LP DAN LK TB PARU Minggu Ke 2
LP DAN LK TB PARU Minggu Ke 2
BAB I
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Tuberkulosis Paru adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis, yakni kuman aerob yang dapat hidup terutama di paru atau diberbagai
organ tubuh yang lainnya yang mempunyai tekanan parsial oksigen yang tinggi.
Kuman ini juga mempunyai kandungan lemak yang tinggi pada membran selnya
sehingga menyebabkan bakteri ini menjadi tahan terhadap asam dan pertumbuhan dari
kumannya berlangsung dengan lambat. Bakteri ini tidak tahan terhadap ultraviolet,
karena itu penularannya terutama terjadi pada malam hari. Tuberkulosis Paru atau TB
adalah penyakit radang parenkim paru karena infeksi kuman Mycobacterium
Tuberculosis. Tuberkulosis Paru adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
basil mikrobacterium tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection dan selanjutnya mengalami proses yang dikenal sebagai focus primer dari
ghon. (Andra S.F & Yessie M.P, 2013).
Penularan tuberkulosis yaitu pasien TB BTA (bakteri tahan asam) positif
melalui percik renik dahak yang dikeluarkan nya. TB dengan BTA negatif juga masih
memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB meskipun dengan tingkat penularan
yang kecil (kemenkes RI,2015).
B. Klasifikasi
TB paru diklasifikasikan menurut Wahid & Imam tahun 2013 halaman 161
yaitu:
1. Pembagian secara patologis
1. Tuberculosis primer (childhood tuberculosis)
2. Tuberculosis post primer (adult tuberculosis).
2. Pembagian secara aktivitas radiologis TB paru (koch pulmonum) aktif, non aktif
dan quiescent (bentuk aktif yang mulai menyembuh)
3. Pembagian secara radiologis (luas lesi)
a. Tuberkulosis minimal
Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun
kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
C. ETIOLOGI
Menurut Wim de Jong et al 2005 (Nurarif & Hardhi Kusuma, 2015), Penyebab
Tuberculosis adalah Mycobacterium Tuberculosis. Basil ini tidak berspora sehingga
mudah dibasmi dengan pemanasan, sinar matahari, dan sinar ultraviolet. Ada dua
macam mikobakteria tuberculosis yaitu tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin
berada dalam susu sapi yang menderita mastitis tuberculosis usus. Basil tipe human
bisa berada di bercak ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC
terbuka dan orang yang rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini.
Perjalanan TBC setelah infeksi melalui udara.
D. Manifestasi Klinis
Menurut Zulkifli Amin & Asril Bahar (2009), keluhan yang dirasakan pasien
tuberkulosis dapat bermacam-macam atau malah banyak ditemukan pasien TB Paru
tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak
adalah :
1. Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi kadang- kadang panas
badan dapat mencapai 40-41oC. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar
tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya
demam influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan
demam influenza. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan
berat ringannya infeksi tuberkulosis yang masuk.
2. Batuk / batuk berdahak
Batuk ini terjadi karena ada iritasi pada bronkus. batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar, karena terlibatnya bronkus pada setiap
penyakit tidak sama. Mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang
dalam jaringan paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan
peradangan bermula. Sifat batuk ini dimulai dari batuk kering (non-produktif)
kemudian setelah timbulnya peradangan menjadi produktif (menghasilkan
sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat
pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah tuberkulosis pada kavitas,
tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
3. Sesak napas
Pada penyakit ringan (baru kambuh) belum dirasakan sesak napas. Sesak napas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut yang infiltrasinya sudah
meliputi sebagian paru-paru.
4. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik melepaskan napasnya.
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering
ditemukan berupa anoreksia, tidak ada nafsu makan, badan makin kurus (berat
badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keluar keringat malam, dll. Gejala
malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
E. Patofisiologi
Ketika seorang pasien tuberkulosis paru batuk, bersin, atau berbicara, maka
secara tak sengaja keluarlah droplet nuclei dan jatuh ke tanah, lantai atau tempat
lainnya. Akibat terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuclei tadi
menguap. Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin
akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke
udara. Droplet kecil sekali dapat tetap beredar diudara selama beberapa jam. Droplet
nuklei yang sedikit mengandung satu hingga tiga basili yang menghindari sistem
pertahanan jalan napas untuk masuk paru tertanam pada alveolus atau bronkiolus
pernapasan, biasanya pada lobus atas. Karena kuman memperbanyak diri, mereka
menyebabkan respons inflamasi lokal. Respons inflamasi membawa neutrofil dan
makrofag ke tempat tersebut. Mycobacterium tuberculosis terus memperbanyak diri
secara lambat beberapa masuk sistem limfatik untuk menstimulasi respons imun.
Neutrofil dan makrofag mengisolasi bakteri, tetapi tidak dapat menghancurkannya.
Lesi granulomatosa disebut tuberkel, koloni basil yang terlindungi, terbentuk. Dalam
tuberkel¸ jaringan terinfeksi mati, membentuk pusat seperti keju, proses yang disebut
nekrosis degenerasi jaringan mati.
Jika respons imun adekuat, terjadi jaringan parut sekitar tuberkel dan basil
tetap tertutup. Lesi ini pada akhirnya mengalami klasifikasi dan terlihat pada sinar-X.
Pasien, ketika terinfeksi oleh M. tuberculosis tidak terjadi penyakit TB. Jika respons
tidak adekuat untuk mengandung basili, penyakit TB akan terjadi. Terkadang, infeksi
dapat memburuk, menyebabkan destruksi jaringan paru yang luas.
Lesi TB yang telah sembuh sebelumnya dapat diaktivasi kembali.
Tuberkulosis reaktivasi terjadi ketika sistem imun tertekan akibat usia, penyakit, atau
penggunnaan obat imunosupresif. Luas penyakit paru dapat beragam dari lesi kecil
hingga kavitasi luas jaringan paru. Tuberkel rupture, basili menyebar ke jalan napas
untuk membentuk lesi satelit dan menghasilkan pneumonia tuberculosis. Tanpa
terapi, keterlibatan paru masif dapat menyebabkan kematian, atau proses yang lebih
kronik pembentukan tuberkel dan kavitasi dapat terjadi. Orang yang mengalami
penyakit kronik terus menyebarkan M. tuberculosis ke lingkungan, kemungkinan
menginfeksi orang lain (Pricilla LeMone, 2015).
Reaksi infeksi / inflamasi yang terjadi pada penderita tuberculosis paru akan
membentuk kavitas dan merusak parenkim paru lalu menimbulkan edema trakeal /
faringeal, peningkatan produksi sekret, pecahnya pembuluh darah jalan napas dan
mengakibatkan batuk produktif, batuk darah, sesak napas, penurunan kemampuan
batuk efektif dan terjadi masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan bersihan jalan
napas (Muttaqin, 2008).
F. Penatalaksanaan Medis
Menurut Zain (2001) membagi penatalaksanaan tuberkulosis paru menjadi
tiga bagian, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
1) pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita TB paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin,
klinis dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan radiologis
foto thoraks diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif,
diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes tuberkulin
dan diberikan kemoprofilaksis.
2) Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-
kelompok populasi tertentu misalnya:
a) Karyawan rumah sakit / Puskesmas / balai pengobatan.
b) Penghuni rumah tahanan.
3) Vaksinasi BCG
Tabrani Rab (2010), Vaksinasi BCG dapat melindungi anak yang berumur kurang
dari 15 tahun sampai 80%, akan tetapi dapat mengurangi makna pada
tes tuberkulin.
Dilakukan pemeriksaan dan pengawasan pada pasien yang dicurigai menderita
tuberkulosis, yakni:
a) Pada etnis kulit putih dan bangsa Asia dengan tes Heaf positif
dan pernah berkontak dengan pasien yang mempunyai sputum
positif harus diawasi.
b) Walaupun pemeriksaan BTA langsung negatif, namun tes Heafnya
positif dan pernah berkontak dengan pasien penyakit paru.
c) Yang belum pernah mendapat kemoterapi dan mempunyai
kemungkinan terkena.
d) Bila tes tuberkulin negatif maka harus dilakukan tes ulang
setelah 8 minggu dan ila tetap negatif maka dilakukan vaksinasi
BCG. Apabila tuberkulin sudah mengalami konversi, maka
pengobatan harus diberikan.
4) Kemoprofilaksis dengan mengggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan
dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih
sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis
sekunder diperlukan bagi kelompok berikut:
a) Bayi dibawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena
menjadi positif,
d) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat
immunosupresif jangka panjang,
e) Penderita diabetes melitus.
5) Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun ditingkat rumah sakit oleh petugas
pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan
Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI). (Mutaqqin Arif, 2012).
Arif Mutaqqin (2012), mengatakan tujuan pengobatan pada penderita TB paru selain
mengobati, juga untuk mencegah kematian, kekambuhan, resistensi terhadap OAT,
serta memutuskan mata rantai penularan. Untuk penatalaksanaan pengobatan
tuberkulosis paru, berikut ini adalah beberapa hal yang penting untuk diketahui.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan
fase lanjutan (4-7 bulan).Panduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan
obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO
adalah Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,
2004).
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan
lokasi TB paru, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologi, apusan
sputum dan riwayat pengobatan sebelumnya.Disamping itu, perlu pemahaman
tentang strategi penanggulangan TB paru yang dikenal sebagai Directly Observed
Treatment Short Course (DOTSC).
G. Komplikasi
Menurut Wahid & Imam (2013), dampak masalah yang sering terjadi pada TB
paru adalah:
1. Hemomtisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan nafas.
2. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (peleburan bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan
ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4. Pneumothorak (adanya udara dalam rongga pleura) spontan: kolaps spontan
karena kerusakan jaringan paru.
5. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal, dan
sebagainya.
6. Insufisiensi kardiopulmonar (Chardio Pulmonary Insuffciency).
H. Pathway
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI DAN KASUS
A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan langkah awal dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan data baik data subjektif maupun data objektif. Data subjektif
diperoleh berdasarkan hasil wawancara baik dengan klien maupun orang lain.
Sedangkan Data Objektif diperoleh berdasarkan hasil observasi, pemeriksaan fisik
dan data dari rekam medik pasien.
Adapun pengkajian keperawatan pada klien dengan TB adalah sebagai
berikut:
1. Data biografi
Langkah awal adalah melakukan pengkajian terhadap data biografi klien yang
meliputi nama, usia, jenis kelamin, pekerjaan, ras, dan lain-lain.
2. Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB Paru meminta pertolongan
pada tenaga medis dibagi menjadi 4 keluhan, yaitu :
a. Batuk
Keluhan batuk timbul paling awal dan paling sering dikeluhkan, apakah betuk
bersifat produktif/nonproduktif, sputum bercampur darah
b. Batuk Berdahak
Seberapa banyak darah yang keluar atau hanya blood streak, berupa garis atau
bercak-bercak darah
c. Sesak Nafas
Keluhan ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena
ada hal-hal menyertai seperti efusi pleura, pneumotoraks, anemia, dll.
d. Nyeri Dada
Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleural terkena TB
3. Keluhan sistematis
a. Demam
keluhan ini sering dijumpai yang biasanya timbul pada sore hari atau pada
malam hari mirip dengan influenza
b. Keluhan sistematis lain
keluhan yang timbul antara lain : keringat malam, anoreksia, penurunan berat
badan dan malaise
6. Kesehatan keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita empisema, asma, alergi dan TB
7. Riwayat psikososial
a. Keluhan dan reaksi pasien terhadap penyakit
b. Tingkat adaptasi pasien terhadap penyakit
c. Persepsi pasien terhadap penyakit
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d adanya penumpukan sekret
2. Peningkatan suhu tubuh b/d peradangan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
4. Kurang pengetahuan b/d kurang informasi
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff, Hood & Abdul Mukty. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru.
Surabaya : Airlangga University Press.
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. A
Umur : 47 Tahun.
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 04/10/2021
Tanggal Pengkajian : 05/10/2021
No. Register : 00230012
Diagnosa Medis : Tuberkulosis Paru
Suku/Bangsa : Sunda/ Indonesia
Agama : Islam
Status Marietal : Kawin
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Kp. Bendung RT 011 RW 004
Sumber Biaya : Jamkesda
Sumber Informasi : Pasien, Keluarga dan Rekam Medis
Cara Masuk : Lewat Instalasi Gawat Darurat RSUD Balaraja
Keluhan Utama : Sesak napas, batuk berdahak, demam, mual
3) Body Systems
a. Pernafasan (B 1 : Breathing)
Pernafasan melalui hidung. Frekuensi 28 x/menit O2 nasal 3 Lpm. Trachea tidak
ada kelainan. Tidak terdapat retraksi dinding dada, napas dangkal cepat. Bentuk
dada simestris.
Hasil toraks foto dewasa (04/10/2021)
Trakea di tengah.
Mediastinum superior tak melebar
Cor tidak membesar. Klasifikasi aorta, Sinusos dan diafragma normal
Kesan :
Pneumonia kanan curiga dengan plate like atelektasis
b. Cardiovascular (B 2 : Bleeding)
Nadi 70 X/menit kuat dan teratur, tekanan darah 100/60 mmHg, Suhu 37,6oC.
Palpitasi tidak ada, clubbing fingger tidak ada. Suara jantung normal. Edema :
tidak ada. Tidak ada Gallop dan murmur.
a) Inspeksi : Pergerakan dada kanan dan kiri simetris, tidak tampak
menggunakan otot bantu penafasan.
b) Palpasi : Vocal vemitus normal.
c) Perkusi : pekak
d) Auskultasi : terdapat Ronchi, Whizzing tidak ada.
c. Persyarafan (B 3 : Brain)
Tingkat kesadaran : Compos Mentis
GCS :Eye : Spontan (4)
Motorik : Dapat bergerak sesuai perintah (6)
Verbal : Dapat menjawab pertanyaan dengan spontan (5)
Kepala dan wajah : Tidak ada kelainan.
Mata : Sklera putih, Conjungtiva : Merah muda, Pupil : Isokor.
Leher : Tidak ada kelaianan.
f. Tulang-Otot-Integumen (B 6 : Bone)
Kemampuan pergerakan sendi lengan dan tungkai normal tidak ada gangguan.
Ekstrimitas :
Atas :
Kanan : Begerak normal tidak ada kelainan
Kiri : Begerak normal tidak ada kelainan
Bawah :
Kanan : Begerak normal tidak ada kelainan
Kiri : Begerak normal tidak ada kelainan
Tulang Belakang : Tidak ada kelainan.
Warna kulit : Kuning kecoklatan.
4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium Tn. A di ruang Mas Kalimangun RSUD Balaraja Tanggal 04
Oktober 2021
HEMATOLOGI
Hematokrit Automatic 35 % 33 – 45
KIMIA KLINIK
FUNGSI GINJAL
ELEKTROLIT
5. TERAPI
Pemberian Terapi Klien Tn.A di Ruang Mas Kalimangun RSUD Balaraja
1) Ceftriaxone 1 x 1gr (IV)
2) Omeprazole 1 x 40mg (IV)
3) Paracetamol 3 x 500mg (IV)
4) Ondansentron 3 x 4mg (IV)
5) Ambroxol 3 x 30mg (Po)
6) Levemir 1 x10 unit (SC)
7) Novorapid 3 x 8 unit (SC)
8) Infus NacL 0,9% 500ml / 8 jam
6. ANALISA DATA
DO
- Pasien tampak lemah dan lemas ( D.0001 )
- Pasien tampak batuk mengeluarkan
Bersihan Jalan Napas Tidak
dahak/sekret
- Terdapat suara Ronchi Efektif
- TTV :
TD : 150/90
S : 37,5oC
SPO2: 97
O2 3 Lpm Nasal Canul
2. DS
Pasien mengatakan badan lemas, mual
nafsu makan menurun, makan 1-2
porsi/hari, tidak pernah habis saat
makan ( D.0080 )
DO Defisit Nutrisi Kurang Dari
- Pasien tampak Lemas Kebutuhan Tubuh
- Mukosa mulut tampak kering
- Berat Badan turun 16 Kg
- Tampak masih ada sisa makanan di
saat selesai jam makan
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. ( D0001 ) Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b/d Adanya penumpukan sekret
2. ( D.0080 ) Defisit Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh b/d Anoreksia
8. INTERVENSI KEPERAWATAN
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
Edukasi
- Anjurkan posisi duduk, jika
perlu
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu
- Menganjurkan
mengulangi tarik napas
dalam hingga 3 kali
19.00
- Berkolaborasi dengan
ahli gizi untuk
menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrien
yang dibutuhkan, jika
perlu