Anda di halaman 1dari 3

MENYIMPAN BARA DALAM SEKAM BAG.

II

Acara berjalan datar, dengan sopan santun keagamaan yang memakan waktu di antara orang-
orang yang diminta berpendapat. Beberapa dari mereka berbicara seolah dengan setelan
otomatis: Mereka memulai pembicaraan dengan puji syukur ke hadirat Allah dan sholawat dan
salam kepada nabi seperti dalam pengajian.

Para tokoh yang hadir dalam musyawarah,satu persatu menyampaikan pendapatnya dengan
percaya diri -- secara marathon dan bergantian -- seperti bunyi rakitan petasan yang disulut
saat lebaran -- dor.dor..dor...dor.. bunyinya berkesinambungan tanpa jeda memberi
penghiburan bagi yang menonton,terkadang disoraki dan dielukan --tepuk sorai membahana --
membuat suasana riuh.

Adu narasi tak dapat dihindari kesemuanya berpegang teguh pada apa yang mereka yakini
sebagai kebenaran.Kesepakatan sebelum terselenggaranya musyawarah akhirnya ditetapkan
menjadi keputusan.Satu orang merasa dipermalukan dan sebagian lainya merasa girang karena
telah memenangkan tujuan.

Pihak yang merasa dipermalukan hanya bisa diam mengamini --entah dengan hatinya-- tidak
ada yang menemani menyampaikan pembelaan -- eh ada ding satu orang -- tapi itu tidak
terlalu berarti sedangkan pihak yang berkepentingan terus memberondong narasi dengan gigih
didukung dengan informasi-informasi "jarene".

Saya berpikir, tokoh-tokoh ini mempunyai semangat yang luar biasa dalam menangani urusan-
urusan kemaslahatan ummat,kecepatanya dalam menemukan informasi-informasi tentang
keburukan perangai seseorang dan menyampaikanya di depan umum adalah buktinya.
***

Dalam hal ini, orang-orang yang hadir dalam musyawarah -- bukan tokoh-- mempunyai respons
yang berbeda-beda terhadap pertemuan itu;Ada yang menyesal,ada yang senang,ada yang
merasa berempati ,ada yang menggerutu dan ada juga yang biasa-biasa saja.Alasanya pun
bervariasi seperti:" Kezaliman akan terus ada, bukan karena banyaknya orang-orang jahat. Tapi
karena diamnya orang-orang baik"," Ucapan sahabat yang jujur lebih besar harganya daripada
harta benda yang diwarisi nenek moyang"," Jangan pernah membuat keputusan saat sedang
marah dan jangan pernah membuat janji saat sedang bahagia"," Sabar sesaat saja di saat marah
akan menyelamatkan kita dari ribuan penyesalan"," Tidak ada yang bisa menjaga rahasiamu
lebih baik daripada dirimu sendiri, maka jangan salahkan siapa pun orang yang mengungkapkan
rahasiamu karena kamu sendiri tidak bisa menyembunyikannya. Rahasiamu adalah tawananmu,
yang jika dilepaskan, itu akan membuatmu menjadi tahanan." dan masih banyak lagi yang
lainya.

Sebagai seorang yang berilmu agama tingkat tinggi tentu mereka --para tokoh ini-- fasih
melafadzkan sebuah firman yang jika ditranslate berbunyi "Hai orang-orang yang beriman, jika
datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu
tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang
menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu".(Al-Hujurat : 6).Sehingga mereka bisa
membuat keputusan dengan informasi yang tidak meleset dan tidak menimbulkan masalah
dikemudian hari karena diadakanya forum itu bermula dari sebuah informasi--kanya--

Terlepas dari rasa ketidaksukaan/kesukaan pribadi saya terhadap semua itu,kenyataanya keputusan
tetap disepakati tetapi dalam pengambilan keputusan tetap harus dikritisi agar penerapannya tidak
menjatuhkan /merugikan bagi yang lain.

Tentu masalah akan selalu ada; selama manusia hidup dan melakukan aktivitas, selalu akan terbuka
kemungkinan munculnya masalah, dan itu bisa terjadi dalam situasi normal atau pun tidak normal.

Hal itu digambarkan dalam sebuah e pos yang ditulis oleh Bhagawan Wiyasa--
Mahabharata--,diartikan oleh para pujangga sebagai “kisah pertempuran besar Bangsa Bharata” yang
didalam kisahnya memiliki beragam penafsiran.

Salah satu fragmenya mengisahkan ; ketika Duryudhana --Kurawa-- menghadiri upacara rajasuya di
Kerajaan Indraprastha atas undangan Prabu Yudhistira--Pandawa--,Duryudhana--Kurawa-- terkagum-
kagum melihat kemegahan Istana Indraprastha Duryudhana --Kurawa-- iri melihat kemegahan dan
kemakmuran Istana Indraprastha.

Setelah pulang dari menghadiri upacara rajasuya, Duryudhana,Sengkuni,Dorna --Kurawa-- merancang


permainan dadu dengan niat yang jahat terhadap Yudhistira-- Pandawa-- yaitu merebut kemegahan
yang dimilik Yudhistira --Pandawa-- tentu dengan izin dari Prabu Destrarata --ayah Kurawa--.Permainan
dadu antara Pandawa dan Kurawa dimulai dengan sesuatu yang ganjil dan menyebabkan Yudhistira
kalah sehingga harus menaruhkan segala harta,kehormatan yang ia punyai termasuk istrinya sendiri
--Dewi Drupadi--.
Dewi Drupadi ditarik rambutnya ke tengah balairung perjudian --Istana Hastinapura-- sarinya ditarik
untuk ditelanjangi dihadapan Kurawa dan Pandawa,Drupadi meronta dan meminta pertolongan tetapi
tidak ada yang mengeluarkan suara dan menolongnya,mereka --semua yang hadir-- itu mendengar tapi
tak satupun hadir memberikan pertolongan.

Yudhistira, suaminya, yang telah kalah dalam pertaruhan, membisu. Juga Arjuna. Juga Nakula dan
Sadewa. Hanya Bima yang menggeretakkan gerahamnya dalam rasa marah yang tertahan, hanya Bima
yang berbisik, bahwa Yudistira salah, bahwa Yudistira telah berbuat berlebihan, karena bahkan istrinya
pun tak dipertaruhkan dalam pertandingan dadu

bersambung....

Anda mungkin juga menyukai