendek, dan
sejak janin dalam kandungan sampai anak berusia 2 tahun yang disebut
dengan periode emas (seribu hari pertama kehidupan). Oleh karena itu,
perbaikan gizi diprioritaskan pada usia seribu hari pertama kehidupan yaitu
270 hari selama kehamilannya dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi
meliputi:
Memperbaiki gizi dan kesehatan ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi
stunting. Ibu hamil perlu mendapat makanan yang baik. Apabila ibu hamil dalam
keadaan sangat kurus atau telah mengalami Kurang Energi Kronis (KEK), maka perlu
Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah, minimal 90 tablet selama
kehamilan.
Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami sakit.
a. Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir
b. Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi ASI saja (ASI Eksklusif)
a. Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI
tahun.
lengkap.
c. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang
pertumbuhan.
d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap
Secara langsung masalah gizi disebabkan oleh rendahnya asupan gizi dan
masalah kesehatan. Selain itu, asupan gizi dan masalah kesehatan merupakan
dua hal yang saling mempengaruhi. Adapun pengaruh tidak langsung adalah
kependudukan.
umumnya dilakukan oleh sektor kesehatan seperti PMT ibu hamil KEK,
pertumbuhan optimal maka seorang anak perlu mendapat asupan gizi yang
penyebab terjadinya stunting pada anak menjadi 4 kategori besar yaitu faktor
adekuat, menyusui, dan infeksi. Faktor keluarga dan rumah tangga dibagi lagi
menjadi faktor maternal dan faktor lingkungan rumah. Faktor maternal berupa
nutrisi yang kurang pada saat prekonsepsi, kehamilan, dan laktasi, tinggi
badan ibu yang rendah, infeksi, kehamilah pada usia remaja, kesehatan
sanitasi dan pasukan air yang tidak adekuat, akses dan ketersediaan pangan
yang kurang, alokasi makanan dalam rumah tangga yang tidak sesuai, edukasi
Faktor kedua penyebab stunting adalah makanan komplementer yang tidak adekuat
yang dibagi lagi menjadi tiga, yaitu kualitas makanan yang rendah, cara pemberian
yang tidak adekuat, dan keamanan makanan dan minuman. Kualitas makanan yang
rendah dapat berupa kualitas mikronutrien yang rendah, keragaman jenis makanan
yang dikonsumsi dan sumber makanan hewani yang rendah, makanan yang tidak
Cara pemberian yang tidak adekuat berupa frekuensi pemberian makanan yang
rendah, pemberian makanan yang tidak aadekuat ketika sakit dan setelah sakit,
konsistensi makanan yang terlalu halus, pemberian makan yang rendah dalam
Susu Ibu (ASI) yang salah bisa karena inisiasi yang terlambat, tidak ASI
infeksi klinis dan subklinis seperti infeksi pada usus : diare, environmental
Dan Laktasi
Contohnya, kebutuhan zat gizi tiga kali lipat selama hamil, sedangkan
kebutuhan
vitamin B meningkat hanya kira-kira 10%.
Beberapa hal yang penting diperhatikan (Sarihusada,
2012) :
Asam folat. Ibu yang mengkonsumsi jumlah asam folat adekuat sebelum konsepsi
dan selama bulan awal kehamilan menurunkan risiko mengandung bayi dengan
defek tuba neural (mis. spina bifida, anensefali). Makanan yang kaya bentuk asam
folat alami (folat) meliputi jus jeruk, sayuran hijau, brokoli, asparagus. Kalsium. Bila
asupan kalsium adekuat sebelum hamil, jumlah yang dikonsumsi tidak perlu
meningkat. Namun, 1300 mg/hari kalsium dianjurkan untuk remaja hamil. Ibu yang
Zat Besi. Supelemen 30 mg zat besi dianjurkan untuk semua wanita selama trimester
di antara waktu makan atau pada jam tidur pada saat lambang kosong
nutrisi air susu ibu dan jumlah nutrisi penghasil susu. Kalori. Kebutuhan
kalori selama menyusui proporsional dengan jumlah air susu ibu yang
Rata-rata kandungan kalori ASI yang dihasilkan oleh ibu dengan nutrisi
baik adalah 70 kal/100 mL, dan kira-kira 85 kal diperlukan oleh ibu untuk
tiap 100 mL yang dihasilkan. Rata-rata ibu menggunakan kira-kira 640
kal/hari untuk 6 bulan pertama dan 510 kal/hari selama 6 bulan kedua
pertama dan kedua menyusui. Karena lebih dari 500 kal/hari secara aktual
rata ibu harus mengkonsumsi 2300-2700 kal per hari ketika menyusui
(Dudek, 2001).
menyusui adalah asupan cairan. Dianjurkan ibu yang menyusui minum 2-3
liter cairan per hari, lebih baik dalam bentuk air putih, susu dan jus buah
bukan minuman ringan, sirup, dan minuman mengandung kafein. Biasanya
ibu sangat dianjurkan untuk minum satu gelas setiap kali menyusui. Rasa
haus adalah indikator baik tentang kebutuhan cairan, kecuali ibu hidup di
volume susu.
misalnya :
secara teratur.
Usia remaja biasanya memiliki rasa penasaran yang tinggi dan cenderung
tepat, mereka akan jatuh ke dalam perilaku berisiko dan mungkin harus
menanggung akibat jangka pendek dan jangka panjang dalam berbagai
keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-
mata bebas dari penyakit yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses
reproduksi.
Kehamilan remaja berdampak negatif pada kesehatan remaja dan bayinya, juga
dapat berdampak sosial dan ekonomi. Kehamilan pada usia muda atau remaja antara
lain berisiko kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah (BBLR), perdarahan
persalinan, yang dapat meningkatkan kematian ibu dan bayi. Kehamilan pada remaja
juga terkait dengan kehamilan tidak dikehendaki dan aborsi tidak aman. Persalinan
pada ibu di bawah usia 20 tahun memiliki kontribusi dalam tingginya angka kematian
neonatal, bayi, dan balita. Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012
tentang HIV relatif lebih banyak diterima oleh remaja, meskipun hanya
menemukan bahwa bayi yang lahir dari ibu yang masih berusia remaja
sering terjadi pada remaja yang hamil. Hal ini dikarenakan para
Khawatir Akan Masa Depan: Rasa khawatir akan masa depan pastinya dialami oleh
para remaja yang hamil. Para remaja ini mungkin merasa bahwa dirinya belum siap
menjadi seorang ibu dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk menjadi
seorang ibu. Selain itu, ia juga mungkin merasa bahwa memiliki anak dapat
melanjutkan pendidikan.
baik dari dirinya sendiri maupun dari teman atau keluarga atau
terjadinya depresi.
(BBLR) didefinisikan oleh WHO yaitu berat lahir yang kurang dari 2500
pertumbuhan janin. Maka dari itu, bayi dengan berat lahir <2500 gram
bisa dikarenakan dia lahir secara prematur atau karena terjadi retardasi
masa dewasa. Bagi perempuan yang lahir dengan berat rendah, memiliki
risiko besar untuk menjadi ibu yang stunting sehingga akan cenderung
melahirkan bayi dengan berat lahir rendah seperti dirinya. Bayi yang
dewasa yang stunting juga, dan akan membentuk siklus sama seperti
sebelumnya (Semba dan Bloem, 2001).
Kegagalan
pertumbuhan
pada anak
remaja dengan
berat dan tinggi
Kehamilan usia badan kurang
BBLR
muda
perempuan
dewasa
stunted
memiliki efek yang besar terhadap stunting. Seperti yang telah diketahui
sebelumnya, efek dari berat lahir rendah terhadap kesehatan anak adalah
faktor yang paling relevan untuk kelangsungan hidup anak (Taguri et al.,
kejadian stunting pada bayi usia 12 bulan. Pada penelitian lain juga
stunting
(Lourenço
d. Panjanget al. 2012)
badan lahir
gizi yang kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita
kurang gizi pada pra-hamil dan ibu hamil berdampak pada lahirnya anak
yang IUGR dan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), kondisi IUGR hampir
separuhnya terkait dengan status gizi ibu selain itu faktor lain dari
penyebab terjadinya IUGR ini adalah kondisi ibu dengan hipertensi dalam
merupakan salah satu faktor risiko balita stunting usia 12-36 bulan bahwa
bayi yang lahir dengan panjang lahir rendah memiliki risiko 2,8 kali
Faktor keluarga dan rumah tangga dibagi lagi menjadi faktor maternal dan
pada saat prekonsepsi, kehamilan dan laktasi, tinggi badan ibu yang
stimulasi dan aktivitas anak yang tidak adekuat, perawatan yang kurang,
sanitasi dan pasukan air yang tidak adekuat, akses dan ketersediaan
baik tinggi badan ibu maupun tinggi badan ayah. Ibu yang pendek
modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak.
Melalui intruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah
f. Jarak Kelahiran
yang luas karena penyebabnya tidak hanya masalah kesehatan tetapi juga
(Sari, 2014) Pengaruh budaya antara lain sikap terhadap makanan masih
itu pula jarak kelahiran anak yang terlalu dekat dan jumlah anak yang
cukup, membuat ibu dapat pulih dengan sempurna dari kondisi setelah
melahirkan, saat ibu sudah merasa nyaman dengan kondisinya maka ibu
tahun Rahayu, (2011). Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat akan
Penelitian Khoiri, (2009) Faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu mutu
hubungan antara jarak kelahiran dengan status gizi balita. Namun dari
banyak menyebabkan kasih sayang pada anak terbagi. Kondisi ini akan
Akses air bersih yang rendah dan rendahnya akses terhadap pelayanan
mendekatkan anak pada risiko ancaman penyakit infeksi. Untuk itu, perlu
membiasakan cuci tangan pakai sabun dan air mengalir, serta tidak buang
air besar sembarangan. Pola asuh dan status gizi sangat dipengaruhi oleh
tinggi badan lebih rendah dari standar usianya akibat asupan gizi yang
kurang dalam waktu cukup lama sebagai dampak dari pemberian makanan
memastikan ketersediaan sumber daya air dan sanitasi yang bersih bagi
kebutuhan air bersih akan terhindar dari penyakit yang menyebar lewat
sampah domestik dan limbah pabrik ke sungai. Saat ini saluran air masih
negatif dari sanitasi yang kurang layak. Dampak yang ditimbulkan dari
buruk juga berdampak pada kondisi stunting. Hal ini berdampak pada
gangguan tumbuh kembang pada bayi dan balita, sehingga berakibat
stunting.
pangan yang cukup, aman, bermutu, bergizi, dan beragam serta tersebar
tangga yang
Berbagai faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan seperti
tidak terpenuhi.
rendah, tingkat pendidikan rendah, dan perilaku higiene yang tidak baik.
Senada dengan hal ini, terdapat hubungan yang signifi kan antara
pangan bila tidak memiliki akses secara fisik dan ekonomi terhadap
rumah
tangga memiliki
c. Edukasi hubungan
Pengasuhan yang
Yang nyata dengan stunting.
Salah
Pola asuh merupakan interaksi yang terjadi di antara ibu dan anak
(Adriani dan Wijatmadi, 2012). Semakin eratnya interaksi ibu dan anak,
maka semakin baik pula kualitas dan kuantitas peranan ibu dalam
mengasuh anak. Hal tersebut karena pola asuh merupakan indikator atas
peran ibu dalam mengasuh anak (Adriani dan Wijatmadi, 2012). Sehingga,
pola asuh merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kurang gizi atau
sempurna dalam tahap tumbuh kembang anak. Hal ini dapat terwujud
melalui kehadiran seorang ibu. Kontak fisik antara ibu dan anak (menyusui
segera setelah melahirkan anak) menciptakan rasa aman bagi bayi dan
menciptakan ikatan erat antara ibu dan bayi (Adriani dan Wijatmadi,
2012).
pemberian makan dengan kejadian stunting dengan nilai p = 0,001. Hal ini
a. Asupan energi
rumah tidak adekuat maka anak akan mendapatkan makanan bergizi yang
(Sharlin dan Edelstein, 2011). Kebutuhan total energi setiap anak berbeda
tergantung dari usia, berat badan dan level aktifitas fisik (Thompson dkk.,
ada hubungan yang bermakna antara status gizi dan konsumsi energi
dengan nilai p = 0,049 dan OR= 205,5 artinya adalah anak balita yang
buruk 205,5 kali lebih besar jika dibandingkan dengan dengan anak balita
Kelompok Energi
umur (Kkal)
0-6 bulan 550
b. Asupan protein
gram protein, sama dengan karbohidrat. Protein terdiri atas asam amino
sebagai zat pengatur. Asam amino esensial merupakan asam amino yang
tidak dapat dihasilkan sendiri oleh tubuh sehingga harus diperoleh dari
makanan (luar tubuh). Asam amino non-sesensial adalah asam amino yang
tubuh, misalnya hormone. Oleh karena itu, protein memiliki fungsi yang
khas dan
tidak dapat digantikan
Berikut oleh zat
adalah Angka lain (Almatsier,
Kecukupan 2001).
Gizi untuk protein:
Kelompok Protein
umur (gram)
0-6 bulan 12
7-11 bulan 18
1-3 tahun 26
4-6 tahun 35
7-9 tahun 49
terjadinya stunting yaitu vitamin A, zinc, zat besi dan iodin. Namun,
beberapa zat gizi mikro lainnya seperti kalsium dan fosfor juga sangat
kalsium
untuk memperkuat tulang dan gigi agar tidak mudah patah dan rusak.
dari tulang. Mulyani (2009) kalsium bersama fosfor terutama
berperan
Sebagian besar (99%) kalsium di dalam tubuh terdapat dalam jaringan
keras seperti tulang dan gigi, dan sisanya tersebar dalam tubuh (Muchtadi,
2008).
dewasa (Gibney, 2009). Fungsi dan metabolisme antara fosfor dan kalsium
Kelompok Kalsium
umur (mg)
0-6 bulan 200
4. Pemberian ASI
anak, karena ASI sanggup memenuhi kebutuhan gizi bayi untuk hidup
untuk pertumbuhan dan tak dipungkiri agar bayi dapat bertahan hidup,
didapat. dapat memenuhi tiga perempat dari kebutuhan protein bayi usia
6– 12 bulan, selain itu ASI juga mengandung semua asam amino essensial
ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja bagi bayi sejak
makanan dan minuman lain (susu formula, jeruk, madu, air, teh, dan
makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, bubur nasi, biskuit,
bayi, tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis air,
terutamadalamhalperkembangananak.KomposisiASIbanyak
mengandung asam lemak tak jenuh dengan rantai karbon
panjang
(LCPUFA, long-chain polyunsaturated fatty acid) yang tidak hanya
sebagai sumber energi tapi juga penting untuk perkembangan otak karena
Manfaat lain pemberian ASI adalah pembentukan ikatan yang lebih kuat
dalam interaksi ibu dan anak, sehingga berefek positif bagi perkembangan
Risiko menjadi stunting 3,7 kali lebih tinggi pada anak yang tidak diberi ASI Eksklusif
(ASI < 6 bulan) dibandingkan dengan anak yang diberi ASI Eksklusif (≥ 6 bulan) (Hien
dan Kam, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Teshome (2009) menunjukkan bahwa
anak yang tidak mendapatkan kolostrum lebih berisiko tinggi terhadap stunting. Hal
ini mungkin disebabkan karena kolostrum memberikan efek perlindungan pada bayi
baru lahir dan bayi yang tidak menerima kolostrum mungkin memiliki insiden, durasi
dan keparahan penyakit yang lebih tinggi seperti diare yang berkontribusi terhadap
kekurangan gizi. Penelitian lain juga menyebutkan pemberian kolostrum pada bayi
berhubungan dengan kejadian stunting (Kumar, et al., 2006). Selain itu, durasi
pemberian ASI
yang berkepanjangan merupakan faktor risiko untuk stunting (Teshome,
2009).
yang disapih. Hal ini dapat disebabkan karena hilangnya kekebalan tubuh
dari konsumsi ASI yang tidak eksklusif dan juga pengenalan makanan
tambahan yang tidak higenis yang rentan terhadap penyakit infeksi.
tubuh
yang mengalami infeksi akan menganggu penyerapan zat gizi oleh
penelitian Arifin dkk., 2012 ada hubungan yang signifikan antara penyakit
infeksi dengan kejadian stunting p = 0,021 yaitu OR= 2,2. Artinya anak
yang memiliki riwayat penyakit infeksi akan memiliki risiko 2,2 kali lebih
besar untuk mengalami stunting jika dibandingkan dengan anak yang tidak
dan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Akut) pada anak. Diare adalah
buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dan dan konsistensi tinja
yang lebih lunak dan cair yang berlangsung dalam kurun waktu minimal 2
hari dan frekuensinya 3 kali dalam sehari. Bakteri penyebab utama diare
(EPEC). Menurut Levine & Edelman, Bakteri EPEC juga diyakini menjadi
penyebab kematian ratusan ribu anak di negara berkembang setiap tahunnya. Hal ini
juga diungkapkan oleh Budiarti, bahwa di Indonesia 53% dari bayi dan anak penderita
diare terinfeksi EPEC. Oleh karena itu, penyakit diare merupakan salah satu masalah
daerah kumuh biasanya kurang baik dan keadaan tersebut dapat menyebabkan
pada anak merupakan masalah yang kesehatan yang penting dan diketahui dapat
menderita diare memiliki hubungan positif dengan indeks status gizi tinggi
badan menurut umur (TB/U). Penelitian lain juga menunjukkan hal yang
status gizi TB/U (Neldawati, 2006). Penyakit infeksi seperti diare dan
ISPA yang disebabkan oleh sanitasi pangan dan lingkungan yang buruk,
berhubungan dengan kejadian stunting pada bayi usia 6 –12 bulan (Astari,
et al., 2007).
I. Kerangka teori
stunting pada anak baik secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan
literature yang dilakukan para peneliti sebelumnya. Maka kerangka teori yang
A. Kerangka konsep
Masalah gizi pada anak merupakan masalah yang kompleks dan disebabkan oleh
asupan gizi dan masalah kesehatan. Selain itu, asupan gizi dan masalah kesehatan
merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Berdasarkan kerangka teori yang
penyebab terjadinya stunting pada anak sehingga ada beberapa faktor risiko yang
ini adalah faktor rumah tangga dan keluarga yang meliputi nutrisi ibu pada
saat konsepsi, kehamilan dan laktasi dikarenakan penelitian ini melihat faktor
pada anak dan hanya melihat tinggi badan ibu dan jarak kelahiran anak
lingkungan rumah yang salah satunya adalah sanitasi dan pasokan air
dikarenakan data yang didapat akan homogeny karena berada diwilayah yang
sama.
penelitian ini dilakukan dalam satu wilayah yang sama. Adapun variabel yang
57
58
diteliti adalah karakteristik anak (berat baban lahir dan panjang badab lahir),
karakteristik ibu (tinggi badan ibu dan jarak kelahiran), asupan zat gizi
(protein dan kalsium), pola asuh, ASI eksklusif, dan riwayat infeksi.
Beberapa faktor yang dapat mempengarui stunting dapat dilihat pada kerangka teori
yang terdapat pada Bab sebelumnya. Maka dapat disusun kerangka konsep sebagai
berikut:
58
59
Karakteristik Anak:
Berat Badan Lahir
Panjang Badan Lahir
Karakteristik Ibu:
Tinggi Badan Ibu
Jarak Kelahiran
Pola Asuh
ASI Eksklusif
Riwayat Infeksi
Keterangan:
: Variabel independen
: Variabel dependen
59
60
B. Definisi Operasional
N Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Hasil Ukur Skala Ukur
o Ukur
1 Stunting Keadaan panjang badan anak Mengukur Len 1. stunting , bila PB/U < -2 Ordinal
. SD
menurut umur (PB/U) yang panjang badan gth
2. Normal, bila PB/U ≥ -2
kurang -2 SD anak dalam boa
SD (Kemenkes, 2011)
posisi berbaring rd
2 Panjang Panjang lahir yang diukur Wawanc Kuesioner 1. pendek, bila < 48 cm Ordinal
. lahir
pertama kali setelah lahir ara 2. Normal, bila ≥ 48
setelah lahir
3 Berat Berat badan bayi yang diukur Wawanc Kuesioner 1. Rendah, bila < 2500 gram Ordinal
.
badan pertama kali setelah lahir ara 2. Normal, bila ≥ 2500
60
ibu dalam satuan sentimeter (cm) badan pada 2. Normal, bila ≥ 150
kepala, bahu,
bokong, betis
dan tumit
menempel pada
dinding dan
tegak
(Ayuningtyas, 2016)
6 Asupan Jumlah energi dalam Wawancara food Kuesioner 1. Tidak adekuat < 77% AKG Ordinal
. makanan
energi recall 24 jam 2. Adekuat ≥ 77% AKG
yang dikonsumsi selama
sehari
61
terhitung sejak 24 jam
sebelum penelitian
dilakukan dalam
satuan gram.
7 Asup Jumlah protein dalam Wawancara food Kuesion 1. Tidak adekuat < 77% AKG Ordinal
. er
an makanan yang dikonsumsi recall 24 jam 2. Adekuat ≥ 77% AKG
dilakukan dalam
satuan gram.
8 Asup Jumlah kalsium dalam Wawancara food Kuesion 1. Tidak adekuat < 70% AKG Ordinal
. er
an makanan yang dikonsumsi recall 24 jam 2. Adekuat ≥ 70% AKG
penelitian dilakukan
dalam satuan
milligram.
9 Pola Asuh Upaya pemeliharaan Wawancara kuesione 1. kurang baik , bila jawaban Ordinal
. kesehatan r
62
dan gizi anak melputi kuesioner <80%
penyembuhan, kebiasaan
makan
lain (kecuali
1 Riwayat Sakit infeksi yang dialami Wawanc kuesioner 1. sering sakit ordinal
1.
infeksi pada enam bulan terakhir ara 2. jarang
64
65
C. Hipotesis
1. Ada hubungan faktor karakteristik anak (berat badan lahir dan panjang
badan lahir) dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di
Ada hubungan faktor karakteristik ibu (tinggi badan ibu dan jarak kelahiran) dengan
kejadian stunting pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan
Tahun 2018.
Ada hubungan faktor asupan gizi (energi, protein dan kalsium) dengan kejadian
stunting pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan Tahun
2018.
Ada hubungan faktor pola asuh dengan kejadian stunting pada anak usia 6- 23 bulan
Ada hubungan faktor ASI eksklusif dengan kejadian stunting pada anak usia 6-23
65
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penlitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross sectional
atau potong lintang. Pengumpulan data dan informasi serta pengukuran antara
variable dependen dan independen dilakukan pada waktu yang sama. Penelitian
hubungan atau korelasi secara faktor-faktor risiko dengan dampak atau efeknya
(Sugiyono, 2011).
Disain cross sectional adalah suatu disain penelitian epidemiologi yang mempelajari
pada waktu yang bersamaan sehingga tidak dapat melihat hubungan kausal
dahulu atau kasus penyakit terlebih dahulu (Aschengrau dan Seage, 2003).
66
67
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak usia 6-23 bulan
2. Sampel
Dari populasi penelitian yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah
67
P = (P1=P2)/2
depende
2006
Eksklusif
proporsi sehingga jumlah sampel minimum dikali dua menjadi 120 anak
anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kota Tangerang
Selatan.
sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya,
Penggunaan metode random ini bertujuan agar setiap anak usia 6-23 bulan
69
2. Kerangka sampel penelitian ini dibuat berdasarkan data register bulan
Pisangan.
70
E. Pengumpulan Data
1. Persiapan Pengumpulan
Selatan, dan Puskesmas Pisangan. Setelah surat diurus, peneliti meminta daftar nama
anak usia 6-23 bulan untuk menentukan anak yang akan dijadikan sebagai sampel
penelitian. Setelah ditentukan anak mana saja yang akan menjadi sample penelitian,
peneliti meminta tolong kepada kader untuk memberikan informasi kepada ibu dan
anak terpilih untuk datang ke tempat yang ditentukan sebagai lokasi pengumpulan
Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data
primer didapat dari hasil wawancara menggunakan kuesioner pada responden yang
a. Data status gizi PB/U (pajang badan menurut umur) anak dengan
71
d. Data mengenai poal asuh, ASI eksklusif dan riwayat infeksi yang
Instrumen
Length board
Length board berfungsi sebagai alat ukur panjang badan sampel denganketelitian
sebesar 0,1 cm. data tentang panjang badan ini menggambarkan presentase angka
kejadian stunting.
Microtoise
Microtoise digunakan untuk mengukur tinggi badan responden dengan ketelitian 0,1
cm. data tinggi badan ini menggambarkan distribusi tinggi badan ibu.
c. Kuesioner
72
4. Prosedur Pengumpulan Data
peneliti sendiri dibantu oleh pengumpul data yang lain. Pengumpulan data
pengukuran panjang badan anak dan tinggi badan ibu. Sementara wawancara
menggunakan kuesioner yang memuat pertanyaan dari variabel yang akan diamati.
Wawancara ditutp dengan pertanyan recall 24 jam yang memuat data asupan
dilakukan.
a. Prosedur pengukuran panjang badan anak
Pengukuran panjang badan anak menggunakan length board dengan tingkat ketilitian
0,1 cm dengan posisi berbaring. Length board adalah alat ukur yang berbentuk
(WHO, 2008):
73
2) Memposisikan kepala anak menghadap keatas sehingga mata
length board.
panjang dua meter dan ketelitian 0,1 cm. sebelum melakukan pengukuran,
microtoise harus terpasang pada dinding datar dengan syarat dinding tegak
2008):
74
4) Mempersilahkan responden menarik napas sementara tangan
microtoise
6) Melakukan pengukuran sebanyak dua kali
dan kalsium. Kekuatan data recall 24 jam bergantung pada kemampuan enumerator
makanan. Recall 24 jam kemuadian diolah dengan Microsoft Excel dan Software
Nitrisurvey 2007 untuk memperoleh jumalah asupan zat-zat gizi. Asupan dikatakan
Pengisiankuesionerdilakukanolehenumeratormelalui
75
7) Variabek penyakit infeksi kuesioner nomor G1-G4
F. Pengolahan data
1. Editing
dari
setiap pertanyaan setiap variabel.
2. Coding
Dalam tahap ini kegiatan yang dilakukan adalah memberikan kode pada
3. Processing
4. Cleaning
yang telah dimasukkan apakah masih ada pertanyaan yang belum terisi,
76
G. Validitas Dan Realibilitas
1. Validitas Data
yang seharusnya diukur (Swarjana, 2016). Pada penelitian ini, uji validitas
yang digunakan adalah dengan uji validitas isi. Yaitu dengan cara
2. Reliabilitas Data
nilai r hasil (nilai alpha) dengan r tabel. Apabila r alpha lebih besar dari r
tabel berarti kuesioner tersebut reliabel (Arifin, 2012). Uji reliabilitas pada
penelitian ini dilakukan pada kuesioner bagian variabel ASI eksklusif, pola
77
Tabel 4.1 Kriteria Reliabilitas
Nilai Kriteria
α≥ 0,9 Excellent
0,8 ≤ α < 0,9 Good
0,7 ≤ α < 0,8 Acceptable
0,6 ≤ α < 0,7 Questionable
0,5 ≤ α < 0,6 Poor
α < 0,5 Unacceptable
Hasil uji reliabilitas yang dihasilkan adalah pada kuesioner bagian variabel ASI
eksklusif dihasilkan nilai α sebesar 0.808, artinya item yang digunakan bersifat
good dan reliabel. Pada kuesioner bagian variabel pola asuh dihasilkan nilai α
sebesar 0.824, artinya item yang digunakan bersifat good dan reliabel. Pada
H. Analisis data
1. Analisis Univariat
78
2. Analisis Bivariat
variabel independen (berat badan lahir, panjang badan lahir, tinggi badan
ibu, jarak kelahiran, asupan energy, asupan protein, asupan kalsium, pola
dependen (kejadian stunting) pada anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja
Puskesmas Pisangan.
dan apabila nilai p> 0.05 maka hasil uji tidak bermakna. Berikut adalah
rumus Chi-Square yang digunakan :
(0 − 𝐸) 2
𝑋2 = ∑
𝐸
Keterangan:
X2 = Statistic Chi-Square
O = Nilai Obervasi
79
I. Etik Penelitian
Penelitian ini sudah diajukan ethical clearance-nya kepada Komisi Etik Penelitian
80
BAB V
HASIL PENELITIAN
Dinas Kesehatan Kota Tangerang Selatan. salah satu Puskesmas yang berada di Kota
yang beralamat di Jalan Hijau Lestari Vll, Pisangan, Ciputat Timur, Kota Tangerang
termasuk dalam wilayah kerja puskesmas Pisangan yaitu Kelurahan Pisangan dan
Timur, Kota Tangerang Selatan, dan mempunyai luas wilayah 4,67 km2, dengan batas
wilayah sebagai
berikut :
81
82
B. Analisis Univariat
variabel- variabel yang diteliti, baik variabel dependen maupun variabel independen.
Adapun variabel dependen dari penelitian ini yaitu stunting pada anak dan variabel
independen dari penelitian ini yaitu berat badan lahir, panjang badan lahir, tinggi
badan ibu, jarak kelahiran, asupan energi, asupan protein, asupan kalsium, pola asuh,
pemberian ASI eksklusif dan riwayat infeksi pada anak usia 6-23 bulan di wilayah
Adapun hasil dari analisis univariat pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
pada anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan kota
Frekuensi
Kategori Status
Jumlah Presentase
(n) (%)
Stunting (< -2 41 31,1
SD)
Normal (≥ -2 91 68,9
SD)
Total 132 100
Berat badan lahir adalah berat badan anak yang diukur pertama kali
setelah lahir atau maksimal 24 jam setelah lahir. Berat badan lahir dalam
penelitian ini dikatagorikan menjadi dua, yaitu berat badan lahir rendah
dan berat badan lahir normal. Berat badan lahir dikatakan rendah apabila
berat badan lahir <2500 gram dan dikatakan normal apabila berat badan
Berikut merupakan gambaran berat badan lahir pada anak usia 6-23
2018:
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Berat Badan Lahir
Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.
3. Gambaran Panjang Badan Lahir Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah
setelah lahir atau maksimal 24 jam setelah lahir. Panjang badan lahir
dalam penelitian ini dikatagorikan menjadi dua, yaitu pendek dan normal.
Panjang badan lahir dikatakan pendek apabila <48 cm dan panjang badan
tahun 2018:
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Panjang Badan Lahir
Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.
badan
lahir normal (≥48 cm) yaitu sebanyak 81 responden (61,4%).
4. Gambaran Tinggi Badan Ibu Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
yaitu pendek dan normal. Tinggi badan ibu dikatakan pendek apabila
tinggi badan ibu <150 cm dan tinggi badan ibu dikatakan normal apabila
Berikut merupakan gambaran tinggi badan ibu pada anak usia 6-23
2018.
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tinggi Badan Ibu Pada Anak
Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.
Kategori Frekue
nsi
Tinggi Jumlah Presentase
(n) (%)
Badan Ibu
Pendek (< 150 cm) 38 28,8
5. Gambaran Jarak Kelahiran Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
kelahirananaksebelumnya.Jarakkelahirandalampenelitianini
dikatagorikan menjadi dua, yaitu jarak lahir dekat dan jarak lahir normal.
Jarak kelahiran anak dikatakan dekat apabila jarak kelahiran <3 tahun dan
2018.
Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jarak Kelahiran Pada
Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.
Normal (≥ 3 51 38,6
tahun)
Total 132 100
6. Gambaran Asupan Energi Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
adekuat apabila asupan energi anak < 77% AKG dan dikatakan adekuat
2018.
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Energi Pada
Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.
adekuat 85 64,4
7. Gambaran Asupan Protein Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
yaitu tidak adekuat dan adekuat. Asupan protein pada anak dikatakan tidak
adekuat apabila asupan protein anak < 77% AKG dan dikatakan adekuat
2018.
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Protein Pada
Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.
8. Gambaran Asupan Kalsium Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
yaitu tidak adekuat dan adekuat. Asupan kalsium pada anak dikatakan
tidak adekuat apabila asupan kalsium anak < 77% AKG dan dikatakan
2018.
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Asupan Kalsium Pada
Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018.
9. Gambaran Pola Asuh Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
penelitian ini pola suh dikatagorikan menjadi dua, yaitu pola asuh yang
kurang baik dan pola asuh baik. Pola asuh kurang baik apabila skor
jawaban <80% dan dikatakan pola asuh baik apabila skor jawaban ≥80%.
Berikut merupakan gambaran pola asuh pada anak usia 6-23 bulan
Frekuensi
Kategori Pola Asuh
Jumlah Presentase
(n) (%)
Kura 38 28,8
ng
Baik 94 71,2
penelitian sebagian besar yang memiliki katagori pola asuh yang baik
(skor jawaban ≥80%) yaitu sebanyak 94 responden (71,2%).
10. Gambaran ASI Eksklusif Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
Pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada
(kecuali obat, vitamin, dan mineral). Pada penelitian ini pemberian ASI
Eksklusif dikatagorikan menjadi dua, yaitu tidak ASI eksklusif dan ASI
makanan dan minuman selain ASI selama 6 bulan pertama dan dikatakan
ASI Eksklusif apabila anak hanya mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) selama
11. Gambaran Riwayat Infeksi Pada Anak Usia 6-23 Bulan Di Wilayah Kerja
dua, yaitu sering dan jarang. Dikatakan memiliki riwayat infeksi yang
sering apabila anak mengalami sakit infeksi pada enam bulan terakhir
hari setiap periode sakit dan dikatakan riwayat infeksi yang jarang apabila
Jarang 92 69,7
Berdasarkan Tabel 5.11 diatas diketahui bahwa dari 132 responden penelitian
sebagian besar yang memiliki katagori riwayat infeksi yang jarang yaitu sebanyak 92
responden (69,7%).
C. Analisis Bivariat
dari penelitian ini yaitu stunting pada anak dan variabel independen dari
penelitian ini yaitu berat badan lahir, panjang badan lahir, tinggi badan ibu,
jarak kelahiran, asupan energi, asupan protein, asupan kalsium, pola asuh,
pemberian ASI eksklusif dan riwayat infeksi pada anak usia 6-23 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kota Tangerang Selatan Tahun 2018.
Jika hasil uji mendapatkan p value <0,05 berarti terdapat hubungan yang
bermakna secara statistik dan jika hasil uji mendapatkan p value >0,05 berarti
Stunting
Total
Variabel Independen Ya Tidak P-Value
N % N % N %
Berat badan lahir
Rendah 7 63 4 36,4 11 10 0,01
,6 0 5*
Normal 3 28 8 71,9 12 10
4 ,1 7 1 0
Panjang badan lahir
Pendek 2 43 2 56,9 51 10 0,02
2 ,1 9 0 9*
Normal 1 23 6 76,5 81 10
9 ,5 2 0
Tinggi badan ibu
Pendek 6 15 3 84,2 38 10 0,02
,8 2 0 8*
Normal 3 37 5 62,8 94 10
5 ,2 9 0
Jarak kelahiran
Dekat 2 32 5 67,9 81 10 0,89
6 ,1 5 0 5
Normal 1 29 3 70,6 51 10
5 ,4 6 0
Asupan energy
Tidak adekuat 1 34 3 66,0 47 10 0,72
6 ,0 1 0 3
Adekuat 2 29 6 70,6 85 10
5 ,4 0 0
Asupan protein
Tidak adekuat 1 40 1 60,0 30 10 0,32
2 ,0 8 0 7
Adekuat 2 28 7 71,6 10 10
9 ,4 3 2 0
Asupan kalsium
Tidak adekuat 1 52 1 47,8 23 10 0,03
2 ,2 1 0 1*
Adekuat 2 26 8 73,4 10 10
9 ,6 0 9 0
Pola asuh
Kurang 2 71 1 28,9 38 10 0,00
7 ,1 1 0 0*
Baik 1 14 8 85,1 94 10
4 ,9 0 0
ASI Eksklusif
Tidak ASI Eksklusif 1 28 4 71,2 59 10 0,75
7 ,8 2 0 5
ASI Eksklusif 2 32 4 67,1 73 10
4 ,9 9 0
Riwayat penyakit infeksi
Sering 2 67 1 32,5 40 10 0,00
7 ,5 3 0 0*
Jarang 1 15 7 84,8 92 10
4 ,2 8 0
Berdasarkan hasil analisis bivariat pada tabel 5.12 diketahui bahwa dari 10
berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) pada anak usia 6-23 bulan di
wilayah kerja Puskesmas Pisangan kota Tangerang Selatan tahun 2018. Dikatakan
berhubungan bermakna apabila hasil uji mendapatkan nilai p< 0,05. Dikatakan tidak
Adapun variabel yang berhubungan adalah berat badan lahir (p=0.015) , panjang
badan lahir (p=0,029), tinggi badan ibu (p=0,028) asupan kalsium (p=0,031), pola
asuh (p=0,000) dan riwayat infeksi (p=0,000). Adapun variabel yang tidak
Berdasarkan hasil analisis bivariat pada tabel 5.12 diketahui bahwa pada variabel
yang berhubungan yaitu berat badan lahir terdapat 11 anak dengan berat badan lahir
ibu terdapat 38 ibu dengan tinggi badan yang rendah dan 6 ibu (15,8%) memiliki
anak yang stunting. Pada variabel asupan gizi kalsium terdapat 23 anak dengan
asupan kalsium yang tidak adekuat dan 12 (52,2%) anak diantaranya mengalami
stunting. Pada variabel pola asuh terdapat 38 anak dengan pola asuh yang kurang
dan 27 (71,1%) anak diantaranya mengalami stunting, dan yang terakhir pada
variabel riwayat infeksi yaitu terdapat 40 anak dengan riwayat infeksi yang sering
jarak kelahiran terdapat 81 anak dengan jarak kelahiran yang dekat dan 26
(32,1%) anak diantaranya yang mengalami stunting. Pada variabel asupan energi
terdapat 47 anak dengan asupan energi yang tidak adkuat dan 16 (34,0%) anak
dengan asupan protein yang tidak adekuat dan 12 (40,0%) anak diantaranya
mengalami stunting. Yang terakhir pada variabel ASI eksklusif terdapat 59 anak yang
tidak diberi ASI secara eksklusif dan 17 (28,8%) anak diantaranya mengalami
stunting.
BAB VI
PEMBAHASA
N
A. Keterbatasan penelitian
kekurangan yang mungkin akan berpengaruh dalam hasil penelitian ini secara
2. Penelitian ini menggunakan metode food recall 1x24 jam untuk mengukur
kebiasaan makan anak dalam waktu lama. Dan juga metode ini bergantung
responden.
98
99
3. Penelitian ini tidak mengukur zat gizi yang terkandung di dalam ASI (Air
Susu Ibu) akan tetapi sebagian besar responden sudah tidak ASI sebanyak
44,7%. Sehingga dapat dikatakan anak usia 6-23 bulan sebagian besarnya
gizi pada anak dengan indeks panjang badan menurut umur (PB/U) atau
tinggi badan menurut umur (TB/U). Anak dikatakan stunting apabila memiliki
nilai Z-score -2 SD sampai dengan 2 SD. Stunting pada anak merupakan hasil
riwayat stunting pada usia dini cenderung memiliki tinggi badan lebih rendah
(31,1%) anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan yang
Depok oleh Fitriatul (2014) bahwa ditemukan besar masalah stunting pada
anak usia 12-23 bulan sebesar 21,8%. Selain itu, penelitian di Bogor oleh Erni,
dkk (2016) juga menemukan besar masalah stunting pada anak usia 6-24 bulan
sebesar 18,60%. Hal ini menunjukkan bahwa masalah stunting masih banyak
ditemukan. Dalam penelitian ini dilakukan pada semua posyandu yang ada di
Dua tahun pertama kehidupan adalah priode kriteis pertumbuhan yang berhubungan
dengan kemampuan hidup seorang ketika dewasa (Barkes, 2008). Dua tahun pertaa
(1998) kegagalan pertumbuhan pada dua tahun pertama adalah bentuk kerusakan
permanen yang konsekuensi itu dapat ditemui dimasa mendatang dan cenderung
berulang pada generasi berikutnya. Konsekuensi kesakitan akibat dari kondisi kurang
kumulasi defisit antara kebutuhan dan ketersediaan zat gizi dan oksigen yang
Ada banyak sekali dampak buruk yang dapat ditimbulkan oleh masalah
gizi pada periode dua tahun pertam, yaitu dalam jangka pendek adalah
dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan
jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua,
serta kualitas kerja yang tidak kompetitif yang berakibat pada rendahnya
panjang badan menurut umur (PB/U) pada anak usia 6-23 bulan di wilayah
(berat badan lahir, panjang badan lahir, tinggi badan ibu, jarak kelahiran,
asupan energy, asupan protein, asupan kalsium, pola asuh, pemberian ASI
eksklusif dan riwayat infeksi) dengan variael dependen yaitu kejadian stunting
pada anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja puskesmas pisangan tahun 2018:
1. Gambaran dan Hubungan Berat Badan Lahir Dengan Kejadian
Stunting
Berat badan lahir adalah berat badan anak yang diukur pertama kali
setelah lahir atau maksimal 24 jam setelah lahir. Berat lahir pada anak
didefinisikan yaitu berat lahir yang kurang dari 2500 gram dan berat
badan lahir normal (BBLN) lebih dari sama dengan 2500 gram (Kemenkes,
2017). Berat badan lahir rendah (BBLR) dapat disebabkan oleh masalah
durasi kehamilan dan laju pertumbuhan janin. Maka dari itu, bayi dengan
berat lahir <2500 gram bisa dikarenakan dia lahir secara prematur atau
karena terjadi retardasi pertumbuhan (Semba & Bloem, 2001).
mengalami berat badan lahir rendah. Hal serupa ditemukan pada penelitian
yang dilakukan di Aceh oleh Wanda dkk (2014) bahwa sebagian besar
terdapat 39,09% anak usia 6-24 bulan dengan berat badan lahir rendah.
55,6% anak yang mengalami berat badan lahir rendah. Angka berat badan
terdapat hubungan yang signifikan antara berat badan lahir dengan status
gizi berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) pada anak usia 6-23
(p=0,015). Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Fitri (2012) dan
gizi ibu juga menentukan berat badan lahir anak. Potensi genetik ibu yang
terukur dari tinggi badan ibu akan diturunkan kepada anak sejak
anak
lingkungan selama hamil akan mempengaruhi ukuran berat lahir anak
masih dalam kandungan. Interaksi antara potensi genetik ibu dan
(Fitriatu, 2017). Dalam penelitian lain, berat lahir rendah telah diketahui
berat lahir rendah dapat bertahan, hal ini menunjukkan bahwa berat lahir
rendah memiliki efek yang besar terhadap stunting. Seperti yang telah
anak adalah faktor yang paling relevan untuk kelangsungan hidup anak
lahir dengan berat rendah, memiliki risiko besar untuk menjadi ibu yang
rendah seperti ibunya. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang stunted
tersebut akan menjadi perempuan dewasa yang stunted juga, dan akan
membentuk
siklus sama seperti sebelumnya (Semba dan Bloem, 2001).
2. Gambaran dan Hubungan Panjang Badan Lahir Dengan Kejadian
Stunting
pertama kali setelah lahir atau maksimal 24 jam setelah lahir. Panjang
dan panjang badan yang normal. Panjang badan lahir dikatakan pendek
pendek
apabila panjang badan lahir <48 cm dan panjang badan lahir dikatakan
mengalami panjang badan rendah atau pendek (<48 cm). Hal serupa
terdapat 23,2% anak dengan panjang badan lahir rendah yaitu <48 cm.
berbagai faktor selama masa kehamilan ibu yang didominasi oleh faktor
status gizi berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) pada anak
(2017) yang dilakukan pada anak usia 6-24 bulan di puskesmas lendah II
Kabupaten Pati didapatkan hasil bahwa panjang badan lahir yang rendah
atau pendek (<48 cm) merupakan salah satu faktor risiko balita stunting
usia 12-36 bulan. Bahwa bayi yang lahir dengan panjang badan lahir yang
rendah memiliki risiko 2,8 kali mengalami stunting dibanding bayi yang
2012).
Berngard et al. (2013) mengatakan bahwa pertumbuhan linier yang
dialami janin akan berlanjut setelah kelahiran dan juga mendapati bahwa
padaa usia 3 dan 6 bulan. Panjang badan badan bayi saat lahir
kurang yang diderita selama masa kehamilan atau pada saat anak masih
pertumbuhan janin. Asupan gizi ibu yang kurang adekuat sebelum masa
Stunting
Tinggibadanibudiukurmenggunakanmicrotoisedengan
ketelitian 0,1 cm. Pengukuran tinggi badan pada posisi berdiri tegap
dengan kepala, bahu, bokong, betis dan tumit menempel pada dinding dan
tegak lurus pada bidang datar. Tinggi badan ibu dalam penelitian ini
dikatagorikan menjadi dua, yaitu tinggi badan ibu pendek apabila tinggi
badan ibu <150 cm dan tinggi badan ibu dikatakan normal apabila tinggi
(28,8%) tinggi badan ibu yang termasuk katagori pendek (< 150 cm ) di
wilayah kerja Puskesmas Pisangan kota tangerang Selatan. Hal serupa
oleh Yusdari (2017) bahwa sebagian besar terdapat 102 ibu (55,7%)
pendek (<150 cm), terdapat 6 (15,8%) ibu diantaranya memiliki anak yang
antara tinggi badan ibu dengan status gizi berdasarkan panjang badan menurut umur
(PB/U) pada anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan kota
Hal ini sejalan dengan penelitian Fitriatul (2014) bahwa terdapat hubungan tinggi
badan ibu dengan stunting pada anak usia 12-23 bulan di Wilayah Depok. Begitu juga
pada penelitian yang dilakukan oleh Siti Wahdah (2014) bahwa kejadian stunting
berhubungan signifikan dengan tinggi badan orang tua, baik tinggi badan ibu maupun
baik. Cadangan makanan yang baik dalam rentang waktu panjang maupun
pendek akan berpengaruh pada komponen tubuh. Ibu yang tinggi dan
untuk janin daripada ibu stunting yang memiliki riwayat kurang gizi
4. GambarandanHubunganAsupanKalsiumDenganKejadian
Stunting
Asupan adalah jumlah zat gizi yang terkandung dalam makanan yang
kalsium yang kurang dari yang dianjurkan. Hal serupa ditemukan pada
penelitian Fitriatul (2014) terdapat 79,7% sampel yang memiliki asupan
kalsium kurang dari yang dianjurkan.
dengan status gizi berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) pada
anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan kota Tangerang
Selatan (p=0,031). Hal ini sejalan dengan penelitian Fitriatul (2014) bahwa
kejadian stunting.
Beberapa zat gizi mikro yang sangat penting untuk mencegah terjadinya
stunting yaitu vitamin A, zinc, zat besi dan iodin. Namun, beberapa zat gizi
mikro lainnya seperti kalsium dan fosfor juga sangat penting perannya
produk dari susu dan olahan nya merupakan sumber kalsium yang tinggi,
ini sangat penting diperhatikan pada anak yang sedang dalam masa
deposit
kalsium dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan Peacock(2010).
Dalam Al-Quran telah disebutkan dalam surat Al-Maidah ayat 88
bahwa
:
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik, dari apa yang
Berdasarkan tafsir qurash shihan Makanlah apa saja yang halal dan
baik menurut selera kalian, dari makanan yang diberikan dan dimudahkan
Allah untuk kalian. Takutlah dan taatlah selalu kepada Allah selama kalian
Dalam tafsir quraish shihab Pada firman Allah "Dan Kami turunkan atas
kalian mann dan salwâ" terdapat fakta ilmiah yang ditemukan di bidang
diambil dari hewan, seperti daging hewan dan burung (di antaranya
makananan yang halal dan baik yang berasal dari rezeki yang Allah telah
Pola asuh merupakan interaksi yang terjadi di antara ibu dan anak
(Adriani dan Wijatmadi, 2012). Semakin eratnya interaksi ibu dan anak,
maka semakin baik pula kualitas dan kuantitas peranan ibu dalam
mengasuh anak. Hal tersebut karena pola asuh merupakan indikator atas
peran ibu dalam mengasuh anak (Adriani dan Wijatmadi, 2012). Sehingga,
pola asuh merupakan salah satu faktor risiko terjadinya kurang gizi atau
terganggunya perkembangan anak (Adriani dan Wijatmadi, 2012).
anak (28,8%) anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan
memiliki pola asuh yang kurang baik. Hal serupa ditemukan pada
penelitian Fitriatul (2014) terdapat 41,4% anak usia 6-24 bulan yang
dengan status gizi berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) pada
anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan kota Tangerang
Selatan (p=0,000). Hal ini sejalan dengan penelitian Brigitte (2013) pola
asuh terutama ibu memiliki kontribusi yang besar dalam proses
pesisir.
Pola asuh merupakan interaksi yang terjadi di antara ibu dan anak
(Adriani dan Wijatmadi, 2012). Semakin eratnya interaksi ibu dan anak,
maka semakin baik pula kualitas dan kuantitas peranan ibu dalam
mengasuh anak. Hal tersebut karena pola asuh merupakan indikator atas
peran ibu dalam mengasuh anak (Adriani dan Wijatmadi, 2012).
dan untuk kehidupan. Dalam hal ini, peranan orang tua menjadi amat
pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang
bahwa:
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang benar”.
Kandungan Al Qur’an Surat An Nisa’ Ayat 9 adalah menyeru agar umat islam
Allah SWT telah memperingatkan kepada orang-orang yang telah mendekati akhir
atau keluarga yang lemah terutama tentang kesejahteraan hidup mereka dikemudian
bertakwa dan mendekatkan diri kepada Allah SWT. Selalu berkata lemah
dua, yaitu sering dan jarang. Dikatakan sering apabila anak mengalami
sakit infeksi pada enam bulan terakhir dengan frekuensi mencapai jarak
enam kali dan berlangsung minimal 3 hari setiap periode sakit dan
anak (30,3%) anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan
yang memiliki riwayat penyakit infeksi yang sering. Hal serupa ditemukan
pada penelitian Fitriatul (2014) terdapat 49,6% anak usia 6-24 bulan
memiliki riwayat penyakit infeksi yang sering.
badan menurut umur (PB/U) pada anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja
0,021).
maupun tidak infeksi pasti ada obatnya. Islam juga menganjurkan kepada
Telah menceritakan kepada kami [Harun bin Ma'ruf] dan [Abu Ath Thahir]
serta [Ahmad bin 'Isa] mereka berkata; Telah menceritakan kepada kami
"Setiap penyakit ada obatnya. Apabila ditemukan obat yang tepat untuk
suatu penyakit, maka akan sembuhlah penyakit itu dengan izin Allah 'azza
Muslim] dari [Abu Imran Al Anshari] dari [Ummu Ad Darda] dari [Abu
bersabda:
"SesungguhnyaAllahtelahmenurunkanpenyakitdanobat,dan menjadikan
Stunting
Jarak kelahiran adalah jarak antara anak yang lahir dengan anak
dua, yaitu jarak kelahiran yang dekat dan jarak kelahiran yang normal.
Jarak kelahiran anak dikatakan dekat apabila jarak kelahiran anak < 3
tahun dan jarak kelahiran dikatakan normal apabila jarak kelahiran anak
≥3 tahun.
(61,4%) dengan jarak kelahiran dekat (< 3 tahun), dan 51 anak (38,6%)
dengan jarak kelahiran normal (≥3 tahun). Hal serupa ditemukan pada
(2017) bahwa sebagian besar didapati dengan jarak kelahiran dekat sebesar
97 (53%) .
Berdasarkan hasil penelitian dari 81 anak (61,4%) yang memiliki
panjang badan menurut umur (PB/U) pada anak usia 6-23 bulan di wilayah
kerja Puskesmas Pisangan kota Tangerang Selatan (p=0,895). Hal ini tidak sejalan
dengan penelitian Yusdari (2017) bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara
Jarak kelahiran adalah kurun waktu dalam tahun antara kelahiran terakhir dengan
kelahiran sekarang (Fajarina, 2012). Jarak kelahiran anak yang terlalu dekat akan
mempengaruhi status gizi dalam keluarga karena kesulitan mengurus anak dan
kurang menciptakan suasana tenang di rumah ( Lutviana dan Budiono, 2010). Jarak
kelahiran yang cukup, membuat ibu dapat pulih dengan sempurna dari kondisi
setelah melahirkan, saat ibu sudah merasa nyaman dengan kondisinya maka ibu
dapat menciptakan pola asuh yang baik dalam mengasuh dan
memberi jarak kelahiran anak yaitu terdapat didalam Al-Qur’ān Sūrah Al-
Baqarah: 233.
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua
kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka
yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah
kelahiran anak agar jarak ideal setiap anak adalah tiga tahun. Dua tahun
Apabila masa penyapihan berjalan lancar, maka sang ibu bisa segera
hamil lagi. Dengan jarak kehamilan yang normal 9 bulan, maka anak
kedua atau anak berikutnya akan lahir dengan jarak kelahiran rata-rata
tiga tahun
setelah kelahiran anak sebelumnya.
8. GambaranDanHubunganPemberianASIEksklusifDengan
Kejadian Stunting
Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif adalah ASI yang diberikan kepada
yaitu tidak ASI eksklusif dan ASI eksklusif. Dikatakan tidak ASI eksklusif
selama 6 bulan pertama dan dikatakan ASI Eksklusif apabila anak hanya
bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara pemberian ASI
eksklusif dengan status gizi berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) pada
anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan Kota Tangerang Selatan
(p=0,755). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Fitriatul (2014) dan Yusdarif (2013)
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pemberian ASI eksklusif dengan
kejadian stunting. Begitu juga pada penelitian (Oktavia, 2011) bahwa perilaku ibu
dalam pemberian ASI ekslusif memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks
Risiko menjadi stunting 3,7 kali lebih tinggi pada anak yang tidak
diberi ASI Eksklusif (ASI < 6 bulan) dibandingkan dengan anak yang
diberi ASI Eksklusif (≥ 6 bulan) (Hien dan Kam, 2008). Penelitian yang
pada bayi baru lahir dan bayi yang tidak menerima kolostrum mungkin
memiliki insiden, durasi dan keparahan penyakit yang lebih tinggi seperti
juga
menyebutkan pemberian kolostrum pada bayi berhubungan dengan
kejadian stunting (Kumar, et al., 2006). Selain itu, durasi pemberian ASI
2009).
Pemberian ASI memiliki berbagai manfaat terhadap kesehatan, terutama dalam hal
perkembangan anak. Komposisi ASI banyak mengandung asam lemak tak jenuh
dengan rantai karbon panjang (LCPUFA, long-chain polyunsaturated fatty acid) yang
tidak hanya sebagai sumber energi tapi juga penting untuk perkembangan otak
karena molekul yang dominan ditemukan dalam selubung myelin. ASI juga memiliki
yang sakit akan sulit untuk mengeksplorasi dan belajar dari sekitarnya.
Manfaat lain pemberian ASI adalah pembentukan ikatan yang lebih kuat
dalam interaksi ibu dan anak, sehingga berefek positif bagi perkembangan
ASI (Air Susu ibu) merupakan bentuk makanan yang ideal untuk
memenuhi gizi anak, karena ASI sanggup memenuhi kebutuhan gizi bayi
didapat. dapat memenuhi tiga perempat dari kebutuhan protein bayi usia 6
– 12 bulan, selain itu ASI juga mengandung semua asam amino essensial
ASI eksklusif adalah memberikan hanya ASI saja bagi bayi sejak lahir sampai usia 6
vitamin, dan mineral tetes atas saran dokter. Selama 6 bulan pertama pemberian ASI
eksklusif, bayi tidak diberikan makanan dan minuman lain (susu formula, jeruk,
madu, air, teh, dan makanan padat seperti pisang, pepaya, bubur susu, bubur nasi,
biskuit, nasi tim). Sedangkan ASI predominan adalah memberikan ASI kepada bayi,
tetapi pernah memberikan sedikit air atau minuman berbasis air, misalnya teh,
Anjuran kepada seorang ibu dalam memberikan ASI (Air Susu ibu)
juga sudah diatur dalam Al-Quran dalam surat Al-Baqarah ayat 233
sebagai berikut:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan
pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan
karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban
demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan
keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan
jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa
Mencegah bayi mengalami gizi buruk yang dilihat dari berat badan, tinggi badan,
lingkaran kepala
Mengandung zat-zat nutrisi yang penting dan lengkap untuk pertumbuhan dan
Membuat ibu lebih sehat karena ASI yang diproduksi dikeluarkan, tidak ditahan
Memberikan ketahanan pada tubuh bayi.
energi yang kurang dari yang dianjurkan. Hal serupa ditemukan pada
energi dengan status gizi berdasarkan panjang badan menurut umur (PB/U) pada
anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan kota Tangerang Selatan
(p=0,723). Namun ada kecenderungan anak yang kurang asupan energi mengalami
stunting. Hal ini sejalan dengan penelitian Fitriatul (2014). Namun bertentangan
dengan penelitian Gladys (2014) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan yang
Asupan adalah jumlah zat gizi yang terkandung dalam makanan yang
(PB/U) pada anak usia 6-23 bulan di wilayah kerja Puskesmas Pisangan
(2014).
fungsi esensial lainnya untuk menjamin pertumbuhan normal (Pipes, 1985). Sebagai
sumber energi, protein menyediakan 4 kkal energi per 1 gram protein, sama dengan
karbohidrat. Protein terdiri atas asam amino esensial dan non-esensial, yang memiliki
fungsi berbeda-beda. Protein mengatur kerja enzim dalam tubuh, sehingga protein
juga berfungsi sebagai zat pengatur. Protein juga berperan sebagai pemelihara
netralitas tubuh (sebagai buffer), pembentuk antibody, mengangkut zat-zat gizi, serta
pembentuk ikatan-ikatan esensial tubuh, misalnya hormone. Oleh karena itu, protein
memiliki fungsi yang khas dan tidak dapat digantikan oleh zat lain (Almatsier, 2001).
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Gambaran stunting pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Gambaran tinggi badan ibu pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja
Puskesmas Pisangan Tahun 2018 yaitu sebanyak 38 ibu (28,8%) dengan tinggi
badan yang rendah atau pendek dan 94 ibu (71,2%) yang memiliki tinggi
badan normal.
Gambaran jarak kelahiran pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja
dengan jarak kelahiran yang dekat dan 51 anak (38,6%) yang jarak
kelahiran normal.
4. Gambaran berat badan lahir pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah
berat badan lahir rendah dan 121 anak (91,7%) yang berat badan lahir
normal
5. Gambaran panjang badan lahir pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah
129
130
(38,6%) yang memiliki panjang badan lahir yang rendah dan 81 anak
6. Gambaran ASI eksklusif pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja
yang tidak diberi ASI eksklusif dan 73 anak (55,3%) yang diberi ASI
eksklusif.
Gambaran pola asuh pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Pisangan
Tahun 2018 yaitu sebanyak 38 anak (28,8%) yang memiliki pola asuh yang kurang dan
Gambaran riwayat infeksi pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas
Pisangan Tahun 2018 yaitu sebanyak 40 anak (30,3%) dengan riwayat infeksi yang
10. Gambaran asupan protein pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja
yang memiliki asupan protein yang tidak adekuat dan 102 anak
11. Gambaran asupan kalsium pada anak usia 6-23 bulan di Wilayah Kerja
12. Terdapat hubungan yang signifikan antara berat badan lahir, panjang
badan lahir, tinggi badan ibu, asupan kalsium, pola asuh dan riwayat
B. Saran
Bagi puskesmas
Perlunya pendidikan dan pelatihan secara khusus bagi petugas kesehatan dan
a. Kepada ibu yang memiliki anak balita sebaiknya untuk lebih peduli
gizinya tercukupi.
Melakukan metode FFQ untuk mengetahui gambaran asupan makan dalam waktu
yang lama.
ACC/SCN. 1997. “3rd Report on The World Nutrition Situation”. Geneva. dari
ahayu, Atikah, dkk. 2015. Riwayat Berat Badan Lahir dengan Kejadian
Stunting pada Anak Usia Bawah Dua Tahun Kesmas. Jurnal Kesehatan
Almatsier, Sunita (ed). 2005. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Almatsier, Sunita (ed). 2005. Penuntun Diet edisi baru. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Kecukupan Protein & Zinc Dengan Stunting (Pendek) Pada anak Usia 6–
di http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jkm
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan.
Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi: Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC.
Astari, L. D., A. Nasoetion, dan C. M. Dwiriani. 2005. “Hubungan Karakteristik
Bulan”. Media Gizi dan Keluarga 29 (2): 40-46. Diakses pada 25 Januari
Stunting Pada Anak Baru Sekolah. Skripsi. Semarang: Program Studi Ilmu Gizi
BAPPENAS. dari
Brown, J. E. 2008. Nutrition Through the Life Cycle, Fourth Edition. Belmont:
Thomson Wadswoth.
Pada Anak 1-2 Tahun. Semarang: Program Studi Ilmu Gizi Fakultas
Candra, Dewi, dkk. 2017. Pengaruh Konsumsi Protein Dan Seng Serta Riwayat
Penyakit Infeksi Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Balita Umur 24-
59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida III. Arc. Com. Health,
3(1):36-46
CDC (Centers for Disease Control and Prevention). 1988. “National Health And
Diana, F. M. 2006. “Hubungan Pola Asuh dengan Status Gizi Anak Batita di
Ernawati, Fitrah, dkk. 2013. Pengaruh Asupan Protein Ibu Hamil Dan Panjang
Badan Bayi Lahir Terhadap Kejadian Stunting Pada Anak Usia 12 Bulan di
Kabupaten Bogor. Penelitian Gizi Dan Makanan, Juni 2013 Vol. 36 (1):
1- 11
Kejadian Stunting Anak Usia 24-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Barombong
Fitryaningsih, Ani. 2016. Hubungan Berat Badan Lahir dan Jumlah Anak Dalam
Henningham & McGregor. 2008. Public Health Nutrition editor M.J. Gibney, et
Tahun 2010 (Analisis Data Riskesdas 2010) (Skripsi). Depok: FKM UI.
Indriyani. 2011. Hubungan Antara Pola Asuh Gizi dan Faktor Lain dengan Status
Gizi Anak (12 – 59) bulan di Kelurahan Sindangrasa Bogor Tahun 2011
dan Faktor Lain dengan Status Gizi Naduta di Kelurahan Depok Kecamatan
www.pasca.unhas.ac.id
Masithah T., Soekirman, dan D. Martianto. 2005. “Hubungan Pola Asuh Makan
Dan Kesehatan Dengan Status Gizi Anak Batita Di Desa Mulya Harja”.
Media Gizi Keluarga, 29 (2): 29-39. dari
Masithah T., Soekirman, dan D. Martianto. 2005. “Hubungan Pola Asuh Makan
Dan Kesehatan Dengan Status Gizi Anak Batita Di Desa Mulya Harja”. Media Gizi
Infants Aged Six and Twelve Months In Butajira, Ethiopia: The P-MaMiE
Birth Cohort”. Medhin et al. BMC Public Health, 10:27. Diakses pada 13
Narendra, M. B., et al. 2002. Tumbuh Kembang Anak dan Remaja. Jakarta:
Sagung Seto.
Neldawati. 2006. Hubungan Pola Pemberian Makan pada Anak dan Karakteristik
Sekunder Data Anak Gizi Buruk Tahun 2005) (Skripsi). Depok: FKM UI.
Cipta. Oktavia, Rita. 2011. Hubungan Pengetahuan Sikap dan Perilaku Ibu dalam
Rahayu, Atikah, dkk. 2015. Riwayat Berat Badan Lahir dengan Kejadian
Stunting pada Anak Usia Bawah Dua Tahun Kesmas. Jurnal Kesehatan
Ramli, et al. 2009. “Prevalence and Risk Factors For Stunting and Severe Stunting
Robert dkk. (2008). Maternal and Child Undernutrition 1; Maternal and Child
Stunting Children Aged 0-23 Months In Poor Areas In Central And East
Semba, R. D., et al. 2008. “Effect of Parental Formal Education on Risk of Child
www.lancet.com
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Shihab, M. Quraish. 2002. Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor: IPB PAU Pangan & Gizi.
Suhardjo. 1992. Pemberian Makanan pada Bayi dan Anak. Yogyakarta: Kanisius.
Supariasa, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Syafiq, Ahmad. 2007. “Tinjauan Atas Kesehatan dan Gizi Anak Usia Dini”
Children Underfive Years of Age In Food Surplus Region of Ethiopia: The Case Of
Unicef Indonesia, 2013. Ringkasan Kajian Gizi Ibu dan Anak, Oktober 2012.
USAID. 2010. “Nutrition Assessment For 2010 New Project Design”. Diakses
Zahraini, Yuni. 2009. Hubungan status KADARZI dengan status gizi anak 12-59
PB_LAHIR
P_ASUH
Frequenc Percen Valid Cumulati
y t Percent
ve
Percen
t
KURAN 38 28.8 28.8 28.8
G
Vali BAIK 94 71.2 71.2 100.0
d
Total 132 100.0 100.0
RIWAYAT_INFEKSI
STATUS_GIZI Total
STUNTIN NORMA
G L
Cou 6 32 38
nt
PENDEK
% within TINGGI_IBU 15.8% 84.2% 100.0%
TINGGI_IBU
Cou 35 59 94
nt
NORMAL
% within TINGGI_IBU 37.2% 62.8% 100.0%
Cou Chi-Square Tests 41 91 132
nt
Total
% within TINGGI_IBU 31.1% 68.9% 100.0%
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.80.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
STUNTING
For cohort STATUS_GIZI
= 1.342 1.090 1.652
NORMAL
N of Valid Cases 132
JARAK_KELAHIRAN * STATUS_GIZI Crosstabulation
STATUS_GIZI Total
STUNTIN NORMA
G L
Count 26 55 81
DEKAT % within
32.1% 67.9% 100.0%
JARAK_KELAHIRAN
JARAK_KELAHIRAN
Count 15 36 51
NORMAL % within
29.4% 70.6% 100.0%
JARAK_KELAHIRAN
Count 41 91 132
Total % within
31.1% 68.9% 100.0%
JARAK_KELAHIRAN
Chi-Square Tests
Risk Estimate
STUNTING
For cohort STATUS_GIZI
= .962 .763 1.213
NORMAL
N of Valid Cases 132
BB_LAHIR * STATUS_GIZI Crosstabulation
STATUS_GIZI Total
STUNTIN NORMA
G L
Count 7 4 11
RENDAH
% within BB_LAHIR 63.6% 36.4% 100.0%
BB_LAHIR
Count 34 87 121
NORMAL
% within BB_LAHIR 28.1% 71.9% 100.0%
Count 41 91 132
Total
% within BB_LAHIR 31.1% 68.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Risk Estimate
STUNTING
For cohort STATUS_GIZI
= .506 .230 1.114
NORMAL
N of Valid Cases 132
PB_LAHIR * STATUS_GIZI Crosstabulation
STATUS_GIZI Total
STUNTIN NORMA
G L
Count 22 29 51
PENDEK
% within PB_LAHIR 43.1% 56.9% 100.0%
PB_LAHIR
Count 19 62 81
NORMAL
% within PB_LAHIR 23.5% 76.5% 100.0%
Count 41 91 132
Total
% within PB_LAHIR 31.1% 68.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Risk Estimate
STUNTING
For cohort STATUS_GIZI
= .743 .568 .971
NORMAL
N of Valid Cases 132
ASUPAN_ENERGI * STATUS_GIZI Crosstabulation
STATUS_GIZI Total
STUNTIN NORMA
G L
Count 16 31 47
TIDAK ADEKUAT
% within ASUPAN_ENERGI 34.0% 66.0% 100.0%
ASUPAN_ENERGI
Count 25 60 85
ADEKUAT
% within ASUPAN_ENERGI 29.4% 70.6% 100.0%
Count 41 91 132
Total
% within ASUPAN_ENERGI 31.1% 68.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Risk Estimate
STUNTING
For cohort STATUS_GIZI
= .934 .730 1.196
NORMAL
N of Valid Cases 132
ASUPAN_PROTEIN * STATUS_GIZI Crosstabulation
STATUS_GIZI Total
STUNTIN NORMA
G L
Count 12 18 30
TIDAK % within
ADEKUAT 40.0% 60.0% 100.0%
ASUPAN_PROTEIN
ASUPAN_PROTEIN
Count 29 73 102
ADEKUAT % within
28.4% 71.6% 100.0%
ASUPAN_PROTEIN
Count 41 91 132
Total % within
31.1% 68.9% 100.0%
ASUPAN_PROTEIN
Chi-Square Tests
Risk Estimate
STUNTING
For cohort STATUS_GIZI
= .838 .611 1.151
NORMAL
N of Valid Cases 132
ASUPAN_KALSIUM * STATUS_GIZI Crosstabulation
STATUS_GIZI Total
STUNTIN NORMA
G L
Count 12 11 23
TIDAK % within
ADEKUAT 52.2% 47.8% 100.0%
ASUPAN_KALSIUM
ASUPAN_KALSIUM
Count 29 80 109
ADEKUAT % within
26.6% 73.4% 100.0%
ASUPAN_KALSIUM
Count 41 91 132
Total % within
31.1% 68.9% 100.0%
ASUPAN_KALSIUM
Chi-Square Tests
Risk Estimate
STUNTING
For cohort STATUS_GIZI
= .652 .419 1.013
NORMAL
N of Valid Cases 132
ASI_EKS * STATUS_GIZI Crosstabulation
STATUS_GIZI Total
STUNTIN NORMA
G L
Cou 17 42 59
nt
TIDAK
% within ASI_EKS 28.8% 71.2% 100.0%
ASI_EKS
Cou 24 49 73
nt
YA
% within ASI_EKS 32.9% 67.1% 100.0%
Cou 41 91 132
nt
Total
% within ASI_EKS 31.1% 68.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Risk Estimate
STUNTING
For cohort STATUS_GIZI
= 1.061 .844 1.333
NORMAL
N of Valid Cases 132
P_ASUH * STATUS_GIZI Crosstabulation
STATUS_GIZI Total
STUNTIN NORMA
G L
Count 27 11 38
KURANG
% within P_ASUH 71.1% 28.9% 100.0%
P_ASUH
Count 14 80 94
BAIK
% within P_ASUH 14.9% 85.1% 100.0%
Count 41 91 132
Total
% within P_ASUH 31.1% 68.9% 100.0%
Chi-Square Tests
Risk Estimate
STUNTING
For cohort STATUS_GIZI
= .340 .205 .564
NORMAL
N of Valid Cases 132
RIWAYAT_INFEKSI * STATUS_GIZI Crosstabulation
STATUS_GIZI Total
STUNTIN NORMA
G L
Count 27 13 40
SERING % within
67.5% 32.5% 100.0%
RIWAYAT_INFEKSI
RIWAYAT_INFEKSI
Count 14 78 92
JARANG % within
15.2% 84.8% 100.0%
RIWAYAT_INFEKSI
Count 41 91 132
Total % within
31.1% 68.9% 100.0%
RIWAYAT_INFEKSI
Chi-Square Tests
Risk Estimate
STUNTING
For cohort STATUS_GIZI
= .383 .243 .604
NORMAL
N of Valid Cases 132
155
Apakah Ibu bersedia menjadi responden pada penelitian ini? No. Telepon :
Menyatakan setuju untuk berpartisipasi sebagai subyek penelitian ini
Iya (mengisi kuesioner)/ Tidak secara sukarela dan bebas tanpa ada paksaan, dengan catatan apabila
merasa dirugikan dalam penelitian ini dalam bentuk apapun berhak
Atas bantuan dan kesediaan waktu yang telah Ibu berikan, saya ucapkan membatalkan persetujuan ini.
terimakasih.
, tanggal / /2018
( ) (
156
KUESIONER PENELITIAN
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 12-23 BULAN
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PISANGAN KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2018
Tanggal Wawancara :
Nama Pewawancara :
Tanggal Wawancara :
Hari Ke :
Banyakn
Waktu Makan Menu Makan ya
U *Berat (Gram)
RT
Pagi/Jam
Selingan Pagi/Jam
Siang/Jam
163
Selingan
Siang/Jam
Malam/Jam
Selingan
Malam/Jam
Keterangan:
URT : Urutan Rumah Tangga (Terlampir)
*Berat (Gr) : tidak perlu diisi oleh responden
164