Anda di halaman 1dari 12

A.

KONSEP DASAR PENYAKIT


1. DEFINISI
a. Stroke dapat didefinisikan sebagai defisit neurologik yang mempunyai awitan endadak dan
berlangsung 24 jam. (Keperawatan Kritis)
b. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat
pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak. (Sylvia A Price,
2006)
c. Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis
serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan
tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

2. KLASIFIKASI
1. Stroke non hemoragik
a. Trombosis cerebri, terjadi penyempitan lumen pembuluh darah otak perlahan karna proses
arterosklerosis cerebral dan perlambatan sirkulasi serebral.
b. Embolisme cerebral, penyempitan pembuluh darah terjadi mendadak akibat abnormalitas
patologik pada jantung. Embolus biasanya menyumbat arteri cerebral tengah atau cabang-
cabangnya,yang merusak sirkulasi cerebral.
2. Stroke Haemorhagi
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan
aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya
menurun.

3. EPIDEMIOLOGI
Stroke adalah penyebab kematian ketiga pada orang dewasa di Amerika Serikat. Angka
kematian setiap tahun akibat stroke baru atau rekuren adalah lebih dari 200.000. Insiden stroke
secara nasional diperkirakan adalah 750.000 per tahun. Berdasarkan data dari seluruh dunia,
statistiknya bahkan lebih mencolok yaitu bahwa penyakit jantung koroner dan stroke adalah
penyebab kematian tersering pertama dan kedua dan menempati urutan kelima dan keenam
sebagai penyebab kecacatan.

4. ETIOLOGI
a.    Trombosis cerebri ( bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)
b.    Embolisme cerebral ( bekuan darah atau material yang di bawa ke otak dari bagian tubuh
yang lain)
c.    Iskemia cerebral( penurunan aliran darah ke otak)
d.   Aterosklerosis
5. PATOFISIOLOGI
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan
jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting trhadap otak. Thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran
darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah.
Jika aliran darah kesetiap bagian otak terhambat karena trombus dan embolus maka
mulai terjadi kekurangan O2 kejaringan otak. Kekurangan selama 1 menit dapat menyebabkan
nekrosis mikroskopis neuron-neuron area kemudian di sebut infark.
Kekurangan O2 pada awalnya mungkin akibat iskemik umumnya (karena henti
jantung / hipotensi ) / hipoksia karena proses anemia / kesulitan bernafas. Jika neuron hanya
mengalami iskemik,maka masih ada peluang untuk menyelamatkannya. Suatu sumbatan pada
arteri koroner dapat mengakibatkan suatu infark disekitar zona yang mengalami kekurangan O2.
Stroke karena embolus merupakan akibat dari bekuan darah, lemak dan udara, emboli pada otak
kebanyakan berasal dari jantung.
6. PATHWAY
 
Trombus & emboli Hipertensi & cedera kepala

Penyumbatan pembuluh Pecahnya pembuluh darah


darah otak

Suplai darah ke otak Perdarahan di otak

Iskemik pada otak Tekanan intrakarnial

Perubahan perfusi

Jaringan serebral

STROKE

Kerusakan fungsi otak

Pada neuron motorik Perubahan sensori Pda pons basal


persepsi

Kehilangan contro Gangguan


volunter thd gerakan Ketidakmampuan neuromuskuler fasial
motorik menginterpretasikan
rangsangan
Kelemahan system
Kerusakan neuromuskular musculoskeletal fasial
Disorientasi waktu,
Tempat, orang, visual
Hemiplegia Hemiparesis Hemiparesis ataksik/
Disatria (ggn. Bicara)
Gangguan
Resiko kerusakan Kerusakan sensori
Kehilangan kemampuan
mobilitas fisik
Integritas kulit Komunikasi verbal

Kerusakan
komunikasi verbal
7. MANIFESTASI KLINIS
a.       Kehilangan motorik
Stroke adalah penyakit neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter.
Gangguan kontrol volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukan kerusakan pada
neuron atas pada sisi yang belawanan dari otak. Disfungsi neuron paling umum adalah
hemiplegi (paralisis pada salah satu sisi tubuh) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan
dan hemiparises (kelemahan salah satu sisi tubuh)
b.      Kehilangan komunikasi
Fungsi otak lain yang yang dipengaruhi oleh stroke adalah bahasa dan komunikasi.
Stroke adalah penyebab afasia paling umum. Disfungsi bahasa dan komunikasi dapat
dimanifestasikan oleh hal berikut :
1)      Disatria (kesulitan berbicara), ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara.
2)      Disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau reseptif.
3)      Apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari sebelumnya.
c.       Defisit lapang pandang, sisi visual yang terkena berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis
yaitu kesulitan menilai jarak, tidak menyadari orang atau objek ditempat kehilangan
penglihatan
d.      Defisit sensori, terjadi pada sisi berlawanan dari lesi yaitu kehilangan kemampuan untuk
merasakan posisi dan gerakan bagian tubuh.
e.       Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologik, bila kerusakan pada lobus frontal,
mempelajari kapasitas, memori atau fungsi intelektual mungkin terganggu. Disfungsi ini
dapat ditunjukan dalam lapang perhatian terbatas, kesulitan dalam pemahaman, lupa dan
kurang motivasi.
f.       Disfungsi kandung kemih, setelah stroke pasien mungkin mengalami inkontenensia urinarius
karena kerusakan kontrol motorik.

8. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2.      Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi, melokalisasi, dan
mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3.      CT Scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan
otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4.      MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya perdarahan
otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
5.      EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang
infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6.      Pemeriksaan laboratorium
a.       Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu
hari-hari pertama.
b.      Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c.       Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d.      Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-rangsur turun
kembali.
e.       Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

9. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini
dapat dikelompokan berdasarkan:
1.      Berhubungan dengan immobilisasi yaitu infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan,
konstipasi dan thromboflebitis.
2.      Berhubungan dengan paralisis yaitu nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan
terjatuh
3.      Berhubungan dengan kerusakan otak yaitu epilepsi dan sakit kepala.
4.      Hidrocephalus

10. PENATALAKSANAAN
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan
sebagai berikut:

a. Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
b. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien
harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
e. Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
f. Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
1.      Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2.      Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi.
3.      Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4.      Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
5.      Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.

Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat.
Gejala : Kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralysis,
mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot)
Tanda : Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid atau spastis),
paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan penglihatan
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung ,
endokarditis bakterial).
Tanda : Hipertensi arterial, Disritmia, perubahan EKG. Pulsasi : kemungkinan bervariasi,
denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal.
c. Integritas ego
Gejala : Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Tanda : Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediaan, kegembiraan, kesulitan
berekspresi diri.
d. Eliminasi
Gejala : Inkontinensia, anuria. Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak
adanya suara usus (ileus paralitik)
e. Makan / minum
Gejala : Nafsu makan hilang. Nausea / vomitus menandakan adanya Peningkatan
Tekanan Intra Kranial. Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia. Riwayat
DM, Peningkatan lemak dalam darah.
Tanda : Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum dan faring). Obesitas.
f. Neurosensori
Gejala : Pusing, Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti
lumpuh/mati. Penglihatan berkurang. Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral
pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang sama). Gangguan rasa pengecapan
dan penciuman.
Tanda : Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan tingkah
laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif. Ekstremitas:
kelemahan/paraliysis pada semua jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang,
berkurangnya reflek tendon dalam. Wajah: paralisis/paraparese. Afasia (kerusakan atau
kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan ekspresif/kesulitan berkata kata,
reseptif/kesulitan berkata kata komprehensif, global/ kombinasi dari keduanya.
Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendenga. Kehilangan kemampuan
menggunakan motorik. Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi
pada sisi ipsi lateral.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.
Tanda : Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial.
h. Respirasi
Gejala : Perokok (faktor resiko).
i. Keamanan
Tanda : Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan. Perubahan persepsi terhadap
tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang
sakit. Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali.
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin / gangguan regulasi suhu tubuh.
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang
kesadaran diri.
j. Interaksi sosial
Gejala : Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular.
2. Perubahan persepsi sensori b.d perubahan resepsi sensori, transmisi, integrasi.
3. Kerusakan komunikasi verbal b.d kerusakan neuromuskuler.
4. Resiko kerusakan integritas kulit b.d hemiplegia.
5. Perubahan perfusi jaringan serebral b.d interupsi aliran darah
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


1. Kerusakan Kekuatan
mobilitas dan fungsi 1. Kaji kemampuan secara 1. Mengidentifikasi kekuatan
fisik b.d bagian fungsional kerusakan awal atau kelemahan dan dapat
kerusakan tubuh yang dengan cara teratur. memberikan informasi
neuromuskul terkena mengenai pemulihan.
ar d.d kompensasi 2. Tinggikan tangan dan 2. Meningkatkan aliran blik
hemiplegia kembali kepala. vena dan membantu
dan meningkat mencegah terbentuknya
hemiparesis edema.
3. Observasi daerah yang 3. Jaringan yang mengalami
terkena termasuk warna, edema lebih mudah
edema, atau tanda lain dari mengalami trauma dan
gangguan sirkulasi. penyembuhannya lambat.
4. Berikan tempat tidur dengan 4. Meningkatkan distribusi
matras bulat, tempat tidur merata berat badan yang
air, alat flotasi atau tempat menurunkan tekanan pada
tidur khusus. tulang-tulang.
5. Konsultasikan dengan ahli 5. Program khusus dapat
fisioterapi menemukan kebutuhan
yang berarti atau menjaga
kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi
dan kekuatan.
6. Berikan obat relaksan otot, 6. Mungkin diperlukan untuk
anstispasmodik sesuai menghilangkan spastisitas
indikasi. pada ekstremitas yang
terganggu.
2. Perubahan Tingkat 1. Lihat kembali proses 1. Kesadaran akan tipe atau
persepsi kesadaran patologis kondisi individual. daerah yang terkena
sensori b.d dan fungsi membantu dalam mengkaji
perubahan perseptual atau mengantisipasi defisit
resepsi tidak spesifik dan perawatan.
sensori , memburuk
transmisi, 2. Evaluasi adanya gangguan 2. Munculnya gangguan
integrasi d.d penglihatan. penglihatan dapat
disorientasi berdampak negatif terhadap
terhadap kemampuan pasien untuk
waktu, menerima lingkungan dan
tempat, mempelajari kembali
orang. keterampilan motorik dan
meningkatkan resiko
terjadinya cedera.
3. Berikan stimulasi terhadap 3. Membantu melatih kembali
rasa sentuhan, seperti jarak sensorik untuk
berikan pasien suatu benda mengintegrasikan persepsi
untuk menyentuh, meraba. dan interpretasi stimulasi.
4. Lakukan validasi terhadap 4. Membantu pasien untuk
persepsi pasien. mengidentifikasi
ketidakkonsistenan dari
persepsi dan integrasi dan
integritas stimulus dan
mungkin menurunkan
distorsi persepsi pada
realitas.
3. Kerusakan Mengindika 1. Kaji tipe dan derajat 1. Membantu menentukan
komunikasi sikan disfungsi. daerah dan derajat
verbal b.d pemahaman kerusakan serebral yang
kerusakan tentang kesulitan pasien dalam
neuromuskul masalah beberapa atau seluruh tahap
er komunikasi proses komunikasi.
2. Bedakan antara afasia dan 2. Intervensi yang dipilih
disatria. tergantung pada tipe
kerusakannya.
3. Berikan metode komunikasi 3. Melakukan peniliaian
alternatif. terhadap adanya kerusakan
motorik.
4. Mengurangi isolasi sosial
4. Anjurkan pengunjung atau
pasien dan meningkatkan
orang terdekat
penciptaan komunikasi yang
mempertahankan usahanya
efektif.
untuk berkomunikasi
dengan pasien.
5. Pengkajian secara
5. Konsultasikan dengan rujuk
individual kemampuan
ke ahli wicara.
bicara dan sensori, motorik,
dan kognitif berfungsi untuk
mengidentifikasi
kekurangan atau kebutuhan
terapi.

4. Resiko Tidak 1. Inspeksi seluruh area kulit, 1. Kulit cederung rusak karena
kerusakan terjadi catat adanya kemerahan, perubahan sirkulasi perifer
integritas kerusakan pembengkakan. dan imobilisasi.
kulit b.d integritas 2. Lakukan massage dan 2. Meningkatkan sirkulasi dan
hemiplegia kulit pada lubrikasi pada kulit dengan melindungi permukaan kulit
pasien lotion atau minyak. dari dekubitus.
Lindungi sendi dengan
bantalan busa, wool.
3. Lakukan perubahan posisi 3. Meningkatkan sirkulasi
sesering mungkin di tempat pada kulit dan mengurangi
tidur maupun sewaktu tekanan pada daerah tulang
duduk. yang menonjol.
4. Bersihkan dan keringkan 4. Kulit yang bersih dan kering
kulit khususnya pada daerah tiak akan mengalami
dengan kelembaban. kerusakan.
5. Jaga alat tenun terbebas dari 5. Mencegah adanya iritasi
lipatan-lipatan dan kotoran. pada kulit
5. Perubahan Mempertah 1. Tentukan faktor-faktor yang 1. Mempengaruhi penetapan
perfusi ankan berhubungan dengan intervensi.
jaringan tingkat keadaan atau penyebab Kerusakan/kemunduran
serebral b.d kesadaran khusus selama koma/ gejala neurologis atau
interupsi biasanya/me penurunan perfusi serebral kegagalan memperbaikinya
aliran darah mbaik. dan potensial terjadinya setelah fase awal
peningkatan TIK. memerlukan tindakan
pembedahan.
2. Catat perubahan dalam 2. Gangguan penglihatan yang
penglihatan seperti adanya spesifik mencerminkan
kebutaan, gangguan lapang daerah otak yang terkena,
pandang atau kedalaman mengidentifikasikan
persepsi. keamanan yang harus
mendapat perhatian dan
mempengaruhi intervensi
yang dilakukan.

3. Berikan oksigen sesuai 3. Menurunkan hipoksia yang


indikasi. dapat menyebakan
vasodilatasi serebral dan
tekanan
meningkat/terbentuknya
edema.

4. Pantau pemeriksaan
4. Memberikan informasi
laboratorium sesuai
tentang karakteristik tentang
indikasi, seperti masa
protrombin, kadar dilantin. keefektifan
pengobatan/kadar
terapeutik.

4. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah dibuat.

5. EVALUASI KEPERAWATAN

Dx 1 : Kerusakan mobilitas fisik teratasi.

Dx 2 : Gangguan persepsi sensori dapat diperbaiki.

Dx 3 : Komunikasi verbal dapat diperbaiki.

Dx 4 : Kerusakan integritas kulit tidak terjadi.

Dx 5 : Perubahan perfusi jaringan serebral dapat diatasi.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Vol.3. Jakarta: EGC.
Doengoes, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Reeves, Charlene J., dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai