Robertus Chandrawidjaja 2
Robertus Chandrawidjaja 1
SEJARAH PENGEMBANGAN
Sejarah perkembangan ilmu pengetahuan, politik,
kebudayaan selalu dimulai dari tepian sungai dan
pantai, pembangunan daerah pasang surut di
Indonesia dimulai sejak abad ke-13 masehi, saat
kerajaan Majapahit memperluasan pengaruhnya
sampai ke Kalimantan. Khususnya di Kalimantan
Selatan dimulai di tepian sungai Martapura dan
sungai Barito. Di Kalimantan Barat, Parabu Jaya
yang merupakan salah satu keturunan Raja
Brawijaya dari Majapahit pada abad ke-13 masehi
membuka lahan pemukiman di sungai Pawan
Ketapang. dan mereka berasal dari berbagai suku
bangsa. Untuk memenuhi kebutuhan pangan, di
Bangunlah saluran-saluran air untuk mengatur
ketersediaan air untuk tanaman dan kebutuhan
sehari-hari, dan sarana transportasi air (perairan
daratan).
Robertus Chandrawidjaja 3
SEJARAH PENGEMBANGAN
• Tahun 1890 Anjir Serapat (28 km) antara sungai
Kapuas dan sungai Barito mulai digali. Tujuan
utama untuk jalur lalu lintas air. Tahun 1935 Anjir
ini diperlebar dan diperdalam dengan kapal keruk.
Dampak positip dari pembangunan anjir; tata air di
daerah sekitarnya menjadi baik dan cocok untuk
persawahan, sejak saat itulah secara spontan
banyak orang yang membuka persawahan di
daerah tersebut.
• Pembuatan jalan di sekitar kota Banjarmasin
tercatat sekitar tahun 1920, dengan cara menggali
dan mengurug. Terbentuknya daerah kering dan
adanya fasilitas transport maka mulailah orang
tertarik dan bertempat tinggal di situ dan membuka
usaha pertanian khususnya padi. Usaha pertanian
ini berkembang dan berhasil dengan baik, sehingga
terkenal sebagai suatu daerah yang subur dan
dikenal sebagai gudang beras kota Banjarmasin
yaitu daerah “Gambut” (oleh karenanya pasar
didaerah ini dinamakan “KINDAI LIMPUAR”).
Robertus Chandrawidjaja 4
Robertus Chandrawidjaja 2
SEJARAH PENGEMBANGAN
• Tahun 1957 Pemerintah memutuskan membuka persawahan
pasang surut secara besar-besaran.
• Pembukaan lahan pasang surut dipakai sistem kanalisasi.
proyek kanalisasi ini dimulai di Kalimantan Tengah dan
Kalimantan Selatan. Disamping kanal yang merupakan
saluran primer Pemerintah menggali pula saluran sekunder
dengan harapan drainasi di daerah itu dapat berjalan lancar.
Proyek percontohan: “Pilot Proyek Basarang”. Tahun 1969
ditetapkan sebagai awal dari pembukaan persawahan pasang
surut secara besar-besaran. Pertama dicanangkan seluas
5.250.000ha. sawah yang meliputi daerah Sumatera dan
Kalimantan dalam waktu 15 tahun sejak tahun 1969.
• Proses perkembangan persawahan pasang surut dipengaruhi
oleh interaksi dari teknologi tradisional dan teknologi dari
luar yang mendorong Pengairan Pasang Surut berkembang
dengan pengaruh teknologi yang beragam terutama yang
cocok dengan keadaan lingkungan setempat. Suatu
pemilihan teknologi yang tepat yang sesuai dengan kondisi
lingkungan setempat akan sangat diperlukan guna
mendapatkan laju perkembangan yang mantap tanpa banyak
menimbulkan kerugian bagi lingkungan.
Robertus Chandrawidjaja 5
Perkiraan sumberdaya
Pulau Pasang surut Rawa-Pedalaman Jumlah
(Ha) (Ha) (Ha)
Sumatera 2.345.000 10.866.000 13.211.000
Kalimantan 2.268.000 10.496.000 12.764.000
Sulawesi 84.000 385.000 469.000
Irian Jaya 2.303.000 10.677.500 12.980.500
Jumlah 7.000.000 32.424.500 39.424.500
Sumber: Dir.jenPengairan,1981
Robertus Chandrawidjaja 6
Robertus Chandrawidjaja 3
Tabel.5.2. 7,3 juta Ha yang tersebar di 6 Propinsi(Dep.PUTL):
Perkiraan sumberdaya
Pulau Pasang surut
(Ha)
Kal-Sel-Teng 1.720.000
KalBar 30.000
KalTim 270.000
SumUt.Bg.Timur 2.485.000
SumUt.Bg.Barat 395.000
SumSel.Bg.Timur 2.250.000
SumSel.Bg.Barat 190.000
Jumlah 7.340.000
Robertus Chandrawidjaja 7
Tabel.5.3.: Luasan Rawa Pasang Surut dan Non Pasang Surut (Ha)
Robertus Chandrawidjaja 8
Robertus Chandrawidjaja 4
Tabel.5.3.: Luasan Rawa Pasang Surut dan Non Pasang Surut (Ha)
Robertus Chandrawidjaja 9
Robertus Chandrawidjaja 10
Robertus Chandrawidjaja 5
Lahan diusahakan adalah lahan yang sekarang ini
diusahakan untuk sawah ataupun perkebunan.
Lahan kurang sesuai untuk pertanian adalah lahan
yang masih berupa hutan mangrove, gambut tebal
maupun lahan yang selalu terganggu oleh bahaya
banjir. Lahan ini sulit untuk diusahakan sebagai
lahan usaha pertanian.
Lahan yang sesuai (Cocok) untuk pertanian adalah
lahan yang masih berupa rawa-rawa dengan kondisi
drainasi yang kurang baik, dipengaruhi oleh
gerakan pasang surut dan dengan reklamasi akan
mempunyai potensi untuk dikembangkan.
Robertus Chandrawidjaja 11
Robertus Chandrawidjaja 12
Robertus Chandrawidjaja 6
MANAJEMEN LAHAN
Pada tanggal 24 S.D 31 Agustus 1986 di Jakarta dilaksanakan
simposium disertai pameran dengan mengambil tema
“Pengembangan Daerah Pasang Surut di Indonesia
bertempat di Pusat Kebudayaan Belanda “Erasmus Huis”.
Dalam kesimpulan dan rekomendasi yang terdiri atas
empat tema pokok yaitu:
• Manajemen/Pengelolaan Lahan dan Air.
• Aspek-aspek Pertanian
• Aspek-aspek Sosial-Ekonomi.
• Aspek Lingkungan.
Robertus Chandrawidjaja 13
Robertus Chandrawidjaja 14
Robertus Chandrawidjaja 7
MANFAAT PENGEMBANGAN
LAHAN PASANG SURUT
1. Kanal memenuhi syarat-syarat minimum untuk PERTANIAN.
2. Genangan air pada daerah rawa masih tumbuh hutan-hutan
lebat, dengan diameter 1 meter (terutama di Sumatera).
3. Genangan air menghalangi proses oksidasi terhadap
batang-batang atau ranting-ranting pohon yang mati, terjadi
pembusukan yang menghasilkan bahan organik (gambut).
4. Air yang menggenang, sebab terjadinya air yang asam.
5. Dengan kanal, diperoleh gerakan air didaerah rawa, yang
mengakibatkan kesempatan untuk memperkaya diri dengan
zat asam. Dan tercipta kondisi untuk melakukan cocok
tanam, dan keasaman air ikut berkurang.
6. Keuntungan kanal-kanal sudah dikenal oleh rakyat
setempat dan sudah terdapat sawah-sawah rakyat yang
berpijak pada hukum pasang surut itu. Dalam kemampuan
terbatas, umumnya sekitar 2-3 Km dari tepi sungai.
7. Dengan meningkatnya pengetahuan dan kemampuan
teknologi tentunya dapat ditingkatkan mutu, kemampuan
penggarapan serta produktivitasnya.
Robertus Chandrawidjaja 15
Skema
Sistem Garpu
dan kolam
pasang Unit
Barambai
Robertus Chandrawidjaja 16
Robertus Chandrawidjaja 8
Skema Sistem Garpu
dan kolam pasang
Unit Tabunganen
Robertus Chandrawidjaja 17
Robertus Chandrawidjaja 18
Robertus Chandrawidjaja 9
Skema Sistem Tata
Air Unit Panca Arga
(Sum-Sel)
Robertus Chandrawidjaja 19
Robertus Chandrawidjaja 20
Robertus Chandrawidjaja 10
Skema Sistem Pengelolaan Air Panca Arga
Keterangan:
Sawah
Saluran Sekunder
Arah Drainase
Pintu Sorong
Robertus Chandrawidjaja 21
Robertus Chandrawidjaja 22
Robertus Chandrawidjaja 11
Konsep Sistem Tata Air Mikro
Robertus Chandrawidjaja 23
Robertus Chandrawidjaja 24
Robertus Chandrawidjaja 12
Sistem Tata
Air Satu Arah
Robertus Chandrawidjaja 25
Robertus Chandrawidjaja 26
Robertus Chandrawidjaja 13
Tipekal Sistem Tata Air Satu Arah
pada Sistem Sisir
Robertus Chandrawidjaja 27
Robertus Chandrawidjaja 28
Robertus Chandrawidjaja 14
Konsep Pengembangan Rawa Lebak
Robertus Chandrawidjaja 29
Robertus Chandrawidjaja 30
Robertus Chandrawidjaja 15
Contoh Pengembangan Polder Alabio
Robertus Chandrawidjaja 31
Robertus Chandrawidjaja 32
Robertus Chandrawidjaja 16
Skema Polder Belanda
Robertus Chandrawidjaja 33
Robertus Chandrawidjaja 34
Robertus Chandrawidjaja 17